1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.UUD 1945 mengamanatkan bahwa
jaminan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD
1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut dengan mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN untuk
memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan
cakupan menyeluruhkepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun 2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia mulai 1
Januari 2014
harus memiliki
Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan, meskipun demikian data yang peneliti peroleh dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada 6 Januari 2015 jumlah peserta BPJS baru
133.610.852 orang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, 2015. Program Jaminan Kesehatan Nasional JKN ini bertujuan menjamin
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.Melalui program ini diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat Indonesia sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Program Jaminan Kesehatan Nasional menjamin beberapa pelayanan kesehatan di beberapa fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS.Sesuai Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009, Rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional, pasien yang terdaftar sebagai peserta JKN tidak perlu membayar biaya pengobatan lagi,
karena setiap bulannya telah membayar premi ke BPJS Kesehatan atau telah dibayarkan preminya oleh pemerintah jika peserta tersebut masuk ke dalam
golongan Penerima Bantuan Iuran PBI. Akan tetapi, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 69 Tahun 2013, pasien mendapatkan pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan sesuai paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit yang disebut denganIndonesian
Case Based Groups INA- CBG’s.
Saat ini, sesuai data yang peneliti dapatkan dari BPJS, dari total 2.300 Rumah Sakit di Indonesia Swasta maupun Pemerintah, sebanyak 1.613
Rumah Sakit yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan per 6 Januari 2015,
termasuk Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Rumah Sakit Islam “Sunan Kudus” merupakan institusi pelayanan
kesehatan milik Yayasan Islam Kudus YAKIS.Tujuan utama didirikan Yayasan Islam Kudus YAKIS adalah penyelenggara usaha kesehatan
masyarakat sebagai perwujudan amaliyah sesuai dengan ajaran Islam, turut membantu pemerintah dalam rangka menyediakan sarana dan prasarana
kesehatan di Kudus. Tepat pada tanggal 01 Oktober 1990 M 12 Rabi’ul Awal 1411 H Rumah Sakit Islam “Sunan Kudus” dioperasikan pertama kali
yang peresmiannya dilakukan oleh Bapak H. Moh. Ismail Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Status dari
Rumah Sakit Islam “Sunan Kudus” adalah Rumah Sakit Umum swasta type Madya type C berdasarkan
penetapan kelas oleh Dirgen Yanmed Nomer : YM.00.02.3.4.312 tanggal 28 April 1990 M.
Diantara beberapa rumah sakit di Kabupaten Kudus yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, peneliti melakukan studi pendahuluan di dua rumah
sakit, yakni Rumah Sakit Umum Daerah Kudus dan Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan
November 2014 tersebut menunjukkan bahwa angka kunjungan pasien di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus relatif lebih sedikit dibandingkan Rumah
Sakit Umum Daerah Kudus. Pada bulan Januari 2014 Bed Occupation Rate BOR Rumah Sakit Islam Sunan Kudus hanya sebesar 62,26 . Hingga
pada bulan November 2014 BOR tersebut masih sebesar 69,53 . Sedangkan BOR Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash pada bulan Januari 2014
sebesar 57,98 dan pada bulan November 2014 sebesar 65,89 SIRS Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Hal tersebut menunjukkan bahwa BOR
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus masih dibawah stadar nasional asuhan kesehatan RSU di Indonesia, yakni sebesar 75-85 Muninjaya Gde, 2013:
164. Bed Occupation Rate merupakan prosentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu.Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur yang menjadi salah satu hal
penting dalam penilaian mutu efisiensi rumah sakit Sabarguna, BS, 2008: 36.SalahsatupenyebabrendahnyaBORadalahpasien
yangpernahdirawatmerasakurangpuaskemudianmemutuskantidakakanmengg unakanjasapelayananrumahsakititulagibaikbagidirinyamaupunkeluargayang
akhirnyamembentukpersepsikurangbaikterhadappelayananrawatinaprumahsa kittersebut. Meskipun demikian rendahnya BOR tidak menjadi indikator
mutlak jeleknya mutu pelayanan suatu rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit dapat mempengaruhi penilaian dari pasien
sebagai customer rumah sakit. Penilaian merupakan suatu cara yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian,
pelaksanaan, dan perencanaan terhadap suatu program melalui pemilihan
secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya Husein Umar, 2005: 42. Mutu ditentukan sebagian oleh
kenyataan, maka pengukuran mutu diukur dengan menggunakan persepsi pelanggan, dalam hal ini pasien, tentang jasa yang diterima Supranto J,
2011: 6. Hasil kesimpulan Kuat Mustarom 2005 yang melakukan penelitian
pada Instalasi Rawat Inap Umar Bin Khattab Rumah Sakit Islam Sunan Kudus bahwa secara umum, pelayanan di RSI Sunan Kudus belum sampai
pada taraf memuaskan, namun juga tidak sampai menyebabkan keluhan pada pasien. Terdapat beberapa atribut yang harus segera diperbaiki, yaitu
keramahan dan kesopanan dokter, perawat, maupun staf RS dalam melayani pasien atau pengunjung; keluasan tempat parkir di RS; kebersihan dan
kenyamanan ruang tunggu di RS; kebersihan toiletwc di ruang rawat inap; tampilan dan letak fasilitas penunjuk informasi untuk memudahkan pasien
dalam mengetahui ruangan, waktu pelayanan, dan dokter yang bertugas; serta kemudahan pasien dalam menghubungi dokter bila diperlukan.Sampai
pada tahun 2015 belum dilakukan penelitian lagi mengenai mutu maupun kepuasan pelayanan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus. 1.2
RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikemukakan yaitu
1. Bagaimana persepsi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasionalterhadap
pelayanan administrasi di Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus? 2.
Bagaimana persepsi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional terhadap pelayanan medis di Instalasi Rawat Inap
Sa’ad Ibnu Abi Waqqash Rumah Sakit Islam Sunan Kudus?
3. Bagaimana persepsi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional terhadap
pelayanan keperawatan di Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus? 4.
Bagaimana persepsi pasien peserta JKN terhadap pelayanan penunjang medis di Instalasi Rawat Inap
Sa’ad Ibnu Abi Waqqash Rumah Sakit Islam Sunan Kudus?
1.3 TUJUAN PENELITIAN