Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang dipimpin oleh konselorguru BK yang diberikan kepada sejumlah orang untuk membahas masalah pribadi masing-masing anggota kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Melalui dinamika kelompok tersebut kepribadian klien dikembangkan dan berbagai masalah diselesaikan. Konseling kelompok berfokus pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan. Hal ini selaras dengan pendapat Wibowo 2005: 33 bahwa: Konseling kelompok lebih menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu membantu individu-individu dengan cara mendorong pencapaian tujuan perkembangan dan memfokuskan pada kebutuhan dan kegiatan belajarnya. Perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini Menurut Prayitno 1995: 27 ada beberapa alasan mendasar konseling kelompok perlu dilakukan oleh guru BK sekolah di antaranya karena konseling kelompok dapat: 1 membantu seseorang atau sejumlah orang yang tidak siap dan terbuka secara perorangan menemui guru BK, 2 melayani sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan, 3 memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih berani berbicara dan terbuka saat bersama-sama temannya, 4 menemukan alternatif pemecahan masalah yang lebih banyak dan bervariasi, karena mengemukakan berbagai pemikiran dari anggota, 5 menimbulkan keakraban, membangun suasana saling percaya, saling membantu, dan empati diantara sesama anggota kelompok dan guru BK, 6 praktis, dapat dilakukan dimana saja, di dalam ataupun di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, atau di ruang praktik pribadi guru BK. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diberikan kepada sejumlah klien sekaligus dalam sebuah kelompok dan dipimpin oleh guru BK. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut menuntut adanya pelayanan konseling kelompok yang profesional. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan adanya guru BK profesional. Landasan dasar seorang guru BK mampu profesional dalam melaksanakan layanan konseling kelompok adalah harus memahami dahulu apa, bagaimana, dan pentingnya pelaksanaan konseling kelompok di sekolah mereka. Namun harapan tersebut tidak selalu dapat tercapai karena di lapangan masih banyak ditemui guru BK yang belum mampu dan bahkan tidak pernah memberikan layanan konseling kelompok kepada siswanya di sekolah. Contoh nyata yang diperoleh peneliti setelah melakukan wawancara di lapangan dengan 15 guru BK di beberapa sekolah di kota Semarang antara lain: 1 ada 5 guru BK dari responden awal yang belum mampu melakukan rapport dengan baik, 2 ada 6 guru BK yang belum menguasai setiap tahapan yang harus dilakukan dalam konseling kelompok, 3 ada 4 guru BK yang kurang memahami posisi dan tugasnya sebagai pemimpin kelompok, 4 pelaksanaan konseling kelompok belum dilakukan di tempat yang kondusif. lampiran 12 Beberapa hal yang menjadi penyebab tidak terlaksananya konseling kelompok di sekolah secara maksimal, seperti: 1 tidak adanya waktu untuk melaksanakan layanan tersebut, 2 kurangnya pemahaman guru BK akan pentingnya konseling kelompok bagi siswa di sekolah, 3 kurang adanya kerjasama antara guru BK, siswa dan pihak sekolah untuk melaksanakan konseling kelompok, 4 guru BK belum memahami tahapan demi tahapan dalam konseling kelompok itu sendiri. Jika hal ini dibiarkan maka akan berdampak negatif pada guru BK, siswa dan sekolah. Guru BK akan pasif dalam memberikan layanan konseling kelompok pada siswa yang sebenarnya juga penting untuk diberikan. Siswa tidak akan mengetahui pentingnya layanan konseling kelompok yang seharusnya mereka terima untuk membantu permasalahan yang sedang dihadapinya. Sekolah akan dipandang kurang efektif dalam pelayanan bimbingan konseling di sekolahnya. Peristiwa di atas tidak akan terjadi, jika guru BK memiliki kemampuan baik dalam pelaksanaannya yang diperoleh dari perguruan tinggi dimana ia belajar. Setiap guru BK berasal dari perguruan tinggi yang berbeda-beda, dimana pada setiap perguruan tinggi memiliki dasar kurikulum pendidikan yang sama. Kenyataannya di lapangan masih ada perbedaan kemampuan dari guru BK dalam melakukan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Kurikulum merupakan salah satu komponen esensial dari keseluruhan kelembagaan jurusanprogram studi. Kurikulum menjadi isi jurusanprogram studi dalam mengemban misinya mendidik mahasiswa menjadi sarjana, yaitu tenaga professional yang benar-benar mampu menyelenggarakan kegiatan pelayanan berdasarkan kaidah profesi. Jika kurikulum yang tersusun dengan baik tidak diimbangi dengan minat dari calon konselor di sekolah, maka calon konselor tersebut belum mampu mengembangkan kemampuan professional calon konselor yang handal. Pada dasarnya pendidikan tinggi tidak hanya mencetak tenaga ahli dalam bidangnya tetapi juga tenaga ahli yang mampu menggunakan keahlian atau kecerdasannya untuk memberikan manfaat pada masyarakat luas. Setiap perguruan tinggi memiliki kurikulum yang sama untuk mahasiswanya, namun yang berbeda antara lain adalah latar belakang pengajaran di perguruan tinggi tersebut. Seperti contohnya perguruan tinggi A di kota Semarang ini memiliki 3 kelas jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah tenaga dosen sekitar 20 orang, dibandingkan dengan perguruan tinggi B yang memiliki 10 kelas jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah tenaga dosen hanya sekitar 15 orang. Tentunya hal tersebut dapat membuat perbedaan dari kedua lulusan perguruan tinggi tersebut dikarenakan intensitas dan kualitas pengajaran yang berbeda. Selain itu latar belakang pelatihan yang diikuti oleh guru BK, misalnya guru BK yang lebih sering mengikuti pelatihan-pelatihan seperti PLPG ataupun seminar, dan workshop akan lebih memiliki kemampuan atau bekal dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dari latar belakang inilah, maka peneliti berkeinginan menyusun penelitian yang berjudul “Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang Konseling Kelompok antara Alumni Universitas Negeri Semarang UNNES dan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang UNNES di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 20132014 .”

1.2 Rumusan Masalah