107
berkesinambungan. Alasan lainnya yang membuat pendampingan dengan model rekoleksi kurang sesuai adalah dalam rekoleksi biasanya pesertanya terbatas
sehingga kurang bisa menyentuh seluruh pasutri yang memang perlu didampingi. Pendampingan yang diperlukan untuk pasutri tersebut adalah kegiatan yang bisa
diadakan dengan mempertimbangkan kesibukan para pasutri sehingga mereka bisa mengikuti kegiatan pendampingan ini tanpa merasa terbebani ataupun
mengesampingkan kesibukan lain yang mungkin memang harus dikerjakan. Berangkat dari pertimbangan tersebut maka pendampingan dengan total waktu
yang tidak terlalu lama dianggap sesuai dengan para pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Dalam hal
ini, model pendampingan yang dipilih adalah pendampingan dalam bentuk katekese.
B. Katekese
Katekese berbeda dengan Teologi, Teologi bisa disebut sebagai pemahaman iman sedangkan katekese bisa disebut dengan pendidikan iman.
Jacobs dalam Katekese pada Milinenium III: Quo Vadis? 2000: 11. Dalam katekese yang merupakan sebuah pendidikan iman itu artinya ada proses
pedagogis. Proses pedagogis berarti ada pendamping yang berperan mengarahkan proses katekese agar berada pada koridor pendidikan iman yang benar. Arti
tersebut juga selaras dengan arti katekese menurut CT art.18 yang mengatakan “Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa
dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada
108
umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar mem
asuki kepenuhan hidup Kristen”. Suatu proses pedagogis dan pembinaan yang diberikan secara organis dan sistematis menunjuk pada hal yang
sama yakni sebuah proses pembinaan atau pendidikan iman. Arah katekese di Indonesia adalah katekese umat. Katekese umat menurut
Huber yang dikutip oleh Sumarno 2013: 9 adalah “komunikasi iman atau tukar
pengalaman iman antara anggota jemaatkelompok”.Dalam pengertian ini, pelaku katekese adalah umat dengan mengambil pengalaman hidup umat yang kemudian
di dalami bersama dan kemudian dicerminkan dengan pengalaman perjalanan hidup Yesus. Tujuan akhir dari katekese umat adalah terbentuknya sebuah
kesepakatan baru mengenai habitus barukebiasaan hidup baru yang lebih mencerminkan cara hidup Kristus sebagai seorang Kristiani.
Pelaku katekese umat adalah umat maka yang ditonjolkan adalah pengalaman hidup umat yang nantinya disharingkan atau dibagikan kepada umat
yang lain sehingga sangat sesuai digunakan dalam kondisi umat yang dinamis sesuai dengan kemajuan jaman yang sangat pesat seperti sekarang.
C. Usulan Program
Pada dasarnya, para pasutri dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran sudah menerima materi yang berhubungan dengan perkawinan
sebelumnya saat mereka mengikuti kursus perkawinan dan di paroki pun sudah ada usaha untuk mengadakan pendampingan dengan mengadakan rekoleksi.
Pendampingan-pendampingan ini pada dasarnya sudah baik, namun jika dilihat
109
dari berjalannya program selama ini, tema program serta tolak ukur keberhasilannya terlihat masih sangat kurang pas. Hal ini mengingat adanya
begitu banyak keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun di Paroki HKTY namun
dalam pelaksanaan
pendampingan, lingkungan
hanya diminta
mengirimkan 1 atau 2 KK. Jika seperti ini, seberapa banyak pendampingan pun kemungkinan besar wakil yang dikirimkan hanya orang yang sama sehingga
pendampingan tidak merata dan kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh banyak hal dan salah satunya karena rekoleksi membutuhkan waktu yang cukup lama
sedangkan banyak pasutri sibuk dengan pekerjaan atau aktifitasnya. Berangkat dari pengalaman yang sudah dialami oleh paroki maka
pendampingan yang cakupannya lebih luas dan membutuhkan waktu yang tidak begitu lama merupakan jawaban yang tepat bagi pasutri dengan usia perkawinan
5-15 tahun di Paroki HKTY Ganjuran. Pendampingan dengan bentuk katekese yang cakupannya luas dan dapat dilakukan secara berkala merupakan bentuk
pendampingan yang tepat. Katekese yang ditujukan untuk keluarga dengan usia perkawinan 5-15 tahun ini akan dilakukan oleh paroki namun pelaksanaannya
lebih baik per wilayah agar pendampingan merata atau jika memungkin dilakukan per lingkungan. Jika pendampingan dilakukan per wilayah atau jika
memungkinkan dilakukan per lingkungan maka akan semakin mengena dan tepat sasaran sehingga setiap pasutri merasa disapa dan mereka juga semakin giat untuk
semakin memperbaiki hidup perkawinan mereka. Lewat sapaan semacam itu pula kehidupan
perkawinan pasutri
bisa diperhatikandan
dapat dilihat
perkembangannya secara berkala.
110
D. Rumusan Tema dan Tujuan