timbulnya persediaan adalah keinginan produsen ataupun distributor untuk melakukan spekulasi penimbunan, yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan lebih dari
kenaikan harga barang di masa yang akan datang. Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian persediaan
terbagi dalam 2 dua kategori, yaitu: a.
Permasalahan kwantitatif merupakan hal-hal yang berkaitan dalam penentuan jumlah barang yang akan dibuat, waktu pembuatan maupun jumlah persediaan
pengamannya buffer stock. Permasalahan ini dikenal dengan penentuan kebijakan persediaan inventory policy.
b. Permasalahan kwalitatif merupakan semua hal yang berhubungan dengan
“sistem operasi persediaan” termasuk pengorganisasian, mekanisme dan prosedur, administrasi dan sistem operasi persediaan.
Maka dari itu, pengendalian persediaan merupakan segala tindakan yang dilakukan untuk mengusahakan tersedianya persediaan dalam jumlah tertentu. Karena
baik penimbunan persediaan maupun kekurangan persediaan, kedua sama-sama membutuhkan biaya maka pengendalian persediaan dimaksudkan untuk menetapkan
jumlah persediaan yang mengakibatkan kedua jenis biaya tersebut menjadi sekecil mungkin.
2.3 Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan merupakan komponen, material maupun produk jadi yang tersedia dan siap untuk disalurkan. Persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses work in
process , barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan
dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Riggs,1976. Defenisi persediaan inilah yang akan digunakan, karena hal ini berkaitan dengan metode
pengendalian persediaan yang akan dibahas yaitu metode pengendalian persediaan untuk item fisik.
Secara fisik, pengelompokkan item persediaan ini dibagi atas 5 lima kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Bahan mentah raw materials yaitu barang-barang berwujud seperti baja,
kayu, tanah liat atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari sumber daya alam, atau dibeli dari pemasok, maupun diolah sendiri oleh perusahaan
untuk digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri. b.
Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan
dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi. c.
Barang setengah jadi work in process, yaitu barang-barang keluaran dari tiap operasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks
dari pada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.
d. Barang jadi finished good, adalah barang-barang yang telah selesai diproses
dan siap untuk didistribusikan ke konsumen. e.
Bahan pembantu, adalah barang-barang yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang
jadi. Yang termasuk bahan pembantu ini adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.
2.4 Aturan Kerja Inventory Control
Manajer operasi memiliki tujuan yang kompleks seperti bagaimana mencapai pengoperasian pabrik yang efisien, meminimumkan investasi dalam bagian
persediaan, dan memaksimumkan pelayanan kepada konsumen. Dalam mengelola persediaan, ada beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar
pemikiran. Tetapi pertimbangan yang paling mendasar di dalam pengendalian
persediaan adalah berupa biaya dan tingkat permintaan. Kedua faktor inilah yang menyebabkan timbulnya prsediaan dalam suatu proses produksi.
Seperti sudah dijelaskan, bahwa kebijakan dalam pengendalian persediaan meliputi dua keputusan yaitu kapan pembuatan dilakukan reorder point dan jumlah
yang harus dibuat reorder quantity. Kebijakan tentang kedua keputusan ini disebut aturan kerja pengendalian persediaan inventory control operating doctrine.
2.4.1 Klasifikasi Biaya Persediaan
Salah satu diantara pertimbangan yang berhubungan dengan aturan kerja di atas biaya- biaya persediaan inventory costs, yaitu semua biaya yang timbul akibat dari
pengadaan persediaan. Adapun komponen biaya-biaya tersebut terdiri atas:
Gambar 2.1 Biaya-Biaya dalam Persediaan
a. Biaya pembelian atau produksi Biaya pembelian merupakan harga pembelian atau produksi yang terbagi
dalam dua jenis biaya, yaitu: 1.
Jika harga pembelian tetap, maka ongkos per satuan juga tetap tanpa memandang jumlah yang dibeli.
2. Jika diskon tersedia, maka harga per satuan merupakan variabel yang
bergantung pada jumlah pembelian. Biaya
Stock-out
Biaya Persediaan Total Biaya Simpan
Carrying cost Biaya Pesan
Set-up cost Biaya produksi
pembeliann
b. Biaya pengadaan produksi Set-up costs Karena penelitian ini bersifat produksi maka biaya pengadaannya disebut Set-
up costs. Biaya pengadaan mencakup semua biaya yang berhubungan dengan
proses produksi. Biaya-biaya tersebut meliputi: 1.
Biaya perbaikan mesin 2.
Penambahan mesin baru 3.
Biaya pembelian bahan baku 4.
Biaya untuk memperoleh tenaga kerja 5.
Dan lain-lain. Pada umumnya, jumlah set-up costs menurun ataupun meningkat sesuai
dengan jumlah putaran produksinya. Artinya, dalam beberapa hal berlaku anggapan yang menyatakan bahwa jika jumlah barang yang diproduksi lebih
banyak setiap putaran produksi maka biaya yang timbul akibat produksi tersebut akan lebih murah, karena hal ini dapat memperkecil jumlah putaran
produksi. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan kasus baru yaitu berupa bertambahnya biaya penyimpanan.
c. Biaya penyimpanan Carrying cost Biaya penyimpanan terdiri dari semua ongkos yang berhubungan dengan biaya
penyimpanan barang dalam stock. Biaya-biaya ini meliputi: 1. Bunga modal yang tertanam
2. Sewa gudang
3. Asuransi, pajak
4. Ongkos bongkar
muat 5. Harga penyusutan dan harga kerusakan
6. Penurunan harga
7. Dan lain-lain.
Biasanya biaya-biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stock.
d. Biaya stock-out Shortage costs Biaya stock-out timbul akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan pada
periode tertentu. Begitu banyak kerugian yang disebabkan permintaan yang tidak terpenuhi, seperti kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya
pemesanan khusus, adanya selisih harga, terganggunya proses produksi, dan bertambahnya pengeluaran dari kegiatan manajerial.
Hubungan antara tingkat persediaan dan jumlah biaya persediaan, dapat diilustrasikan pada gambar berikut:
Keterangan: 1. Total biaya persediaan
2. Carrying cost
3. Set-up cost
Gambar 2.2 Biaya Total Minimum
Dari ilustrasi di atas terlihat bahwa biaya penyimpanan carrying costs berbanding lurus dengan tingkat persediaan, sedangkan biaya pengadaan persediaan
set-up costs berbanding terbalik dengan tingkat persediaan.
2.4.2 Pola Permintaan
Hal lainnya yang juga harus dipertimbangkan dalam pengelolaan persediaan adalah permintaan terhadap suatu barang. Pengelolaan persediaan akan sangat berbeda bila
permintaan tergantung atau tidak tergantung pada kondisi pasar. a.
Persediaan barang jadi biasanya tergantung pada permintaan pasar atau merupakan independent demand inventory.
Independent demand inventory merupakan permintaan pasar yang kadang-
kadang terpengaruh oleh permintaan yang acak atau keinginan pelanggan yang berubah-ubah.
b. Persediaan barang setengah jadi work in process dan bahan mentah raw materials
ditentukan oleh tuntutan proses produksi dan bukan pada keinginan pasar dan merupakan dependent demand inventory.
Dependent demand inventory memiliki pola permintaan yang bergejolak atau
yang ada dan tidak ada atau “on-off”, karena penyelesaian barang jadi dijadwalkan dalam paket atau lot.
Kedua pola permintaan di atas diilustrasikan seperti gambar berikut:
a. Independent Inventory
b. Dependent Inventory
Gambar 2.3 Pola Independent dan Dependent Inventory
waktu waktu
Jumlah permintaan
Jumlah Permintaan
Karena perbedaan pola permintaan ini, maka penentuan jumlah persediaan dan kapan dilakukan pemesanan akan berbeda, yaitu:
a. Pada sistem independent demand inventory, maka model yang tepat adalah
pengisian kembali persediaan disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan atau merupakan penggantian atau replenishment. Pada saat persediaan mulai
berkurang, kondisi ini memacu untuk segera melakukan produksi sebagai ganti persediaan yang telah digunakan.
b. Pada sistem dependent demand inventory, apabila persediaan berkurang maka
pemesanan belum dapat dilakukan. Pemesanan baru akan dilakukan jika ada permintaan barang dari tahapan proses produksi berikutnya.
2.5 Model Inventory Control
Di dalam persediaan terdapat berbagai jenis model yang dapat digunakan. Dari berbagai model yang tersedia, perusahaan dapat memilih satu atau beberapa model
yang sesuai dengan keadaan yang sering dihadapinya. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk dapat membangun atau
membentuk model persediaan yang sesuai dengan kebutuhan adalah sebagai berikut: a.
Pelajari keadaan yang berkaitan dengan persediaan dan kemudian merumuskan sifat-sifat atau ciri-ciri keadaan tersebut.
b. Merumuskan asumsi-asumsi yang dibutuhkan.
c. Membuat rumus atau persamaan biaya persediaan.
d. Mengoptimumkan rumus atau persamaan tersebut dengan menentukan titik
atau waktu pemesanan serta jumlah pemesanan. Model persediaan dibentuk berdasarkan karakteristik yang terdapat dalam
persediaan, meliputi:
a. Kebutuhan
Pola kebutuhan terhadap suatu barang dapat memiliki sifat deterministik diketahui dengan pasti atau probabilistik tidak pasti. Kebutuhan
deterministik dapat bersifat statis, yaitu sifat yang mempunyai laju pemakaian konstan setiap saat. Atau kebutuhan deterministik yang bersifat dinamis, yaitu
kebutuhan yang diketahui dengan pasti namun bervariasi dari periode ke periode.
b. Sistem Pemesanan
Sistem pemesanan yang dikenal dalam persediaan terbagi atas 2 dua sistem, yaitu:
1. Pemesanan Tunggal
Sistem ini digunakan untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama jangka pendek, karena kebutuhan untuk satu periode dapat dipenuhi
walau hanya dalam satu kali pemesanan. 2.
