Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas ALT-AST SERUM pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang efek hepatoprotektif fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan pempberian jangka pendek pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dapat menurunkan aktivitas ALT-AST serum, serta mendapatkan dosis efektif dalam menentukan besar efek hepatoprotektornya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan ± 150-250 gram dibagi secara acak dalam enam kelompok sama banyak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberikan olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. secara per oral. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) masing-masing diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB secara per oral, kemudian 6 jam setelah pemberian fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis (mata tikus) untuk diukur aktivitas ALT dan AST serum. Kadar ALT dan AST serum dianalisis secara statistik menggunakan Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney jika data terdistribusi tidak normal atau memiliki variansi tidak homogen.

Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif jangka pendek dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan %hepatoprotektif serum ALT dari peringkat dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB secara berurutan sebesar 54,34; 57,02 dan 87,12% dan berdasarkan serum AST sebesar 15,08; 26,96; dan 46,02%. Dari data pengukuran diperoleh dosis efektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.. sebesar 1,5 g/KgBB.

Kata kunci : Herba Sonchus arvensis L., fraksi air, ektrak etanolik, hepatoprotektif, karbon tetraklorida, ALT, AST, jangka pendek.


(2)

This study is aimed to obtain information about the ability of hepatoprotective effect of ethanolic extracts water fraction of Sonchus arvensis L. herb given in short term period to Wistar male rats induced by carbon tetrachloride to decrease the activity of serum ALT-AST, as well as get an effective dose in determining the hepatoprotector effect.

This study is a pure experimental research with randomized complete direct sampling design. A total of 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, weight ± 150-250 grams were randomly divided into six groups evenly. Group I (control hepatotoxin) was given carbon tetrachloride at a dose of 2 mL / kg intraperitoneally. Group II (negative control) was given olive oil at a dose of 2 mL / kg intraperitoneally. Group III (control treatment) was given the water fraction of ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb orally. Group IV-VI (treatment group) were each given the water fraction of ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb with the doses of 0.375; 0.75; 1.5 g/kgBW orally and then, 6 hours after the water fraction from ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb had been given, carbon tetrachloride was given at a dose of 2 mL / kg intraperitoneally. At the 24th hour after the administration of carbon tetrachloride, all groups would have their blood drawn at the orbital sinus area (the rat’s eye) to measure the activity of serum ALT and AST. The levels of serum ALT and AST were statistically analyzed using the Shapiro-Wilk test, followed by One Way ANOVA. Statistical analysis was performed using Kruskal-Wallis and followed by Mann Whitney test if the data is not normally distributed or its variance is not homogeneous.

As the result, the hepatoprotective effect of ethanolic extracts water fraction of Sonchus arvensis L. herb with %hepatoprotective ALT serum were 54.34; 57.02; and 87.12%. The %hepatoprotective AST serum were 15.08, 26.96, and 46.02%. Based on those data, the most effective dose of water fraction from ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb. in short term period was 1.5 g/kgBW.

Keywords: Sonchus arvensis L. herb, water fraction, ethanolic extracts, hepatoprotective, carbon tetrachloride, ALT, AST, short-term.


(3)

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI AIR EKSTRAK ETANOLIK HERBA TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.)

TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS PUTIH JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh:

Irvan Septya Giantama Balrianan NIM : 118114084

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI AIR EKSTRAK ETANOLIK HERBA TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.)

TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS PUTIH JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh:

Irvan Septya Giantama Balrianan NIM : 118114084

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“He gives power to the weak and strength to the

powerless (Isaiah 40 : 29)”

Kupersembahkan karya ini untuk :

“Tuhan Yesusku yang selalu setia mendampingi, membimbing, dan menguatkanku disaat ku jatuh dan mulai putus asa”

“Bapak, Ibu, Oma, Opa, Adik-adikku yang kucintai dan

kusayangi atas pendampingan, doa, dan semangatnya” “Sahabat-sahabatku yang telah setia menemaniku disaat susah

maupun senang” “Almamaterku tercinta”


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas segala berkat dan rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Pendek Fraksi Air Ekstrak

Etanolik Herba Tempuyung (Sonchus Arvensis L.) Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum Pada Tikus Putih Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas segala bimbingan, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi. 2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. dan Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt.

selaku Dosen Penguji, terima kasih atas masukan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi saat ini yang telah memberi izin dalam penggunaan fasilitas Laboratorium Imono, Farmakologi-Toksikologi, Biofarmasetika-Farmakokinetika, Biokimia, Farmakognosi-Fitokimia, dan Kimia Analisis demi terselesaikannya skripsi ini.


(11)

viii

4. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengalaman selama menjalani masa perkuliahan.

5. Seluruh laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis dalam melaksanakan praktikum di laboratorium. 6. Teman kelompok skripsi Fransisca Setyaningsih, Diana Fransisca

Tirtawati, Agnes Eka T.Y., Vania Stefi Yuliani, Brigita Yulise, Margareta Jeanne Retnopalupi yang selalu memberikan semangat, membantu, dan menemani penulis di saat suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman KKN Yoakhim Delfino R.P., Fransiskus B. Rinaldi Barus, Elizabeth Kurnia Sari, Purindraswari Dyahpramesti, Haniah Hamidah Sahid, Prapti Mahayuningsih, Wening Putri Pertiwi, Maria Widiani, Annisa Dwirahma Putri, yang selalu memberikan semangat, doa, dan keceriaan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Sahabat SMA tercinta Fransiscus Xaverius Ray Irawan, Johana Ekadyah Fetri Jolie-Pitt, Theofilus Kurnia Putra Parrangan, dan Ezra Karthera Merep yang selalu memberikan semangat, perhatian dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat “Kontrakan Uyee” Hilarius Adie Evaldo, Briant G. Hukom, dan Dirk Viktor yang selalu memberikan semangat, hiburan, kegilaan kalian dan doa untuk penulis.


(12)

(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6


(14)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Tanaman Sonchus arvensis L. ... 8

1. Morfologi ... 8

2. Klasifikasi ... 9

3. Kandungan kimia dan kegunaan ... 9

4. Efek farmakologi ... 10

B. Hepar... 11

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 11

2. Kerusakan hati ... 14

3. Perlemakan hati ... 16

C. Metode Pengujian ... 17

D. Hepatotoksin ... 18

E. Karbon tetraklorida ... 18

F. Metode Ekstraksi ... 21

G. Metode Fraksinasi ... 21

1. Ekstraksi cair-cair ... 22

2. Kromatografi ... 22

H. ALT dan AST ... 23

I. Landasan teori ... 24

J. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26


(15)

xii

1. Variabel utama ... 26

2. Variabel pengacau ... 27

3. Definisi operasional ... 27

C. Bahan Penelitian ... 28

1. Bahan utama ... 28

2. Bahan kimia ... 28

D. Alat Penelitian ... 31

1. Alat ekstraksi dan fraksinasi ... 31

2. Alat uji hepatoprotektif ... 31

E. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L. ... 31

2. Pengumpulan bahan uji ... 32

3. Pembuatan serbuk herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) ... 32

4. Pembuatan ekstrak etanol - air herba Sonchus arvensis L. ... 32

5. Penetapan kadar air pada serbuk kering herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) ... 33

6. Penetapan rendemen ekstrak ... 33

7. Pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. .. 33

8. Penetapan konsentrasi pekat fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. ... 35

9. Penetapan dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. ... 35


(16)

xiii

11. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1% ... 36

12. Uji pendahuluan ... 36

13. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 37

14. Pembuatan serum ... 37

15. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ... 38

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Penyiapan Bahan ... 40

1. Determinasi tanaman ... 40

2. Hasil penetapan kadar air ... 41

3. Penetapan konsentrasi fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. ... 41

B. Uji Pendahuluan... 42

1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 42

2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 42

3. Penetapan dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. ... 47

C. Hasil uji efek hepatoprotektif jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida ... 47

1. Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB ... 52


(17)

xiv

3. Kontrol perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus

arvensis L. 1,5 g/kgBB ... 56

4. Kelompok perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 58

D. Rangkuman Pembahasan ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 73


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Fungsi hati ... 14 Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 30 Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST... 30 Tabel IV. Purata aktivitas serum ALT-AST tanpa perlakuan (jam 0) dan

perlakuan kontrol karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 24 dan 48 jam ... 43 Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam 0, 24, dan 48 jam (Mann-Whitney Test) ... 44 Tabel VI. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam 0, 24, dan 48 jam (Uji Shceffe) ... 46 Tabel VII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST, serta % efek

hepatoprotektif tikus perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 48 Tabel VIII. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap

perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. berdasarkan serum ALT pada variasi dosis tertentu (Uji Mann-Whitney) ... 49


(19)

xvi

Tabel IX. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. berdasarkan serum AST pada variasi dosis tertentu (Uji Scheffe) ... 50 Tabel X. Purata aktivitas serum ALT-AST tanpa perlakuan (jam 0) dan

perlakuan olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 24 ... 52 Tabel XI. Perbandingan aktivitas serum ALT tanpa perlakuan (jam-0)

dengan perlakuan kontrol negatif (jam-24) ... 53 Tabel XII. Perbandingan aktivitas serum AST tanpa perlakuan (jam-0)


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L. ... 8

Gambar 2. Struktur flavonoid Sonchus arvensis L. ... 10

Gambar 3. Struktur mikroskopik hati ... 11

Gambar 4. Pembuluh darah pada hati ... 13

Gambar 5. Proses terbentuknya sirosis... 15

Gambar 6. Struktur karbon tetraklorida ... 18

Gambar 7. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida ... 20

Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu 0, 24, 48 jam ... 45

Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu 0, 24, 48 jam ... 46

Gambar 10. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida... 51

Gambar 11. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida... 51


(21)

xviii

Gambar 12. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 53 Gambar 13. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah

pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan 24 ... 54


(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induki karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 74 Lampiran 2. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada

kelompok kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB ... 79 Lampiran 3. Hasil analisis statistik data kontrol CCl4, kontrol olive oil,

kontrol fraksi air, dan perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB; 0,75 g/kgBB; dan 1,5 g/kgBB ... 84 Lampiran 4. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 96 Lampiran 5. Penetapan kadar air serbuk fraksi air ekstrak etanolik herba

Sonchus arvensis L. ... 97 Lampiran 6. Perthitungan konversi dosis fraksi air ekstrak etanolik herba

Sonchus arvensis L ... 97 Lampiran 7. Foto serbuk herba Sonchus arvensis L ... 98 Lampiran 8. Foto fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L ... 98 Lampiran 9. Foto suspensi fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus

arvensis L ... 98 Lampiran 10. Foto tikus putih jantan galur Wistar ... 98 Lampiran 11. Surat Ethical clearance ... 99 Lampiran 12. Surat pengesahan determinasi tanaman herba Sonchus


(23)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang efek hepatoprotektif fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dapat menurunkan aktivitas ALT-AST serum, serta mendapatkan dosis efektif dalam menentukan besar efek hepatoprotektornya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan ± 150-250 gram dibagi secara acak dalam enam kelompok sama banyak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberikan olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. secara per oral. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) masing-masing diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB secara per oral, kemudian 6 jam setelah pemberian fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis (mata tikus) untuk diukur aktivitas ALT dan AST serum. Kadar ALT dan AST serum dianalisis secara statistik menggunakan Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney jika data terdistribusi tidak normal atau memiliki variansi tidak homogen.

Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif jangka pendek dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan %hepatoprotektif serum ALT dari peringkat dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB secara berurutan sebesar 54,34; 57,02 dan 87,12% dan berdasarkan serum AST sebesar 15,08; 26,96; dan 46,02%. Dari data pengukuran diperoleh dosis efektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.. sebesar 1,5 g/KgBB.

Kata kunci : Herba Sonchus arvensis L., fraksi air, ektrak etanolik, hepatoprotektif, karbon tetraklorida, ALT, AST, jangka pendek.


(24)

xxi

ABSTRACT

This study is aimed to obtain information about the ability of hepatoprotective effect of ethanolic extracts water fraction of Sonchus arvensis L. herb given in short term period to Wistar male rats induced by carbon tetrachloride to decrease the activity of serum ALT-AST, as well as get an effective dose in determining the hepatoprotector effect.

This study is a pure experimental research with randomized complete direct sampling design. A total of 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, weight ± 150-250 grams were randomly divided into six groups evenly. Group I (control hepatotoxin) was given carbon tetrachloride at a dose of 2 mL / kg intraperitoneally. Group II (negative control) was given olive oil at a dose of 2 mL / kg intraperitoneally. Group III (control treatment) was given the water fraction of ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb orally. Group IV-VI (treatment group) were each given the water fraction of ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb with the doses of 0.375; 0.75; 1.5 g/kgBW orally and then, 6 hours after the water fraction from ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb had been given, carbon tetrachloride was given at a dose of 2 mL / kg intraperitoneally. At the 24th hour after the administration of carbon tetrachloride, all groups would have their blood drawn at the orbital sinus area (the rat’s eye) to measure the activity of serum ALT and AST. The levels of serum ALT and AST were statistically analyzed using the Shapiro-Wilk test, followed by One Way ANOVA. Statistical analysis was performed using Kruskal-Wallis and followed by Mann Whitney test if the data is not normally distributed or its variance is not homogeneous.

As the result, the hepatoprotective effect of ethanolic extracts water fraction of Sonchus arvensis L. herb with %hepatoprotective ALT serum were 54.34; 57.02; and 87.12%. The %hepatoprotective AST serum were 15.08, 26.96, and 46.02%. Based on those data, the most effective dose of water fraction from ethanolic extracts of Sonchus arvensis L. herb. in short term period was 1.5 g/kgBW.

Keywords: Sonchus arvensis L. herb, water fraction, ethanolic extracts, hepatoprotective, carbon tetrachloride, ALT, AST, short-term.


(25)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Hati sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup. Organ ini memainkan peranan penting dalam proses metabolisme dan memiliki sejumlah fungsi penting yang lain seperti penyimpanan glikogen, dekomposisi sel darah merah, sintesis protein plasma, produksi hormon, dan detoksifikasi. Hati juga menghasilkan dan mengeluarkan empedu ke lumen intestinal serta membantu dalam proses pencernaan lemak dan membantu dalam memurnikan darah (Mohit, Parminder, Jaspreet, Manisha, 2011). Kerusakan hati dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun serta obat-obatan tertentu dan telah dijadikan sebagai masalah toksikologi yang serius (Kanchana and Mohamed, 2011).

Kerusakan hati yang sering dijumpai adalah perlemakan hati. Kasus perlemakan hati yang sedang meningkat di negara maju dan berkembang saat ini adalah penyakit hati non-alkoholik atau yang lebih dikenal dengan Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). NAFLD adalah kelainan hati yang mirip dengan penyakit hati alkoholik, terjadi pada penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol. Kelainan hati pada NAFLD meliputi steatosis (perlemakan), steatohepatitis (perlemakan dan peradangan hati, Non-alcoholic steatohepatitis / NASH), fibrosis hati dan sirosis hati. Prevalensi NAFLD di negara Barat pada populasi dewasa sekitar 20-40%. Di beberapa negara Asia, prevalensi NAFLD diperkirakan sekitar 5% sampai 40% (Sari, 2012). Di Indonesia sampai saat ini belum ada data prevalensi NAFLD pada populasi umum. Namun, penelitian pada populasi urban


(26)

di Jakarta dengan USG hati didapatkan prevalensi NAFLD sekitar 30% (Hasan, Gani, and Machmud, 2002).

Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa model yang bersifat

toksik dan dapat menyebabkan oksidatif stres pada berbagai jaringan eksperimental seperti hati, ginjal, jantung, paru-paru, testis, otak dan darah. Di dalam tubuh karbon tetraklorida akan diubah menjadi radikal bebas trichloromethyl (CCl3 atau CCl3OO) oleh enzim mikrosomal yang terdapat di hati

(sitokrom P450). Perubahan ini akan memicu terjadinya proses peroksidasi lipid (Adewole, Salako, Doherty, and Naicker, 2007). Karbon tetraklorida dapat menyebabkan terjadinya hepatotoksik dengan membentuk radikal bebas dan langsung menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan. Radikal bebas yang terbentuk menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang dapat mempengaruhi dalam proses metabolisme seluler, meningkatkan enzim penanda serum, fragmentasi DNA, dan perusakan sel oleh adanya lipid peroksidasi (Bhadauria, Nirala, and Shukla, 2008). Lipid peroksidasi yang merusak sel dapat menyebabkan hilangnya integritas hati dan fungsi hati menjadi semakin berat sehingga mengakibatkan terjadinya hepatotoksisitas dan gagal hati kongestif (Khan, Khan, and Sahreen 2012).

Herbal memainkan peranan penting dalam mencegah atau mengobati gangguan/penyakit pada hati serta penyakit lain yang berhubungan dengan sistem tubuh (Kanchana and Mohamed, 2011). Salah satu tanaman yang dapat berpotensi sebagai hepatoprotektif adalah Sonchus arvensis L. Pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan Sonchus arvensis L. memiliki kandungan kimia


(27)

diantaranya golongan senyawa flavonoid, yaitu luteolin dan luteolin 7-O-glucoside, apigenin dan apigenin 7-O-7-O-glucoside, sesquiterpen dari golongan terpenoid asam fenolik dan derivat asam cafeic (Dhianawaty, Soediro, Soemardji, 2012). Rebusan daun Sonchus arvensis L. diketahui memiliki efek preventif (penghambatan pembentukan batu kandung kemih) dan efek kuratif (penghambatan pembesaran batu kandung kemih dan melarutkan batu kandung kemih yang sudah ada) (Dhianawaty, Soediro, Soemardji, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Khan, Khan, Sahreen, Jan, Bokhari, and Rashid (2011), menunjukkan hasil bahwa Sonchus arvensis L. efisien mencegah terjadinya cedera adrenal yang disebabkan oleh CCl4 melalui efek antioksidan. Berdasarkan

pemaparan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian efek hepatoprotektif dengan menggunakan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Pemilihan fraksi air didasarkan pada penelitian yang dilakukan Soegihardjo (1984), yang menunjukkan di dalam fraksi air ekstrak total Sonchus oleraceus L. terkandung senyawa luteolin aglikon yang merupakan turunan dari senyawa flavonoid dan memiliki efek antihepatotoksik. Menurut Harborne (1987), etanol 70% merupakan pelarut flavonoid yang bagus untuk ekstrak dan dapat mengambil zat aktif pada tanaman secara optimal. Penelitian dengan menggunakan etanol 70% juga dilakukan oleh Setyaningsih (2015) mengenai Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 70% - Air Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus Putih Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida. Pada penelitian ini diperoleh


(28)

hasil bahwa ekstrak etanol 70% - air memiliki efek hepatoprotektif. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik menggunakan etanol 70% sebagai salah satu pelarut herba Sonchus arvensis L.

Pada penelitian ini pemberian jangka pendek praperlakuan dilakukan dengan jangka waktu enam jam mengacu pada model penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2014) mengenai Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Pendek Infusa Herba Biden pilosa L. terhadap Aktivitas ALT-AST Serum pada Tikus Betina Terinduksi Karbon Tetraklorida.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. sebagai hepatoprotektif pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat aktivitas ALT-AST serum.

1. Rumusan masalah

a. Apakah pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif terhadap aktivitas ALT-AST serum tikus jantan yang terinduksi karbon tertaklorida?

b. Berapa nilai dosis efektif dari fraksi air ekstrak etanolik tanaman Sonchus arvensis L. yang dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida?


(29)

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Dhianawaty, Soediro, Soemardji (2012) melihat dua efek sinergis dari rebusan daun Sonchus arvensis L. pada terapi batu kalsium oksalat kandung kemih pada tikus Wistar jantan. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa rebusan daun Sonchus arvensis L. memiliki efek preventif (penghambatan pembentukan batu kandung kemih) dan efek kuratif (penghambatan pembesaran batu kandung kemih dan melarutkan batu kandung kemih yang sudah ada). Penelitian Khan, Khan, Sahreen, Jan, Bokhari, and Rashid (2011) tentang pencegahaan oksidatif stres adenal oleh Sonchus arvensis L. pada tikus terinduksi CCl4, menunjukkan hasil Sonchus arvensis L. efisien

mencegah terjadinya cedera adrenal yang disebabkan oleh CCl4 melalui efek

antioksidan. Penelitian Khan (2012), melakukan evaluasi flavonoid dan aktivitas antioksidan yang beragam dari Sonchus arvensis L. penelitian tersebut menunjukkan fraksi metanol memiliki daya antioksidan lebih kuat dibandingkan fraksi yang lain yang disebabkan adanya kandungan polifenol di dalamnya.

Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.


(30)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis.

Dari hasil penenelitian ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru khususnya dibidang kefarmasian mengenai efek hepatoprotektif fraksi air ekstrak etanolik dari herba Sonchus arvensis L.

b. Manfaat metodologi.

Dari hasil Penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai tata cara pengujian efek hepatoprotektif fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L..

c. Manfaat praktis.

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara luas mengenai dosis yang digunakan dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. sebagai pengobatan alternatif pada penyakit hati.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik tanaman Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(31)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. b. Mengetahui nilai dosis efektif dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus

arvensis L. yang dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(32)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A.Tanaman Sonchus arvensis L.

Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L. (Plantamor, 2015) 1. Morfologi

Tempuyung (Sonchus arvensis L.) (gambar 1) merupakan tanaman yang memiliki tinggi 1-2 m, akar tunggang kokoh, batang berusik, bergetah putih. Daun bagian bawah terpusat membentuk roset, berbentuk lonjong atau berbentuk lancet, berlekuk menjari atau berlekuk tidak teratur, pangkal daun berbentuk panah atau jantung. Ujung daun bercuatan pendek, panjang daun 6-48 cm, lebar daun 10 cm. Bunga berbentuk bonggol yang bergabung dalam malai, bonggol bunga berukuran 2 -2,5 cm, panjang bonggol 1 -8 cm, panjang mahkota bunga 2 sampai 2,5 cm, mula-mula berwarna kuning terang, lama-kelamaan berwarna coklat. Panjang biji 4 sampai 4,5 mm, berusuk, panjang papus 1,5 cm. Tumbuh liar di Jawa, di daerah


(33)

yang banyak hujan pada ketinggian 50 m sampai 1.650 m di atas permukaan laut. Tumbuh di tempat terbuka, di tempat yang bertebing di pematang, di pinggir saluran air (Dalimartha, 1999).

2. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Super difisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Sonchus

Spesies : Sonchus arvensis L.

(Plantamor, 2015). Nama daerah : Tempuyung, galibug, jombang, J. lalaking, lempung, lompnas, rayana. Di Inggris dikenal dengan nama sow thistle (Dalimartha, 1999). 3. Kandungan kimia dan kegunaan

Tanaman Sonchus arvensis L. memiliki kandungan kimia dalam daunnya berupa ion-ion mineral, seperti silika; kalium; magnesium; natrium; dan senyawa organik, seperti flavonoid (kaempferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7-o-glukosida) (gambar 2), kumarin, taraksasterol, inositol, serta asam fenolat (asam sinamat, asam kumarat, dan asam vanilat) (Chairul, and Sumarny, 2003).


(34)

Gambar 2. Struktur flavonoid Sonchus arvensis L. (Chairul and Sumarny, 2003)

Flavonoid total dalam daun tempuyung sekitar 0,1044% dan 0,5% dalam akar. Flavonoid terbesar yang terkandung dalam akar adalah apigenin-7-O-glukosida (gambar 2) (Chairul, and Sumarny, 2003). Flavonoid merupakan antioksidan larut air yang sangat kuat dan merupakan penangkap radikal bebas. Flavonoid dapat mencegah terjadinya kerusakan oksidatif di sel dan mempunyai aktivitas perlindungan dan anti kanker yang kuat dalam melawan tahap-tahap karsinogenesis (Salah, Miller, Pangauga, Bolwell, Rice, and Evans, 1995).

4. Efek farmakologi

Tempuyung dikenal memiliki efek farmakologi sebagai penghancur batu ginjal. Senyawa flavonoid apigenin-7-o-glukosida (gambar 2) yang terkandung di dalam daun tempuyung berfungsi menghambat kerja enzim xantin oksidase,


(35)

sehingga dapat digunakan untuk mengatasi asam urat. Mineral kalium yang tekandung dalam tempuyung juga berfungsi sebagai diuretik ringan (Sustrani, Alam, and Hadibroto, 2007).

B.Hepar 1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh dengan berat 1500 g atau 1,5 kg, yang terletak dibagian teratas dalam rongga abdomen disebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi oleh iga-iga. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati. Selanjutnya, hati dibagi lagi dalam empat belahan (kanan, kiri, kaudata dan kwadrata) (Pearce, 1979).


(36)

Setiap lobus dari hepar dibagi dalam struktur-struktur yang disebut lobulus. Lobulus ini adalah mikroskopik yang merupakan unit fungsional dari hepar yang bersegi enam atau heksagonal. Di dalam lobulus terdapat sel-sel hepar (hepatosit) yang tersusun seperti lapisan-lapisan plat dan memiliki bentuk sinar serta mengelilingi hepatikum. Setiap segi pada lobulus terdapat cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan kanalikuli empedu (gambar 4) (Baradero, 2005).

Diantara deretan sel-sel hepar yang terbentuk seperti seperti sinar, terdapat sinusoid yang membawa darah dari cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika ke vena hepatika. Pada dinding sinusoid terdapat sel-sel fagosit yang disebut sel Kupffer (gambar 3). Sel-sel Kupffer menelan eritosit dan leukosit yang mati, mikroorganisme, serta benda-benda asing yang masuk ke dalam hepar. Sel-sel hepar menghasilkan empedu yang kemudian dialirkan lewat kanalikuli (gambar 3). Kanalikuli (saluran-saluran yang halus) bergabung dan menjadi saluran yang besar, yaitu duktus hepatikus kiri dan kanan (Baradero, 2005).

Hati memiliki dua jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatika dan yang melalui vena porta. Saluran-saluran hepar adalah sebagai berikut :

1. Arteria hepatikum. Merupakan salah satu cabang dari arteria seliaka dan aorta. Arteria ini menyuplai darah ke hepar (gambar 4).

2. Vena porta hepatika. Membawa darah vena dari seluruh traktus gastrointestinal ke hepar. Darah ini mengandung zat-zat makanan yang telah diserap oleh vili usus halus.


(37)

4. Saluran-saluran biler (disebut juga kanalikuli empedu). Dibentuk oleh kapiler-kapiler empedu yang menyatu dan menyalurkan empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hepar (Baradero, 2005).

Gambar 4. Pembuluh darah pada hati (Pearce, 1979).

Fungsi hati berkaitan dengan metabolisme tubuh (gambar 5), khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh dan berfungsi mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, guna dibuat sesuai untuk pemakaiannya di dalam jaringan (Pearce, 1979). Hati juga mempunyai kemampuan menetralkan atau mendetoksifikasi za-zat kimia (Sari, 2008).


(38)

Tabel I. Fungsi hati (Corwin, 2008) Fungsi Hati

Tipe Terapi

Metabolik

Masa absortif

Masa pasca-absortif

Mengubah glukosa menjadi glikogen dari trigliserida; menyimpan glikogen. Mengubah asam amino menjadi asam lemak atau simpanan asam amino. Membuat lipoprotein dari trigliserida dan kolesterol.

Menghasilkan glukosa dari glikogen dan asam lemak serta asam amino.

Imunologik Menyerap darah yang disaring

Perubahan Metabolik Detoksifikasi atau menyatukan produk sisa, hormon, obat-obatan.

Fungsi Pembekuan Menghasilkan beberapa faktor pembekuan esensial.

Protein Plasma Mensintesis albumin dan protein plasma lain (enzim).

Fungsi Eksokrin Mensintesis garam empedu.

Fungsi Endokrin Terlibat dalam aktivasi vitamin D menghasilkan angiotensin. Mensekresi faktor pertumbuhan seperti insulin.

2. Kerusakan hati

Sel hepatosit mempunyai kemampuan regenerasi yang sangat baik, walaupun mereka merupakan sel stabil dan membelah dengan lambat. Tetapi arsitektur hati tidak dapat dibentuk kembali secara maksimal apabila mengalami kerusakan yang berat. Apabila terjadi kerusakan sel hati yang disertai kerusakan arsitekturnya, penyembuhan terjadi dengan pembentukan jaringan parut dan regenerasi noduler sel-sel hati, sehingga terjadi sirosis (gambar 5) (Sarjadi, 1994).


(39)

Gambar 5. Proses terbentuknya sirosis (Corwin, 2008)

Berdasarkan manifestasi klinik dan pola spesifik pada histopatologi, kerusakan hati terbagi sebagai berikut.

a. Nekrosis sentrilobular

Terjadi akibat adanya induksi oleh obat-obat yang bersifat hepatotoksik dan efek yang terjadi bergantung pada dosis pemberian, seperti acetaminofen. Nekrosis sentrilobular biasanya terjadi akibat adanya metabolit beracun yang dihasilkan suatu senyawa. Kerusakan yang terjadi menyebar hingga keluar mulai dari tengah lobus hati (DiPiro, 2008).

b. Steatonecrosis

Merupakan salah satu dari akut nekrosis yang terjadi akibat adanya akumulasi lemak dalam sel hepatosit. Obat atau metabolit dapat mempengaruhi oksidasi asam lemak dalam mitokondria sel hepatosit sehingga menyebabkan terjadinya Steatonecrosis (DiPiro, 2008).


(40)

c. Phospholipidosis

Merupakan akumulasi dari fosfolipid sebagai pengganti asam lemak. Pada phospolipidosis, fosfolipid biasanya memakan/menelan banyak tubuh lisosom dari sel hepatosit dan adanya amiodaron sering dikaitkan dengan reaksi ini (DiPiro, 2008).

d. Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi

Nekrosis hepatoselular tergeneralisasi merupakan perubahan terkait dengan virus hepatitis yang lebih umum. Gejala yang timbul biasanya terjadi setelah seminggu atau lebih setelah adanya paparan dari zat beracun (DiPiro, 2008).

3. Perlemakan Hati

Perlemakan hati (Steatosis) adalah akumulasi dari lemak pada sel hepatosit akibat kelebihan suplai asam lemak dari jaringan adiposa yang menunjukkan terjadinya kerusakan hati pada banyak kasus penyakit hati. Steatosis dikategorikan menjadi dua, yaitu steatosis makrovesikular dan steatosis mikrovaskular. Steatosis makrovesikular terjadi ketika satu atau beberapa droplet lemak hampir mengisi hepatosit sedangkan mikrovaskular terjadi ketika ditemukannya sejumlah droplet kecil yang membuat hepatosit tampak berbusa. Steatosis dapat terjadi karena beberapa hal antara lain, gangguan pada sintesis protein atau pada konjugasi trigliserida dan protein, penurunan sintesis fosfolipid, gangguan pada transfer VLDL melalui membran sel (Hodgson, 2010).


(41)

C.Metode Pengujian

Pemeriksaan fungsi hati sering kali dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya kerusakan hati. Sebagian dari pemeriksaan hati yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut.

(1) Pengukuran bilirubin total serta pengukuran terpisah kadar bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Kadar bilirubin meningkat pada berbagai penyakit hati (Corwin, 2008).

(2) Pengukuran enzim-enzim hati, termasuk serum glutamat piruvat transaminase (SGPT), serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT), dan alkaline fosfatase. Penentuan SGPT dan SGOT adalah cara paling umum untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim akan mengalami peningkatan bila terjadi penyakit/kerusakan pada hati (Corwin, 2008).

(3) Pengukuran konsentrasi protein plasma. Kadar protein plasma akan meningkat pada penyakit hati (Corwin, 2008).

(4) Pengukuran masa protrombin (pemeriksaan koagulasi). Karena koagulasi bergantung pada pembentukan faktor koagulasi di hati yang adekuat, masa protrombin meningkat pada penyakit hati (Corwin, 2008).

(5) Ultrasound, scan computed tomography (CT), dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukan cacat struktural atau batu dalam duktus biliaris atau kantong empedu (Corwin, 2008).


(42)

D.Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai dapat teramalkan (dengan kejadian tinggi) atau tidak dapat teramalkan (dengan kejadian rendah).

Hepatotoksin teramalkan. Dapat diartikan sebagai senyawa yang memiliki efek hepatotoksik hampir pada seluruh populasi yang terpejankan senyawa tersebut dan efek yang timbulkan bergantung pada dosis pemberian. Contohnya adalah asetaminofen, karbon tetraklorida, dan alkohol (Forrest, 2006).

Hepatotoksin tidak teramalkan. Dapat diartikan sebagai senyawa yang memiliki efek hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Frekuensi kejadiannya sangat jarang dan beberapa efek yang ditimbulkan bergantung pada dosis pemberian. Contohnya adalah isoniazid, sulfonamid, valproate, dan fenitoin (Forrest, 2006).

Kerusakan hati dapat diakibatkan toksisitas langsung oleh obat atau metabolitnya, atau mungkin sebagai tanggapan idiosinkrasi pada orang yang mempunyai gen khusus yang mempengaruhinya. Masa laten antara mulai terapi dan permulaan penyakit hati membantu mencari etiologinya (Forrest, 2006).

E.Karbon tetraklorida

Gambar 6. Struktur karbon tetraklorida (ATSDR, 2005)


(43)

Karbon tetraklorida (gambar 6) memiliki nama lain karbona; karbon klorida; methane tetraklorida; perklorometan; tetraklorometan; dan benzinoform, merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar (Alkreathy, 2014). Memiliki berat molekul 153,82, titik didih 76,50C, titik beku -230C, massa jenis 1,594 g/mL, larut di dalam pelarut organik dan 800 mg/L larut dalam air dengan suhu 200C (ATSDR, 2005).

Karbon tetraklorida secara luas digunakan sebagai cairan pembersih (dalam industri digunakan sebagai agen pembersih dan dalam keperluan rumah tangga digunakan sebagai penghilang noda pada pakaian, furniture, dan karpet). Karbon tetraklorida juga digunakan pada alat pemadam kebakaran dan sebagai fumigan untuk membunuh serangga pada biji tanaman (ATSDR, 2005). Dalam beberapa penelitian, karbon tetraklorida digunakan sebagai senyawa model untuk studi hepatotoksisitas kronis maupun akut (Mohit, 2011).

CCl4 dimetabolisme oleh CYP2E1, CYP2B, dan mungkin juga oleh

CYP3A untuk membentuk radikal trichloromethyl. CCl3 mengikat molekul seluler

sehingga dapat merusak perkembangan sel penting. (Mohit, Parminder, Jaspreet, Manisha, 2011). Dalam mekanismenya (gambar 7), CCl4 membutuhkan

bioaktivasi dalam fase I sistem sitokrom P450 untuk membentuk metabolisme reaktif berupa radikal trichloromethyl (•CCl3) dan radikal trichloromethyl peroksi

(•OOCCl3). Radikal bebas yang terbentuk dapat berikatan dengan asam lemak tak

jenuh ganda untuk menghasilkan alkoksi (R•) dan radikal peroksi (ROO•) yang pada akhirnya menghasilkan lipid peroksida yang sangat reaktif, mengubah


(44)

aktivitas enzim, dan menyebabkan cedera atau nekrosis (Weber, 2003 and Ogeturk, 2005).

Karbon tetraklorida diketahui dapat mengurangi glutation (GSH) dari fase II enzim dan mengurangi enzim antioksidan sehingga dapat menginduksi terjadinya oksidatif stres (gambar 7). Oksidatif stres merupakan faktor utama penyebab terjadinya cedera akut dan kronis pada berbagai jaringan (Czechowska, 2003 dan Preethi, 2009). Radikal bebas dari CCl4 dapat mengurangi fungsi GSH

enzim antioksidan yang mengarah ke cedera hati.

Gambar 7. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi dari karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

Biotransformasi CCl4 menjadi metabolit beracun dapat menyebabkan

toksisitas pada hati dan ginjal. Paparan CCl4 secara akut dapat menyebabkan

steatosis hati yang ditandai dengan terjadinya nekrosis sentrilobar. Metabolit beracun yang terbentuk melepaskan LDL (low-density lipoprotein) dan


(45)

mengosongkan tempat penyimpanan gluthation pada hati. Selain itu, peningkatan konsentrasi kalsium pada mitokondria hati disertai dengan perubahan dalam distribusi elektrolit menyebabkan pembengkakkan sel hati dan penipisan glikogen hati. Paparan CCl4 secara kronis dapat menyebabkan terjadinya fibrosis atau

sirosis (ATSDR, 2005).

F. Metode Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat/padat yang dihasilkan dengan cara mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia hewani maupun nabati dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Semua atau hampir semua pelarut yang digunakan diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Metode ekstraksi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perlokasi, dan penyarian berkesinambungan. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah air, eter atau campuran etanol dan air (Departemen Kesehatan RI, 1979). Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindungan dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung benzoin, stiraks, dan lilin (Sudarmaji, Haryono, dan Suhardi, 1989).

G.Metode Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu zat atau kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dan dibagi dalam beberapa


(46)

jumlah kecil (fraksi). Pemisahan yang dilakukan di dasarkan pada bobot tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedangkan fraksi yang paling ringan akan berada paling atas (Adijuwana and Nur, 1989). Pada umumnya, teknik yang digunakan dalam fraksinasi atau pemisahan antara lain sebagai berikut :

1) Ekstraksi cair-cair

Ekstraksi cair-cair merupakan metode pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunkan solven cair. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Alat ekstrasi cair-cair yang biasa digunakan adalah corong pisah. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fase air ke dalam pelarut organik yang bersifat non polar atau agak polar seperti heksana, metilbenzena, atau diklorometana (Gandjar dan Rohman, 2012).

2) Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahaan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunkan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen non organik. Pemisahan menggunakan kromatografi didasarkan pada sifat fisika-kimia umum dari molekul seperti : kecenderungan molekul untuk larut dalam cairan, kecenderungan molekul


(47)

untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorbsi), dan kecenderungan molekul untuk menguap berubah ke keadaan uap (Gandjar dan Rohman, 2012). H.Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)

Aspartat aminotransferase (AST/ SGOT) merupakan enzim yang terdapat pada jaringan dengan aktivitas metabolik tinggi, mengkatalisis konversi bagian nitrogen asam amino menjadi energi dalam siklus krebs. Enzim ini dahulu disebut glutamat-oksaloasetat transaminase (GOT) dan dirujuk sebagai GOT serum (SGOT). AST ditemukan dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati, jantung, otot skelet, ginjal, pankreas dan eritrosit. Pada kerusakan sel-sel tersebut, AST dalam serum meninggi (Shivaraj, 2009).

Alanin aminotransferase (ALT/SGPT) merupakan enzim konsentrasi tinggi yang terjadi pada hati, mengkatalis kelompok amino dalam siklus krebs untuk menghasilkan energi jaringan. Dahulu disebut glutamat-piruvat transaminase serum (SGPT). ALT terdapat terutama pada sel ginjal, sel jantung dan otot skelet. Pada kerusakan sel hati ALT meninggi di dalam serum sehingga merupakan indikator kerusakan sel hati (Shivaraj, 2009).

