Usulan program pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan.
USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURANDEMI
KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh
Herybertus Yuni Styairawan NIM. 081124048
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
(3)
(4)
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
(5)
v
MOTTO
You can make it if you try
(6)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 Juli 2013
Penulis,
(7)
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Herybertus Yuni Styairawan
Nomor Mahasiswa : 081124048
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul: “USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN”, berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada penulis selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 1 Juli 2013
Penulis,
(8)
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN.
Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran saat ini. Keluarga muda Katolik disaat mengalami kesulitan dalam membangun keluarga, mereka kurang mendapat pendampingan yang cukup sehingga banyak keluarga muda yang bingung dalam menghadapi tantangan-tantangan yang timbul dalam hidup berkeluarga. Bertitik tolak dari kenyataan itu, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para keluarga muda Katolik agar mendapat pendampingan yang lebih baik demi meraih kebahagiaan dan keutuhan keluarga.
Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah bagaimana memberikan pendampingan bagi keluarga muda Katolik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan ajaran Gereja di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pemberian kuesioner semi tertutup kepada para keluarga muda Katolik sudah dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga muda Katolik sudah memiliki kesadaran perlunya membangun keluarga selaras dengan ajaran Gereja. Sebagian besar keluarga Katolik memilih katekese sebagai bentuk pendampingan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan gagasan dari para ahli yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam membantu pelaksanaan pendampingan keluarga muda Katolik demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan.
Mengingat pendampingan keluarga muda Katolik demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan penting, penulis menyumbangkan suatu program katekese bagi keluarga muda Katolik.
(9)
ix
ABSTRACT
This small thesis entitles USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN.
The title was chosen based on the writer’s concern toward Chatolic newly weds in Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Parish nowdays. The newly weds have difficulties in buiding their family. As the result, they are lack of sufficient Assistance so they are upset in facing obstacles in building their family. As a starting point from that fact, this thesis is purposed to help the Catholic newly weds in order to get better to reach a happiness and wholeness family.
This small thesis’s main problem is how the Assists facilitates the Catholic newly weds based on their needs and it harmonizes with Church doctrine in Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Parish. It needs accurate data to study that problem. Therefore, semi closed questionnaire has been given to the newly weds. The result of this research shows that the newly weds has had awareness of the importance of building their family which is harmonized with Church doctrine. Most of the Catholic families choose catechesis as the form of assistance. A literature study is done to get some ideas from some experts that can be used as the support in helping to realize the assistance toward the Catholic newly weds for their happiness and the harmony of marriage.
Recall to the importance of the assistance toward the Catholic newly weds for their happiness and harmony marriage.
(10)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan
bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN .
Penyusunan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis mengenai
pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran. Bertitik tolak dari situasi tersebut maka penulis menyusun skripsi ini
dengan maksud membantu para keluarga muda Katolik agar mendapatkan
pendampingan yang lebih baik.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para keluarga muda
Katolik di paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dalam meraih kebahagiaan
dan keutuhan perkawinan.
Dalam menyusun dan menyelasaikan skripsi ini, penulis sungguh
menyadari akan peran serta banyak pribadi yang penulis yakini sebagai
tangan-tangan Tuhan sendiri untuk terlibat dan membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung sehingga segala sesuatunya berjalan dengan baik dan lancar. Atas
segala bantuan yang penulis terima dan rasakan, dengan tulus penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed. selaku Kaprodi Ilmu
(11)
xi
Dharma yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama proses
menyelesaikan skripsi.
2. Drs. H. J. Suhardiyanto, S.J. selaku pembimbing utama dari penyusunan
proposal sampai dengan bab 3.
3. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. yang telah berkenan menjadi dosen pembimbing
pengganti Drs. H. J. Suhardiyanto, S.J. dan telah memberikan semangat serta
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan
memberikan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam penulisan skripsi.
4. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. selaku dosen pembimbing kedua dan berkenan
membantu dalam proses penelitian dengan penuh kesabaran serta
memberikan semangat dalam penulisan skripsi.
5. Y.H. Bintang Nusantara, S.F.K., M.Hum. sebagai dosen pembimbing dan
dosen penguji ketiga dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
6. Al. Purwa Hadiwardoyo, Pr yang telah memberikan petunjuk tentang
buku-buku yang diperlukan dalam penulisan skripsi.
7. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi dan
memberikan semangat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.
8. Istriku Agustina Sutrisniati yang telah memberikan semangat dan selalu
mendoakan sehingga penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar.
9. Romo Herman Yoseph Singgih Sutoro, Pr. selaku Romo kepala di Paroki
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Paroki ini dan berkenan
(12)
xii
10. Para keluarga muda Katolik di paroki Hati Kudus Tuhan Yesus yang telah
meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner.
11. Sahabat mahasiswa IPPAK khususnya angkatan 2008 baik yang sudah lulus,
yang masih setia memperjuangkan kelulusannya, maupun yang sudah
memilih jalan lain, selama ini telah senantiasa memberikan semangat kepada
penulis dalam penulisan skripsi.
12. Staf Perpustakaan Prodi IPPAK, Perpustakaan Kolose St. Ignatius Kotabaru,
Perpustakaan USD, dan perpustakaan Kota Jogja yang telah membantu dan
mengizinkan penulis untuk menggunakan berbagai buku yang diperlukan
selama menyelesaikan penulisan skripsi.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang selama
ini membantu dan memberikan perhatian kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna serta
memerlukan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi para
pembaca serta seluruh umat khususnya keluarga Katolik dalam meraih cita-cita
hidup bahagia dan keutuhan keluarga.
Yogyakarta, 1 Juli 2013
Penulis,
(13)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 2
C. Batasan Masalah... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penulisan ... 6
F. Manfaat ... 6
G. Metode Penulisan ... 7
H. Sistematika Penulisan... 8
BAB II PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK MENURUT AJARAN GEREJA KATOLIK ... 9
A. Keluarga Katolik ... 9
1. Pengertian Keluarga ... 9
2. Keluarga Katolik ... 10
(14)
xiv
b. Keluarga Katolik sebagai Gereja Mini ... 12
c. Keluarga Katolik sebagai Lahan Pembinaan Awal Warga Gereja ... 13
3. Buah yang Diharapkan dari Keluarga Katolik Bahagia ... 13
4. Keutuhan Keluarga... 15
B. Program Pendampingan Keluarga... 16
1. Pengertian ... 16
2. Pendampingan Keluarga ... 17
C. Tahap-tahap Pendampingan Keluarga Katolik ... 18
1. Pendampingan Pra-pernikahan... 18
a. Pendampingan Anak-anak ... 18
b. Pendampingan Remaja dan Kaum Muda ... 18
c. Pendampingan Calon Pengantin ... 19
2. Pendampingan Menjelang Peneguhan Pernikahan ... 20
3. Pendampingan Pasca Pernikahan ... 20
D. Struktur Pendampingan Keluarga Katolik ... 23
E. Pelaksana Pendampingan Keluarga Katolik ... 24
BAB III PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN ... 26
A. Gambaran Umum Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ... 26
1. Sejarah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ... 26
2. Letak Geografis Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ... 31
3. Situasi Umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ... 32
4. Pembagian Wilayah dan Lingkungan ... 32
5. Pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ... 34
B. Metodologi Penelitian ... 34
1. Tujuan Penelitian ... 34
2. Jenis Penelitian ... 35
3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
4. Metode Penelitian... 35
(15)
xv
6. Instrumen Penelitian... 36
7. Variabel Penelitian ... 37
C. Hasil Penelitian ... 38
1. Kebahagiaan ... 38
2. Keutuhan Perkawinan ... 41
3. Program Pendampingan ... 43
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 47
1. Kebahagiaan ... 47
2. Keutuhan Perkawinan ... 48
3. Program Pendampingan ... 49
E. Rangkuman Penelitian ... 50
BAB IV USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN ... 51
A. Latar Belakang Penyusunan Program ... 51
B. Katekese ... 52
C. Usulan Program ... 55
D. Rumusan Tema dan Tujuan ... 56
E. Penjabaran Program ... 58
F. Contoh Pelaksanaan Program Pendampingan Keluarga Muda demi Kebahagiaan dan Keutuhan Perkawinan ... 64
BAB V PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 78
1. Bagi Para Pendamping Keluarga Pada Umumnya ... 78
2. Bagi Para Pendamping Keluarga di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ... 79
3. Bagi Romo Paroki ... 80
4. Bagi Para Keluarga Muda Katolik ... 80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(16)
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Variabel yang diteliti ... 37
Tabel 2: Kebahagiaan (N=40) ... 38
Tabel 3: Keutuhan Perkawinan (N=40) ... 41
(17)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab
Deuterokanonika. Lembaga Alkitab Indonesia, 2010.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan
Awam, 18 November 1965.
FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang
Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22 November 1981.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa
ini, 7 Desember 1965.
KHK : Kitab Hukum Kanonik
PPK : Pedoman Pastoral Keluarga
C. Singkatan Lain
Alb : Albertus
CB : Carolus Boromeus
Dr : Doktor
FABC : Federation of Asian Bishops’ Conferences
Ir : Insinyur
(18)
xviii KU : Katekese Umat
KUKSI : Konggres Umat Katolik Seluruh Indonesia
ME : Marriage Encounter
Mgr : Monseigneur
Pr : Projo, Imam diosesan
RS : Rumah Sakit
SCP : Shared Christian Praxis
SJ : Society of Jesus
SMU : Sekolah Menengah Umum
St : Santo/Santa
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah komunitas atau unit paling kecil dari masyarakat. Dari
‘rahim’ keluarga kita dikandung dan dilahirkan. Begitu besar pengaruh keluarga pada
perkembangan seseorang, karena keluargalah yang merupakan lingkungan pertama
dan atmosfir utama yang membentuk seseorang.
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam Gereja mempunyai peranan yang
sangat besar dalam perkembangan Gereja. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam
kehidupan manusia bersifat fundamental karena dari keluarga terbentuk
masyarakat.
Era globalisasi membuat peristiwa dengan segala perilakunya, entah yang
baik maupun yang buruk, bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan sangat cepat.
Di satu sisi era ini mempermudah hidup manusia, namun di sisi lain juga bisa
menghancurkan manusia dan peradabannya.
Salah satu yang pantas dicermati adalah dampak globalisasi terhadap
keluarga, terutama keluarga muda dengan usia perkawinan dibawah lima tahun yang
keadaannya masih belum mantap. Di satu pihak, keluarga-keluarga memang
diuntungkan, namun di lain pihak keluarga-keluarga juga dibahayakan oleh era
tersebut.
Menghadapi ini semua, keluarga-keluarga muda perlu lebih
(20)
kerjasama dengan keluarga-keluarga lain, dan lebih menyerahkan keluarga kepada
penyelenggaraan Allah.
Pastoral keluarga muda merupakan sesuatu yang mendesak di jaman ini.
Beberapa kasus yang akhir-akhir ini muncul di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran berujung pada anulasi dan beberapa keluarga muda Katolik yang berpisah
tanpa tersentuh pendampingan. Upaya penyelesaian masalah keluarga tidak hanya
menjadi tanggung jawab suami-isteri, melainkan juga menyangkut tanggung jawab
pastoral Gereja, karena keluarga merupakan sel terkecil Gereja yang perlu dipelihara
kelestariannya oleh Gereja juga.
B. Identifikasi Masalah
Selain pengaruh globalisasi ada beberapa permasalahan dalam keluarga
muda. Sejauh pengamatan penulis baik di lingkup paroki maupun wilayah, beberapa
hal yang menjadi permasalahan di antaranya adalah ”tinggal dengan mertua”.
Keluarga tinggal terpisah, keluarga dengan ekonomi sangat terbatas, keluarga dengan
keberadaan orang ketiga, dan keluarga belum mendapatkan karunia anak. Tinggal
dengan mertua membuat potensi konflik menantu-mertua meningkat, terutama jika
terjadi perbedaan pendapat. Biasanya pihak mertua cenderung mendikte menantunya,
sehingga menantu merasa tidak nyaman. Suami-istri tinggal terpisah dengan
berbagai alasan seperti, keduanya bekerja tetapi tempat kerja masing-masing
bejauhan, yaitu suami di Jakarta, istri di Bantul. Pada keluarga dengan ekonomi
terbatas masalah terutama dialami oleh mereka yang belum memiliki pekerjaan tetap
(21)
ketiga, maksudnya bukan hanya adanya orang ketiga yang tinggal bersama dengan
keluarga itu, namun juga orang lain yang berelasi dengan keluarga atau salah satu
anggota keluarga tersebut, misalnya bekas pacar. Pada keluarga yang belum
mendapat anak, masalah muncul biasanya dari luar, antara lain karena tetangga selalu
menanyakan perihal anak, maklum anggapan sebagian besar orang, menikah harus
punya anak, orang tua ingin menimang cucu dan lain-lain.
Kenyataannya, pelaksanaan pastoral keluarga saat ini belum maksimal.
Kalaupun ada pendampingan, biasanya tidak kontinu dan programnya tidak
berkesinambungan. Pendampingan yang sudah berjalan baru sebatas pada Kursus
Persiapan Perkawinan yang keikutsertaan pesertanya pun sering dengan
keterpaksaan. Selain itu program pastoral yang ada dengan segala keterbatasannya
juga baru menjangkau sedikit keluarga.
Selain itu, tenaga terampil yang menangani pastoral pendampingan keluarga
juga masih amat kurang. Buku-buku pegangan, pedoman, dan referensi untuk
menangani pastoral pendampingan keluarga masih amat terbatas. Kalaupun ada,
buku- buku tersebut umumnya jarang dibaca dan dimanfaatkan. Pendampingan
keluarga muda yang berkelanjutan juga masih sangat kurang. Ada kesan,
pendampingan keluarga dalam wadah Marriage Encounter (ME) cenderung
membentuk kelompok eksklusif. Marriage Encounter (ME) merupakan gerakan
pastoral yang dikemas dalam bentuk weekend. Gerakan pastoral ini bersifat regional
yang mencakup teritori daerah tertentu (misal distrik Jakarta, distrik Bandung dan
sebagainya) dan tidak masuk dalam struktur hierarki (keuskupan ataupun paroki
(22)
keluarga-keluarga dengan umur pernikahan lebih dari lima tahun. Padahal yang
masih rentan dalam menghadapi masalah adalah keluarga yang usia perkawinannya
masih muda (Relasi, mengenal lebih mendalam “Mariage Encounter.htm : 2013).
Secara konkret kurangnya pastoral keluarga menyebabkan pemahaman
keluarga muda akan perkawinan kurang mendalam. Hal ini bisa diketahui dari hasil
perbincangan sederhana ketika keluarga muda ditanya soal tujuan, hakikat, maksud,
dan inti dasar perkawinan, yang umumnya tidak mereka ketahui.
Keluarga menurut ajaran Katolik adalah hasil kesepakatan seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang saling mencintai dan secara bebas membentuk
persekutuan yang tak terceraikan, sampai salah satu meninggal (KHK kanon
1055-1056). Mereka berdua memiliki kekhasan masing-masing yang membuat mereka
berdua berbeda. Perbedaan ini disatukan dalam perkawinan, sehingga tidak ada satu
perkawinanpun yang tanpa masalah. Permasalahan yang sering dihadapi keluarga
muda adalah adanya pasangan yang egois, yang tidak mampu terbuka satu sama lain
dan tak bisa saling menghargai. Masalah yang ada sering meruncing karena
ketidakdewasaan pasangan suami-istri untuk memberikan respons dalam menghadapi
masalah yang sedang dialami. Masalah khas tersebut akhirnya mengerucut pada
persoalan yang terkait dengan relasi mereka berdua. Relasi suami-istri yang kurang
harmonis biasanya berpengaruh kepada relasi terhadap anak, dan relasi terhadap
masyarakat.
Oleh karena itu, keluarga muda membutuhkan pendampingan yang lebih luas
jangkauannya dan juga lebih berkualitas. Layanan pastoral yang sudah ada amat perlu
(23)
keluarga khususnya untuk keluarga muda perlu ditambah. Menanggapi hal ini penulis
memberi judul karya tulis ini: “USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN”
C. Batasan Masalah
Sebagai batasan masalah, sasaran dari program pendampingan adalah
keluarga muda Katolik dengan umur pernikahan kurang dari lima tahun. Tempat
pelaksanaan program di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Dengan
tujuan demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan.
D. Rumusan Masalah
Dari beberapa keprihatinan yang diuraikan dalam latar belakang dan
identifikasi masalah, penulis merumuskan permasalahan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendampingan keluarga Katolik muda di Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran?
2. Sejauh mana pendampingan keluarga Katolik muda di Paroki Hati Kudus
Tuhan Yesus Ganjuran mencapai tujuan?
3. Masalah apa saja yang dihadapi di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
(24)
4. Pelayanan apa saja yang sudah disediakan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran untuk keluarga Katolik muda?
5. Bentuk layanan apa yang diinginkan para keluarga Katolik muda di Paroki
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran?
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pelaksanaan pendampingan keluarga Katolik muda di Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
2. Membantu mengetahui sejauh mana pendampingan keluarga Katolik muda di
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran mencapai tujuan.
3. Membantu mengetahui masalah yang dihadapi di Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran dalam pelaksanaan pendampingan keluarga Katolik muda.
4. Membantu mengetahui pelayanan yang sudah disediakan di Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran untuk keluarga Katolik muda
5. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi
Ilmu Pendidikan kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
F. Manfaat
1. Bagi penulis, penulis semakin mendapat wawasan tentang pelaksanaan
(25)
Yesus Ganjuran, dengan harapan mendapat bekal yang lebih baik dalam
menjalani hidup berkeluarga.
2. Membantu paroki dalam upaya mengetahui sejauh mana tujuan pendampingan
tercapai.
3. Bagi paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, dapat mengetahui
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendampingan
keluarga, mendapat tambahan usulan program dengan harapan bisa
menjangkau umat yang lebih luas.
4. Bagi pembaca diharap bisa membantu dalam upaya mendapatkan layanan dari
paroki dan memahami pentingnya pendampingan dalam keluarga muda.
5. Bagi pembaca yang mempunyai tanggung jawab dalam membangun dan
melestarikan keluarga mendapatkan tambahan masukan sehingga semakin
mampu melaksanakan tugasnya sebagai keluarga dengan lebih baik.
G. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptis analitis yang dilengkapi dengan studi pustaka. Studi pustaka digunakan
untuk memperoleh kerangka pemikiran untuk menanggapi permasalahan yang
diangkat. Penulisan ini ditujukan untuk memperoleh gambaran pastoral keluarga
di paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran khususnya pendampingan keluarga
(26)
H. Sistematika Penulisan
BAB I : Berisi pendahuluan.
BAB II : Bicara tentang pendampingan keluarga Katolik seturut ajaran
Gereja
BAB III : Bicara tentang gambaran umum paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran dan pelaksanaan pendampingan keluarga
Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran.
BAB IV : Bicara tentang program pendampingan keluarga Katolik
(27)
BAB II
PENDAMPINGAN KELUARGA KATOLIK MENURUT AJARAN GEREJA KATOLIK
A. Keluarga Katolik 1. Pengertian Keluarga
Keluarga dibentuk melalui ikatan perkawinan. Perkawinan merupakan
sebuah perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk
membentuk kebersamaan seluruh hidup. Kebersamaan dalam perkawinan
dilandaskan atas dasar persetujuan bebas tanpa paksaan, saling pasrah diri
jiwa-raga atas dasar cinta kasih yang tulus (Gilarso, 1996 : 9). Perkawinan mempunyai
tujuan untuk kesejahteraan suami-istri, prokreasi dan pendidikan anak (KHK 1983
Kanon 1055).
Sedangkan menurut Undang-Undang perkawinan tahun 1974, perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami-istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa (UU perkawinan 1974 pasal 1).
Menurut Heuken keluarga dalam arti sempit adalah ibu, bapak dan
anak-anaknya; dalam arti luas seluruh sanak saudara/famili. Dasar pembentukan
keluarga adalah perkawinan ayah dan ibu. Keluarga merupakan unsur terkecil
pembentuk masyarakat (Heuken, 2005:122).
Keluarga Katolik berlandaskan ikatan sakramental suami-istri. Sakramen
(28)
kesulitan-kesulitan yang tak terhindarkan dan untuk membangun keluarga
bahagia. Kesulitan-kesulitan bisa timbul karena persatuan suami-isteri bersifat
dinamis, bisa berkembang tetapi juga bisa mengalami kemunduran atau bahkan
mengalami kehancuran (Gilarso, 1996 : 10). Oleh karena itu ikatan Sakramental
suami-istri menjadi alat bagi Tuhan sumber hidup untuk mengalirkan hidup lewat
keluarga.
Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja di dunia
moderen Gaudium et Spes (GS) dikatakan: “Pria dan wanita yang karena
perjanjian nikah “bukan lagi dua tetapi satu daging” saling membantu dan
melayani dalam persatuan pribadi dan karya yang mesra. Mereka mengalami
makna kesatuannya dan seharusnya meraihnya makin hari makin dalam.
harapannya kesatuan suami-istri setiap hari berkembang semakin baik, sehingga
dengan bertambahnya usia pernikahan diharapkan kesatuan suami-istri juga
semakin erat (GS artikel 48).
2. Keluarga Katolik
Keluarga Katolik bukan hanya sekedar komunitas, melainkan juga
merupakan persekutuan anggota berdasarkan semangat persaudaraan dan iman.
Dalam keluarga Katolik yang pertama harus ada yaitu iman. Iman yang dimaksud
bukannya pengetahuan iman, namun sungguh sikap yang terwujud dalam tindakan
dan kata-kata dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga Katolik adalah persekutuan
dasar iman dan tempat persemaian iman sejati (Gilarso, 1996: 13). Untuk
(29)
a. Keluarga Katolik Bahagia
Bahagia ditandakan dengan perasaan batin yang nyaman, damai, penuh
dengan sukacita dan penuh cinta yang mendalam. Keadaan ini bisa dicapai ketika
seseorang mampu menerima keadaan diri sendiri baik itu sesuatu yang dipandang
sebagai kekurangan maupun kelebihan. Sikap jujur pada diri sendiri, berpikiran
positif dan mensyukuri hidup akan mendukung terciptanya kebahagiaan (Carlson,
2002: 23, 103-105).
Kebahagiaan merupakan kepuasan atas sesuatu yang baik dan yang
dihayati bukan perasaan. Manusia bahagia, karena mengisi hatinya dengan
kepuasan yang melampaui apa yang duniawi (Heuken, 2005: 71).
Kebahagiaan adalah keadaan di mana keinginan/kebutuhan seseorang
terpenuhi, terdapat relasi saling mencinta dan dicintai, diterima kelebihan dan
kekurangannya, dilengkapi dalam kelemahannya, saling mendukung/
mengembangkan, mengalami saling diampuni dan mengampuni (Suhardiyanto,
komunikasi pribadi, tanggal 2 April 2012).
Gereja menyatakan bahwa relasi saling mencintai antara suami-istri turut
dalam pengorbanan salib Kristus. Relasi saling mencintai dilaksanakan dalam
pengorbanan cinta suami-istri demi kebahagiaan bersama. (Bala Pito Duan, 2003:
26-27). Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (FC)
mengatakan bahwa pernikahan sakramental dimeteraikan dalam darah Kristus.
Rasa saling mencintai antara suami-istri hendaknya sama seperti cinta Kristus
(30)
dan menjadikan suami-istri mampu saling mencintai dalam kasih Kristus. (FC
artikel 13)
Menurut Linda Adams (Adams dan Lenz, 1995: 202, 230) dalam menjalin
relasi demi mewujudkan kebahagiaan diperlukan sikap timbal balik dengan saling
memperhatikan, saling mempedulikan dan saling menghormati. Hal ini bila
dilakukan keluarga tentu keluarga juga akan mendapat manfaatnya demi
terwujudnya keluarga bahagia. Sikap saling menerima berarti bersedia
memandang segala kekurangan maupun kelebihan pasangan secara objektif dan
positif. Sikap saling menerima ini diwujudkan dengan saling mendengarkan
dengan sikap terbuka dan penuh pengertian.
Rasa saling mendukung/mengembangkan diperlukan sebab seturut Kitab
Hukum Kanonik (KHK) 1983 kanon 1135, sejak pernikahan baik suami maupun
istri memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk membangun kebersamaan
hidup (Rubiyatmoko, 2011: 148). Rasa saling mendukung/mengembangkan
menciptakan suasana nyaman dan menjadi wujud dari sikap timbal balik saling
menerima satu sama lain.
Sebagai wujud nyata sakramen memberi rahmat dan kewajiban bagi
pasangan suami-istri (pasutri) melaksanakan tuntutan cintakasih untuk hidup dan
saling mengampuni (FC artikel 13).
b. Keluarga Katolik sebagai Gereja Mini
Keluarga merupakan tanda yang menghadirkan cinta Kristus. Keluarga
(31)
(Bala Pito Duan, 2003: 42). Keluarga menjadi perwujudan khusus dari persatuan
gerejawi (FC artikel 21). Salah satu tugas keluarga adalah tugas menggereja,
dimana keluarga ambil bagian dalam perutusan Gereja untuk membangun
Kerajaan Allah. Relasi keluarga dan Gereja membentuk keluarga sebagai Gereja
mini (FC artikel 49).
c. Keluarga Katolik sebagai Lahan Pembinaan Awal Warga Gereja
Seturut dengan salah satu tujuan perkawinan yaitu pendidikan anak,
pasutri memiliki kewajiban terhadap pendidikan anak-anak yang dipercayakan
Tuhan kepada mereka. Pendidikan tidak hanya pendidikan susila, fisik,
kemasyarakatan tapi juga pendidikan keagamaan (Rubiyatmoko, 2011: 148).
3. Buah yang Diharapkan dari Keluarga Katolik Bahagia
Buah yang diharapkan dari keluarga Katolik bahagia tidak hanya
kebahagiaan keluarga saja, namun juga keluarga diharapkan mampu menjalankan
tugas perutusannya, yakni apa yang dapat dan harus dilakukannya. Tugas
perutusan keluarga meliputi empat hal. Pertama, keluarga membangun
persekutuan pribadi-pribadi; kedua, keluarga melayani kehidupan; ketiga,
keluarga berperan serta dalam pengembangan masyarakat; keempat, keluarga
mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Gereja (FC artikel 17)
Keluarga membangun persekutuan pribadi-pribadi. Dimulai dari
persekutuan suami dan istri, orang tua dan anak-anak, dan persekutuan sanak-
(32)
suami-istri dan perluasannya, cinta kasih antar anggota keluarga, antar sanak
saudara (FC artikel 18). Persatuan suami-istri disempurnakan melalui Sakramen
Perkawinan. Roh Kudus yang dicurahkan dalam Sakramen Perkawinan
memberikan karunia persatuan cinta kasih seperti cinta yang menghubungkan
Yesus Kristus dan Gereja. Karunia ini menjadi daya dorong agar keluarga
semakin maju dalam membangun persatuan sehingga menampakkan cinta kasih
yang menghubungkan Yesus Kristus dan Gereja (FC artikel 19).
Dalam Kitab Kejadian disebutkan, “Allah memberkati mereka, lalu
berfirman kepada mereka, beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu” (Kej 1: 28). Allah memanggil manusia untuk mengambil
bagian dalam karya-Nya dengan bekerja sama secara bebas dan bertanggung
jawab meneruskan anugerah hidup manusiawi. Oleh karena itu keluarga memiliki
tugas untuk melayani hidup, tugas meneruskan citra ilahi dari generasi ke generasi
berikutnya. Tugas ini tidak semata-mata terbatas pada menurunkan anak namun
lebih luas lagi dalam arti membuahkan kekayaan hidup moral dan spiritual (FC
artikel 28).
Keluarga menerima perutusan dari Allah untuk menjadi sel masyarakat.
Perutusan ini karena Allah telah menjadikan persekutuan nikah sebagai dasar
masyarakat manusia. Dalam Dekrit Kerasulan Awam Apostolicam Actuositatem
(AA), perutusan ini dilaksanakan melalui berbagai usaha memajukan keadilan dan
melayani orang lain yang menderita kekurangan (AA artikel 11). Dengan
demikian keluarga tidak tertutup untuk diri sendiri, tetapi juga terbuka pada
(33)
(FC artikel 42). Pengalaman hidup bersatu dan berbagi rasa dalam keluarga
merupakan sumbangan bagi masyarakat demi pengembangan persekutuan yang
matang antar pribadi yang tercermin dalam hidup keluarga sehari-hari.
Persekutuan ini merangsang terbentuknya persekutuan yang lebih luas dalam
lingkup masyarakat (FC artikel 43). Dalam masyarakat, peranan sosial keluarga
diusahakan baik itu dengan usaha keluarga sendiri maupun bersama dengan
keluarga-keluarga lain.
Karena keluarga Katolik merupakan Gereja mini, keluarga dipanggil untuk
ambil bagian secara aktif dan bertanggung jawab dalam tugas perutusan Gereja.
Partisipasi keluarga dalam tugas perutusan sebagai nabi, imam dan raja
dilaksanakan sesuai dengan kekhasan keluarga yaitu persekutuan suami-istri
sebagai pasangan hidup, orang tua dan anak-anak sebagai keluarga. Tugas
perutusan ini ditampilkan melalui persekutuan yang didasari iman dan
mewartakan Injil, persekutuan yang berdialog dengan Allah dan persekutuan yang
melayani manusia (FC artikel 50).
4. Keutuhan Keluarga
Allah mengasihi umat-Nya dimaklumkan dalam cinta kasih suami-istri.
Ikatan cinta kasih pasutri menjadi gambaran dan lambang persatuan antara Allah
dengan umat-Nya. Oleh karena itu suami-istri harus memelihara kesetiaan seperti
kasih Tuhan yang senantiasa setia (FC artikel 12). Persatuan antara Allah dengan
umat-Nya mencapai kepenuhannya dalam Yesus Kristus. Yesus mewahyukan
(34)
kebenaran ini secara utuh menyeluruh, sehingga cinta pasutri mencapai
kepenuhannya. Perjanjian nikah pasutri yang keduanya dibaptis merupakan
simbol nyata dari perjanjian baru dan kekal antara Kristus dengan Gereja. Hal ini
menjadikan persekutuan hidup dan cinta pasutri sebagai sakramen, berciri
menyatukan jiwa-badan, tak terceraikan, setia dan terbuka bagi keturunan (FC
artikel 13).
Ciri hakiki perkawinan adalah kesatuan dan tak terceraikan (KHK 1983
kanon 1056). Kesatuan menunjuk unsur kesatuan pasutri secara lahir dan batin,
selain itu kesatuan menunjuk unsur monogam yaitu pernikahan dilaksanakan
hanya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Sedangkan ciri tak
terceraikan bahwa perkawinan mempunyai akibat tetap dan tidak dapat diceraikan
atau diputuskan oleh kuasa manapun kecuali kematian (Rubiyatmoko, 2011: 21).
B. Program Pendampingan Keluarga 1. Pengertian
Menurut Mangunhardjana, program adalah prosedur yang dijadikan
landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara yang akan dilaksanakan
(Mangunhardjana, 1986: 16). Sedangkan pendampingan merupakan usaha dua
arah untuk menyongsong masa depan dengan tujuan, materi, bentuk, metode dan
teknik tertentu (Mangunhardjana, 1989: 22). Sifatnya yang dua arah membuat
pendampingan menuntut keaktifan peserta. Peserta bukan obyek pendampingan
semata namun juga menjadi subyek pendampingan. Dalam hal ini pendamping
(35)
2. Pendampingan Keluarga
Zaman modern tidak hanya membawa pengaruh positif tetapi juga
membawa pengaruh negatif pada kehidupan keluarga. Untuk menghadapi
pengaruh negatif ini Gereja perlu mendampingi keluarga-keluarga (Hardiwiratno,
1994 :185).
Seturut KHK 1983 kanon 1063, pendampingan keluarga menjadi tanggung
jawab para gembala umat dan komunitas umat beriman. Pendampingan diberikan
agar keluarga dapat menghidupi lebih dalam dan matang misteri perkawinan
mereka. Pendampingan dapat diberikan melalui katekese menyeluruh mengenai
perkawinan, persiapan dan katekese khusus untuk mereka yang akan menikah,
perayaan liturgi perkawinan dan pendampingan setelah pernikahan. Katekese
menyeluruh dimaksudkan untuk memberi pemahaman yang menyeluruh
mengenai perkawinan dan kehidupan keluarga. Katekese ini tidak hanya diberikan
kepada pasutri tetapi juga orang muda, remaja dan untuk persiapan lebih dini pada
anak-anak. Persiapan dan katekese khusus diberikan demi kesiapan dan
kematangan kepribadian dan pemahaman akan sakramen perkawinan beserta
konsekuensinya. Perayaan liturgi bukan hanya merupakan sarana pengudusan
tetapi juga menyatakan bahwa keluarga yang dibangun mengambil bagian dalam
panggilan umum Gereja. Pendampingan setelah pernikahan khususnya bagi
pasangan muda perlu agar mereka mampu menghadapi tantangan dan kesulitan
(36)
C. Tahap-tahap Pendampingan Keluarga Katolik
Keluarga dipanggil untuk berkembang dan bertumbuh selangkah demi
selangkah dalam mewujudkan nilai-nilai dan tugas-tugas perkawinan. Oleh karena
itu kegiatan pastoral Gereja dalam menyertai keluarga juga langkah demi langkah,
dalam berbagai tahap pembinaan dan pengembangannya (FC artikel 65).
Pedoman Pastoral Keluarga menyebutkan pendampingan keluarga dimulai sejak
masa pra-pernikahan, menjelang peneguhan perkawinan dan dilanjutkan dengan
pendampingan pasca pernikahan (PPK artikel 74).
1. Pendampingan Pra-pernikahan
Zaman ini menuntut persiapan perkawinan yang lebih baik. Gereja perlu
meningkatkan program-program persiapan yang lebih baik. Persiapan dilakukan
sebagai proses yang berjalan bertahap dan berkelanjutan. Persiapan meliputi tiga
tahap utama yaitu persiapan bagi anak-anak, persiapan bagi remaja dan kaum
muda, dan persiapan calon pegantin (FC artikel 66).
a. Pendampingan Anak-anak
Pendampingan yang dibicarakan di sini terlebih pendampingan penanaman
nilai-nilai kristiani, kemanusiaan dan seksualitas. Penanaman nilai-nilai ini tidak
hanya bermaksud memberi pengetahuan namun juga bermaksud membentuk
kepribadian dan perilaku (PPK artikel 74).
b. Pendampingan Remaja dan Kaum Muda
Pendampingan remaja dan kaum muda bermaksud menuntun remaja untuk
menemukan diri mereka sendiri dengan segala kekhasan masing-masing, baik itu
(37)
mereka. Dalam masa ini ditunjukkan bahwa perkawinan juga merupakan
panggilan dan perutusan. Perlu ditunjukkan juga bahwa perkawinan merupakan
hubungan antarpribadi seorang wanita dan seorang pria yang secara terus menerus
dikembangkan demi tercapainya tujuan perkawinan (FC artikel 66). Selain itu
pendampingan ditujukan untuk mengarahkan mereka pada kemandirian hidup dan
kepribadian yang matang. Oleh karena itu mereka juga diarahkan untuk
mengupayakan kesejahteraan demi masa depan mereka dengan berbagai cara
tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip moral kristiani.
c. Pendampingan Calon Pengantin
Pendampingan diadakan dalam bulan-bulan dan minggu-minggu
mendekati pernikahan (FC artikel 66). Pendampingan calon pengantin dilakukan,
baik yang berkaitan dengan tuntutan-tuntutan administratif secara sipil maupun
secara gerejawi, serta penghayatan perkawinan itu sendiri. Pendampingan bisa
diberikan melalui kursus-kursus persiapan perkawinan (PPK artikel 73).
Nilai-nilai yang ditanamkan dalam pendampingan mirip dengan yang diberikan pada
masa katekumenat, yaitu pengetahuan iman yang lebih dalam, makna rahmat dan
tanggung jawab keluarga Katolik, maupun membangun kesadaran untuk ambil
bagian dalam upacara liturgi perkawinan. Untuk itu kursus-kursus persiapan
perkawinan perlu dirancang agar calon pengantin tidak hanya mendapat bekal
pengetahuan saja namun terlebih agar semakin merasakan keinginan untuk masuk
dalam persekutuan gerejani secara aktif (FC artikel 66). Pada masa pertunangan
pendampingan diarahkan untuk lebih memantapkan rencana mereka dalam
(38)
2. Pendampingan Menjelang Peneguhan Pernikahan
Sifat sakramental perkawinan menuntut sikap iman dalam perayaan
peneguhan pernikahan. Pendampingan diarahkan agar calon pengantin siap
menerima sakramen perkawinan secara iman. Seturut hukum Gereja kanon 1065
sangat dianjurkan agar calon pengantin menerima sakramen Penguatan, sakramen
Tobat, dan sakramen Ekaristi sebelum menerima sakramen perkawinan. Sakramen
Penguatan menjadi konsekuensi logis dari tugas-tugas utama sebagai suami-istri
dan orang tua. Penerimaan sakramen Tobat dan Ekaristi bertujuan agar calon
pengantin lebih menghayati rahmat perkawinan yang dicurahkan kepada mereka
(Rubiyatmoko, 2011: 40-41).
3. Pendampingan Pasca Pernikahan
Pendampingan pasca pernikahan dimaksudkan untuk membantu pasangan
suami-istri dalam mendalami dan menghayati panggilan dan perutusan sebagai
keluarga (FC artikel 69). Pendampingan keluarga dilakukan tidak hanya untuk
keluarga yang bermasalah. Dalam pelaksanaan pendampingan keluarga
bermasalah digolongkan sebagai keluarga dalam kondisi khusus (PPK artikel 74).
Pendampingan keluarga biasa dikelompokkan menjadi Pendampingan Keluarga
Muda, Pendampingan Keluarga Madya, dan pendampingan keluarga dengan usia
perkawinan lebih dari 25 tahun. Keluarga muda yang dimaksud adalah keluarga
yang umur pernikahannya antara 0 sampai 5 tahun (keluarga muda). Dalam masa
ini pasangan suami-istri berada dalam masa penyesuaian diri dalam hidup
(39)
misalnya selera makan, cara berpakaian, kebiasaan-kebiasaan lama sewaktu masih
bujang, perbedaan-perbedaan karena latar belakang pendidikan, keluarga,
lingkungan dan sebagainya. Selain itu biasanya keluarga muda Katolik juga baru
belajar mendampingi anak-anak. Hal-hal tersebut mudah menimbulkan perasaan
kecewa, jengkel, marah dan frustasi, apalagi jika ditambah dengan memendam
perasaan, keinginan ataupun maksud hati dengan anggapan bahwa pasangan harus
tahu sendiri (Gilarso, 1996 : 42). Keluarga madya adalah keluarga yang umur
pernikahannya antara 6 sampai 25 tahun. Dalam masa ini pasangan suami-istri
didorong untuk mengembangkan komunikasi di antara mereka berdua dan
mendidik anak yang menginjak usia dewasa menjelang perkawinan. Pada
umumnya keluarga dengan usia perkawinan lebih dari 25 tahun sudah tidak
membutuhkan pendampingan khusus, namun masih terbuka kemungkinan dalam
beberapa hal keluarga masih membutuhkan bantuan. Sebaiknya pendampingan
diberikan sesuai dengan kebutuhan dengan tetap memperhatikan otonomi dan
privasi mereka (PPK artikel 74).
Sedangkan untuk keluarga berkebutuhan khusus (bermasalah) diperlukan
perhatian dan pelayanan khusus sesuai dengan permasalahan dan situasi yang
dihadapi. Untuk itu pendampingan keluarga bermasalah dikelompokkan menjadi
pendampingan keluarga dalam perkawinan yang belum sah, pendampingan
keluarga single parent, pendampingan keluarga cerai sipil, pendampingan
keluarga yang sedang pisah, pendampingan keluarga dengan “harta terpisah”,
(40)
dalam konflik berat, dan pendampingan keluarga yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus.
Bagi keluarga dalam perkawinan yang belum sah, pendampingan
diarahkan agar perkawinannya disahkan. Bagi keluarga single parent,
pendampingan diarahkan agar ayah atau ibu mampu mengemban “tugas ganda”
baik sebagai ayah maupun ibu agar anak-anak dapat berkembang secara wajar.
Bagi keluarga cerai sipil, pendampingan diarahkan agar mereka tidak terhalang
untuk menerima sakramen-sakramen dan diupayakan untuk bisa rujuk kembali.
Bagi keluarga yang sedang pisah, misalnya pisah ranjang, pendampingan
diarahkan untuk juga menyadari, bahwa dengan pisah ranjang pasutri tidak
berarti bebas dari ikatan perkawinan, selain itu pasutri tetap didorong dan dibantu
agar rujuk. Bagi keluarga berharta terpisah, pendampingan diarahkan agar pasutri
menyadari bahwa pada prinsipnya kesatuan keluarga meliputi segala segi
termasuk harta benda. Untuk itu pasutri didampingi agar mengelola harta benda
bersama-sama. Bagi keluarga yang tidak memperoleh anak, pendampingan
diarahkan agar pasutri menyadari bahwa tidak memperoleh anak bukan berarti
gagal total dalam perkawinan. Selain itu pasutri yang menginginkan anak
diarahkan agar berusaha memiliki anak dengan cara-cara yang legal dan sesuai
dengan prinsip-prinsip moral. Bagi keluarga dalam konflik berat, pendampingan
diarahkan agar pasutri dapat mengatasi konflik secara bijaksana sehingga
keutuhan keluarga tetap terjaga. Bagi keluarga yang mempunyai anak
(41)
mengasihi anaknya. Jika memungkinkan, anak dibantu agar dapat mandiri (PPK
artikel 74).
