Local Buckling Pada Balok Profil Bersayap

Gambar 2.10. grafik hubungan tegangan pelat dengan rasio ukuran pelat Gambar dari Buku Design of Steel structures-Edwin H.Gaylord Hal 219

2.6. Local Buckling Pada Balok Profil Bersayap

Banyak para perencana memakai balok dengan bentuk yang berpotongan melintang baloknya seperti profil I, persegi, dll, dipakai untuk mampu mencapai moment leleh M y . Tetapi untuk hal itu perlu diperhatikan bahwa penekanan pada sayap harus mampu mencapai tegangan luluh tanpa buckling tekuk. Dengan kata lain, ini berarti bahwa harus mampu mencapai tegangan luluh tanpa tertekuk. Tentu saja, ini berarti bahwa harus mampu menerima regangan akibat tekan ɛ y . Jadi menurut AISC, ketebalan flens pada profil I harus dibatasi sedemikian rupa sehingga b t ≤ 95 √ Persamaan ini dikutip dari Buku Design Of Steel Structure by: Edwin H.Gaylord, 1972 Universitas Sumatera Utara Di mana b adalah jarak dari pusat tengah web ke ujung flange. Dan F y dalam satuan kipssquare inch. Demikian pula, mengarah pada yang analogi bentuk kotak harus memenuhi b t ≤ 253 √ Persamaan ini dikutip dari Buku Design Of Steel Structure by: Edwin H.Gaylord, 1972 Di mana b adalah jarak antar pengelasan. Perlu kita ketahui bahwa untuk menambah rasio dan batasan kelangsingan pelat, maka harus diperhatikan jika bagian potongan melintang balok diusahakan untuk mencapai Mp saat plastis. Hal ini karena regangan tekan pada flens harus secara berkesinambungan mencapai batasan regangan untuk pengembangan yang dimulai sejak pertama pembebanan hingga saat mencapai momen plastis. Untuk kasus ini, titik F dari Gambar 2.10 memberikan nilai batasan secara teliti karena memungkinkan ɛ s mendapat pengerasan regangan, yang mungkin sebanyak 12 kali ɛ y , jika semakin dibesarkan. Ukuran pada pelat yang diberi tegangan di luar dari nilai hasil ɛ y sulit untuk ditentukan, karena disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena perilaku anisotropik pelat yang tertekuk oleh karena adanya stress atau tambahan tegangan dari asalnya,misalnya dari pabrik sehingga terjadi pencapaian yield telah dimulai dan sebagian karena sifat discontinious dari proses pencapaian yield itu sendiri. Seperti yang kita ketahui tekuk lokal pada pelat dalam kisaran perbedaan tegangan non proporsional akan menunjukkan bahwa, untuk pembebanan suatu bahan hingga batas kekuatan bahan itu sendiri akan menghasilkan Gambar 2.11.a. Universitas Sumatera Utara a b c Gambar 2.11. grafik hubungan tegangan-regangan Gambar dari Buku Design of Steel structures-Edwin H.Gaylord Hal 257 Akan tetapi, dalam kasus dimana baja dengan yield pada bagian dari tepi atasnya Gambar 2.11.b, tampak bahwa adanya perubahan modulus dengan cepat dari E ke nol pada hasil yieldnya. Bahkan dalam diagram melengkung rata-rata pada tegangan vs regangan, yang menunjukkan dimana saat ada tegangan sisa awal Gambar 2.11c, modulus tangen terlihat untuk mendekati nol pada regangan jauh lebih sedikit pada saat nilai pengerasan regangan. Dengan demikian, dalam situasi ini, akan terlihat perlawanan yang untuk lokal buckling akan lenyap pada regangan yang terlalu kecil sehingga memungkinkan saat keadaan plastik untuk berkembang sepenuhnya. Namun, sistim pelat untuk yang tanpa buckling, pada umumnya menerima regangan jauh lebih besar daripada perlawanan bucklingnya. Alasannya tampaknya bahwa nilai leleh secara nyata benar-benar berkembang dalam bidang lebar yamg kecil, atau bidang memanjang, di mana strain secara tiba-tiba bertambah dari nilai elastis- batasan untuk εs nilai pada awal pengerasan regangan. Gabungan kalibrasi strain setelah pembebanan ini membentuk satu demi satu setelah dimulai