Pemesanan Berulang Dalam sistem ini kebutuhan untuk satu periode waktu dapat dipenuhi
dengan melakukan pemesanan atau pembuatan berulang kali. Sistem ini dapat dibagi dua, yaitu: sistem pemesanan dengan ukuran
pemesanan tetap dan sistem pemesanan dengan selang waktu tetap. c.
Waktu Tenggang Lead Time Waktu tenggang dapat juga bersifat deterministik diketahui dengan pasti atau
probabilistik tidak pasti. Metode
inventory control yang digunakan untuk melakukan perhitungan yakni
tingkat persediaan optimal dengan laju produksi tertentu. Dan variabel-variabel yang diperlukan untuk melakukan perhitungan adalah sebagai berikut:
m = kecepatan produksi per satuan waktu
n = jumlah yang dibutuhkan per satuan waktu
S = tingkat persediaan pada awal produksi
t = waktu satu putaran produksi
T = waktu dalam satu periode
Q = tingkat produksi optimal tiap putaran produksi
Cc = biaya penyimpanan CPO per kilogram
Cs = biaya pengadaan produksi CPO
Untuk memodelkan ataupun merumuskan model persediaan yang akan diuraikan dalam tulisan ini, maka diberikan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Kecepatan permintaan, n kg per satuan waktu dan diadakan segera sebelum
persediaan habis. b.
Kecepatan pengadaan persediaan, m kg per satuan waktu. c.
Kurun waktu antara dua putaran produksi adalah tetap. d.
Tingkat persediaan adalah sama untuk tiap putaran produksi. e.
Tidak terjadi kehabisan persediaan stock-out. Pada umumnya, pengendalian persediaan selalu berasumsi bahwa melakukan
pengadaan persediaan kembali selalu bisa dilakukan dalam waktu yang bersamaan di saat persediaan habis . Tetapi kenyataannya kondisi ini tidaklah ada, pihak perusahaan
tentu saja mempertimbangkan tentang kapasitas mesin produksi yang pada umumnya terbatas sehingga tidak mungkin pengadaan persediaan dilakukan dengan seketika.
Ide di atas inilah yang akan dijadikan dasar pemilihan model pengendalian persediaan. Dengan menggunakan notasi-notasi dan asumsi-asumsi yang sudah
dipaparkan sebelumnya untuk menurunkan rumus sehingga diperoleh tingkat persediaan optimal dengan biaya minimum.
Asumsikan produksi berjalan kontinu, dengan kecepatan produksi m kg per satuan waktu. Jika jumlah permintaan n kg per satuan waktu, maka persediaan dalam
gudang stock akan sama dengan m-n kg per satuan waktu. Dan jika produksi berhenti, maka persediaan berkurang dengan kecepatan n kg per satuan waktu.
Situasi persediaan seperti ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.4 Grafik Model Inventory Control
Dari gambar 2.4 terlihat bahwa dalam setiap putaran produksi, yaitu ketika t
1
, persediaan bertambah dengan kecepatan m-n kg per satuan waktu. Namun ketika t
2
, persediaan berkurang dengan kecepatan n kg per satuan waktu.
Misalkan ketika akhir dari bagian t
1
, persediaannya adalah S. Maka: n
m t
S −
= .
1
dan n
t S
.
2
= atau
n m
S t
− =
1
dan n
S t
=
2
…1
Jika Q adalah tingkat persediaan pada satu putaran produksi, maka: S
n t
Q =
− .
1
…2
Subsitusi persamaan 1 ke dalam persamaan 2, sehingga diperoleh:
S n
n m
S Q
= −
− .
Q m
n m
S .
− =
…3
Biaya penyimpanan Carrying cost untuk satu putaran produksi dapat dilihat dari luas OBC dan ABC, yaitu:
Cc S
t t
Cc St
St .
. .
2 1
. .
2 1
. 2
1
2 1
2 1
+ =
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
+
Sehingga diperoleh biaya penyimpanan per satuan waktu, yaitu:
Cc S
t t
Cc S
t t
. .
2 1
. .
. 2
1
2 1
2 1
= +
+ …4
Substitusi persamaan 3 ke dalam persamaan 4, sehingga diperoleh:
Cc Q
m n
m Cc
S .