D. Struktur Pendampingan Keluarga Katolik
Pendampingan keluarga menjadi menjadi tanggung jawab Gereja (FC
artikel 70). Gereja mewujudkan tanggung jawab ini lewat keuskupan-keuskupan.
Pada tingkat keuskupan penanggung jawab pendampingan keluarga adalah
Uskup. Dalam mengemban tanggung jawab ini, Uskup membagi tugas dan
tanggung jawab kepada paroki-paroki. Pada tingkat paroki penanggung jawab
pendampingan keluarga adalah pastor paroki. Dalam mewujudkan tanggung
jawab ini Uskup dan pastor paroki dibantu oleh Komisi Keluarga Keuskupan atau
semacamnya di wilayahnya masing masing (PPK artikel 72). Demi terlaksananya
tugas dan tanggung jawab ini, perlu disiapkan tenaga terampil. Imam, bruder dan
suster pun perlu disiapkan untuk bisa mengemban tugas ini (FC artikel 70).
Keluarga seharusnya tidak hanya menjadi obyek pendampingan, karena
berkat rahmat yang diterima dalam sakramen perkawinan, keluarga juga memiliki
tugas perutusan istimewa sebagai agen pastoral keluarga bagi keluarga lain,
terutama yang membutuhkan. Dalam mengemban tugas ini keluarga bertindak
dalam kesatuan dan kerja sama dengan warga Gereja lainnya yang dimulai dengan
membina keluarga sendiri, baru setelah itu merasul untuk keluarga lain (FC artikel
71).
Kelompok-kelompok dan berbagai gerakan pastoral yang sudah ada, baik
(42)
jawab dalam pendampingan keluarga. Kelompok-kelompok ini mengemban
tanggung jawab sesuai dengan ciri khas, tujuan, keefektifan dan caranya
masing-masing (FC artikel 72).
E. Pelaksana Pendampingan Keluarga Katolik
Penanggung jawab utama atas pendampingan keluarga ialah uskup. Uskup
melaksanakan pendampingan di tingkat paroki melalui para imam dan diakon.
Dalam pelaksanaan pendampingan para imam dan diakon perlu mengadakan
dialog dengan kaum awam. Kaum awam memberikan kesaksian melalui
pengalaman hidup mereka sedangkan para imam dan diakon menjelaskan ajaran
Gereja sehingga kesaksian kaum awam menjadi kesaksian yang selaras dengan
terang iman (FC artikel 73).
Selain para imam, biarawan-biarawati dan anggota institut sekular
mengembangkan pelayanan mereka bagi keluarga-keluarga. Pelayanan dilakukan
baik secara perorangan maupun kelompok, dengan perhatian khusus bagi
anak-anak terlantar, tidak dikehendaki, yatim piatu, miskin atau cacat, orang sakit, dan
keluarga-keluarga yang sedang mengalami kesulitan (FC artikel 74).
Para spesialis awam (dokter, ahli hukum, psikolog, pekerja sosial,
konsultan, dan sebagainya) baik secara pribadi maupun sebagai anggota
perhimpunan atau usaha, sebaiknya memberi pendampingan keluarga sesuai
dengan keahlian masing-masing. Wujud pendampingan itu berupa penyuluhan,
nasihat, pengarahan dan dukungan (FC artikel 75). Penting pula partisipasi
(43)
mengingat pengaruhnya yang cukup mendalam terhadap para pengguna, baik dari
segi moral, intelektual maupun religius. Oleh karena itu pengelola media massa
(penulis, penerbit, produser, wartawan, komentator, dan aktor) harus menjaga agar
media massa membantu pembentukan keluarga sejahtera sesuai dengan
(44)
BAB III
PENDAMPINGAN KELUARGA BAGI KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN
Dalam bab II sudah dibahas tentang pendampingan keluarga Katolik seturut
ajaran Gereja Katolik. Dalam bab ini akan diberikan gambaran umum tentang Paroki
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran sebagai tempat penelitian dan dipaparkan
penelitian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran pastoral keluarga di Paroki
Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran khususnya pendampingan keluarga muda.
.
A. Gambaran Umum Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran 1. Sejarah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran mempunyai sejarah yang unik.
Lahirnya paroki ini justru dipelopori oleh kaum awam yang sungguh-sungguh
melaksanakan ajaran sosial Gereja. Selain itu dalam pembangunannya berpijak
pada budaya lokal. Sejak didirikan, Gereja ini telah membangun semangat Hati
Kudus Tuhan Yesus dalam tradisi jawa dengan mengadopsi nilai-nilai budaya
yang terus tumbuh baik jasmani maupun rohani.
Pada tanggal 1 September 1862 keluarga kristiani pertama datang ke
Ganjuran mereka adalah Stefanus Barends dan Elise Francisca Wilhelmina.
Mereka pengusaha perkebunan tebu. Setelah Stefanus Barends meninggal dunia
pada tahun 1876, perusahaan dilanjutkan oleh Ferdinand Barends putranya.
(45)
Pada tahun 1910 Dr Joseph Schmutzer dan Ir Julius Schmutzer datang ke
Ganjuran. Mulai tahun 1912 mereka memimpin pabrik gula Ganjuran
Gondanglipuro Bantul. Sebagai keluarga Katolik yang saleh dan setia hidup
religiusitasnya, keluarga Schmutzer melaksanakan ajaran sosial gereja dengan
baik. Hal ini dibuktikan dengan memperlakukan buruh pabrik sebagai rekan kerja
dan memberikan bukan hanya gaji tetapi juga keuntungan perusahaan sebagai
bagi hasil (Utomo, 2011:2).
Antara tahun 1919 sampai dengan 1930 keluarga Schmutzer membangun
sekolah-sekolah yang tersebar di dusun-dusun dalam radius kurang lebih 10 km
dari Ganjuran untuk warga pribumi. Para pengajarnya diambil dari warga pribumi
sendiri. Sekolah pertama yang dibangun berupa standard school (sekolah dasar)
di dusun Ganjuran dan tiga buah Volkschool (sekolah rakyat) di dusun Kanutan,
Bekang dan Cepaka. Pada tahun 1926 dibangun volkschool untuk puteri di
Ganjuran, pada tahun 1928 dibangun Kopschool standaard untuk puteri,
Vervolschool Meden dan Volkschool Klagaran. Tahun berikutnya keluarga
Schmutzer membangun 4 volkschool, yakni volkschool Srihardono (1929),
volkschool puteri srihardono, volkschool Krajan, dan volkschool Sangkeh (1930).
Total sekolah yang dibangun ada 12 buah.
Pada tahun 1920 Julius Schmutzer menikah dengan Caroline Maria
Theresia van Rijckevorsel, seorang perawat dan aktivis sosial. Setahun kemudian
mereka mendirikan poliklinik yang ditahun 1930 ditingkatkan menjadi rumah
sakit St. Elizabeth Ganjuran dan pengelolaannya diserahkan kepada suster-suster
(46)
mendirikan RS Onder de bogen pada tahun 1928-1929, yang sekarang lebih
dikenal sebagi RS Panti Rapih Yogyakarta.
Melalui karya-karya keluarga Schmutzer ini benih iman kristiani tumbuh
di Ganjuran. Hingga pada tahun 1924 dibangunlah gedung Gereja dan diberkati
oleh Mgr. Van Velsen SJ, Vikaris Apostolik Batavia waktu itu. Pada tahun yang
sama, romo van Driesche, SJ menjabat sebagai pastor pertama di gereja ini. Selain
itu, sebagai ungkapan berkat Tuhan yang melimpah, pada tahun 1927 dengan
mengadopsi gaya hindu-jawa dibangunlah candi Hati Kudus Tuhan Yesus. Patung
Hati Kudus dan sekaligus Kristus Raja dipasang di dalam candi yang
menggambarkan kedamaian dan keadilan Tuhan atas tanah ini. Patung ini juga
melambangkan Kebapakan dan Keibuan Tuhan (Utomo, 2011:3).
Candi diberkati oleh Mgr. Van Velsen pada tahun 1930. Sebagai bentuk
syukur sekaligus penyerahan bumi Nusantara kepada Hati Kudus Tuhan Yesus.
Sebab dibawah naungan Hati Kudus Tuhan Yesus pabrik gula Gondanglipuro
mampu melewati krisis ekonomi dunia yang memaksa banyak pabrik gula
bangkrut dan ditutup. Pemberkatan dihadiri oleh pemuka-pemuka tarekat
diadakan pada tanggal 11 Februari bertepatan dengan hari penampakan Bunda
Maria di Lourdes. Di tahun yang sama, karena jasa-jasanya di bidang kerasulan
sosial, Julius Schmutzer menerima penghargaan bintang Gregorius Agung dari
Tahta Suci.
Pada tahun 1934 keluarga Schmutzer kembali ke negeri Belanda. Pada
tahun ini romo Alb. Soegijapranata, SJ menjabat sebagai pastor Ganjuran. Atas
(47)
perarakan sakramen Maha Kudus sebagai penghormatan kepada Hati Kudus
Tuhan Yesus di altar candi Ganjuran. Pada tahun 1940 romo Alb. Soegijapranata,
SJ diangkat menjadi uskup Indonesia yang pertama. Beliau mengajak umat
Katolik di seluruh Indonesia untuk menjadi Katolik 100% dan Indonesia 100%.
Disamping itu beliau merintis gerakan petani, nelayan dan buruh Pancasila dalam
Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia (KUKSI) yang diselenggarakan pada
tahun 1955 (Utomo, 2011:4)
Romo Yustinus Darmojuwono berkarya di Ganjuran pada tahun 1947
sampai dengan tahun 1950 (yang kemudian menjadi Uskup Agung Semarang dan
Kardinal Indonesia pertama). Pada tahun 1948 pabrik gula Gondanglipuro hancur
dibumi hangus dan di bumi angkut sampai habis dalam revolusi fisik di Indonesia.
Bangunan gereja, candi, rumah sakit dan sekolah-sekolah selamat dari kehancuran
dan masih tumbuh bersama dengan anggota jemaat Gereja sampai sekarang. Pada
tahun 1978 saat Mgr. Yustinus Darmojuwono menjabat sebagai uskup agung
KAS, beliau memperbarui persembahan pulau Jawa kepada Hati Kudus Tuhan
Yesus. Pastor Jonkbloedt, SJ (pastor paroki 1972 – 1982) menyebutkan
“Persembahan ini bukan hanya mewakili orang-orang Jawa saja, tetapi seluruh
bangsa Indonesia”.
Atas prakarsa romo Suryosudarmo, SJ saat menjabat sebagai pastor
paroki, pada tahun 1981 gedung pastoran direnovasi menjadi bangunan bertingkat
dua. Hal ini dilakukan demi memperkuat pelayanan gereja yang semakin banyak
(48)
Pada tahun 1988 romo Gregorius Utomo, Pr, mulai berkarya di Ganjuran.
Pada tahun 1990 beliau memprakarsai Seminar Aksi Sosial se-Asia di Ganjuran
yang disponsori oleh Federasi Konferensi para Uskup se-Asia (FABC). Seminar
yang dilaksanakan pada tanggal 12 sampai dengan 16 Oktober 1990 ini
menghasilkan Deklarasi Ganjuran. Isi deklarasi ganjuran adalah membangun
pertanian dan pedesaan lestari yang bersahabat dengan alam, murah secara
ekonomi, berakar/sesuai dengan kebudayaan setempat dan berkeadilan sosial.
Sebagai kelanjutannya dibentuk Paguyuban Tani Hari Pangan Sedunia. Kemudian
pada tahun 1994 paguyuban ini berkembang menjadi Paguyuban Tani dan
Nelayan Hari Pangan Sedunia. Sementara itu setiap tanggal 16 Oktober
diperingati sebagai hari pangan sedunia dengan menyelenggarakan pameran hasil
bumi dan produk-produk pertanian organik serta semua yang ada kaitannya
dengan poertanian organik termasuk bibit organik, bibit lokal, bibit kaum tani,
yang merupakan awal pertanian organik. Pameran ini diselenggarakan selama satu
minggu.
Sesuai dengan cita-cita keluarga Schmutzer, pada tahun 1997 dibangun
panel jalan salib corak Hindu-Jawa. Pembangunan dilaksanakan oleh Nyoman
Alim dari Sanggar Linang Sayang Muntilan dan dengan pendanaan yang berasal
dari para anggota jemaat dan donatur. Panel ini diberkati dalam prosesi yang
dipimpin oleh Romo Sutowibowo. Melihat perkembangan peziarah yang semakin
banyak, pada tahun ini juga di bawah pimpinan romo Emmanuel. Supranawa, Pr,
dilakukan pemasangan konblok di halaman candi untuk kenyamanan para
(49)
Awal bulan mei 1998 ditemukan sumber air di bawah candi Hati Kudus
Tuhan Yesus dan diberkati oleh romo Emmanuel Pranowo, Pr pastor paroki pada
waktu itu. Air ini diberi nama Tirta Perwitasari sesuai dengan nama orang
pertama yang karena devosi pada Hati Kudus Tuhan Yesus merasakan
kesembuhan melalui air ini.
Pada tanggal 22-24 Juni 2011 bersama paroki Petrus dan Paulus Klepu dan
paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran menjadi tuan rumah Konggres Ekaristi
Keuskupan yang ke 2. Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran mendapat
bagian untuk golongan dewasa dan dipercaya menyelenggarakan upacara
penutupan konggres. Pada tahun ini juga dibangun kapel Adorasi abadi. Kapel
Adorasi Abadi ini dibuka untuk seluruh umat selama 24 jam tanpa henti dan
setiap seminggu sekali diadakan misa Adorasi.
2. Letak Geografis Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran terletak kurang lebih 17 km di
selatan kota Yogyakarta. Komplek gereja dibangun di atas tanah seluas kurang
lebih 2,5 hektar terdiri dari Gedung gereja, gedung pastoran, kapel adorasi,
bangunan candi, tempat pertemuan, parkiran, makam dan halaman gereja.
Komplek gedung gereja diberi sebutan khusus yaitu “Mandala Hati Kudus Tuhan
Yesus”. Dalam area parkir dibangun kios-kios untuk melayani kebutuhan peziarah
akan benda-benda rohani, buku-buku doa serta aneka makanan dan minuman.
Komplek gereja di sebelah utara berbatasan dengan Rumah Sakit St. Elizabeth
(50)
selatan lapangan Sumbermulyo, sebelah barat persawahan. Komplek Gereja
berada di bawah pemerintahan Dusun Ganjuran, Desa Sumbermulyo, Kecamatan
Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Situasi Umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Jumlah umat kurang lebih 8000 jiwa yang tersebar di 12 wilayah dan 54
lingkungan. Sebagian besar umat paroki ini bermata pencaharian sebagai petani,
pedagang, dan buruh pekerja. Dengan tingkat ekonomi rata-rata menengah
kebawah. Untuk tingkat ekonomi menengah keatas didominasi oleh pegawai dan
pedagang besar.
4. Pembagian Wilayah dan Lingkungan
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran terbagi dalam 12 wilayah.
Masing-masing wilayah terdiri dari beberapa lingkungan. Pembagian wilayah dan
lingkungan adalah sebagai berikut: wilayah St. Bartolomeus Siten yang terbagi
dalam 4 lingkungan yaitu lingkungan St. Maria Siten Tengah, lingkungan St.
Lukas Siten Lor, St. Yusup Jombok, St Markus Mandungan. Wilayah St.
Fransiskus Xaverius Kanutan terdiri dari 4 lingkungan yaitu lingkungan St.
Antonius Jowilayan, St. Michael Mundu Kauman, St. Ignatius Gilang, St. Andreas
Santeman Kremen. Wilayah St. Philipus Gondanglipuro terdiri dari 5 lingkungan
yaitu lingkungan St. Paulus Gandekan, St. Michael Kaligondang, St. Barnabas
Jogodayoh, St. Lukas Gunungan I, St. Markus Gunungan II. Wilayah St. Paulus
(51)
Yakobus Minor Peni, St. Yohanes Pemandi Karangmojo I, St. Benidictus Cepoko,
St. Yohanes Rasul Cepoko. Wilayah St. Markus Kedon Tangkilan (Ketan) terdiri
dari 3 lingkungan yaitu lingkungan St. Lukas Kedon Lor, St. Andreas Kedon
Kidul, St. Chrystophorus Tangkilan. Wilayah St. Matheus Caben terdiri dari 7
lingkungan yaitu lingkungan St. Gregorius Magnus Sabrang Gresik Mejing
(SGM), St. Petrus Caben kulon wetan, St. Yusuf Tegal Jetis Karang, St. Tarcicius
Karang Bajang tengah kidul, St. Franciscuss Xaverius Bebekan Destan, St. Yusuf
Gambuhan, St. Ignatius Nglarang. Wilayah St. Lukas Tambran terdiri dari 6
lingkungan yaitu lingkungan St. Petrus Pundong, St. Yusuf Jamprit, St. Vicentius
Pundong Kidul I, St. Andreas Pundong Kidul II, St. Paulus Paker, St. Yakobus
Tulasan. Wilayah St. Markus Ngireng-ireng terdiri dari 6 lingkungan yaitu
lingkungan St. Paulus Kepuh, St. Petus Turi Japuhan, St. Agustinus Tempel Selo,
St. Laurentius Cangkring, St. Victorianus Warungpring, St. Yusuf Ngireng-ireng.
Wilayah St. Yusuf Kretek terdiri dari 3 lingkungan yaitu lingkungan St. Matheus
Greges, St. Yakobus Mayor Gading, St. Yohanes Mriyan. Wilayah St. Yusuf
Baros terdiri dari 3 lingkungan yaitu lingkungan St. Matheus Muneng, St. Markus
Baros I, St. Gregorius Baros II. Wilayah St Albertus Gunturgeni terdiri dari 3
lingkungan yaitu lingkungan St. Paulus Sanden, St. Petrus Kuroboyo, St. Simon
Gunturgeni. Wilayah St. Albertus Magnus terdiri dari 6 lingkungan yaitu
lingkungan St. Petrus daleman, St. Thomas Nopaten, St. Robertus Bellarminus
Sabunan Jombok, St. Franciscuss Assisi Kauman Tambalan, St. Petrus Krekah
(52)
5. Pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
Tim pendampingan keluarga di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
berada di bawah tanggung jawab dewan paroki bidang paguyuban. Program
pendampingan khusus bagi keluarga Katolik muda di Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran bisa dikatakan belum ada. Program yang ada masih berkisar
kursus persiapan perkawinan, belum menyentuh pendampingan keluarga Katolik
muda. Kursus persiapan perkawinan dilaksanakan dua kali dalam setahun. Saat ini
sudah ada usaha mempersiapkan tenaga pendamping untuk menyentuh
pendampingan keluarga namun masih dalam tahap rintisan.
B. Metodologi Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilaksanakan di Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran adalah untuk:
a. Mengetahui pelaksanaan pendampingan keluarga Katolik muda di Paroki Hati
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
b. Membantu mengetahui sejauh mana pendampingan keluarga Katolik muda di
Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran mencapai tujuan.
c. Membantu mengetahui masalah yang dihadapi di Paroki Hati Kudus Tuhan
Yesus Ganjuran dalam pelaksanaan pendampingan keluarga Katolik muda.
d. Membantu mengetahui pelayanan yang sudah disediakan di Paroki Hati
(53)
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah ex post
facto. Penelitian ex post facto yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti
atau mengkaji suatu kejadian atau peristiwa yang telah ada dengan melihat ke
belakang faktor-faktor yang relevan yang mempengaruhi atau menimbulkan
kejadian atau peristiwa tersebut (Sugiyono, 1999: 7).
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Bagian ini menguraikan tempat dimana penelitian akan dilakukan sesuai
dengan lokasi penelitian. Bersamaan dengan tempat atau lokasi penelitian perlu
juga dilengkapi dengan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan (Riduwan, 2010:
69). Penelitian ini dilakukan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dan
dilaksanakan pada bulan November 2012.
4. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei. Menurut
Zuriah (Zuriah, 2006: 47), metode survei merupakan cara yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan kepada
responden melaui angket/kuesioner atau interview demi memperoleh gambaran
mengenai suatu populasi. Selain itu metode survei bertujuan untuk mengetahui
hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam memecahkan masalah. Penelitian ini
(54)
dilaksanakan di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, hambatan dan
kesulitannya serta harapan dari keluarga yang menjadi sasaran pastoral.
