Perwujudan Janji Perkawinan Perwujudan janji perkawinan pada pasangan suami-istri dengan usia perkawinan 5-15 tahun demi menjaga keutuhan perkawinan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

34

C. Perwujudan Janji Perkawinan

1. Arti Perwujudan Janji Perkawinan Mewujudkan itu artinya menjadikan sesuatu yang belum ada ataupun belum terjadi menjadi ada ataupun terjadi. Janji perkawinan dalam sebuah upacara penerimaan Sakramen Perkawinan atau pemberkatan perkawinan berbentuk pengucapan janji minimal di depan seorang pejabat gereja dan dua orang saksi KHK, kan.1108. Janji perkawinan yang telah diucapkan saat penerimaan Sakramen Perkawinanpemberkatan perkawinan belum memiliki bentuk ketika belum diwujudnyatakan dalam seluruh hidup perkawinan. Usaha untuk mewujudkan janji perkawinan berarti usaha yang mencakup seluruh proses yang panjang mulai dari pengucapan hingga kematian memisahkan suami-istri. Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Burtchaell 1990: 32 “Perkawinan Kristen merupakan bentuk pelayanan serta janji yang menuntut banyak dari manusia untuk melayani: dalam untung dan malang, seumur hidup” Sepanjang waktu itulah janji perkawinan harus diwujudkan dengan bertolok ukur dari visi bersama yang telah dibentuk menjadi misi yang siap dikerjakan dan dituntaskan bersama sehingga seluruh kehidupan perkawinan semakin membawa bahtera perkawinan lebih dekat dengan pelabuhan yang selama ini hendak dituju. Dalam usaha perwujudan janji perkawinan ini hal penting yang harus selalu diingat adalah suami-istri sejak pengucapan janji perkawinan sudah harus menentukan tujuan akhir yang hendak dicapai bersama melalui seluruh kehidupan perkawinannya. Ketika suami-istri dalam seluruh hidupnya berusaha mewujudkan janji perkawinannya maka mereka berdua atau salah satu dari mereka tidak boleh 35 tiba-tiba berubah halauan memiliki tujuan yang lain. Suami-istri dengan menghidupi janji tersebut maka akan menuju pada usaha menyenangkan pasangan dan membahagiakannya 1 Kor 7:33-34. Usaha perwujudan janji perkawinan ini ditandai dengan kesetiaan yang terus menerus diusahakan, selalu menghormati pasangan, menerima pasangan apa adanya dan mau senantiasa memaafkan kesalahan pasangan. Usaha perwujudan ini juga harus lebih luas diwujudkan dalam menyayangi anak, mendidik anak, menghormati hak pasangan serta anak, menghormati dan menyayangi keluarga besar pasangan dan lain sebagainya. Artinya, perwujudan janji perkawinan selain menyangkut dua pribadi, perwujudannya juga menyangkut relasi yang lebih luas lagi yakni yang berhubungan dengan anak, keluarga, Tuhan dan masyarakat juga Purwo Hadiwardoyo, 2007: 9-13. 2. Arah Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan harus diwujudkan. Dalam mewujudkan janji perkawinan, pasutri harus memiliki arah yang jelas dan juga konkret demi mencapai tujuan perkawinan. Beberapa hal yang harus diusahakan dalam menentukan arah perwujudan janji perkawinan yakni: a. Menyadari, menghayati serta menghidupi peran sebagai seorang suami ataupun seorang istri Janji perkawinan diucapkan oleh laki-laki serta perempuan. Isinya secara garis besar yakni akan setia dalam segala keadaan, akan mencintai dan 36 menghormati pasangan serta akan mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan padanya. Dalam Kitab Kej 2:23 seorang pria dan wanita akan meninggalkan ayah- ibunya dan keduanya menjadi satu daging semenjak menikah. Dari kedua hal ini jelaslah bahwa ada cita-cita yang tersirat. Cita-cita yang tersirat dalam dua hal tersebut dapat diwujudkan oleh suami-istri dengan menyadari perannya sebagai suami ataupun istri, kemudian menghayati perannya sebagai suami ataupun istri, dan yang terakhir harus menghidupi peranannya sebagai suami ataupun sebagai istri serta sebagai sahabat juga sebagai kekasih Didik Bagiyowinadi 2006: 31. Antara suami-istri memang memiliki kedudukan yang sama namun peran mereka masing-masinglah yang berbeda dan khas. Kekhasan inilah yanng menjadikan suami-istri memiliki perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan inilah yang bisa menjadi celah untuk saling melengkapi. Hal ini perlu disadari dengan sepenuh hati, namun jangan sampai hal ini hanya berhenti pada kesadaran saja. Kesadaran ini juga harus bisa disertai dengan penghayatan. Kesadaran dan penghayatan ini belum konkrit jika belum dihidupi lewat perwujudan peran sebagai seorang suami maupun sebagai seorang istri dalam kehidupan berumahtangga. Cara menghidupi peran sebagai suamiistri ini didasarkan pada kekahsannya. Suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hubungannya dengan hal-hal yang menyangkut persekutuan perkawinan. Hal ini selaras dengan KHK, k an. 1135 yang berbunyi “Kedua suami-istri memiliki kewajiban dan hak sama mengenai hal-hal yang menyangkut persekutuan hidup perkawinan”. Kanon tersebut jelas menunjukkan tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya ataupun perannya antara suami atau istri. Hanya saja secara kodrati 37 peran antara suami istri menjadi berbeda. Laki-laki diciptakan dengan keperkasaannya dan memang dirancang oleh Tuhan untuk bekerja dan menghidupi keluarganya. Hal serupa juga ada pada perempuan, perempuan diciptakan Tuhan dengan unsur keibuannya dan perempuan diciptakan lengkap dengan kandungan dan air susu yang artinya Tuhan menciptakan perempuan sebagai seorang ibu dari kehidupan baru. Tugas dan peran kodrati ini memang khas namun tidak berarti seorang laki-laki ataupun seorang perempuan harus menanggung tugas ini seorang diri. Dalam Kitab Kej 2:18, Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong yang sepadan untuk Adam yang berarti seorang laki-laki dan seorang perempuan memang dipersatukan untuk saling menolong atas landasan cinta kasih yang ada di antara keduanya dengan peran yang berbeda antara satu dan lainnya. Menyadari, menghayati serta menghidupi peran sebagai suami ataupun sebagai istri tidak hanya berhenti pada hal kodrati yang ada namun masih banyak lagi yang perlu disadari, dihayati serta dihidupi. Selain sebagai seorang suami ataupun sebagai seorang istri, masing-masing suami ataupun istri juga berperan sebagai sahabat bagi pasangannya. Sebagai sahabat artinya bersedia menjadi tempat bercerita, tempat sharing, tempat „curhat‟ segala persoalan, perasaan maupun cita-cita serta keputusan yang hendak diambil Didik Bagiyowinadi, 2006: 31-34. Dalam peranan ini yang dibutuhkan dari seorang suami-istri adalah kemauan untuk mendengarkan. Manusia selalu memiliki kelemahan, tidak semua orang bisa menjadi pribadi yang bisa bijaksana untuk menyelesaikan masalah namun yang dibutuhkan dalam peran ini hanyalah kemauan untuk mendengarkan. 38 Mengapa kemauan untuk mendengarkan sudah cukup? Hal ini disebabkan karena dengan mendengarkan maka seseorang yang kita dengarkan akan merasa dihargai dan tidak sendirian. Menjadi sahabat terkadang harus keluar sejenak dari fungsinya sebagai seorang suami ataupun istri sebab seorang suami ataupun istri terkadang mendengarkan dengan latar belakang rasa memiliki sehingga kemungkinan kesalahan suami-istri yang disampaikan belum tentu dapat serta merta diterima. Hal ini berbeda ketika suami atau istri memposisikan diri sebagai seorang sahabat, seorang sahabat yang baik akan selalu mendengarkan sahabatnya dan membantunya dalam mencari jalan keluar terbaik Didik Bagiyowinadi, 2006: 34- 36. Seorang suami-istri selain harus menjadi sahabat bagi pasangannya, ia juga harus menempatkan diri sebagai seorang kekasih. Rasa sudah memiliki pasangan karena sudah menjadi suami bagi perempuan dan istri bagi laki-laki sering menjadikan sikap egois muncul dalam kehidupan berumah tangga. Rasa egois ini sering terlihat ketika seorang suami ataupun seorang istri selalu ingin dipahami dan perilaku pasangan harus sesuai dengan yang dia mau. Dalam hal ini, menghayati pasangan sebagai kekasih hati sangatlah diperlukan. Kekasih itu akan lebih banyak mengerti akan keadaan pasangan dibandingkan sebagai suami ataupun istri. Ketika dua sejoli pacaran, kebanyakan seluruh waktu bersama dihabiskan dengan kemesraan, saling menghargai, selalu memahami dan seorang perempuan akan menjadikan seorang laki-laki sebagai raja di hatinya dan sebaliknya seorang laki-laki akan menjadikan perempuan yang dicintainya 39 sebagai ratu di hatinya yang artinya selalu mengistimewakan pasangannya. Hal ini yang sering tidak ditemui dalam hubungan suami-istri. Hubungan kekasih layaknya sedang berpacaran harus dihidupi dalam kehidupan suami-istri terlebih dalam hal selalu mengistimewakan pasangan Didik Bagiyowinadi, 2006: 36-38. b. Membangun komunikasi yang baik antara suami-istri Suami pada kodradnya adalah seorang laki-laki dan istri adalah seorang perempuan. Ada perbedaan mendasar antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Perbedaan ini secara fisik pun sudah sangat kelihatan. Perbedaan antara suami dan istri ini memang sengaja Tuhan ciptakan karena seorang istri memiliki peran sebagai penolong yang sepadan untuk suami begitu pula sebaliknya. Pria dan wanita berasal dari planet yang berbeda. Pria dari planet Mars dan wanita dari planet Venus. Orang Mars menghargai kekuatan, kompetensi, efisiensi dan pencapaian sedangkan orang Venus menghargai cinta kasih, komunikasi, keindahan dan hubungan. Sifat ini memang tidak selalu ada pada setiap laki-laki dan setiap perempuan, namun sebagian besar laki-laki dan perempuan memiliki sifat-sifat tersebut. Karena perbedaan yang ada pada laki-laki dan perempuan itulah maka dibutuhkan komunikasi yang baik di antara keduanya. Komunikasi tersebut harus berlandaskan rasa kasih antara suami dan istri Walaupun sudah sangat jelas bahwa komunikasilah yang bisa menjembatani perbedaan antara seorang laki-laki dan seroang perempuan, namun tetap harus diperhatikan bahwa komunikasi tersebut harus bisa dipahami dan menguntungkan bagi keduanya John Gray dalam Didik Bagiyowinadi 2006: 31. 40 Komunikasi yang ideal dibutuhkan pemahaman karakter yang baik dari masing-masing pihak terhadap lawan bicaranya. Ketika suami yang selalu berfikir secara realistis dan suka diam mencari solusi selalu menerapkan caranya untuk berbicara pada perempuan yang selalu menggunaan perasaan serta selalu memberikan masukan untuk didengarkan maka komunikasi tersebut akan menjadi tidak „nyambung‟. Hal yang sama juga akan terjadi bila wanita menerapkan sikap dasarnya dalam berkomunikasi tanpa melihat karakter laki-laki yang sedang dia ajak bicara. Kekayaan karakter yang dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan harusnya memperkaya satu sama lainnya bukan malah mengahambat komunikasi di antara keduanya I Ketut Adi Hardana, 2010: 46-47. Komunikasi harus dibangun di atas asas demokrasi dan kesetaraan antara laki- laki dan perempuan. Komunikasi perlu dilakukan setiap saat, bahkan dalam hal sekecil apapun perlu dikomunikasikan untuk menghidupi janji perkawinan yang sedang dibangun. c. Menjadi anugerah bagi pasangan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam yang artinya Hawa merupakan anugerah dari Allah yang merupakan bagian dari dirinya dan hidupnya itu sama dengan ikatan suami-istri Kej 2:21-22. Sebuah perkawinan harus dihayati sebagai sebuah pengalaman yang membahagiakan sebab masing-masing memberikan dirinya kepada pasangannya. Pemberian diri yang dilakukan adalah pemberian diri total yang merupakan pengungkapan cinta. Pengungkapan cinta biasanya bisa dengan berbagai cara, namun yang hendak disampaikan adalah hal 41 yang sama yakni cinta yang berarti adalah pemberian hadiah kepada seseorang. Hadiah ini sama artinya juga adalah sebuah anugerah. Cinta itu kasih dan kasih diwujudkan dalam tindakan pemberian diri yang ikhlas yang tidak menuntut balasan. Cinta itu hanya perkara memberi dan memberi. Refleksi Bunda Teresa Kalkuta seperti dikutip oleh Agung Prihartana dalam buku yang berjudul Menjadi Anugerah Bagi Pasangan 2009: 58 yakni: Cinta itu menyakitkan. Aku harus rela memberikan apapun bukan untuk merugikan orang lain tetapi untuk melakukan kebaikan bagi mereka. hal itu menuntutku untuk terus memberi tanpa mengharap balasan sampai terasa menyakitkan, Kalau tidak, tidak ada cinta sejati dalam diriku … Cinta yang dilukiskan oleh Ibu Teresa Kalkuta ini adalah cinta yang sejati, cinta yang total yakni kesedian dengan ikhlas hati memberikan diri dengan sehabis- habisnya untuk orang yang dicintai. Mencintai seseorang dengan memberikan dirinya tidak selalu menyenangkan, namun justru yang sering kita rasakan adalah perasaan terluka terlebih dalam situasi setia dalam duka, sakit dan di waktu malang. Cinta yang diberikan dengan setotal-totalnya akan melukai hati dan akan membutuhkan banyak kebesaran hati. Menjadi anugerah bagi suami ataupun istri tidak cukup dengan sekedar kata-kata. Anugerah harus diwujudkan secara nyata sehingga anugerah tersebut membahagiakan. Menjadi anugerah berarti mau memberikan diri dengan sikap dan kesediaan untuk melayani. Seorang istri yang baik tidak akan pernah membiarkan suaminya setiap hari membuat minum sendiri dan hanya membelikan makanan untuknya. Istri yang baik akan menyediakan waktunya untuk melayani 42 suami, menunjukkan rasa cintanya serta bisa membuat suaminya istimewa karena diperhatikan. Hal ini juga berlaku untuk suami. Suami yang baik tidak hanya cukup memberikan nafkah kepada istrinya, suami yang baik harus bersedia mendengarkan istrinya, menyediakan waktu utuk berkumpul bersama istri dan anak-anaknya. Sikap melayani ini akan menjadikan suami ataupun istri dinomorsatukan dan merasa berharga hidup bersama suami atau istrinya. Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Agung Prihartana 2009: 66 yakni: Suami istri ini memahami dan menghayati perkawinan sebagai sebuah pelayanan. Mereka mengartikan dan menghayati pemberian diri kepada pasangan hidup nya bukan dengan menggunakan kata „anugerah‟ atau „hadiah‟, tetapi dengan kata „melayani‟. Sikap melayani akan menjadi sebuah pelayanan yang utuh bila disertai dengan mencintai pasangan apa adanya. Kata mencintai apa adanya menunjukkan adanya celah dari pasangan yang butuh digenapi dan pada celah itulah pelayanan menjadi berarti. Ketika sepasang suami-istri ditanya oleh pastor apa yang dicintai dari pasangan ketika penerimaan Sakramen Perkawinan atau pemberkatan perkawinan berlangsung kebanyakan dari mereka menjawab karena baik, karena perhatian, karena cantik, karena ini, karena itu. Hal tersebut tidak salah bila dijadikan sebagai motivasi awal dalam hidup bersama, namun yang perlu diingat adalah seiring berjalannya waktu, motivasi tersebut haruslah dimurnikan. Seiring berjalannya waktu, akan ada banyak kekecewaan yang muncul karena seorang istri tidak sesuai dengan harapan sang suami dan sebaliknya sang suami tidak sesuai harapan istri. Kekecewaan yang muncul ini disebabkan karena dari awal 43 kita sudah mematok pasangan sesuai dengan harapan kita sehingga ketika harapan tersebut tidak terwujud, kekecewaanlah yang terjadi dan dialami oleh pasangan. Motivasi awal mencintai karena alasan yang baik-baik harus segera dimurnikan dengan mencintai apa adanya sehingga bukan hanya kelebihan dari pasangan yang dicintai namun seluruh kelebihan dan kekurangan pasangan harus dicintai. Jika bisa mencintai segala kekurangan yang dimiliki pasangan artinya kita mencintai pasangan dengan kepribadian yang dewasa Agung Prihartana, 2009: 68-70. Dengan mencintai pasangan dengan dewasa, maka kita tidak akan merasa kecewa namun akan semakin diteguhkan dalam kehidupan berumah tangga serta suami bisa merasakan istri sebagai anugerah dan sebaliknya. 3. Tujuan Perwujudan Janji Perkawinan Setiap orang memiliki panggilan masing-masing yang khas di dalam hidupnya. Ada dua penggolongan panggilan yang khas dalam Gereja Katolik. Panggilan yang pertama adalah panggilan untuk hidup berkeluarga dan panggilan yang kedua adalah panggilan untuk menjadi biarawanbiarawati. Kedua panggilan ini sama baik dan sama luhurnya. Dalam menghayati masing-masing panggilan hidup ini keduanya sama-sama disertai dengan janji. Janji dalam hidup berumahtangga diucapkan dalam penerimaan Sakramen Perkawinanpemberkatan perkawinan. Hal yang sama juga berlaku untuk panggilan menjadi biarawanbiarawati. Para biarawan-biarawati juga mengucapkan janjikaul yang biasanya bertahap dan kaul yang terakhir adalah kaul kekal yang terus menerus diperbaharui. Dalam menghidupi janji ini tentunya memiliki arahtujuan yang 44 sudah ditentukan semenjak awal. Intisari dari seluruh janji perkawinan sebenarnya adalah penerimaan pribadi pasangan. Dalam pengucapan janji, mempelai secara sadar, di hadapan publik dan nyata berjanji sepanjang hidupnya akan memenuhi dan menghidupi janji perkawinan Agung Prihartana, 2009: 94-96. Perkawinan sering dibaratkandigambarkan sebagai bahtera yang dinahkodai oleh seorang suami. Bahtera ini membentuk awaknya pada saat hari penerimaan Sakramen Perkawinanpemberkatan perkawinan Budi Sardjono, 2010: 11. Dalam perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut bahtera ini akan mengalami banyak badai dan gelombang yang pasti akan mengombang- ambingkan bahtera serta membuat penumpangnya serta nahkodanya menderita. Penderitaan yang dialami akibat badai dan gelombang ini akan bisa dilalui jika semenjak awal bahtera sudah menetapkan koordinat tujuannya dan membawa bekal yang cukup untuk menghadapi badai dan gelombang ini. Koordinat yang hendak dituju dalam ikatan perkawinan adalah sebuah keutuhan sampai akhir hayat yang di dalamnya sarat dengan kebahagiaan sejati, sedangkan bekal yang cukup itu adalah janji perkawinan itu sendiri yang merupakan senjata yang ampuh jika dihidupi dalam seluruh perjalanan perkawinan. Karena itulah, pendampingan pra perkawinan sagat penting, terlebih untuk menyadarkan peran masing-masing baik sebagai suami ataupun istri. Karena peran masing-masing memang sungguh khas. Untuk itu masing-masing peran, baik sebagai suami ataupun istri harus memiliki komitmen untuk mengutamakan keluarganya. Komitmen ini sangat penting mengingat banyaknya tantangan zaman yang semakin kompleks. Suami menghidupi perannya sebagai suami, sedangkan istri menghidupi perannya 45 sebagai istri. Bila suami-istri berpegang teguh pada janji yang telah diucapkan maka suami-istri tersebut bisa diandalkan Didik Bagiyowinadi, 2006: 112-113. 