. .
2 1
. .
2 1
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡ −
= …5
Biaya pengadaan Set-up costs satu putaran produksi adalah:
2 1
t t
Cs −
…6
Substitusikan persamaan 1 ke dalam persamaan 6, maka:
n S
n m
S Cs
t t
Cs +
− =
+
2 1
n n
m Sn
Sm Sn
Cs .
− −
+ =
Sm Cs
n n
m .
. −
= …7
Substitusikan persamaan 3 ke dalam persamaan 7 dan diperoleh:
⎥ ⎦
⎤ ⎢
⎣ ⎡
− ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ −
= −
Q n
m m
m n
n m
Cc Sm
Cs n
n m
. .
. .
.
Maka diperoleh biaya pengadaan Set-up costs per satuan waktu adalah:
Q n
Cc . …8
Maka diperoleh seluruh total biaya per satuan waktu, yaitu:
Q n
Cs Q
Cc n
n m
C
Q
. .
. .
2 1
+ ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − =
…9
Q
C optimal jika turunan pertama akan sama dengan nol dan
Q
C akan minimum
dilihat pada turunan kedua. Dalam hal ini yang di cari dari persediaan adalah tingkat produksi optimalnya.
. 1
. 2
1
2
= −
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡ −
= Q
n Cs
Cc m
n Q
d dC
Q
n Cs
Q Cc
m n
. .
2 .
. 1
2
= ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ −
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
= m
n Cc
n Cs
Q 1
. .
. 2
2
Sehingga persediaan optimal untuk setiap putaran produksinya adalah:
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
= m
n Cc
n Cs
Q 1
. .
. 2
…10
Waktu optimal yang dibutuhkan untuk satu putaran produksi adalah:
n Q
t =
…11
Substitusikan persamaan 10 ke dalam persamaan 11 dan diperoleh waktu optimalnya, yaitu:
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
= m
n n
Cc Cs
t 1
. .
. 2
…12
Menentukan total biaya minimum dilakukan dengan cara mensubstitusikan nilai Q
pada persamaan 9 sehingga menjadi: .
. .
. 2
1 Q
n Cs
Q Cc
m n
m C
Q
+ ⎥⎦
⎤ ⎢⎣
⎡ − =
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎣ ⎡
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
+ ⎥
⎥ ⎥
⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎣ ⎡
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡ −
=
m n
Cc n
Cs n
Cs m
n Cc
n Cs
Cc m
n m
1 .
. .
2 .
1 .
. .
2 .
. .
2 1
n Cs
m n
Cc n
Cs Cc
m n
m C
m n
Cc n
Cs
Q
. 1
. 2
. .
. 2
1 .
1 .
. .
2 +
⎥ ⎥
⎥ ⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎣ ⎡
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡ −
= ⎥
⎥ ⎥
⎥
⎦ ⎤
⎢ ⎢
⎢ ⎢
⎣ ⎡
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
n Cs .
. 2
=
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
=
m n
Cc n
Cs n
Cs C
Q
1 .
. .
2 .
. 2
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
= m
n n
Cs Cc
1 .
. .
. 2
Sehingga diperoleh persamaan untuk biaya minimum per satuan waktu,yaitu:
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛ −
= m
n n
Cs Cc
C
Q
1 .
. .
. 2
…13
BAB III PENGUMPULAN DATA
3.1 Sejarah Singkat PT.PP London Sumatera Utara Tbk, Turangie Oil Mill TOM
PT. Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia, Tbk adalah salah satu perusahaan Penanaman Modal Asing PMA oleh Horrison Crosfield Ltd, England.
Perusahaan ini berdiri pada tanggal 18 Desember 1926 dengan akte notaris Raden Kardiman di Jakarta dan berkantor pusat di Jalan Jendral Ahmad Yani No. 2 Medan.
Saat keadaan politik Indonesia kurang stabil, perusahan ini kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 22 Januari 1964. Setelah keadaan politik
mulai membaik, maka pada tanggal 26 Maret 1968 ditandatanganilah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Horrison Crosfield Ltd, England untuk membuat izin
usaha yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 1968 hingga 31 Maret 1998. Meskipun sekarang, Horrison Crosfield Ltd, England ini sudah menjadi milik Indonesia tetapi
perusahaan ini masih merupakan penanaman modal asing.
3.1.1 Lokasi Perusahaan
Turangie Oil Mill TOM berada di Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat Sumatera Utara dengan jarak ± 63 km dari kota Medan. TOM yang berasal dari PT.
PP London Sumatera sendiri berada di Distrik Langkat yaitu Pulau Rambung, Turangie dan Bungara Estate.
Adapun batas-batas dari perkebunan Turangie Estate adalah sebagai berikut: