PERBEDAAN PEMAHAMAN GURU BK TENTANG KONSELING KELOMPOK ANTARA ALUMNI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DAN ALUMNI NON UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DI SMP NEGERI SE KOTA SEMARANG TAHUN AJARAN 2013 2014

(1)

i

PERBEDAAN PEMAHAMAN GURU BK TENTANG

KONSELING KELOMPOK ANTARA ALUMNI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DAN

ALUMNI NON-UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(UNNES) DI SMP NEGERI SE-KOTA SEMARANG

TAHUN AJARAN 2013/2014

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Desta Rizky Budiarti 1301409047

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014


(2)

ii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada tanggal 23 Januari 2014

Panitia

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Haryono M.Psi. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd NIP. 196202221986011001 NIP. 196002051998021001

Penguji Utama

Dra. M. Th. Sri Hartati, M.Pd, Kons NIP. 196012281986012001

Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II

Dr. Awalya, M.Pd., Kons Drs. Suharso, M. Pd., Kons NIP.19601101 1987102001 NIP. 196202261987101001


(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi dengan judul ”Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang Konseling Kelompok antara Alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014” benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 20 Januari 2014

Desta Rizky Budiarti NIM. 1301409047


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

1. “Kepala yang baik dan hati yang baik merupakan kombinasi yang hebat. Namun saat kamu menambahkan lidah atau pena yang terpelajar, maka kamu

memiliki sesuatu yang sangat istimewa” (Nelson Mandela)

2. “Hanya mereka yang berani gagal dapat meraih keberhasilan” (Robert F Kennedy)

Persembahan,

Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. ALLAH SWT

2. Malaikat dan Pahlawanku, Bapak Budiman dan Ibu Sri Hartati kedua orangtuaku yang selalu mendoakan dan memberikan semuanya demi kelulusanku.

3. Teman-teman mahasiswa Bimbingan Konseling Angkatan 2009.


(5)

v

ABSTRAK

Budiarti, Desta Rizky. 2014. Survey Perbedaan Pemahaman Guru BK Alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) tentang Konseling Kelompok di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dr. Awalya, M.Pd., Kons dan Pembimbing II: Drs. Suharso, M.Pd., Kons

Kata Kunci : Perbedaan Pemahaman Konseling Kelompok, Lulusan Unnes dan Non Unnes

Layanan konseling kelompok merupakan proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku. Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti sesuatu dan melihatnya dari berbagai segi. Seorang pendidik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang suatu hal dengan menggunakan kata-kata sendiri sehingga peserta didik mengerti apa yang disampaikannya. Latar belakang pendidikan guru BK yang berbeda-beda merupakan salah satu faktor adanya perbedaan tingkat pemahaman guru BK terhadap layanan konseling kelompok.

Jenis penelitian ini adalah survey komparatif, yaitu survey yang membahas perbedaan dari kedua sampel penelitian yang berbeda. Populasi dalam penelitian ini seluruh guru BK di SMP Negeri Kota Semarang. Sampel diambil dengan menggunakan teknik cluster proportional random sampling. Populasi dalam penelitian berjumlah 144 orang yang terbagi dalam 3 kelompok berdasarkan pembagian wilayah letak sekolah. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 25% dari keseluruhan jumlah populasi yang terbagi dalam 3 kelompok wilayah, sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 39 guru BK. Metode pengumpulan data menggunakan tes pemahaman konseling kelompok. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan uji t-test.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pemahaman konseling kelompok lulusan Unnes berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 84,26% sedangkan untuk lulusan non-Unnes berada pada kategori sedang dengan persentase 63,9%. Dari hasil uji t-test diperoleh thitung = 18,92 dan ttabel= 2,04 jadi nilai thitung > ttabel . Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan guru BK lulusan Unnes dan non-Unnes tentang konseling kelompok.

Merujuk pada hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru BK di SMP Negeri kota Semarang yang berasal dari lulusan Unnes mempunyai pemahaman konseling kelompok lebih tinggi daripada guru BK lulusan non-Unnes. Hendaknya guru BK semakin meningkatkan pemahaman konseling kelompok di lapangan, dan perguruan tinggi juga selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya agar dapat mencetak tenaga ahli yang professional


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusun skripsi dengan judul “Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang Konseling Kelompok antara Alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”.

Penyusunan skripsi berdasarkan atas penelitian survey yang dilakukan dalam suatu prosedur terstruktur dan terencana. Dalam proses penulisan skripsi ini peneliti memang menemui kendala di lapangan, seperti perijinan, lokasi antar sekolah dan respon responden, namun peneliti tetap berusaha menyelesaikan penelitian ini sampai selesai. Berkat rahmat Allah SWT dan ketekunan, dapat terselesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Pendidikan.

2) Drs. Hardjono, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang memberikan ijin penelitian, untuk penyelesaian skripsi ini. 3) Drs. Eko Nusantoro,M.Pd. Ketua jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas

Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.


(7)

vii

4) Dra. M.Th. Sri Hartati, M.Pd. Dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5) Dr. Awalya,M.Pd.,Kons. Dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.

6) Drs. Suharso,M.Pd.,Kons. Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7) Bapak dan Ibu dosen jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

8) Kepala Sekolah dan Bapak/Ibu Guru BK di SMP Negeri Kota Semarang yang telah memberikan ijinnya dan bersedia menjadi responden untuk penelitian ini.

9) Teman-teman seperjuangan bimbingan dan konseling angkatan 2009 yang memberikan semangat sampai akhir.

10) Serta pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.

Semarang, 20 Januari 2014 Penulis


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3TujuanPenelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Sistematika Skripsi ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Pemahaman Guru BK Tentang Konseling Kelompok ... 10

2.2.1 Pemahaman ... 10

2.2.2 Konseling Kelompok ... 11

2.2.2.1 Pengertian Konseling Kelompok ... . 11

2.2.2.2 Tujuan Pemberian Layanan Konseling Kelompok ... 12

2.2.2.3 Tahap-tahap Konseling Kelompok ………….… ... 13

2.2.2.4 Dinamika Kelompok ... 15

2.2.2.5 Anggota Kelompok …………..……….. ... 16

2.2.2.6 Peran Anggota Kelompok ………... 17

2.2.2.7 Usaha Mempersiapkan Anggota Kelompok ………... 18

2.2.2.8 Pemimpin Kelompok ………... 19

2.2.2.9 Evaluasi Kegiatan Konseling Kelompok ………... 20

2.2.3 Guru BK ... 21

2.3Latar Belakang Pendidikan Guru BK SMP Negeri Kota Semarang ... 22

2.3.1 Pendidikan Bimbingan dan Konseling di Unnes ... .. 23


(9)

ix

2.4Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Tingkat Pemahaman KKp 26

2.5Hipotesis ... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 29

3.2Variabel Penelitian ... 30

3.2.1Identifikasi Variabel ... 30

3.2.2Definisi Operasional ... ... 30

3.3Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 31

3.3.1 Populasi ... 31

3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 32

3.4Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4.1Alat Pengumpulan Data ... 34

3.4.2Penyusunan Instrumen ... 35

3.5Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38

3.5.1Validitas ... 38

3.5.2 Reliabilitas ... 39

3.6Hasil Uji Coba Instrumen ... 40

3.6.1 Hasil Uji Validitas ... 40

3.6.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 41

3.7Metode Analisis Data ... 41

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 45

4.1.1 Pemahaman Konseling Kelompok pada Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes ... 46

4.1.2 Pemahaman Konseling Kelompok pada Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes ... 49

4.1.3 Perbedaan Pemahaman antara Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 53

4.1.4 Analisis Uji Beda ……… 57

4.2Pembahasan ... 58

4.2.1Pemahaman Guru BK Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok .... 58

4.2.1Pemahaman Guru BK Lulusan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok……... 61

4.2.2Perbedaan Pemahaman antara Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 63


(10)

x BAB 5 PENUTUP

5.1Simpulan ... 66

5.2Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Populasi Berdasarkan Lokasi Sekolah ……… .. 31

3.2 Daftar Sampel Penelitian ………... 33

3.3 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konseling Kelompok ... 36

3.4 Kategori Tingkatan Pemahaman Konseling Kelompok ... 42

3.5 Hasil Uji Normalitas Data ... 43

4.1 Tingkat Pemahaman Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok ... 46

4.2 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Unnes tentang KKp .... 47

4.3 Tingkat Pemahaman Lulusan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok .. 49

4.4 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Non-Unnes tentang KKp ... 51

4.5 Perbedaan Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 53

4.6 Perbedaan Tingkat Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 53

4.7 Perbedaan Tiap Indikator Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 54


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Langkah Dasar Penyusunan Instrumen ……… ... 35 4.1 Tingkat Pemahaman Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok ... 46 4.2 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Unnes tentang KKp .. 48 4.3 Tingkat Pemahaman Lulusan Non-Unnes tentang

Konseling Kelompok ... 50 4.4 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Non-Unnes

tentang KKp ... 52 4.5 Perbedaan Tingkat Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan

Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 54 4.6 Perbedaan Tiap Indikator Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Populasi Penelitian... 71

2. Sampel ... 78

3. Kisi-Kisi Instrumen Sebelum Try Out ... 80

4. Angket Try Out Instrumen Pemahaman Konseling …... 97

5. Hasil Validitas dan Reliabilitas Pemahaman Konseling Kelompok ... 107

6. Kisi-Kisi Instrumen Sesudah Try Out ... 118

7. Angket Penelitian Pemahaman Konseling …... 121

8. Data Pemahaman Konseling Kelompok Lulusan Unnes... .... 129

9. Data Pemahaman Konseling Kelompok Lulusan Non-Unnes... 136

10.Uji Hipotesis (t-test) Pemahaman Konseling Kelompok ... 143

11.Dokumentasi Penelitian ... 145


(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang dipimpin oleh konselor/guru BK yang diberikan kepada sejumlah orang untuk membahas masalah pribadi masing-masing anggota kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Melalui dinamika kelompok tersebut kepribadian klien dikembangkan dan berbagai masalah diselesaikan. Konseling kelompok berfokus pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan. Hal ini selaras dengan pendapat Wibowo (2005: 33) bahwa:

Konseling kelompok lebih menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu membantu individu-individu dengan cara mendorong pencapaian tujuan perkembangan dan memfokuskan pada kebutuhan dan kegiatan belajarnya. Perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini

Menurut Prayitno (1995: 27) ada beberapa alasan mendasar konseling kelompok perlu dilakukan oleh guru BK sekolah di antaranya karena konseling kelompok dapat: (1) membantu seseorang atau sejumlah orang yang tidak siap dan terbuka secara perorangan menemui guru BK, (2) melayani sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan, (3) memfasilitasi individu atau sekelompok individu yang lebih berani berbicara dan terbuka saat bersama-sama temannya, (4) menemukan alternatif pemecahan masalah yang lebih banyak dan bervariasi, karena mengemukakan berbagai pemikiran dari anggota, (5) menimbulkan keakraban, membangun suasana saling percaya, saling membantu, dan empati diantara


(15)

sesama anggota kelompok dan guru BK, (6) praktis, dapat dilakukan dimana saja, di dalam ataupun di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, atau di ruang praktik pribadi guru BK.

Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diberikan kepada sejumlah klien sekaligus dalam sebuah kelompok dan dipimpin oleh guru BK. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut menuntut adanya pelayanan konseling kelompok yang profesional. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan adanya guru BK profesional. Landasan dasar seorang guru BK mampu profesional dalam melaksanakan layanan konseling kelompok adalah harus memahami dahulu apa, bagaimana, dan pentingnya pelaksanaan konseling kelompok di sekolah mereka.

Namun harapan tersebut tidak selalu dapat tercapai karena di lapangan masih banyak ditemui guru BK yang belum mampu dan bahkan tidak pernah memberikan layanan konseling kelompok kepada siswanya di sekolah. Contoh nyata yang diperoleh peneliti setelah melakukan wawancara di lapangan dengan 15 guru BK di beberapa sekolah di kota Semarang antara lain: (1) ada 5 guru BK dari responden awal yang belum mampu melakukan rapport dengan baik, (2) ada 6 guru BK yang belum menguasai setiap tahapan yang harus dilakukan dalam konseling kelompok, (3) ada 4 guru BK yang kurang memahami posisi dan tugasnya sebagai pemimpin kelompok, (4) pelaksanaan konseling kelompok belum dilakukan di tempat yang kondusif. (lampiran 12)

Beberapa hal yang menjadi penyebab tidak terlaksananya konseling kelompok di sekolah secara maksimal, seperti: (1) tidak adanya waktu untuk


(16)

melaksanakan layanan tersebut, (2) kurangnya pemahaman guru BK akan pentingnya konseling kelompok bagi siswa di sekolah, (3) kurang adanya kerjasama antara guru BK, siswa dan pihak sekolah untuk melaksanakan konseling kelompok, (4) guru BK belum memahami tahapan demi tahapan dalam konseling kelompok itu sendiri. Jika hal ini dibiarkan maka akan berdampak negatif pada guru BK, siswa dan sekolah. Guru BK akan pasif dalam memberikan layanan konseling kelompok pada siswa yang sebenarnya juga penting untuk diberikan. Siswa tidak akan mengetahui pentingnya layanan konseling kelompok yang seharusnya mereka terima untuk membantu permasalahan yang sedang dihadapinya. Sekolah akan dipandang kurang efektif dalam pelayanan bimbingan konseling di sekolahnya.

Peristiwa di atas tidak akan terjadi, jika guru BK memiliki kemampuan baik dalam pelaksanaannya yang diperoleh dari perguruan tinggi dimana ia belajar. Setiap guru BK berasal dari perguruan tinggi yang berbeda-beda, dimana pada setiap perguruan tinggi memiliki dasar kurikulum pendidikan yang sama. Kenyataannya di lapangan masih ada perbedaan kemampuan dari guru BK dalam melakukan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Kurikulum merupakan salah satu komponen esensial dari keseluruhan kelembagaan jurusan/program studi. Kurikulum menjadi isi jurusan/program studi dalam mengemban misinya mendidik mahasiswa menjadi sarjana, yaitu tenaga professional yang benar-benar mampu menyelenggarakan kegiatan pelayanan berdasarkan kaidah profesi. Jika kurikulum yang tersusun dengan baik tidak diimbangi dengan minat dari calon


(17)

konselor di sekolah, maka calon konselor tersebut belum mampu mengembangkan kemampuan professional calon konselor yang handal.

Pada dasarnya pendidikan tinggi tidak hanya mencetak tenaga ahli dalam bidangnya tetapi juga tenaga ahli yang mampu menggunakan keahlian atau kecerdasannya untuk memberikan manfaat pada masyarakat luas. Setiap perguruan tinggi memiliki kurikulum yang sama untuk mahasiswanya, namun yang berbeda antara lain adalah latar belakang pengajaran di perguruan tinggi tersebut. Seperti contohnya perguruan tinggi A di kota Semarang ini memiliki 3 kelas jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah tenaga dosen sekitar 20 orang, dibandingkan dengan perguruan tinggi B yang memiliki 10 kelas jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah tenaga dosen hanya sekitar 15 orang. Tentunya hal tersebut dapat membuat perbedaan dari kedua lulusan perguruan tinggi tersebut dikarenakan intensitas dan kualitas pengajaran yang berbeda. Selain itu latar belakang pelatihan yang diikuti oleh guru BK, misalnya guru BK yang lebih sering mengikuti pelatihan-pelatihan seperti PLPG ataupun seminar, dan workshop akan lebih memiliki kemampuan atau bekal dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Dari latar belakang inilah, maka peneliti berkeinginan menyusun penelitian yang berjudul “Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang Konseling Kelompok antara Alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014.”


(18)

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok di SMP Negeri kota Semarang ?

1.2.2 Bagaimana pemahaman guru BK lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok di SMP Negeri kota Semarang ?

1.2.3 Adakah perbedaan pemahaman antara guru BK tentang konseling kelompok yang lulusan Unnes dengan Non-Unnes di SMP Negeri kota Semarang?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah di atas maka proposal ini bertujuan :

1.3.1 Untuk mengetahui pemahaman guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Unnes tentang konseling kelompok.

1.3.2 Untuk mengetahui pemahaman guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok.

1.3.3 Untuk mengetahui adakah perbedaan pemahaman antara guru BK SMP Negeri kota Semarang yang lulusan Unnes dengan lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok.


(19)

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan khususnya bimbingan dan konseling.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi sekolah untuk meningkatkan dan memajukan kualitas sekolah pada umumnya dan bimbingan konseling pada khususnya.

1.4.2.2Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kualitas dan sistem pembelajarannya.

1.4.2.3Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi para guru BK sekolah dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan konseling kelompok.

1.4 Garis Besar Sistematika Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi. Penulis membagi dalam lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab agar pembahasannya lebih teratur dan sistematis. Adapun penulisannya sebagai berikut :


(20)

Bab 1 yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan garis besar sistematika skripsi.

Bab 2 yaitu landasan teori yang berisi penelitian terdahulu, pemahaman guru BK tentang konseling kelompok, pengertian konseling kelompok, tujuan, tahapan-tahapan konseling kelompok, dinamika kelompok, peranan dan usaha mempersiapkan anggota kelompok, evaluasi kegiatan konseling kelompok, pengertian, karakteristik dan kompetensi guru BK, latar belakang pendidikan guru BK, serta hipotesis.

Bab 3 yaitu metodologi penelitian yang berisi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, serta teknik analisis data.

Bab 4 yaitu hasil penelitian dan pembahasan yang berisi hasil-hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian.

Bab 5 yaitu simpulan dan saran yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-sarannya.


(21)

8

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan menguraikan tentang pokok bahasan sebagai berikut: (1) pemahaman guru BK tentang konseling kelompok yang dimulai dari pengertian konseling kelompok, tujuan pemberian layanan konseling kelompok, tahap-tahap konseling kelompok, dinamika kelompok, anggota kelompok, peran anggota kelompok, usaha mempersiapkan anggota kelompok, pemimpin kelompok, asas-asas konseling kelompok, evaluasi kegiatan konseling kelompok, (2) pendidikan guru BK yang membandingkan antara lulusan Unnes dan non-Unnes dilihat dari segi pendidikannya, (3) perbedaan pemahaman konseling kelompok

2.1 Penelitian Terdahulu

Untuk memperkuat penelitian ini, peneliti akan mengemukakan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan. Adapun pokok bahasan yang akan diuraikan dalam penelian terdahulu adalah sebagai berikut:

(1) Hasil penelitian Sulistiawan (2011: 106) menunjukkan bahwa masih ada konselor yang dikategorikan rendah dalam pelaksanaan konseling kelompok. Pelaksanaan konseling kelompok oleh konselor belum bisa menerapkan semua tahap dalam konseling kelompok, hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu yang diperoleh oleh guru BK di sekolah. Konselor yang dimaksud dalam


(22)

penelitian ini adalah konselor lulusan BK Unnes di SMA Negeri se-Kota Semarang.

(2) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011: 116) tentang perbandingan pemahaman tugas konselor, yang salah satu indikatornya adalah konseling kelompok, menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok dapat dilakukan dengan baik oleh konselor di sekolah terutama bagi konselor lulusan perguruan tinggi negeri dikarenakan perbedaan latar belakang pendidikan dengan konselor lulusan perguruan tinggi swasta.

(3) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sayekti (1994: 35) menunjukkan bahwa konseling kelompok merupakan salah satu layanan yang harus dapat dilakukan oleh konselor di sekolah maupun perguruan tinggi. Pendidikan konselor hendaknya membelajarkan calon konselor tentang konseling kelompok yang dapat dikembangkan baik di tingkat sekolah menengah, maupun di perguruan tinggi.

(4) Hasil penelitian Prayitno (1994: 15) menjelaskan bahwa materi kurikulum dalam pendidi kan konselor termasuk juga didalamnya konseling kelompok menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang menyeluruh, yang bahan-bahannya mampu membentuk pada diri konselor. Jurnal yang diterbitkan oleh Guru Besar IKIP Padang ini menunjukkan perlu adanya hubungan dan interaksi positif dan dinamis antara kegiatan penyiapan calon konselor di kampus dan praktek pelayanan bimbingan dan konseling di lapangan.

Dari keempat penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa pemahaman guru BK di sekolah terkait tugasnya terutama tentang konseling kelompok juga


(23)

penting untuk diperhatikan dengan melihat latar belakang pendidikan dari tiap guru BK di sekolah sehingga hasil-hasil penelitian tersebut dapat mendukung penelitian yang akan peneliti laksanakan.

2.2 Pemahaman Guru BK Tentang Konseling Kelompok

Seiring dengan perkembangan jaman, sekarang ini guru BK memegang peranan penting dalam membantu siswa mengatasi rumitnya permasalahan yang sedang mereka hadapi. Guru BK perlu menguasai ilmu bimbingan dan konseling sebagai dasar dari keseluruhan kinerja profesionalnya dalam pelayanan konseling. Guru BK sebagai penanggungjawab penuh penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah harus memahami setiap layanan atau tugasnya di lapangan. 2.2.1 Pemahaman

Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli seperti Benjamin S. Bloom (Anas Sudijono, 2009: 50) mengemukakan bahwa :

Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Menurut Taksonomi Bloom (Daryanto, 2008: 106) mengemukakan : Pemahaman (comprehension) kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.


(24)

Menurut Daryanto (2008: 106) kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:

a) Menerjemahkan (translation)

Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.

b) Menginterpretasi (interpretation)

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami. Ide utama suatu komunikasi.

c) Mengekstrapolasi (extrapolation)

Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang pendidik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang suatu hal dengan menggunakan kata-kata sendiri sehingga peserta didik mengerti apa yang disampaikannya.

2.2.2 Konseling Kelompok

2.2.2.1 Pengertian konseling kelompok

Ada beberapa pengertian konseling kelompok menurut beberapa ahli seperti berikut :


(25)

(1) Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari (Gazda, 1984 dan Shertzer Stone, 1980) dalamWibowo (2005: 32)

(2) Hansen,Warner&Smith (dalam Wibowo, 2005: 32) menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan cara yang amat baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu-individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka.

(3) Natawidjaja (1987: 33-34) mengemukakan bahwa konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya

Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses dimana guru BK terlibat dalam hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama, jumlahnya dapat bervariasi. Konseling kelompok adalah proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku, melibatkan fungsi terapeutis, berorientasi pada kenyataan, ada rasa saling percaya mempercayai, ada pengertian, penerimaan dan bantuan.

2.2.2.2 Tujuan pemberian layanan konseling kelompok

Layanan konseling kelompok dimaksudkan untuk membahas dan menyelesaikan masalah yang menyangkut masalah pribadi yang dialami oleh anggota kelompok. Melalui layanan ini, siswa diajak untuk bersama-sama


(26)

mengemukakan pendapat tentang suatu permasalahan dan membicarakan topik-topik yang penting, mengembangkan nilai-nilai kehidupan serta mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas dalam kelompok. Tujuan konseling kelompok menurut Sukardi (2000: 49), meliputi:

a. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak b. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman

sebayanya

c. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok

d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok

2.2.2.3 Tahap-tahap konseling kelompok

Terdapat keanekaragaman dalam mengklasifikasikan dan menamai tahapan-tahapan konseling kelompok, Corey (1995: 64-65) dalam Wibowo (2005: 85) menyebutkan tahapan konseling kelompok menjadi 4 tahap, yaitu tahap orientasi (orientation phase), tahap transisi (transition stage), tahap kerja (working stage), dan tahap konsolidasi (consolidation stage). Gibson & Mitchell (1995: 198-204) dalam Wibowo (2005: 85) mengklasifikasikan proses konseling kelompok menjadi 5 tahap, yakni tahap pembentukan kelompok, tahap identifikasi, tahap produktivitas, tahap realisasi, tahap terminasi. Berdasarkan pengklasifikasian proses konseling kelompok yang dikemukakan oleh berbagai ahli tersebut diatas, berikut ini disajikan tahap-tahap konseling kelompok yang digunakan sebagai pengembangan model menurut Wibowo (2005: 86) seperti berikut ini :


(27)

(1) Tahap Permulaan

Pada tahap permulaan ini guru BK perlu mempersiapkan terbentuknya kelompok. Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menumbuhkan minat bagi terbentuknya kelompok yang meliputi pemberian penjelasan tentang adanya layanan konseling kelompok bagi para siswa, penjelasan pengertian, tujuan dan kegunaan konseling kelompok, ajakan untuk memasuki dan mengikuti kegiatan, serta kemungkinan adanya kesempatan dan kemudahan bagi penyelenggara konseling kelompok.

(2) Tahap Transisi

Tahap transisi merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum masa bekerja (kegiatan). Dalam tahap ini merupakan proses 2 bagian yang ditandai dengan ekspresi sejumlah emosi dan interaksi anggota.

(3)Tahap Kegiatan

Tahap kegiatan sering disebut juga sebagai tahap bekerja, tahap penampilan, tahap tindakan dan tahap pertengahan yang merupakan inti kegiatan konseling kelompok sehingga memerlukan waktu yang besar dalam keseluruhan kegiatan konseling kelompok. Tahap ini merupakan tahap kehidupan yang sebenarnya dalam konseling kelompok, yaitu para anggota memusatkan perhatian terhadap tujuan yang akan dicapai, mempelajari materi-materi baru, mendiskusikan berbagai topik, menyelesaikan tugas, dan mempraktekkan perilaku baru. Selama tahap kegiatan, guru BK dan anggota kelompok merasa lebih bebas dan nyaman dalam mencoba tingkah laku baru dan strategi baru, karena sudah terjadi saling mempercayai satu sama lain.


(28)

(4) Tahap Pengakhiran

Menurut Corey (1990) dalam Wibowo (2005: 97) tahap penghentian atau pengakhiran sama pentingnya seperti tahap permulaan pada sebuah kelompok. Selama masa penghentian, para anggota kelompok memahami diri mereka sendiri pada tingkat yang lebih mendalam. Jika dapat dipahami dengan baik, penghentian dapat menjadi sebuah dukungan penting dalam menawarkan perubahan dalam diri individu. Penghentian memberi kesempatan pada anggota kelompok untuk memperjelas pengalaman mereka, mengkonsilidasi hasil yang mereka buat dan untuk membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka yang ingin dilakukan di luar kelompok dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari mereka

2.2.2.4 Dinamika kelompok

Dalam proses konseling kelompok sangat diperlukan munculnya dinamika kelompok agar suasana kelompok lebih akrab dan luwes antar anggota kelompok dan pemimpin kelompok. Dinamika kelompok merupakan seperangkat konsep yang dapat menggambarkan proses kelompok. Dinamika kelompok mencoba menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelompok dan mencoba menemukan serta mempelajari keadaan dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok. Dalam bukunya, Wibowo (2005: 62) menjelaskan dinamika kelompok adalah “studi yang menggambarkan berbagai kekuatan yang menentukan perilaku anggota dan perilaku kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang


(29)

telah ditetapkan.” Dinamika kelompok mengarahkan anggota kelompok untuk melakukan hubungan interpersonal satu sama lain. Hubungan interpersonal ini merupakan sarana bagi anggota kelompok untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dan bahkan perasaan satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar di dalam kelompok secara bersama-sama. Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya merupakan pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu. Jadi, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok.

Kelompok yang baik ditumbuhkan melalui dinamika kelompoknya, oleh anggota-anggotanya tetapi juga sebaliknya, kelompok yang baik dapat membentuk anggotanya menjadi anggota kelompok yang baik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kelompok antara lain sebagai berikut: (Prayitno, 1995: 22)

a. Tujuan dan kegiatan kelompok b. Jumlah anggota

c. Kualitas pribadi masing-masing anggota kelompok d. Kedudukan kelompok

e. Kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota untuk saling berhubungan sebagai kawan, kebutuhan untuk diterima, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan bantuan moral, dan sebagainya.

2.2.2.5 Anggota kelompok

Tidak semua kumpulan orang atau individu bisa dijadikan sebagai anggota konseling kelompok. Dalam konseling kelompok, keanggotaan merupakan hal yang penting. Tanpa adanya anggota tidak mungkin akan ada kelompok. Untuk itu, seorang konselor harus membentuk kelompok sebelum


(30)

menyelenggarakan konseling kelompok. Prayitno (1995: 30) menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menciptakan sebuah kelompok yang aktif dan memahami setiap peranannya, sebagai berikut :

a. Jenis kelompok

Untuk tujuan tertentu mungkin memang diperlukan pembentukan kelompok yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Pertimbangan tentang keragaman atau keseragaman jenis kelamin anggota kelompok ini pada umumnya didasarkan tujuan tertentu yang akan dicapai dalam kegiatan kelompok.

b. Umur

Pada umumnya dinamika kelompok lebih baik dikembangkan dalam kelompok-kelompok dengan angota seumur.

c. Kepribadian

Keragaman atau keseragaman dalam kepribadian anggota kelompok dapat membawa keuntungan ataupun kerugian. Jika perbedaan di antara para anggota itu besar, maka komunikasi antaranggota akan mengalami masalah, dan begitu pula sebaliknya, jika kesamaan di antara anggota itu sangat besar hasilnya juga dapat merugikan. d. Hubungan awal

Keakraban dapat mewarnai hubungan antar anggota kelompok yang sudah saling mengenal sebelumnya, dan sebaliknya suasana keasingan akan dirasakan anggota yang belum saling mengenal. Jenis kelompok mana yang akan dipilih dalam hubungan awal ini tergantung pada tujuan dari kegiatan kelompok itu.

2.2.2.6 Peran anggota kelompok

Dalam kegiatan konseling kelompok diperlukan terciptanya dinamika kelompok yang benar-benar hidup, mengarah pada tujuan yang ingin dicapai, dan membuahkan manfaat bagi masing-masing anggota kelompok. Maka dari itu, peranan anggota kelompok sangat menentukan. Peranan yang hendaknya dimainkan oleh anggota kelompok agar dinamika kelompok itu benar-benar seperti yang diharapkan ialah: (Prayitno, 1995: 32)


(31)

a. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok

b. Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok

c. Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama

d. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhi dengan baik

e. Benar-benar berusaha untuk secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok

f. Mempu berkomunikasi secara terbuka g. Berusaha membantu anggota lain

h. Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalankan peranannya

i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu

2.2.2.7 Usaha mempersiapkan anggota kelompok

Suatu kelompok yang mempersiapkan anggotanya dengan baik akan bisa benar-benar mencapai tujuan yang diharapkan, dan pemimpin kelompok boleh menetapkan ketidakikutsertaan seseorang jika dianggap akan mengganggu proses konseling kelompok. Maka di sinilah pentingnya peranan pemimpin kelompok dalam mempersiapkan anggota kelompok. Berikut ini beberapa cara merekrut anggota menurut Wibowo (2005: 343):

a. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tujuan kelompok, panjang dan jangka waktu program serta jumlah partisipan/peserta

b. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang kualifikasi pimpinan untuk memimpin kelompok-kelompok yang dimaksud

c. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang honor pimpinan yang merinci jumlah untuk jasa kerja, makan, penginapan, materi dan sejenisnya dan juga jumlah untuk jasa lanjutan

d. Anggota kelompok seharusnya dipaksa untuk masuk dalam suatu kelompok oleh para senior atau pimpinan kelompok

e. Penyataan tidak puas yang tidak bisa ditunjukkan dengan bukti ilmiah seharusnya tidak dibuat


(32)

Sedangkan menurut Prayitno (1995: 33) menjelaskan hal-hal yang perlu dipersiapkan pemimpin kelompok dalam merekrut anggota kelompok adalah sebagai berikut :

(1) Apa saja yang diharapkan dari para anggota, suasana khusus yang dapat terjadi dalam kelompok itu, dan peranan serta cara-cara yang akan dilakukan oleh pemimpin kelompok

(2) Keikutsertaan dalam kelompok itu adalah serba sukarela

(3) Anggota kelompok bebas menanggapi hal-hal yang disampaikan ataupun menolak saran-saran yang diberikan anggota lain

(4) Hasil kegiatan kelompok itu tidak mengikat para anggota kelompok itu dalam kehidupan mereka di luar kelompok

(5) Segala yang terjadi dan menjadi isi dari kegiatan kelompok itu sifatnya rahasia.

(6) Penghargaan pemimpin kelompok tentang kesukarelaan dan keberanian para anggota mengikuti kegiatan kelompok itu

2.2.2.8 Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah guru BK atau konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional. Dalam konseling kelompok tugas pemimpin kelompok adalah memimpin kelompok yang bernuansa layanan konseling melalui “bahasa” konseling untuk mencapai tujuan-tujuan konseling. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin kelompok menurut Prayitno dan Erman (2004: 5) adalah :


(33)

a. Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman, serta mencapai tujuan bersama kelompok.

b. Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.

c. Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman, sabar dan memberi kesempatan demokratik dan kompromistik dalam mengambil keputusan dan kesimpulan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.

Berhubungan dengan sikap yang harus dimiliki pemimpin kelompok, maka peranan pemimpin kelompok menurut Prayitno (1995: 35) dijabarkan sebagai berikut :

a. Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok b. Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana

perasaan yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok.

c. Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus ke arah yang dimaksudkan maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan itu.

d. Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan atau umpan balik tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok

e. Pemimpin kelompok juga diharapkan mampu mengatur “lalu lintas” kegiatan kelompok, dan pemegang aturan permainan, pendamai dan pendorong kerjasama serta suasana kebersamaan. f. Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi

dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

2.2.2.9 Evaluasi kegiatan konseling kelompok

Pada kegiatan konseling kelompok, penilaian hasil kegiatan dapat diarahkan secara khusus kepada peserta yang masalahnya dibahas. Peserta itu


(34)

diminta mengungkapkan sampai sejauh mana kegiatan kelompok telah membantunya memecahan masalah yang dialaminya. Penilaian terhadap hasil kegiatan kelompok dapat dilakukan secara tertulis melalui lembar layanan segera (laiseg). Secara tertulis anggota kelompok diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal. Anggota kelompok juga dapat mengemukakan hal-hal yang paling disenangi atau kurang disenangi selama kegiatan berlangsung. Penilaian kegiatan layanan konseling kelompok dan hasilnya berorientasi pada perkembangan, yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi pada diri anggota kelompok. Lebih mendalam lagi, Prayitno (1995: 81) akan membahas penilaian terhadap layanan tersebut dapat dilakukan melalui :

a. Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung

b. Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas c. Mengungkapkan kegunaan layanan bagi mereka, dan perolehan

mereka sebagai hasil keikutsertaan mereka.

d. Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan

e. Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan layanan

2.2.4 Guru BK

Ada beberapa pengertian guru BK menurut para ahli, sebagai berikut : (1) Guru BK sekolah adalah seorang tenaga profesional yang memperoleh

pendidikan khusus di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan. Tenaga ini memberikan layanan-layanan bimbingan kepada peserta didik dan menjadi konsultan bagi staf sekolah dan orang tua (Winkel, 2004:171).


(35)

(2) Dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru BK adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Guru BK dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

(3) Guru BK pendidikan adalah guru BK yang bertugas dan bertanggung jawab dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. (Fenti Hikmawati, 2011: 43)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa guru BK adalah tenaga pendidik profesional yang telah menempuh pendidikan khusus di perguruan tinggi sehingga siap dan mampu melakukan seluruh layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di sekolah dengan penuh tanggung jawab

2.3Latar Belakang Pendidikan Guru BK di SMP Negeri Kota Semarang

Seorang guru BK atau calon konselor pastinya harus sudah menempuh pendidikan konselor di jurusan atau prodi Bimbingan dan Konseling minimal dengan gelar Sarjana (S1). Ada banyak pilihan yang dapat diambil oleh seorang calon guru BK untuk memperoleh gelar sebagai sarjana, antara lain dengan menempuh pendidikan di universitas-universitas, institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP), sekolah tinggi, akademi-akademi dan juga Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Perguruan tinggi adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua yaitu perguruan tinggi negeri dan swasta.


(36)

Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah, sedangkan perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa “pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi dengan sistem terbuka.” Terdapat sekitar 26 universitas negeri yang memiliki jurusan bimbingan dan konseling, serta ada 57 universitas swasta, sekolah tinggi, IKIP dan LPTK lainnya penyelenggara jurusan bimbingan dan konseling. Salah satu contoh universitas negeri penyelenggara bimbingan dan konseling di Indonesia adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes). Berikut adalah beberapa gambaran perbedaan jurusan bimbingan dan konseling yang ada di Unnes dengan universitas lainnya:

2.3.1 Pendidikan Bimbingan dan Konseling di Unnes

Calon guru BK lulusan UNNES sudah dibekali dengan berbagai mata kuliah yang sangat bermanfaat bagi calon guru BK saat menghadapi dunia kerja nantinya. Sejak tahun 2011 jurusan BK UNNES mulai membuka 3 kelas karena peminat jurusan BK semakin banyak sehingga kelas yang dibuka juga selalu bertambah. Selaras dengan visi jurusan BK Unnes yang sudah terakreditasi A yaitu “Program Studi Bimbingan dan Konseling menjadi pusat unggulan dan rujukan dalam bidang Bimbingan dan Konseling tingkat nasional serta menyiapkan calon guru Bimbingan dan Konseling/konselor profesional yang


(37)

berwawasan konservasi pada tahun 2016” sehingga mahasiswa lulusannya sudah mendapat bekal yang sangat banyak.

Mahasiswa jurusan bimbingan konseling Unnes wajib menempuh semua jenis mata kuliah yang ada seperti: (1) kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (BKP) sebanyak 14 sks, (2) kelompok mata kuliah keahlian dan keterampilan (BKT) sebanyak 26 sks, (3) kelompok mata kuliah aktif (BKA) sebanyak 49 sks, (4) kelompok mata kuliah perilaku berkarya (BKK) sebanyak 27 sks, (5) kelompok mata kuliah kehidupan bermasyarakat (BKM) sebanyak 14 sks, (6) kelompok mata kuliah bimbingan dan konseling di sekolah dasar sebanyak 16 sks, dan (7) kelompok mata kuliah rehabilitasi sosial sebanyak 16 sks. Kurikulum yang ada di jurusan bimbingan dan konseling Unnes mendorong penguasaan teori maupun praktik . Hal ini terlihat dari sejumlah mata kuliah praktik dan internship seperti praktikum pemahaman individu (teknik tes dan non-test), praktikum bimbingan dan konseling belajar, praktikum bimbingan dan konseling karir, praktikum bimbingan dan konseling kelompok, praktikum model konseling, serta mata kuliah internship seperti praktik BK di SD, praktik konseling komunitas, PPL 1 dan 2. Mahasiswa Unnes juga wajib menempuh 4 sks untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai bekal lulusannya agar bisa bersosialisasi dengan masyarakat umum. Dengan berbagai bekal yang ditempuh oleh mahasiswa selama kuliah 4 tahun diharapkan tercipta lulusan atau alumni yang memiliki kemampuan ahli atau profesional dalam bidangnya sehingga bisa bekerja juga dengan profesional saat terjun ke dunia kerja atau menjadi guru BK yang sebenarnya.


(38)

2.3.2 Pendidikan Bimbingan dan Konseling di Universitas Non-Unnes Terdapat berbagai universitas lain yang juga membuka jurusan/prodi bimbingan konseling tetapi tidak semuanya memiliki kurikulum yang lengkap juga untuk bekal lulusanya. Contohnya saja salah satu IKIP A di kota Semarang ini membuka 5 kelas tetapi masih berakreditasi B. Jumlah sks yang harus ditempuh oleh mahasiswanya juga tidak sebanyak yang diberikan oleh BK Unnes, waktu Praktik Pengalaman Lapangan juga 3 bulan, tetapi tidak ada praktik lapangan tambahan khusus. Selain itu juga terdapat universitas swasta B di kota Salatiga yang memberikan 144 sks bagi mahasiswanya dengan pembagian konsentrasi pendidikan menengah dan industri. Perkuliahan progdi BK di universitas tersebut berbasis multimedia, dan melakukan pelayanan konseling bagi para warga kampus maupun luar kampus. Progdi BK bekerjasama dengan ABKIN dan APECA (The Association of Psychological and Educational Counsellors of Asia-Pacific) yaitu organisasi yang beranggotakan para psikolog, pendidik, konselor/pembimbing dan pekerja sosial. Salah satu IKIP B di kota Semarang ini juga membuka jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah total 142 sks yang harus ditempuh oleh mahasiswanya untuk memperoleh gelar sarjana. Adapun pembagian kelompok mata kuliahnya sebagai berikut: (1) mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK), (2) mata kuliah keilmuan dan keterampilan (MKK), (3) mata kuliah keahlian berkarya (MKB), (4) mata kuliah perilaku berkarya (MPB), (5) mata kuliah kehidupan bersama (MKB), dan (6) mata kuliah pilihan diluar sekolah (MPDS).


(39)

2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Tingkat Pemahaman Konseling Kelompok

Dilihat dari lulusannya terdapat perbedaan tingkat pemahaman konseling kelompok padahal materi yang diberikan pada mahasiswa di perguruan tinggi juga sama saja. Proses perubahan pada diri seseorang merupakan hasil pengalaman dan pelatihan, dimana penyaluran dan pelatihan itu terjadi melalui interaksi antara individu dan lingkungannya (Hamalik, 1991: 16). Menurut Slameto (1995: 54) faktor penyebab tingkat pemahaman seseorang berasal dari faktor intern (faktor jasmani, psikologi dan kelelahan) dan ekstern (lingkungan dan sekolah). Faktor penyebab perbedaan tingkat pemahaman seorang guru BK, antara lain:

(1) Latar belakang tenaga pengajar dari setiap perguruan tinggi yang berbeda-beda. Tidak semua perguruan tinggi memiliki tenaga pengajar yang handal dan berpendidikan cukup tinggi. Seperti misalnya di salah satu perguruan tinggi non-unnes bahkan memiliki tenaga pengajar/dosen yang sebenarnya seorang guru SMP di kota Semarang, sedangkan jika dibandingkan dengan jurusan bimbingan dan konseling di Unnes memiliki beberapa guru besar sebagai tenaga pengajar/dosen.

(2) Latar belakang sistem pengajaran di perguruan tinggi yang berbeda. Ada beberapa perguruan tinggi yang membuka banyak kelas untuk jurusan bimbingan dan konseling tetapi tidak diimbangi dengan jumlah tenaga pengajar yang memadai, sehingga kualitas pengajarannya masih kurang. Lebih baik membuka kelas yang memang sesuai dengan jumlah tenaga pengajar, sehingga kualitas dari mahasiswa tersebut dapat diperhatikan dengan baik.


(40)

(3) Latar belakang akreditasi jurusan di perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi akan dinilai oleh tim akreditasi terkait kualitas dan kuantitas pengajaran, kurikulum serta sarana dan prasarananya. Jadi tingkat akreditasi jurusan juga mempengaruhi terhadap hasil lulusan dari perguruan tinggi tersebut.

(4) Latar belakang praktek atau latihan yang diberikan oleh perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi pasti memiliki kurikulum yang berbeda untuk diterapkan pada mahasiswanya. Bagi perguruan tinggi yang memberikan latihan atau mata kuliah praktek pada mahasiswanya akan sangat membantu mahasiswanya untuk bekal nantinya saat menjadi guru di sekolah. Jadi selain teori yang juga penting, mata kuliah praktek juga berperan dalam mencetak lulusan yang handal.

(5) Latar belakang jumlah mahasiswa di perguruan tinggi. Terkadang ada asumsi bahwa jika banyak mahasiswa pada salah satu jurusan di perguruan tinggi itu menunjukkan bahwa jurusan tersebut baik. Tetapi jika tidak diimbangi dengan tenaga pengajar yang sesuai maka hasilnya tidak akan maksimal. Jika terlalu banyak mahasiswa dalam tiap kelas justru membuat kualitas pengajaran menjadi kurang karena fokus dari tenaga pengajar yang terbagi terlalu banyak mahasiswa dan suasana kelas menjadi kurang kondusif untuk proses pengajaran.

(6) Sarana dan prasarana di perguruan tinggi. Pentingnya sarana dan prasarana guna menunjang pembelajaran di perguruan tinggi juga berperan dalam meningkatkan pemahaman seseorang. Jika sarana dan prasarana yang dimiliki oleh perguruan tinggi memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi mahasiswa


(41)

tentunya akan sangat mendukung mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan dengan baik.

(7) Minat dari dalam diri calon konselor. Dorongan dan motivasi dari dalam diri calon konselor tidak kalah pentingnya untuk membantu dalam proses pembelajaran. Jika calon konselor memiliki minat yang tinggi terhadap bidang yang ditekuni, terutama bimbingan dan konseling nantinya akan meningkatkan semangat belajar yang ada dari dalam diri sendiri.

2.5Hipotesis

Berdasarkan atas kajian teori yang telah dibahas dan hasil studi awal penelitian ini maka diperoleh jawaban sementara yang disebut sebagai hipotesis yaitu “ada perbedaan pemahaman antara guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan UNNES dan lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok.”


(42)

29

BAB 3

METODE PENELITIAN

1.1Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian survei yang berupa deskriptif komparatif jadi penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif komparatif karena ingin mencari perbandingan pemahaman konseling kelompok antara guru BK yang lulusan Unnes dengan Non-Unnes. Singarimbun (1989: 3) menyatakan bahwa “penelitian survei diartikan sebagai penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok”. Jadi penelitian survei yang berupa deskriptif yaitu memaparkan atau menggambarkan suatu variable atau fenomena tanpa melakukan pengujian hipotesis. Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena, pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti mengembangkan konsep, menghimpun fakta tapi tidak menguji hipotesis.

Menurut Sukmadinata (2008: 35) survei digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relative kecil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data tentang pemahaman guru BK terhadap pelaksanaan layanan konseling kelompok.


(43)

1.2 Variabel Penelitian 1.2.1 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu variabel terikat adalah pemahaman guru BK tentang konseling kelompok, dan variabel bebas adalah status perguruan tinggi.

1.2.2 Definisi Operasional Variabel

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti suatu materi atau gagasan, mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Konseling kelompok merupakan proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku. Pemahaman terhadap konseling kelompok merupakan kemampuan mengerti suatu materi atau gagasan yang dilakukan guru BK dalam hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama sebagai upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku.


(44)

1.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1.3.1 Populasi

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono,2007: 80). Sedangkan menurut Singarimbun (1989: 76) “populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga”. Populasi yang digunakan dalam survei ini adalah seluruh guru BK yang ada di SMP Negeri se-Kota Semarang.

Tabel 3.1

Daftar persebaran SMP Negeri Kota Semarang beserta jumlah guru BK berdasarkan pembagian letak wilayah pinggiran, transisi dan kota

Wilayah Nama Sekolah Jumlah Guru BK

Pusat kota

SMP Negeri 2 3 guru

SMP Negeri 3 3 guru

SMP Negeri 4 4 guru

SMP Negeri 5 3 guru

SMP Negeri 6 2 guru

SMP Negeri 7 2 guru

SMP Negeri 8 4 guru

SMP Negeri 9 3 guru

SMP Negeri 15 5 guru

SMP Negeri 32 3 guru

SMP Negeri 37 3 guru

SMP Negeri 39 5 guru

Jumlah total 12 sekolah 40 guru

Transisi/perbatasan

SMP Negeri 1 4 guru

SMP Negeri 10 3 guru

SMP Negeri 11 2 guru

SMP Negeri 12 4 guru

SMP Negeri 13 5 guru

SMP Negeri 14 4 guru

SMP Negeri 16 4 guru

SMP Negeri 17 4 guru

SMP Negeri 18 4 guru

SMP Negeri 19 2 guru

SMP Negeri 21 3 guru


(45)

SMP Negeri 26 5 guru

SMP Negeri 27 4 guru

SMP Negeri 29 4 guru

SMP Negeri 30 4 guru

SMP Negeri 33 4 guru

SMP Negeri 34 4 guru

SMP Negeri 36 4 guru

SMP Negeri 38 4 guru

SMP Negeri 40 4 guru

Jumlah total 21 sekolah 79 guru

Desa

SMP Negeri 20 4 guru

SMP Negeri 22 4 guru

SMP Negeri 23 3 guru

SMP Negeri 24 4 guru

SMP Negeri 28 3 guru

SMP Negeri 31 4 guru

SMP Negeri 41 3 guru

Jumlah total 7 sekolah 25 guru

1.3.2 Sampel dan Teknik Sampling

Menurut Sugiyono, (2007: 62), “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Menurut Arikunto (2006: 109) sampel adalah “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Jadi sampel adalah wakil dari populasi yang bersifat sama dengan populasi.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan Cluster Proportional Random Sampling. Alasan peneliti mengambil teknik ini adalah dengan melihat wilayah unit kerja konselor sekolah di kota Semarang yang sangat luas, maka tiap wilayah akan diambil secara proportional dengan cara random atau acak. Sugiyono (2007: 65) menjelaskan cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Teknik ini dilakukan dengan mengambil sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Proportional sampling digunakan untuk menentukan sampel dari


(46)

masing-masing daerah populasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk teknik random sampling, Sugiyono (2007: 64) mengungkapkan bahwa teknik ini dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada, cara yang demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen atau sama sehingga setiap obyek mendapat kesempatan dipilih menjadi sampel. Teknik ini dipilih karena diasumsikan homogen dari segi profesinya yaitu guru BK di SMP.

Menurut Arikunto (2006: 134), untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya berupa penelitian populasi. Namun, jika jumlah subyeknya lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Berdasarkan keterangan tersebut, peneliti memilih jumlah sampel penelitian sebesar 25% dari jumlah populasi yang sudah terbagi kedalam 3 kelompok wilayah sebagai berikut : daerah pusat kota sebanyak 9 guru BK, daerah perbatasan/transisi sebanyak 20 guru BK, dan daerah pinggiran kota sebanyak 8 guru BK. Setiap wilayah akan dipilih secara random, sehingga terpilih sampel sebagai berikut :

Tabel 3.2

Daftar Sampel Penelitian

Wilayah Nama Sekolah Jumlah

Guru BK

Asal Perguruan Tinggi

Pusat Kota SMP Negeri 2 2 guru IKIP Negeri Surabaya 1 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 3 1 guru IKIP Veteran Semarang

2 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 32 1 guru Universitas Sebelas

Maret (UNS) 1 guru Universitas Kristen

Satya Wacana (UKSW) 1 guru IKIP PGRI Semarang


(47)

Transisi SMP Negeri 1 1 guru IKIP Veteran Semarang 1 guru Universitas Kristen

Katholik Soegijapranata (Unika)

2 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 10 1 guru IKIP Negeri Bandung

1 guru IKIP Negeri

Yogyakarta 1 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 33 1 guru IKIP Negeri Semarang 2 guru IKIP PGRI Semarang SMP Negeri 17 1 guru IKIP Veteran Semarang

2 guru IKIP PGRI Semarang 1 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 27 1 guru Universitas Sebelas

Maret (UNS) 3 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 14 2 guru IKIP PGRI Semarang

1 guru IKIP Veteran Semarang 1 guru IKIP Negeri Semarang

Jumlah 6 sekolah 22 guru

Pinggiran SMP Negeri 24 4 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 22 4 guru IKIP Negeri Semarang

Jumlah 2 sekolah 8 guru

1.4Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Data merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu penelitian karena dengan adanya data akan dapat ditarik suatu kesimpulan, untuk menyimpulkan suatu data digunakan satu cara atau alat yang tepat.

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah pemahaman konseling kelompok guru BK di sekolah, responden yang akan menjadi sumber data berjumlah banyak, dan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian untuk mengetahui dari segi kognitifnya saja maka dari pertimbangan tersebut dipilihlah tes sebagai metode pengumpulan data.


(48)

1.4.1 Alat Pengumpulan Data

Penentuan alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ditentukan berdasarkan variabel yang akan diamati yaitu pemahaman konseling kelompok guru BK di sekolah. Alat pengumpulan data yang dipilih pada penelitian ini yaitu jenis tes. “Yang dimaksud tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti” (Arikunto, 2006: 223). Instrumen berupa tes dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Tes pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data pemahaman guru BK tentang konseling kelompok di sekolah. Peneliti menggunakan jenis pertanyaan “benar salah” untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru BK di sekolah terhadap layanan konseling kelompok.

1.4.2 Penyusunan Instrumen

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen dilakukan dengan beberapa tahap, baik dalam pembuatan maupun uji coba seperti bagan berikut :

Gbr 3.1 Langkah Dasar Penyusunan Instrumen Kisi-kisi pengembangan

Instrumen penelitian Instrumen (2)

Uji Coba

Revisi (4) Instrumen

Jadi (5)


(49)

Dalam penelitian ini digunakan tes. Tes ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru BK terhadap layanan konseling kelompok di sekolah. Jawaban yang disediakan hanya ada 2 pilihan yaitu benar atau salah, sehingga guru BK akan diberikan sejumlah pernyataan tentang konseling kelompok dan hanya tinggal memilih apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Untuk penskoran bagi jawaban yang benar adalah skor 1, dan yang jawaban salah atau tidak sesuai yang seharusnya adalah skor 0. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada pengembangan kisi-kisi instrumen tentang pemahaman konseling kelompok pada guru BK sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Guru BK terhadap Konseling Kelompok Variabel Komponen Indikator Deskriptor Item

+ - Pemahaman konseling kelompok 1. Memahami konsep dasar konseling kelompok 1.1 Mengerti pengertian konseling kelompok

1.1.1 Konsep dasar konseling kelompok

1.1.2 Proses interaksi yang ada dalam konseling kelompok 1,2,3,5 11 4,6,8 9,10,12 1.2 Mengerti tujuan konseling kelompok

1.2.1 Tujuan umum konseling kelompok

1.2.2 Tujuan khusus konseling kelompok

14,18 13,20

17,16 15,19 1.3 Mengerti

asas-asas konseling kelompok

1.3.1 Asas kerahasiaan 1.3.2 Asas kekinian

23,31 34,40

21,27 24,37 1.3.3 Asas kesukarelaan 22,26 29,35 1.3.4 Asas keterbukaan 32,43 36,39 1.3.5 Asas kegiatan 25,42 30,44 1.3.6 Asas kenormatifan 33,41 28,38 1.4 Mengerti

komponen konseling kelompok

1.4.1 Karakteristik dan peran pemimpin kelompok

45,47, 53

46,48 1.4.2 Karakteristik dan peran

anggota kelompok

56,58 54,57

1.4.3 Besarnya jumlah anggota kelompok yang efektif 49,50, 55 51,52 1.5 Mengerti persamaan dan perbedaan konseling kelompok

1. Persamaan konseling kelompok dengan bimbingan kelompok

60,61 62,65

2. Perbedaan bimbingan kelompok dan konseling


(50)

dengan bimbingan kelompok kelompok 1.6 Mengerti hambatan-hambatan konseling kelompok

1. Kepercayaan dan keterbukaan anggota kelompok terhadap pemimpin kelompok 68,70, 71 67,73

2. Proses dinamika kelompok

74,76 72,75

2 Memahami prosedur pelaksanaan konseling kelompok

2.1 Mengerti cara perekrutan anggota konseling kelompok

2.1.1 Sosialisasi konseling kelompok kepada siswa di sekolah

77,78 79,83

2.1.2 Teknik-teknik perekrutan anggota kelompok

81,82 80,84 2.2 Mengerti tahap

permulaan konseling kelompok

2.2.1 Menerima anggota kelompok lalu

memimpin doa (rapport)

85,87 86,88

2.2.2 Menjelaskan pengertian,tujuan, cara, dan asas

pelaksanaan konseling kelompok 89,90, 91 92,93, 96

2.2.3 Kesepakatan waktu, perkenalan dan permainan

94,95 97,98, 99

2.2Mengerti tahap peralihan dalam konseling kelompok

2.3.1 Menjelaskan kembali kegiatan konseling kelompok 102, 105 100, 106 2.3.2 Melihat kesiapan

anggota kelompok dan menjelaskan batasan masalah 101, 104 103, 107

2.4Mengerti tahap kegiatan konseling kelompok

2.4.1 Memberikan contoh masalah pribadi

108, 111

112, 116 2.4.2 Mempersilahkan anggota

kelompok mengemukakan topik masalah pribadi kemudian membahas masalah terpilih 110, 113, 114 109, 119

2.4.3 Kegiatan selingan dan penyimpulan kegiatan

118, 120

115, 117

2.5Mengerti tahap pengakhiran konseling kelompok

2.5.1 Menjelaskan kegiatan akan diakhiri dan penilaian segera (UCA)

121, 123

122, 127 2.5.2 Pembahasan kegiatan

lanjutan

126, 129

124, 131

2.5.3 Mengemukakan pesan dan harapan

125, 128

130, 132


(51)

2.5 Mengerti proses evaluasi dan tindak lanjut konseling kelompok

2.6.1 Evaluasi isi, dampak, dan proses

133, 136

134, 135

2.6.2 Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut

139, 144

137, 141

2.6.3 Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait

140, 142

143, 138

2.7 Mengerti proses penyusunan laporan

2.7.1 Menyusun laporan konseling kelompok dan menyampaikan pada pihak terkait 147, 151 146, 148 2.7.2 Mendokumentasikan laporan layanan 149, 145 150, 152

1.5Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.5.1 Validitas

Menurut Azwar (2006: 5) “validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya”. Dalam penelitian ini juga menggunakan validitas yang dilihat dari validitas itemnya melalui pengecekan kesejajaran antara item satu dengan item lainnya. Validitas ini untuk mengetahui butir angket yang mana yang tidak mendukung validitas angket secara keseluruhan.

Uji validitas menggunakan validitas internal. Validitas internal akan dicapai jika terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Instrumen dikatakan valid apabila setiap bagian instrumen mengandung tujuan instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data variabel yang dimaksud. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas menurut Arikunto (2006: 17) adalah “rumus yang digunakan oleh Pearson yang dikenal dengan rumus krelasi Product Moment.


(52)

 

 

  2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan : xy r

: Koefisien X dan Y

X : Jumlah Skor X

2

X

: Jumlah kuadrat skor X

Y : Jumlah Skor Y

2

Y

: Jumlah kuadrat skor Y

XY : Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y a.

N : Jumlah responden

1.5.2 Reliabilitas

Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil tes tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama. Kemudian hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Jika datanya memang sudah sesuai dengan faktanya, maka berapa kalipun diambil datanya akan tetap sama. Menurut Arikunto (2006: 178) “reliabilitas menunjukkan pada tingkat keterandalan sesuatu”.

Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya digunakan rumus Alpha. Rumus ini dipilih karena skornya menggunakan rentangan antara beberapa nilai (skala). Menurut Arikunto (2006: 196) “rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas


(53)

instrumen yang skornya bukan 1 dan 0 misalnya, antara 1 sampai dengan 5 misalnya:. Adapun rumus Alpha sebagai berikut :

Keterangan:

= Reliable instrument = Jumlah varians butir

= Varians total

K = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

1.6 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

1.6.1 Hasil Uji Validitas Angket Pemahaman Konseling Kelompok

Berdasarkan hasil pengujian validitas item dengan menggunakan rumus product moment, dapat diketahui bahwa dari bahwa dari 141 item yang diajukan kepada 20 responden diperoleh 31 item yang tidak valid, adapun 31 nomer tersebut adalah 1, 4, 12, 17, 19, 20, 23, 24, 27, 35, 38, 42, 48, 52. 53, 55, 70, 75, 76, 83, 85, 96, 105, 106, 116, 122, 124, 130, 132, 140, dan 141. Item yang tidak valid tersebut kemudian dibuang dan tidak digunakan dalam penelitian, karena telah terwakili oleh item yang lain sesuai dengan indikator dalam instrument. Sehingga instrument angket pemahaman konseling kelompok yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 110 item.


(54)

1.6.2 Hasil Uji Reliabilitas Angket Pemahaman Konseling Kelompok

Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha terdapat 20 responden, angket pemahaman konseling kelompok dinyatakan reliable, karena r11 > rtabel dengan nilai r11 = 0,970 dan rtabel = 0,444.

1.7 Metode Analisis Data Penelitian

Metode analisis data adalah cara yang ditempuh untuk mengurai data menurut unsur-unsur yang ada di dalamnya sehingga mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang terkumpul perlu diolah untuk mengetahui kebenaran sehingga diperoleh hasil yang meyakinkan. Data ini berhubungan dengan angka, maka analisis yang digunakan adalah analisis statistik. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui (1) tingkat pemahaman guru BK SMP Negeri kota Semarang yang lulusan Unnes tentang konseling kelompok, (2) tingkat pemahaman guru BK SMP Negeri kota Semarang yang lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok, dan (3) perbedaan pemahaman antara guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang konseling kelompok, maka harus ditentukan tingkat persentase pemahaman konseling kelompoknya terlebih dahulu. Berhubung skor dalam nilai pemahaman konseling kelompok dalam penelitian ini hanya ada 1 dan 0, sehingga tidak dikelompokkan dalam bentuk persentase melainkan interval angka biasa saja. Untuk menentukan interval kriteria nilai pemahaman konseling kelompok dengan skor 1 dan 0, dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(55)

(1) Menentukan nilai maksimum = (nilai tertinggi x jumlah item) = 1 x 110 = 110

(2) Menentukan nilai minimum = (nilai terendah x jumlah item) = 0 x 110 = 0

(3) Menentukan interval kelas = (nilai max – nilai min) : banyaknya criteria = (110 – 0) : 5 = 110 : 5 = 22

Berdasarkan panjang kelas interval tersebut, maka kategori dapat disusun sebagai berikut :

Tabel 3.4

Kategori Tingkatan Pemahaman Konseling Kelompok

Interval Kategori

≥ 92 Sangat Tinggi

69 – 91 Tinggi

46 – 68 Sedang

23 – 45 Rendah

0 – 22 Sangat Rendah

Untuk tujuan penelitian yang terakhir yaitu mengetahui perbedaan pemahaman antara guru BK lulusan Unnes dan lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok perlu dilakukan uji beda. Uji beda yang akan dilakukan menggunakan rumus t-test dua sampel independen (t-test polled varian). Penggunaan uji t-test ini untuk mengetahui perbedaan signifikan pemahaman antara guru BK lulusan Unnes dan lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok. Namun sebelum uji t-test dilakukan, maka akan dilakukan uji analisis prasyarat yaitu uji normalitas data. Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah skor-skor terhadap sampel normal atau tidak. Jika signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Uji


(56)

normalitas data disini menggunakan rumus Kolmogorov – Smirnov dan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3.5

Hasil Uji Normalitas Data menggunakan Kolmogorov – Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Nilai KKp

N 39

Normal Parametersa Mean 79.46

Std. Deviation 12.311

Most Extreme Differences

Absolute .159

Positive .159

Negative -.140

Kolmogorov-Smirnov Z .990

Asymp. Sig. (2-tailed) .281

a. Test distribution is Normal.

Dari hasil penghitungan menggunakan SPSS di atas, sudah terlihat hasilnya bahwa data sampel pemahaman konseling kelompok terdistribusi secara normal. Dikarenakan jenis sampel yang digunakan adalah sampel homogen yaitu guru BK SMP Negeri kota Semarang, maka dalam penghitungan normalitas data digunakan rumus one sampel kolmogorov-smirnov test. Dari hasil penghitungan tersebut menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada sampel pemahaman konseling kelompok guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Unnes dan Non-Unnes sebesar 0,281 > 0,05. Jadi hasil hitung lebih besar dari tabel sehingga Ho tersebut diterima dan data variabel pemahaman konseling kelompok terdistribusi secara normal.


(57)

Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok sampel yang berbeda, sehingga digunakan rumus t-test sebagai berikut :

Mx - My t =

Keterangan :

t = koefisien perbedaan

Mx dan My = masing-masing adalah perbedaan mean Σx2dan Σy2 = jumlah deviasi dari mean perbedaan N = jumlah sampel (Arikunto, 2002: 280)

Dari hasil hitung tersebut dicocokkan dengan indeks tabel. Jika hasil analisis lebih besar dari indeks tabel maka hipotesis terbukti. Hipotesis yang diajukan adalah :

1. Ho ditolak & Ha diterima apabila thitung lebih besar atau sama dengan ttabel 2. Ho diterima & Ha ditolak apabila thitung lebih kecil dari ttabel


(58)

45

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan secara lebih mendalam tentang hasil penelitian dan pembahasan pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok, pemahaman guru BK lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok, dan perbedaan pemahaman konseling kelompok diantara keduanya.

1.1Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka dibawah ini akan dijelaskan hasil penelitian tentang pemahaman konseling kelompok pada guru BK lulusan Unnes, pemahaman konseling kelompok pada guru BK lulusan non-Unnes dan perbedaan pemahaman konseling kelompok diantara keduanya. Hasil penelitian akan disajikan secara kuantitatif dan deskriptif.

1.1.1 Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes

tentang Konseling Kelompok

Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui bagaimana pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok maka akan disajikan hasil penelitian dari lapangan. Hasil analisis penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :


(59)

Tabel 4.1

Tingkat Pemahaman Konseling Kelompok pada Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes

Interval Frekuensi % Kriteria

≥ 92 10 62,5% Sangat Tinggi

69 – 91 6 37,5% Tinggi

46 – 68 0 0% Sedang

23 – 45 0 0% Rendah

0 - 22 0 0% Sangat Rendah

16 100% TOTAL

Gambar 4.1

Grafik Tingkat Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok

Dari tabel 4.1 dan gambar 4.1 diperoleh gambaran tingkat pemahaman konseling kelompok lulusan Unnes yang secara rata-rata berada pada kriteria sangat tinggi. Dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 16 guru BK, diperoleh 10 guru BK yang mempunyai tingkat pemahaman konseling kelompok dengan kriteria sangat tinggi dengan hasil persentase sebesar 62,5% dan 6 guru BK yang mempunyai tingkat pemahaman konseling kelompok dengan kriteria tinggi dengan hasil persentase sebesar 37,5%.


(60)

Dari gambaran tersebut, berikut akan disajikan analisis tiap indikator pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok :

Tabel 4.2

Analisis Indikator Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes Tentang Konseling Kelompok

No Indikator Sudah

PLPG

Belum PLPG

TOTAL

Persentase Kriteria 1 Memahami pengertian konseling

kelompok

52,3% 34,5% 86,8% Tinggi 2 Memahami tujuan konseling kelompok 46,4% 36,6% 83% Tinggi 3 Memahami asas-asas konseling

kelompok

45% 41,1% 86,1% Tinggi 4 Memahami komponen konseling

kelompok

61,1% 23,3% 84,4% Tinggi 5 Memahami persamaan dan perbedaan

KKp dengan BKp

65,7% 23,4% 89,1% Tinggi 6 Memahami cara perekrutan anggota KKp 32,4% 41,7% 75,9% Tinggi 7 Memahami tahap pembukaan konseling

kelompok

57% 34% 91% Tinggi

8 Memahami tahap peralihan konseling kelompok

48% 39,5% 87,5% Tinggi 9 Memahami tahap kegiatan konseling

kelompok

47,8% 35,7% 83,5% Tinggi 10 Memahami tahap pengakhiran konseling

kelompok

42,5% 34,2% 76,7% Tinggi 11 Memahami proses evaluasi dan tindak

lanjut konseling kelompok

37% 42,7% 79,7% Tinggi 12 Memahami proses penyusunan laporan

konseling kelompok

52,3% 33,1% 85,4% Tinggi


(61)

Gambar 4.2

Grafik Analisis Keseluruhan Tiap Indikator Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes Tentang Konseling Kelompok

Dari perhitungan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 diatas dapat diketahui bahwa dari keseluruhan indikator pemahaman konseling kelompok pada 16 guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Unnes dalam kategori tinggi dengan persentase 84,05%. Hasil pemahaman dari guru BK yang sudah pernah mengikuti PLPG dalam beberapa indikator lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum mengikuti PLPG. Hasil pemahaman konseling kelompok yang paling tinggi adalah pemahaman pada tahap pembukaan konseling kelompok dengan hasil persentase sebesar 91%. Pemahaman tersebut mencakup tentang cara menerima anggota kelompok (rapport), cara menjelaskan pengertian, tujuan, cara dan asas pelaksanaan konseling kelompok, serta penjelasan kesepakatan waktu, perkenalan dan permainan. Sedangkan hasil yang masih kurang baik dengan persentase 75,9% adalah pemahaman pada saat cara perekrutan anggota konseling kelompok


(62)

yang mencakup sosialisasi konseling kelompok pada siswa, dan teknik perekrutan anggota kelompok.

1.1.2 Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan

Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok

Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman guru BK lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok. Untuk menjelaskan hasil dari tujuan tersebut maka akan digambarkan hasil analisis persentase dari data yang diperoleh di lapangan. Hasil analisis tersebut sebagai berikut :

Tabel 4.3

Tingkat Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok

Interval Frekuensi % Kriteria

≥ 92 0 0% Sangat Tinggi

69 – 91 13 56,5% Tinggi

46 – 68 10 43,4% Sedang

23 – 45 0 0% Rendah

0 - 22 0 0% Sangat Rendah


(63)

Gambar 4.3

Grafik Tingkat Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok

Dari tabel 4.3 dan gambar 4.3 diperoleh gambaran tingkat pemahaman konseling kelompok lulusan non-unnes. Dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 23 guru BK, diperoleh 13 guru BK yang mempunyai tingkat pemahaman konseling kelompok dengan kriteria tinggi dengan hasil persentase sebesar 56,5% dan 10 guru BK yang mempunyai tingkat pemahaman konseling kelompok dengan kriteria sedang dengan hasil persentase sebesar 43,3%.

Dari gambaran tersebut, berikut akan disajikan analisis tiap indikator pemahaman konseling kelompok pada guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan non-unnes :


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)