5. Responden Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 120), jika populasi kurang dari 100
orang, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Jika jumlahnya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
lebih. Berdasarkan pertimbangan tersebut dalam penelitian ini ditentukan sampel
sebesar 10% dari populasi. Responden dalam penelitian ini adalah
keluarga-keluarga Katolik warga Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, khususnya
keluarga Katolik dengan umur pernikahan dibawah lima tahun. Sampel 10% dari
394 keluarga muda di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yaitu 40
keluarga. Pemilihan responden penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling. Dalam purposive sampling pemilihan sampel didasarkan atas ciri-ciri
atau sifat-sifat tertentu (Sutrisno Hadi, 1973: 97). Dalam hal ini sampel ditentukan
dengan sengaja berdasarkan keadaan populasi (Hermawan Wasito,1992:59).
Sampel yang diambil dengan kriteria keluarga dengan usia pernikahan dibawah
lima tahun.
6. Instrumen Penelitian
Demi memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan
kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
(55)
151). Kuesioner dibedakan menjadi dua jenis yaitu kuesioner terbuka dan
kuesioner tertutup. Kuesioner terbuka memberikan pertanyaan dengan
pilihan-pilihan terbuka pada responden sedang kuesioner tertutup pertanyaan diberikan
dengan batasan pilihan-pilihan tertutup. Jenis kuesioner yang digunakan penulis
adalah kuesioner semi tertutup. Yaitu kuesioner dengan menyediakan tempat
kosong untuk memberi kebebasan kepada responden dalam menjawab pertanyaan
seandainya alternatif jawaban yang disediakan tidak sesuai.
7. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Azwar, 2005: 62). Variabel ialah ciri atau karakteristik dari
individu, obyek, peristiwa yang nilainya berubah-ubah (Nana Sudjana, 2004: 11).
Variabel yang diungkapkan dalam penelitian ini sehubungan dengan
pendampingan keluarga Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
demi keutuhan dan kebahagiaan ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Variabel yang diteliti
No Variabel Aspek yang terungkap Item Jumlah soal
1 Kebahagiaan Relasi saling mencintai 1 1 Relasi saling menerima kelebihan
dan kekurangan pasangan
2, 3 2
Relasi saling mendukung/mengembangkan
(56)
No Variabel Aspek yang terungkap Item Jumlah soal
Relasi saling diampuni dan mengampuni
5, 6 2
Relasi saling menghomati 7 1 Relasi saling memperhatikan 8 1 2 Keutuhan
perkawinan
Pengertian keluarga Katolik 9, 10 2 Ciri-ciri keluarga Katolik 11,
12, 13
3
Perkawinan Katolik monogam 14 1 Kesatuan pasutri secara lahir batin 15 1 3 Program
pendampingan
Layanan yang disediakan paroki 16 1 Layanan yang diterima dari paroki 17 1 Faktor-faktor yang menghambat
sampainya layanan
18 1
Layanan yang diharapkan dari paroki 19 1 Usulan bentuk layanan 20 1
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dengan 40
responden keluarga muda dengan usia pernikahan dibawah 5 tahun, tertera pada
tabel berikut ini:
1. Kebahagiaan
Tabel 2: Kebahagiaan (N=40)
No Pernyataan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
1 Apakah keluarga anda didasarkan relasi saling mencintai
(57)
No Pernyataan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak ... 40 0 0 0 100 0 0 0 2 Apakah anda menerima kekurangan pasangan anda?
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 32 2 1 0 80 17.5 2.5 0 3 Apakah anda menerima kelebihan pasangan anda?
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 38 2 0 0 95 5 0 0 4 Apakah anda mendukung pasangan anda untuk
berkembang sesuai dengan kemampuannya? a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 38 2 0 0 95 5 0 0 5 Apakah anda selalu mengampuni kesalahan pasangan?
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 32 8 0 0 80 20 0 0 6 Apakah anda selalu merasa diampuni?
a. Ya b. Kadang-kadang 31 9 77.5 22.5
(58)
No Pernyataan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
c. Tidak ... 0 0 0 0 7 Apakah saling menghormati satu sama lain?
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 39 1 0 0 97.5 2.5 0 0 8 Apakah anda selalu memperhatikan penampilan
pasangan? a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 28 11 1 0 70 27.5 2.5 0
Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden menyatakan
bahwa keluarga mereka didasarkan relasi saling mencintai. Untuk menerima
kekurangan pasangan ternyata lebih sulit dari pada menerima kekurangan hal ini
terlihat dari jumlah responden yang menerima kekurangan pasangan sejumlah 32
responden dengan prosentase 80%. Sedangkan untuk menerima kelebihan
pasangan sebanyak 95%. Hampir seluruh responden sepakat dalam hal
mendukung pasangan untuk berkembang sesuai dengan kemampuan yaitu dengan
prosentase 95%.
Relasi saling mengampuni yang diwujudkan dalam mengampuni pasangan
dipilih 80% responden dan sebanyak 20% menyatakan kadang-kadang. Sedang
(59)
menyatakan kadang-kadang. Sebanyak 97,5% responden menyatakan sikap saling
menghormati satu sama lain terjadi dalam keluarga. Dalam hal memperhatikan
penampilan pasangan 70% menyatakan selalu memperhatikan, 27,5% menyatakan
kadang-kadang. sedang 2,5% menyatakan tidak peduli dengan penampilan
pasangannya.
2. Keutuhan Perkawinan
Tabel 3: Keutuhan Perkawinan (N=40)
No Pernyataan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
9 Keluarga anda merupakan pesekutuan iman a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 39 1 0 0 97.5 2.5 0 0 10 Sakramen perkawinan menjadi sumber rahmat
kekuatan yang tetap untuk mengatasi kesulitan-kesulitan keluarga anda.
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 39 1 0 0 97.5 2.5 0 0 11 Keluarga yang anda bangun adalah keluarga yang tidak
terceraikan. a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 40 0 0 0 100 0 0 0
(60)
No Pernyataan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
12 Keluarga anda mendukung perkembangan iman seluruh anggota keluarga.
a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 40 0 0 0 100 0 0 0 13 Dalam kehidupan sehari-hari keluarga anda selalu
mewujudkan iman kristiani. a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 34 6 0 0 85 15 0 0 14 Keluarga anda merupakan keluarga dengan hanya satu
istri satu suami. a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 40 0 0 0 100 0 0 0 15 Kesatuan keluarga anda adalah kesatuan secara lahir
batin. a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak d. ... 40 0 0 0 100 0 0 0
Dari tabel 3 di atas diungkapkan bahwa keluarga merupakan persekutuan
iman dengan jumlah pemilih 97,5%. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi keluarga
(61)
perkawinan sebagai sumber rahmat kekuatan yang tetap untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang ada.
Sesuai dengan ciri hakiki perkawinan Katolik, seluruh responden
menyatakan keluarga yang dibangun merupakan keluarga yang tak terceraikan.
Selain itu seluruh responden sepakat bahwa keluarga mendukung perkembangan
iman seluruh anggota keluarga. Dalam hal mewujudkan iman kristiani dalam
kehidupan sehari-hari dilakukan sejumlah 85% responden. Sedangkan dalam hal
kesetiaan dalam keluarga dengan hanya satu istri satu suami disetujui oleh seluruh
responden. Demikian juga dengan kesatuan keluarga merupakan kesatuan lahir
dan batin seluruh responden menjawab “ya”.
3. Program Pendampingan
Tabel 4: Program Pendampingan (N=40)
No Pernyataan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
16 Layanan apa saja yang disediakan paroki sejauh anda tahu?
a. Rekoleksi b. Retret
c. Pertemuan dalam bentuk katekese (pendalaman iman)
d. Jawaban yang disampaikan:
• Belum pernah ikut kesemuanya/informasi tidak sampai
• Kursus perkawinan
11 0 18
1
2
27.5 0 45
2.5
(1)
(9)
Lampiran 6
Kembali Bersulang Kasih
HIDUPKATOLIK
Padahal, Eva baru saja ingin menguakkan pintu maaf bagi suaminya, Alfonsus Liquori Eddy Partadinata. Meski pria yang menikahinya tahun 1975 itu kerap menorehkan luka di hatinya, dengan sikapnya yang acuh tak acuh, Eva masih mendambakan rumah tangganya utuh kembali.
- Sepulang dari gereja, Agatha Eva Leonita terhenyak mendapati sepucuk surat dari suaminya tergeletak di rumahnya. ”Dia memberitahu akan pergi, saya tak usah mencarinya,” sitirnya.
Sesaat sebelumnya, di hadapan altar Gereja St Bonaventura, Pulo Mas, Jakarta Timur, Eva terhanyut dalam khusyuknya doa. Sementara itu, bendungan air matanya jebol. Seraya menatap salib di dinding gereja, ia mencanangkan ikrar akan memulihkan relasinya yang terkoyak dengan sang suami selama dua tahun belakangan.
Begitu suaminya beranjak dari rumah, Eva sontak mengusung persoalan ini ke pangkuan Tuhan. Seraya menunjukkan selembar surat dari suaminya itu ke arah salib di kamar tidurnya, ia mendaraskan doa. ”Nyatanya, Tuhan lekas bertindak,” ucap Eva mengenang peristiwa pada 29 Mei 1992 itu.
Tak dinyana, putra keduanya Vadyan Pranata mengirim pesan kepada ayahnya melalui pager. ”Kalau Papa tidak pulang, malam ini juga rumah akan dibakar!” Ancaman itu sanggup menggoyahkan kekerasan hati sang ayah. Tak lama kemudian, Eddy menelepon ke rumah. Pekikan Vadyan merobek keheningan malam. ”Papa pulang, korek api sudah ada di tanganku!” Selang beberapa waktu, Eddy tiba di rumah. Lantas, rekonsiliasi mulai bertaut di antara mereka.
Sejak itu, perlahan-lahan koreng di batin Eva mengering. ”Padahal, sudah tiga kali suami mau menceraikan saya,” kata warga Paroki St Monika, Serpong, Tangerang ini seraya menyapu pandangan. Pengalaman itu membuat Eva dan Eddy mulai menanggalkan ego masing-masing. Seiring waktu, mereka berkarya di bidang pewartaan.
Menanggung cibiran
Sikap Eddy, sebelum pertobatannya, bermuasal dari realita kelabu yang berliku. Ia lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang tak berpunya. Ayahnya pegawai negeri berpangkat rendah. Alhasil, keluarganya kerap menanggung cibiran dari orang-orang di sekitarnya. Pengalaman kelam itu membuahkan pemikiran ekstrem di benak Eddy: hanya orang kaya dan bertitel yang dihormati. ”Akibatnya, saya gila cari uang dan gila sekolah,” kenang Eddy.
Setelah lulus dari Jurusan Kimia Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Alam Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Eddy mempersunting Eva. Sewaktu putra pertamanya, Jovian Pranata masih orok, Eddy sudah keburu memburu gelar kesarjanaan lainnya. Ia menimba ilmu di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kesibukan kuliah dan mengejar harta membuat keluarganya terbengkalai.
Selain berbisnis, Eddy mengajar di Universitas Bina Nusantara, Jakarta. Ia juga giat memberikan pelatihan-pelatihan kepada para perwira Angkatan Laut.
(2)
(10)
”Saya menjadi dosen bukan karena dedikasi tetapi karena ingin menjaring relasi bisnis,” ucap Eddy. Dari hari ke hari, benak Eddy dijejali ambisi. Ia pun mengepakkan sayap bisnis dengan mendirikan empat perusahaan di bidang farmasi dan perdagangan. ”Karena banyak uang, saya lupa diri hingga ada perempuan lain dalam hidup saya,” kata Eddy terus terang.
Sementara itu, Eva terbenam dalam rutinitas rumah tangga. Kesehariannya kerap bergelimun kejenuhan. Tak jarang suaminya tak pulang ke rumah. Sulur wasangka pun menjurai di benaknya. ”Anehnya, setiapkali suami melakukan sesuatu, saya memperoleh tanda melalui mimpi,” tukas Eva. Pertengkaran demi pertengkaran pun meletup membuat batin Eva penat. Meski demikian, keinginannya bersulang kasih dengan suaminya tak beringsut.
Secara sistematis
Setelah berbaikan, Eddy dan Eva mengikuti Retret Penyembuhan Luka Batin yang diselenggarakan oleh Pastor Yohanes Indrakusuma OCarm di kawasan Bogor. Selanjutnya, mereka rajin hadir dalam persekutuan doa. Setahun berselang, Eddy menjadi Koordinator Persekutuan Doa Stasi Pulo Gebang, Jakarta Timur. ”Tuhan menangkap saya secara sistematis,” tegas Eddy.
Sementara itu, satu per satu perusahaan-perusahaan Eddy ambruk sehingga banyak waktu luang untuk melayani. ”Awalnya, kami mendirikan persekutuan doa di lingkungan supaya banyak rumah tangga yang berantakan seperti yang kami alami bisa diselamatkan,” ungkap penggiat persekutuan doa ini.
Kerinduan akan Tuhan yang menggebu menuntun pasutri ini mengikuti Kursus Evangelisasi Pribadi di Paroki St Yakobus, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ternyata, kursus itu belum memuaskan dahaga rohani mereka.
Selanjutnya, mereka mengikuti Trainer’s Course di Sekolah Evangelisasi Pribadi Shekinah. Selain itu, Eddy dan Eva juga memperluas wawasan dengan mengikuti kursus-kursus Kitab Suci yang dipandu oleh Pastor Tom Jacobs SJ (Almarhum). ”Berbarengan dengan itu, saya menjadi Ketua Persekutuan Doa Karismatik Katolik Dekanat Jakarta Timur,” urai Eddy.
Tak lama berselang, Eddy bergabung dalam Badan Pelayanan Keuskupan Pembaruan Karismatik Katolik-Keuskupan Agung Jakarta (BPK PKK-KAJ). Tahun 1998, Eddy menjadi Kepala Sekolah Evangelisasi Pribadi Shekinah. Setahun kemudian, Eddy menjadi Ketua Bidang Evangelisasi di BPK Harian. ”Dengan kondisi demikian, tentu saja saya tidak bisa berbuat macam-macam lagi,” kata Eddy seraya melepas tawa.
Belakangan, Eddy menjadi Wakil Koordinator Umum BPK PKK-KAJ. ”Karena tugas di bidang pembinaan BPK, saya sering diminta membina tim-tim persekutuan doa. Di samping itu, saya juga mengajar di Sekolah Evangelisasi Pribadi Shekinah,” imbuhnya.
Ikut mewartakan
Seiring waktu, kebersamaan dengan sang suami dalam pelayanan mengantar Eva menjadi pewarta. Seperti Eddy, Eva juga menjadi pengajar di Sekolah Evangelisasi Pribadi Shekinah. Selain itu, ia juga mewartakan dalam berbagai kesempatan, seperti dalam persekutuan doa, pendalaman iman, dan juga Kursus Persiapan Perkawinan.
(3)
(11)
Eva seakan bermetamorfosis. Sosok yang semula pemalu berganti menjadi pewarta yang sanggup bicara di hadapan banyak orang. ”Padahal, dulu saya ini susah bicara. Jika diajak suami menghadiri pertemuan dengan klien, saya minder,” ungkapnya. Ia yakin, kemampuannya mengajar merupakan anugerah Tuhan. ”Tuhan memampukan kami mengajar,” timpal Eddy.
Sejak tahun 1996, Eva kerap memimpin rombongan ziarah ke gua-gua Maria di Jawa Barat, Jawa Tengah, Medan, Bangka, Batam, Manado, dsb. ”Sejak pertama kali berziarah ke Sendangsono saya sudah terkesan. Waktu itu, saya minta didoakan oleh Bunda Maria agar suami bertobat,” kenangnya.
Setelah kekerasan hati suaminya luluh, Eva membawanya berziarah ke Sendangsono tahun 1992. Selang setahun, Eva bersama suami dan kedua putranya berziarah ke Lourdes dan Tanah Suci. ”Meski uang simpanan kami habis karena biayanya besar sekali, saya tak peduli,” lanjut Eva.
Kegemarannya membawa rombongan ziarah membuat Eva mandiri. Bila awalnya, ia masih ditemani suaminya memimpin rombongan, belakangan ia melakukannya sendiri. Biasanya ia bekerjasama dengan travel biro yang mengoordinir tetek-bengek ziarah. ”Dulu, saya memimpin satu bus rombongan, sementara suami juga memimpin satu bus rombongan.” Belakangan, aktivitas rohani Eddy kian membukit sehingga tak mungkin lagi ia membawa rombongan ziarah.
Eva mengaku, tidak menggalang dana dalam memimpin ziarah. Semua semata karena devosinya yang mendalam kepada Bunda Maria. ”Kalau ada kelebihan uang, saya serahkan kepada Gereja,” akunya.
Meraih tangan
Awalnya, Eddy sempat risih dibuntuti istrinya dalam tugas-tugas pewartaan. ”Sepertinya dia mau mengontrol saya,” kilahnya. Namun, lama-kelamaan ia justru merasa nyaman didampingi Eva. ”Sekarang kalau bertugas sendiri, saya malah canggung. Apalagi, orang-orang selalu menanyakan istri saya.”
Karena mendalami Kitab Suci dan melayani bersama, Eddy dan Eva membiasakan diri berhimpun dalam doa dan diskusi di rumahnya. Tak jarang terjadi gesekan pendapat di antara keduanya. ”Berbeda pendapat itu biasa,” beber Eddy.
Meski demikian, mereka sepakat mewartakan bersama jika waktunya memungkinkan. Ketika anak-anaknya masih remaja, tak jarang Eddy dan Eva membawa mereka dalam persekutuan doa. ”Adakalanya kami melantunkan puji-pujian bersama,” tambah Eva. Kadang anak-anak mereka terlibat dalam kepanitiaan acara rohani yang diselenggarakan oleh Eddy dan Eva.
”Mewartakan itu membawa sukacita. Ada kebahagiaan tersendiri membagikan pengalaman akan Tuhan,” lanjut Eddy dengan paras berseri-seri. Itu sebabnya, keletihan tak kuasa menderanya kendatipun ia baru tiba di rumah setelah rembulan lindap dari hamparan cakrawala.
Keinginan bisa mewartakan Tuhan bersama sang istri, nyatanya tak pernah lekang. Setiapkali menerima komuni, Eddy menggenggam tangan istrinya. Dalam hati, ia memadahkan permohonan, ”Tuhan, pakailah kami berdua sebagai saluran berkat-Mu...”
(4)
(12)
Lampiran 7
Markus 10:1-12 PERCERAIAN
10:1. Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula.
10:2 Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?"
10:3 Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" 10:4 Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan
membuat surat cerai."
10:5 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.
10:6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,
10:7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
10:8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
10:9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
10:10 Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu.
10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."
(5)
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN.
Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pendampingan keluarga muda Katolik di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran saat ini. Keluarga muda Katolik disaat mengalami kesulitan dalam membangun keluarga, mereka kurang mendapat pendampingan yang cukup sehingga banyak keluarga muda yang bingung dalam menghadapi tantangan-tantangan yang timbul dalam hidup berkeluarga. Bertitik tolak dari kenyataan itu, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para keluarga muda Katolik agar mendapat pendampingan yang lebih baik demi meraih kebahagiaan dan keutuhan keluarga.
Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah bagaimana memberikan pendampingan bagi keluarga muda Katolik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan ajaran Gereja di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pemberian kuesioner semi tertutup kepada para keluarga muda Katolik sudah dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga muda Katolik sudah memiliki kesadaran perlunya membangun keluarga selaras dengan ajaran Gereja. Sebagian besar keluarga Katolik memilih katekese sebagai bentuk pendampingan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan gagasan dari para ahli yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam membantu pelaksanaan pendampingan keluarga muda Katolik demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan.
Mengingat pendampingan keluarga muda Katolik demi kebahagiaan dan keutuhan perkawinan penting, penulis menyumbangkan suatu program katekese bagi keluarga muda Katolik.
(6)
ix
ABSTRACT
This small thesis entitles USULAN PROGRAM PENDAMPINGAN KELUARGA MUDA KATOLIK DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN DEMI KEBAHAGIAAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN.
The title was chosen based on the writer’s concern toward Chatolic newly weds in Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Parish nowdays. The newly weds have difficulties in buiding their family. As the result, they are lack of sufficient Assistance so they are upset in facing obstacles in building their family. As a starting point from that fact, this thesis is purposed to help the Catholic newly weds in order to get better to reach a happiness and wholeness family.
This small thesis’s main problem is how the Assists facilitates the Catholic newly weds based on their needs and it harmonizes with Church doctrine in Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Parish. It needs accurate data to study that problem. Therefore, semi closed questionnaire has been given to the newly weds. The result of this research shows that the newly weds has had awareness of the importance of building their family which is harmonized with Church doctrine. Most of the Catholic families choose catechesis as the form of assistance. A literature study is done to get some ideas from some experts that can be used as the support in helping to realize the assistance toward the Catholic newly weds for their happiness and the harmony of marriage.
Recall to the importance of the assistance toward the Catholic newly weds for their happiness and harmony marriage.