4. Pentingnya Usaha Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan adalah sebuah senjata yang ampuh dan bekal yang baik dalam mengarungi kehidupan perkawinan. Janji perkawinan sangat penting untuk diwujudnyatakan dalam seluruh kehidupan perkawinan sebab janji perkawinan adalah kerangka dalam menuliskan sebuah karangan dan pondasi dalam membangun sebuah rumah. Dalam kehidupan perkawinan, sepasang suami-istri akan dihadapkan pada berbagai tantanganpersoalan yang bisa muncul dari dirinya sendiriintern dan dari luar dirinyaekstern Agung Prihartana, 2009: 29. a. Faktor intern Faktor permasalahan yang muncul dari dalam pribadi suami-istri pasti terjadi pada pasangan suami-istri. Faktor ini menyangkut keunikan pribadi yang dimiliki suami ataupun istri dari pola pendidikan yang selama ini didapatkan. Karakter dari seorang suami ataupun istri secara tidak sadar sangat dipengaruhi oleh keluarganya. Karakter yang baik dan disetujuidisukai oleh kedua belah pihak tidak akan menjadi masalah, namun karakter yang belum dewasa yang egois yang tidak bisa hemat dan masih banyak lagi yang lainnya kemungkinan akan mengusik ketentraman rumah tangga yang telah dibangun. Hal inilah yang biasanya menjadi pemicu perselisihan dan persoalan sebab pasangan akan menuntut agar sifat-sifat tersebut dihilangkan dan pasangan harus menjadi seperti 46 yang kita mau. Bila hal ini terjadi artinya suamiistri tidak bisa melihat sifat „negatif‟ pasangannya sebagai keunikan yang seharusnya diterima dan diatasi bersama-sama. Persoalan juga sering muncul karena persatuan yang seharunya melekat pada pasangan suami-istri sering dibatasi dalam hal-hal tertentu. Dalam hal mengurus anak bersama-sama namun dalam hal keuangan sendiri-sendiri karena masing-masing merasa ikut ambil bagian dalam mencari nafkah dan demi kenyamanan bersama dalam memenuhi kebutuhan masing-masing maka keuangan terpisah. Hal-hal seperti inilah yang bisa memicu permasalahan dalam berumah tangga Agung Prihartana, 2009: 29-47. b. Faktor ekstern Faktor yang muncul dari luar diri ini antara lain masalah ekonomi keluarga, WIL Wanita Idaman LainPIL Pria Idaman Lain, Masalah anak- anak, dll. Seiring berkembangnya zaman, faktor dari luar diri dianggap selalu menjadi momok bagi perjalanan hidup rumah tangga yang sesungguhnya tidak terlalu mengancam. Sebenarnya faktor intern-lah yang lebih mengancam dibanding faktor ekstern. Bila sampai terjadi perselingkuhan pasti sebab awalnya karena persoalan yang muncul dari masing-masing pribadi pasangan dan pada akhirnya berkembang dengan adanya pihak-pihak lain yang turut campur. Sering terjadi karena tidak bisa menerima keunikan pasangan maka suamiistri mencari orang ketiga yang sesuai dengan harapannya. Kekecewan-kekecewaan semacam inilah yang menjadi pemicu. Sedikit persoalan dalam keluarga yang murni disebabkan oleh faktor dari luar Agung Prihartana, 2009: 47-51. 47 5. Manfaat Perwujudan Janji Perkawinan Janji perkawinan bukanlah tujuan namun jalan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya. Seperti sebuah film, sutradara hendak menyuguhkan ending film yang paling baik menurut kehendaknya. Dalam penyuguhannya, tidak mungkin sang sutradara langsung menyuguhkan cerita langsung pada ending-nya. Sutradara pasti akan menggambarkan prosesdinamika pemainnya dalam mencapai ending yang diinginkan oleh sutradaranya. Proses inilah yang diibaratkan sebagai seluruh perjalanan perkawinan suami-istri, sedangkan ending dari film yang hendak disampaikan itulah tujuan yang hendak dicapai oleh suami- istri dalam perkawinan dan kerangka cerita yang membuat film tersebut tidak keluar dari ceritanya serta menuntun ceritanya sampai ending itulah janji perkawinan. Perwujudan janji perkawinan memberikan manfaat yang sangat besar bagi seluruh kehidupan perkawinan. Janji yang dihidupi akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup berkeluarga. Kesuksesan ini ditandai dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Kesejahteraan ini tidak sebatas kesejahteraan fisik, namun kesejahteraan ini juga mencakup kesejahteraan batin, mental, sosial, moral, dan spiritual Purwo Hadiwardoyo, 2007: 2. Janji perkawinan membantu setiap pasutri untuk tidak keluar dari kehidupan perkawinannya. Janji perkawinan yang telah diucapkan ini pulalah yang menjadi bahan refleksi setiap kehidupan perkawinan suami-istri. Idealnya, setiap hari masing-masing suami-istri mengambil waktu sejenak untuk merefleksikan perjalanan perkawinannya dalam sehari itu dengan berpedoman pada janji perkawinan dan suami-istri juga perlu mengambil waktu bersama untuk 48 merefleksikan perjalanan perkawinannya. Dalam berefleksi, ayat Kitab Suci dan juga doa merupakan satu kesatuan yang memberikan jalan. Hal ini selaras dengan yang ada dalam 2 Tim 3:12.15-16 yang berbunyi: Ingatlah juga bahwa dari hal kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran Kehidupan memang selalu berkembang dan perubahan di berbagai bidang kehidupan terjadi dengan sangat cepat, namun hal yang perlu diingat adalah segala bentuk kehidupan yang ada saat ini harus didasari oleh kebijakan di masa lalu. Melalui seluruh proses kehidupan Yesus yang ada dalam Perjanjian Baru dan kebijaksanaan hidup yang digambarkan dalam Perjanjian Lama, manusia memiliki banyak referensi hidup yang baik, yang bisa membawa manusia pada kepenuhan hidup dan kedamaian sejati.

D. Keutuhan Keluarga

Dokumen yang terkait

KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN BEDA USIA (Studi Pada Istri Yang Berusia Lebih Tua Daripada Usia Suami)

3 26 18

Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan Indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15-30 tahun di wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta.

0 0 222

Peranan pembinaan lektor untuk meningkatkan motivasi pelayanan sebagai lektor di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 1 2

Faktor faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan Indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan 15 30 tahun di wilayah Patangpuluhan Paroki Hati K

0 0 220

Usulan program pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan.

2 17 117

Perancangan Dan Pelaksanaan Modul Treatment Pelatihan Psikologi Berdasarkan Gaya Resolusi Konflik Untuk Meningkatkan Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri Katolik (Studi Pada Pasangan Suami Istri Katolik Dengan Usia Perkawinan 1 2 Tahun).

0 0 1

kawasan ziarah candi hati kudus tuhan yesus ganjuran bantul

0 0 7

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI) SKRIPSI

0 0 18

PENERIMAAN KAS Studi Kasus Pada Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran SKRIPSI

0 0 173

Usulan program pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan - USD Repository

0 2 115