AST/SGOT dan ALT/SGPT sering dianggap sebagai enzim hati karena tingginya konsentrasi keduanya dalam hepatosit, tetapi hanya ALT yang spesifik. Pada penyakit hati, kadar AST dan ALT serum umumnya naik dan turun secara bersama-sama. Bila hepatosit cedera, enzim yang secara normal berada di dalam intrasel ini akan masuk ke dalam aliran darah. Hepatosit sentrilobulus mengalami cedera apabila hipotensi arteri menyebabkan berkurangnya darah yang masuk ke hati atau apabila peningkatan tekanan balik akibat gagal jantung kanan


(48)

memperlambat keluarnya darah dari vena sentral. Pada kerusakan hipoksik ini, kadar aminotransferase meningkat sampai derajat sedang (Shivaraj, 2009).

I. Landasan Teori

Terdapat bermacam-macam kerusakan di dalam hati. Salah satunya adalah kerusakan hati akibat induksi obat yaitu nekrosis. Kerusakan hati ini ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas ALT dan AST serum, umumnya naik dan turun secara bersama-sama (Shivaraj, 2009).

Salah satu senyawa model yang dapat menimbulkan toksisitas adalah karbon tetraklorida. CCl4 membutuhkan bioaktivasi dalam fase I sitokrom sistem

P450 untuk membentuk metabolisme reaktif berupa radikal trichloromethyl

(•CCl3) dan radikal trichloromethyl peroksi (•OOCCl3). Radikal bebas yang

terbentuk dapat berikatan dengan asam lemak tak jenuh ganda untuk menghasilkan alkoksi (R•) dan radikal peroksi (ROO•) yang pada akhirnya menghasilkan lipid peroksida yang sangat reaktif, mengubah aktivitas enzim, dan menyebabkan cedera atau nekrosis (Weber, 2003).

Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khan, Khan, Sahreen, Jan, Bokhari, and Rashid (2011), menunjukkan hasil bahwa Sonchus arvensis L. efisien mencegah terjadinya cedera adrenal yang disebabkan oleh CCl4 melalui

efek antioksidan. Penelitia yang dilakukan Kurniawan (2014) yang meneliti tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek (6 jam) herba Bidens pilosa L. Diketahui bahwa pemberian jangka pendek herba Bidens pilosa L. memiliki efek hepatoprotektif terhadap tikus betina teinduksi karbon tetraklorida.


(49)

Hal tersebut mendasari pemilihan waktu enam jam (jangka pendek) sebagai waktu praperlakuan sebelum diinduksi dengan karbon tetraklorida.

Penelitian ini menggunakan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Soegihardjo (1984) yang meneliti tentang kandungan flavonoid dan daya antihepatotoksik dari Sonchus oleraceus L. Diketahui bahwa fraksi air Sonchus oleraceus L. mengandung luteolin aglikon yang memiliki efek antihepatotoksik.

J. Hipotesis

Fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.


(50)

26 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkatan atau variasi dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. pemberian jangka pendek pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung.

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah efek hepatoprotektif jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. yang ditandai dengan penurunan serum ALT dan AST (U/L) tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(51)

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali.

Variabel pengacau terkendali pada penelitin ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus putih jantan galur Wistar dengan jenis kelamin jantan, berat badan ±150-250 g, umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian secara per oral fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., bahan uji berupa herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari Kaliurang, Yogyakarta, serta cara penyimpanan serbuk herba Sonchus arvensis L.

b. Variabel pengacau tak terkendali.

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dan fisiologis dari tikus jantan yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Herba Sonchus arvensis L. Adalah semua bagian tumbuhan di atas tanah yang meliputi batang, daun, bunga, dan buah Sonchus arvensis L

b. Fraksi air herba Sonchus arvensis L. Adalah ekstrak kental Sonchus arvensis L yang disari dengan metode maserasi menggunakan penyari etanol 70%, dilanjutkan dengan pengeringan diatas waterbath hingga diperoleh bobot tetap, yang kemudian dipartisi menggunakan pelarut etil asetat.

c. Efek hepatoprotektif. Adalah kemampuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin yang ditunjukan dengan adanya penurunan aktivtas


(52)

serum AST dan ALT pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

d. Pemberian jangka pendek. Merupakan selang waktu 6 jam pemberian praperlakuan fraksi air ektrak etanolik herba Sonchus arvensis L. kepada hewan uji.

e. Dosis fraksi air akstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. Adalah sejumlah (gram) fraksi air akstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. tiap satuan kg berat badan dari subjek uji.

f. Dosis efektif. Dosis terkecil dari fraksi air akstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. yang dapat menurunkan aktivitas ALT-AST pada serum tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan, umur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imuno Fakultas Farmasi Universitas Sanata Darrma Yogyakarta.

b. Bahan uji berupa herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta yang diambil pada bulan Juli-Agustus 2014.

2. Bahan kimia

a. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(53)

b. Pelarut untuk ekstraksi herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang digunakan adalah etanol 70% dan aquadest yang diperoleh dari toko bahan kimia CV. Progo Mulyo Yogyakarta.

c. Larutan untuk Fraksinasi ekstrak etanolik herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang digunakan adalah aquadest dan etil asetat yang diperoleh dari PT. Alfa Kimia, Yogyakarta.

d. Kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida yang digunakan adalah olive oil, diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.

e. Pelarut fraksi air ektrak etanolik herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) digunakan CMC-Na berbentuk serbuk yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT dan AST yang digunakan adalah aqua bidestilata, diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Reagen serum ALT yang digunakan adalah reagen DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut:


(54)

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT R1

TRIS pH 7,15 140 mmol/L

L-alanine 700 mmol/L

LDH (Lactate

dehydrogenase) ≥ 2300 U/L R2

2-oxogultarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate FS:

Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phospate 13 mmol/L

h. Reagen serum AST yang digunakan adalah reagen DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut:

Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen AST R1

TRIS pH 7,65 110 mmol/L

L-alanine 320 mmol/L

MDH (Malate

dehydrogenase) ≥ 800 U/L LDH (Lactate

dehydrogenase) ≥ 1200 U/L R2

2-oxogultarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate FS:

Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L


(55)

D.Alat Penelitian 1. Alat ekstraksi dan fraksinasi

Alat-alat yang digunakan antara lain mesin penyerbuk dan ayakan, oven. Seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk, corong pisah (Pyrex Iwaki Glass®), ayakan nomor 40 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®), timbangan analitik Mettler Toledo®), orbital shaker Optima®), rotary vacuum evaporator IKAVAC®), oven Memmert®).

2. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettle Toledo®), centrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit per oral 3 mL dan 5 mL, pipa kapiler, tabung Eppendorf, syringe 3 cc Terumo®, Vitalab mikro (Microlab-200, Merck®), micropipette, blue tip, stopwatch.

E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.

Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan dengan melihat dan mencocokkan ciri-ciri dari herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Kaliurang, Yogyakarta dengan tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang telah dideterminasi menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan oleh petugas dari Bagian Biologi Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.


(56)

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Sonchus arvensis L. yang masih segar, terhindar dari penyakit, memiliki bagian tumbuhan lengkap di atas tanah (batang, daun, bunga dan buah) dan berwarna hijau herba Sonchus arvensis L. dipanen dari daerah Kaliurang, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman pada bulan Juli-Agustus 2014.

3. Pembuatan serbuk herba tempuyung (Sonchus arvensis L.)

Herba Sonchus arvensis L. dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun diangin-anginkan hingga herba tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam. Setelah herba kering kemudian dibuat menjadi serbuk dan diayak menggunakan ayakan nomor 50 dengan tujuan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. lebih mudah terekstraksi karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Pembuatan ektrak etanol - air herba Sonchus arvensis L.

Sebanyak 50 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 250 ml pelarut etanol 70% : 250 ml aquadest pada suhu kamar selama 24 jam dengan kecepatan 220 rpm. Tujuan dilarutkan dalam pelarut etanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam herba Sonchus arvensis L. dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan


(57)

porselen yang berisi larutan hasil maserasi diuapkan di atas waterbath selama 10 jam dengan suhu 70°C untuk mendapatkan ekstrak etanol-air herba Sonchus arvensis L. yang kental.

5. Penetapan kadar air pada serbuk kering herba tempuyung (Sonchus arvensis L.

Serbuk herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang telah diayak sebanyak ± 5 g digunakan sebagai bahan untuk pengecekkan kadar air. Langkah pertama pengujian, yakni timbang kurs kosong (bobot A), kemudian timbang serbuk kering, dan masukkan dalam kurs porselen (bobot B). Setelah itu panaskan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam hingga berat konstan. Lalu masukkan ke dalam esikator, dan timbang serbuk kering herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang sudah dipanaskan sebagai bobot setelah pemanasan (bobot C). Kemudian dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air = bobot A + bobot B − bobot C

bobot B x 100% 6. Penetapan rendemen ekstrak

Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak etanol : air herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat. Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

���� − ����� =� �1 +� �2 +� �3 +� �4 +� �5 +� �6 6

7. Pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair (Liquid-liquid


(58)

extraction). Ekstrak kental etanolik herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh ditambah air hangat 125 ml dan dipartisi dengan pelarut etil asetat dalam corong pisah dengan perbandingan volume etil asetat dengan air 1:1 v/v. Ekstrak kental etanolik herba Sonchus arvensis L. dipartisi dengan etil asetat sebanyak tiga kali, dengan penggojokan lemah hingga tidak ada gas yang keluar. Proses fraksinasi pada penelitian ini dilakukan dengan 3 kali pemisahan yaitu masing-masing 125 ml untuk setiap kali melakukan fraksinasi, hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil fraksinasi yang optimal karena menurut hukum Nernst koefisien distribusi (KD) yang berbunyi perbandingan antara zat terlarut di dalam kedua pelarut yang tidak saling campur nantinya akan berpindah karena terjadi kejenuhan dan berdistribusi ke salah satu pelarut karena perbedaan kepolarannya, sehingga untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan beberapa kali proses fraksinasi (Day and Underwood, 1998). Kemudian didiamkan sampai terpisah sempurna. Fase air akan berada pada bagian bawah karena memiliki berat jenis 0,996, sedangkan fraksi etil asetat akan berada pada bagian atas karena memiliki berat jenis 0,898 (Depkes RI, 1995).

Dari hasil partisi diperoleh dua fraksi, yaitu fraksi air (polar) dan fraksi etil asetat (non polar). Fraksi air kemudian dievaporasi menggunakan vakum evaporator dengan suhu 700 selama 4 jam untuk untuk menguapkan air dan menghilangkan tapak-tapak etil asetat yang mungkin masih terkandung di dalam fraksi air. Fraksi air kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselen yang selanjutnya dipekatkan di atas waterbath selama ± 6 jam sampai didapat ekstrak kental fraksi air. Fraksi air ekstrak kental yang diperoleh kemudian disimpan di


(59)

dalam desikator dengan ditutup alumunium foil dengan tujuan supaya terhindar dari cahaya matahari secara langsung yang dikhawatirkan dapat merusak senyawa di dalam fraksi air ekstrak etanolik kental yang diperoleh.

8. Penetapan konsentrasi pekat fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat, dimana pada konsentrasi tersebut fraksi dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Konsentrasi pekat dibuat dengan melarutkan 0,75 (hasil orientasi) fraksi di dalam labu ukur terkecil (5 mL) dengan pelarut yang sesuai (CMC Na 1%), sehingga konsentrasi fraksi yang diperoleh sebesar 15 % b/v atau 0,15 g/mL atau 150 mg/mL.

9. Penetapan dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. Dasar penetapan peringkat dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. adalah dihitung berdasarkan bobot tertinggi tikus (250 g), separuh dari volume pemberian maksimal pada tikus, yaitu 2,5 ml, dan konsentrasi maksimal yang diperoleh dari orientasi pembuatan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. (15%). Penetapan dosis tertinggi fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. adalah sebagai berikut.

D x BB = C x V

D x 0,25 kgBB = 15 g/ 100 mL x 2,5 ml

D = 1,5 g/kg BB (Dosis maksimum)

Peringkat dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan dari dosis maksimum menggunakan faktor kelipatan 2, sehingga dosis fraksi air ekstrak


(60)

etanolik herba Sonchus arvensis L. yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB.

10. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%

Pembuatan larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan perbandingan volume pelarut dan karbon tetraklorida 1:1 (Janakat and Al-Merie, 2002). Karbon tetraklorida dilarutkan ke dalam olive oil dengan volume yang sama.

11. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%

Pembuatan suspending agent dibuat dengan mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang sesama dan digerus, kemudian dimasukan ke dalam labu takar 100 mL dan di add dengan aquadest sampai tanda batas. CMC-Na yang dibuat digunakan untuk melarutkan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

12. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida. Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida bisa menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST paling tinggi tetapi tidak menimbulkan kematian. Menurut penelitian Janakat and Al-Merie, (2002), karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kg BB terbukti dapat meningkatkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus jika diberikan secara intraperitoneal. b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu cuplikan darah


(61)

dari serum ALT-AST. Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan melakukan orientasi. Pada penelitian ini dilakukan orientasi dengan waktu cuplikan dari jam 0, 24, dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida.

13. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar dibagi secara acak dalam enam kelompok, masing-masing lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberikan olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L dengan dosis 1,5 g/kgBB secara per oral. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) masing-masing diberikan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dengan dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB secara per oral, kemudian 6 jam setelah pemberian fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis (mata tikus) untuk diukur aktivitas ALT dan AST serum. 14. Pembuatan serum

Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis (mata tikus) kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf yang telah ditetesi heparin. Darah didiamkan kurang lebih 15 menit. Darah disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan bagian supernatannya diambil.


(62)

15. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST

Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST (U/L) dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan Vitalab mikro (Mikrolab-200). Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur aktivitas serum adalah 340 nm. Analisis serum ALT dilakukan dengan mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250 μL reagen II dan dibaca resapan setelah satu menit. Sedangkan analisis serum AST serum dilakukan dengan cara mencampur 100 μL serum dengan 1000 μL reagen I, kemudian dicampurkan 250

μL reagen II dan dibaca serapan setelah satu menit.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT-AST diuji menggunakan uji Shapiro-Wilk sebagai uji kenormalan untuk melihat distribusi data dan analisis varian. Jika data terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji ANOVA one way dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe/LSD untuk melihat perbedaan antara kelompok bermakna (p<0,05) atau tidak bermakna (p>0,05). Bila distribusi tidak normal atau varian tidak homogen, dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan Mann Whitney untuk perbedaan tiap kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).

Perhitungan persen hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus :


(63)

1- Purata ALT perlakuan-Purata ALT kontrol negatif

Purata ALT kontrol karbon tetraklorida-Purata ALT kontrol negatif x 100%

1- Purata AST perlakuan-Purata AST kontrol negatif

Purata AST kontrol karbon tetraklorida-Purata AST kontrol negatif x 100% (Wakchaure, Jain, Singhai, and Somani, 2011).


(64)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif serta dosis efektif dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. terhadap tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida. Efek hepatoprotektif dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dapat dilihat dari daya hambatnya terhadap kenaikan aktivitas serum ALT-AST pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok hepatotoksin. Uji aktivitas ALT-AST digunakan sebagai tolak ukur kuantitatif dalam penelitian ini untuk melihat seberapa besar efek hepatoprotektif yang dihasilkan.

A. Penyiapan Bahan 1. Determinasi tanaman

Determinasi herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang diperoleh dari daerah Kaliurang bertujuan untuk menjamin kebenaran herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang digunakan pada penelitian ini. Determinasi dilakukan oleh petugas dari bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Determinasi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) dilakukan dengan cara mencocokkan kesamaan herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) yang digunakan pada penelitian ini dengan acuan yang digunakan. Bagian tanaman yang dideterminasi antara lain batang, daun, bunga, dan biji kecuali akar. Hasil determinasi (lampiran 12) membuktikan bahwa herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) adalah benar berasal dari tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) dan berasal dari keluarga Asteraceae.


(65)

2. Hasil penetapan kadar air

Penetapan kadar air herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) bertujuan untuk melihat seberapa banyak air yang terkandung dalam serbuk herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) serta untuk memenuhi syarat penting standarisasi serbuk yang baik, yaitu memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Metode yang digunakan untuk penetapan kadar air pada penelitian ini adalah metode Gravimetri. Hasil yang diperoleh menunjukkan serbuk herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) memiliki kadar air sebesar 8,31% (lampiran 5). Hal ini menunjukan bahwa herba tempuyung (Sonchus arvensis L.) telah memenuhi syarat sebagai serbuk yang baik dengan kadar air kurang dari 10%

3. Penetapan konsentrasi fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis

L.

Penetapan konsentrasi maksimal dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dibuat untuk digunakan dalam menentukan dosis maksimal fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. Konsentrasi maksimal adalah konsentrasi dimana fraksi yang buat dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Hasil dari penetapan konsentrasi maksimal fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 15 % yang selanjutnya akan digunakan untuk menentukan dosis maksimal dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.


(66)

B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Penelitian ini menggunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa hepatotoksin. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati ringan yaitu steatosis tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji. Penanda terjadinya steatosis dapat dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT sebanyak tiga kali lipat dan AST sebanyak empat kali lipat dari nilai normal terhadap kontrol (Zimmerman, 1999). Dosis hepatotoksin karbon tetraklorida pada penelitian ini mengacu dari penelitian Janakat dan Al-Marie (2002), yaitu sebesar 2 mL/kgBB dalam olive oil (1:1) secara intraperitoneal. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Marie (2002), dosis hepatotoksin karbon tetraklorida sebesar 2 mL/kgBB sudah dapat menimbulkan kerusakan hati pada tikus. Pemberian karbon tetraklorida secara intraperitoneal bertujuan agar karbon tetraklorida dapat langsung terabsorbsi dengan cepat melalui rongga peritoneal menuju pembuluh darah sehingga toksisitas dapat terjadi dalam waktu yang cepat.

2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji

Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji bertujuan untuk mengetahui waktu dimana terjadi kerusakan paling besar pada organ hati hewan uji oleh karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST tertinggi pada selang waktu tertentu tanpa menyebabkan kematian hewan uji. Pencuplikan darah hewan uji dilakukan melaui sinus orbitalis pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB


(67)

secara intraperitoneal. Data aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0, 24, dan 48 tersaji pada tabel IV.

Tabel IV. Purata aktivitas serum ALT-AST tanpa perlakuan (jam 0) dan perlakuan kontrol karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu

24 dan 48 jam Selang Waktu

(jam)

Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 54,0 ± 3,5 100,2 ± 9,9

24 198,4 ± 23,7 461,2 ± 46,3

48 74,0 ± 8,2 177,2 ± 17,0

Keterangan. SE : Standar Error

Tabel IV menunjukkan nilai aktivitas serum ALT pada jam ke-0, 24, dan 48 berturut-turut sebesar 54,0 ± 3,5; 198,4 ± 23,7 dan 74,0 ± 8,2 (U/L). Dari gambar 8, terlihat aktivitas serum ALT pada jam ke-24 dengan dosis karbon tetraklorida 2 mL/kgBB lebih tinggi jika dibandingkan dengan jam ke-0 dan 48. Peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke-24 sebesar 3,67 kali lipat dibandingkan dengan aktivitas serum pada jam ke-0. Pada pencuplikan darah jam ke-48 terjadi peningkatan aktivitas serum sebesar 1,35 kali dibandingkan waktu ke-0, namun sudah terjadi penurunan bila dibandingkan dengan aktivitas serum pada jam ke-24, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT jam ke-24 telah memenuhi syarat hepatotoksisitas yang telah ditentukan, yaitu ≥ 3 kali lipat (Janakat dan Al-Marie, 2002). Data aktivitas serum ALT dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk didapatkan data terdistribusi normal (p>0,05) namun variansi tidak homogen (p=0,017), sehingga tidak dapat dilanjutkan ke analisis pola searah (One Way ANOVA). Analisis dilakukan dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui


(1)

Lampiran 4. Perhitungan efek hepatoprotektif

1- Purata ALT perlakuan-Purata ALT kontrol negatif

Purata ALT kontrol karbon tetraklorida-Purata ALT kontrol negatif x 100%  Kelompok perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB

1- 113,241,6

198,441,6100%=54,34%

 Kelompok perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 g/kgBB 1- 109,041,6

198,441,6100%=57,02%

 Kelompok perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB 1- 61,841,6

198,441,6100%=87,12%

1- Purata AST perlakuan-Purata AST kontrol negatif

Purata AST kontrol karbon tetraklorida-Purata AST kontrol negatif x 100%  Kelompok perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB

1- 406,699,2

461,299,2100%=15,08%

 Kelompok perlakuan fraksi air herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 g/kgBB 1- 363,699,2

461,299,2100%=26,96%


(2)

1- 294,699,2

461,299,2100%=46,02%

Lampiran 5. Penetapan kadar air serbuk fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Bobot sampel sebelum pemanasan –Bobot sampel setelah pemanasan

Bobot sampel sebelum pemanasan x 100%

 Replikasi 1

5,0274,626

5,027100%=7,98%

 Replikasi 2

5,0134,577

5,013100%=8,70%

 Replikasi 3

5,0754,657

5,075100%=8,24%

Rata-rata kadar air adalah 8,31%

Lampiran 6. Perhitungan konversi dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Nilai konversi tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56

Dosis untuk manusia 70 kg = dosis tikus 200 gx nilai konversi

Maka dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. untuk manusia adalah :

 Fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB = 0,075/200 gBB x 56

= 4,2 g/70 kgBB manusia = 0,06 g/kgBB

 Fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0, 75 g/kgBB = 0,15/200 gBB x 56

= 8,4 g/70 kgBB manusia = 0,12 g/kgBB

 Fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB = 0,3/200 gBB x 56

= 16,8 g/70 kgBB manusia = 0,24 g/kgBB


(3)

Lampiran 7. Foto serbuk herba Sonchus arvensis L.

Lampiran 8. Foto fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Lampiran 9. Foto suspensi fraksi air ekstrak etanolik tempuyung.


(4)

(5)

Lampiran 12. Surat pengesahan determinasi tanaman herba Sonchus arvensis L.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Pendek Fraksi Air Ekstrak Etanolik Herba Tempuyung (Sonchus Arvensis L.) Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum Pada Tikus Putih Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” memiliki nama lengkap Irvan Septya Giantama Balrianan. Penulis lahir di Jayapura pada tanggal 3 September 1993, merupakan anak pertama dari pasangan Robert Setyo Widodo Balrianan dan Suryati. Penulis mengawali pendidikan di TK YPPK Bintang Kecil Abepura Jayapura (1998-1999) kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD YPPK Gembala Baik Abepura Jayapura (1999-2005). Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP YPPK Santo Paulus Abepura Jayapura (2005-2008) kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA YPPK Teruna Bakti Waena Jayapura (2008-2011). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011. Semasa kuliah penulis aktif di dalam beberapa kegiatan kepanitiaan dan organisasi antara lain sebagai komisi domestik Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (2013), anggota divisi publikasi dan informasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi (2012). Penulis pernah menjabat sebagai ketua eksternal Pharmacy Perfomance and Road to School (2013), sebagai koordinator divisi keamanan Pharmacy Perfomance and Even Cup (2012), anggota divisi keamanan Pharmacy Perfomance (2011), koordinator divisi keamanan Musyawarah Wilayah (2012).


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tertraklorida.

1 1 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 99

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 4 113

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekokta Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

3 7 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% Herba Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 110

Pengaruh waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek sebagai hepatoprotektif terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

3 13 115

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 1 94

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak Etanol 50% HERBA Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

1 6 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 5 100

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 155