pada titik lemah, seperti inklusi atau titik konsentrasi tegangan. Dengan demikian, tidak ada sistem material, yang panjang di mana strain diukur, sesuai εy ε εs. Sebaliknya, beberapa bagian yang tegangannya disesuaikan untuk εy sedangkan Universitas Sumatera Utara sisanya ditentukan untuk εs. Rata-rata regangan yang ditentukan menjadi nilainya. Selama tahap ini, materi tidak homogen. Namun, setelah semua materi telah disesuaikan dengan nilai regangan-pengerasan, ini menjadi homogen lagi dan dan nilai stress mulai meningkat sesuai dengan regangan pengerasan Es-modulus pada Gambar 2.11b. Namun demikian, bahan ini anisotropi karena disebabkan oleh ukuran. Hasil leleh yang Discontinue telah diperhitungkan untuk menentukan nilai dari b t sesuai dengan urutan pengerasan regangan. Untuk plat t seragam trength hanya didukung pada satu bidang yang tak terbebani dan bebas di sisi lain, rumusan tegangan kritis ditentukan seperti: F cr = 2.4a Dimana: Gt: Tangent modulus di geser μx, μy: rasio Poisson dalam arah x, y L: panjang pelat b: Lebar plat t: tebal plat Persamaan 2.4a identik dengan rumus pada Persamaan yang untuk tekuk terputar akibat beban vertikal dari pada balok profil I, yang dimana karena disetiap titik tubuh bebas mengalami warping tegangan badan akibat puntir, dimana juga tidak ada pengekangan pada sayap sehingga Momen tahanan sayap-badan menjadi nol maka berlaku rumusan, yaitu: F cr = Universitas Sumatera Utara Mengganti = 4 t b ³ 3, = 4 b t ³ 3, dan Cw = b ³ t ³ 9 ke Persamaan diatas memberikan F cr = F cr = F cr = 2.4b Dimana: G: Tangent modulus di geser L: panjang pelat b: Lebar plat t: tebal plat Jadi, satu-satunya perbedaan antara tekuk inelastis dan tekuk elastis adalah bahwa E 1 - μx μy menggantikan E dan Gt menggantikan G di rumus tekuk. Selain itu, pelat digunakan pada anggota-anggota struktural dengan cukup lama untuk menjamin mengabaikan masa kedua dari Persamaan a, sehingga, F cr = 2.5 Dimana: Gt : Tangent modulus di geser b : Lebar plat t : tebal plat Karena pengaruh dari perbandingan nilai b t yang memungkinkan pelat untuk mencapai pengerasan regangan awal tanpa terjadinya tekuk, maka Gt sesuai persamaan di atas harus lebih dievaluasi atau disesuaikan sesuai keadaannya. Universitas Sumatera Utara Pengujian pada dua tabung bundar yang diberi tekanan hingga mendapatkan sistem regangan εs dan kemudian dipuntir. Modulus geser yang pada awal puntiran bisa dikatakan sebanding dengan nilai elastisitas G. Namun, hasil penurunannya sangat cepat pada nilai regangan geser yang kecil. Kemudian, dengan nilai 2000 ksi atau 3000 ksi, itu mulai berkurang lebih lambat. Berdasarkan uji tekuk torsi pada sudut tunggal, nilai Gt = 2400 ksi disarankan. Oleh karena itu, dari persamaan 2.5. = ≈ 2.6 Dimana Fy satuan dalam kips per inci persegi. Analisis dari I flens dibawah keadaan tertekan, dengan terjadinya rotasi dari web, menunjukkan bahwa nilai ini dalam berkerut oleh hanya 2 atau 3 persen dari perlawanan tegangannya. Analisis pelat yang diberi tekanan yang sama pada keempat sisi, maka keadaannya akan mengarah ke persamaan yang mirip dengan persamaan a. Jika mendukung yang sederhana, pelat bisa mencapai pengerasan regangan jika ≤ 2.7 Untuk A36 baja, Persamaan 2.6 dan 2.7 memberikan b t = 8,2 dan persamaan 5-3 memberikan b t = 32. Untuk meringkas hasil artikel ini, kita memiliki batasan-batasan yang berlaku umum secara teoritis, berikut kelangsingan pelat yang menghalangi tekuk lokal dini dari flensa kompresi balok: Pengerasan awal : ≤ untuk ≤ untuk Sayap pada balok : ≤ untuk ≤ untuk Universitas Sumatera Utara 2.7. Crippling Dan Vertikal Buckling dari Web 2.7.1. Lipatan Web dan Tekuk Web Profil I