kemudian ditutup dan didiamkan selama 5 hari pada suhu kamar, dan sesekali diaduk setiap hari pada jam yang sama, kemudian ekstrak yang telah tercampur
pelarut disaring dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum sehingga diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman pertama dimaserasi kembali
remaserasi dengan 250 mL pelarut etanol 70 selama 2 hari, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010.
Selanjutnya, filtrat dievaporasi untuk menguapkan pelarut menggunakan rotary evaporator pada suhu 70
o
C hingga selurh pelarut menguap ditandai dengan berhentinya teteasan pada rotary evaporator, kemudian ekstrak dikeluarkan dari
labu evaporator dan dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, dipekatkan menggunakan waterbath dengan suhu 80
o
C dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap ekstrak perbedaan dua
kali penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25. Tahap terakhir dapat dilakukan perhitungan rata-rata rendemen dari
replikasi ekstrak etanol 70 herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat dengan rumus sebagai berikut:
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental
– berat cawan kosong Rata-rata rendemen
=
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat, dimana pada kosentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukan serta dikeluarkan
dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya dalam labu ukur terkecil dengan pelarut CMC-Na 1 Kurniawati,
Adrianto, Hendra, 2011. Sebanyak 7,5 g ekstrak dalam labu ukur 50 mL dengan campuran pensuspensi yang sesuai yaitu CMC-Na 1, sehingga konsentrasi pekat
ekstrak yang diperoleh antara lain 15 bv atau 0,15 gmL atau 150 mgmL.
7. Penetapan dosis ekstrak etanol 70 herba Sonchus arvensis L.
Penetapan peringkat dosis ekstrak etanol 70 herba dihitung berdasarkan berat badan tertinggi hewan uji tikus, ½ volume maksimal secara per
oral pada tikus, dan konsentrasi maksimal ekstrak 70 herba yang dapat dibuat. Penetapan dosis tertinggi ekstrak 70 adalah sebagai berikut.
D x BB = C x V
D x BB tertinggi kgBB = C ekstrak etanol 70gmL x ½ Vmaks mL D x 250 kgBB
= 0,15 gmL x 2,5 mL D
= 1,5 gkgBB Dosis tertinggi 1,5 gkgBB digunakan sebagai dosis III. Peringkat
dosis lainnya dihitung dengan menggunakan faktor pembagi dua, sehingga didapatkan dosis II sebesar 0,75 gkgBB dan dosis I sebesar 0,375 gkgBB.
8. Pembuatan CMC-Na 1
Ditimbang sebanyak 1 g CMC-Na, kemudian dilarutkan dalam aquadest sebanyak 50 mL pada labu ukur, didiamkan selama 24 jam hingga
CMC-Na mengembang, kemudian diadd menggunakan aquadest hingga 100 mL.
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil
Perbandingan karbon tetraklorida dengan olive oil yang digunakan sebesar 1:1 Janakat and Al-Merie, 2002, sehingga keduanya diambil dengan
seksama dan dicampur hingga homogen dalam gelas piala.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian
Al-Olayan, El-Khadragy, Aref, Othman, Kassab, and Moneim 2014 ditetapkan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida sebesar 2 mLkgBB yang
terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus putih jantan galur Wistar tanpa menyebabkan kematian. Hal ini juga didukung oleh
penelitian Wijayanti 2013 yang menyatakan bahwa dosis karbon tetraklorida sebanyak 2 mLkgBB mampu meningkatkan minimal tiga kali dari aktivitas
serum ALT dan AST awal. b.
Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu
pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya
dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian nilai aktivitas serum ALT dan AST diukur.
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji