2.1.3 Mata Pelajaran PKn
Mata pelajaran di sekolah dasar salah satunya adalah mata pelajaran PKn yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Materi dalam
pembelajaran beragam, bahasannya tentang dunia disekitar kehidupan peserta didik. Menurut Ine Markum 2010:18
menjelaskan bahwa kewarganegaraan merupakan materi yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam, baik dari segi
agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa, untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter.
Jadi, mata pelajaran PKn sama dengan pendidikan karakter apabila dilihat dari materi-materi yang dibahas dalam pelajaran PKn.
Dilihat dari materi pembelajaran PKn, menurut Ine Markum 2010:18 materi-materi yang diajarkan bertujuan
mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa dalam hal berikut: 1 berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan, 2 berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan 3 berkembang secara positif dan semokratis untuk membentuk diri
berdasar pada
karakter-karakter masyarakat
Indonesia. Berdasarkan tujuan-tujuan yang diuraikan diatas, mata pelajaran
PKn mempunyai peran penting di dalam pendidikan untuk
membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang bermatabat luhur.
Mata pelajaran PKn juga membahas materi mengenai nilai yang menjadi tolok ukur manusia dalam betingkah laku di
kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran PKn berkaitan dengan pendidikan nilai karena di PKn dan nilai sangat berkesinambungan
dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan nilai menurut Ine Markum 2010:37 adalah suatu proses dalam upaya membantu
siswa mengekspresikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga peserta didik dimungkinkan untuk meningkatkan
atau memperbaiki kualitas berpikir serta perasaannya. Jadi, pendidikan nilai memiliki tujuan yang hampir sama dengan PKn
yaitu membentuk peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter. Berdasarkan
pendapat dari
ahli di
atas, peneliti
menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn sangat mendukung untuk membentuk karakter siswa. Pembelajaran PKn membahas materi
mengenai nilai-nilai dalam kemanusiaan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran PKn juga memiliki tujuan
untuk mengembangkan siswa agar berpikir secara kritis, rasional,
dan kreatif dalam menghadapi kejadian yang dialami. 2.1.4
Paradigma Pedagogi Reflektif
Paradigma Pedagogi Reflektif PPR merupakan salah satu model pembelajaran yang diterapkan di Universitas Sanata
Dharma. Paradigma Pedagogi Reflektif PPR diciptakan dan dikembangkan oleh pendiri Serikat Jesuit yang bernama Ignatius
Subagya, 2010: 3. Paradigma Pedagogi Reflektif juga disebut sebagai Pedagogi Ignatian karena diambil dari nama pencipta dan
pengembangnya yaitu Ignatius. Pada awal pengembangannya tujuan dari Pedagogi Ignatian ini adalah untuk mendidik dengan
cara yang efektif bagi pengembangan manusia-manusia yang unggul dalam iman dan berkarakter Subagya, 2010: 3. Paradigma
Pedagogi Reflektif
mulai menggema
dan mengubah
penyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah Jesuit dimana- mana Subagya, 2010: 6. Salah satu sekolah Jesuit yang ada di
Yogyakarta adalah sekolah dibawah Yayasan Kanisius. Paradigma Pedagogi Reflektif PPR merupakan polapikir
dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang menjunjung nilai kemanusiaan. Polapikir yang menjadi tujuan
dalam PPR adalah membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan
pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat
niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut Subgya, 2008:39. Dinamika pokok Pedagogi Reflektif terdiri dari tiga unsur
utama yaitu pengalaman, refleksi dan aksi di dalam proses belajar Subagya, 2010: 6. Unsur yang menjadi sentral dalam dinamika
Pedagogi Reflektif adalah konteks, pengalaman, reflektif, aksi dan evaluasi. Subagya 2008:41 menggambarkan pembinaan siswa
melalui PPR secara singkat adalah sebagai berikut:
KONTEKS
T U
J U
A N
Gambar 2.1 Dinamika PPR menurut Subagya 2008:41
Refleksi: Memperdalam
pemahaman. Mencari makna kemanusiaan,
kemasyarakatan. Menyadari motivasi,
dorongan, keinginan.
Evaluasi: Evaluasi ranah
intelektual. Evaluasi perubahan pola pikir,
sikap, perilaku siswa.
Aksi: Memutuskan untuk
bersikap, berniat, berbuat. Perbuatan
konkret.
Pengalaman: Mempelajari sendiri,
latihan kegiatan sendiri lawan
ceramah. Tanggapan afektif terhadap yang
dilakukan, latihan dari yang dipelajari.
Berdasarkan gambar diatas berikut adalah penjelasan secara rinci setiap tahapan yang dikemukakan oleh Subagya 2008:42-44, sebagai
berikut: a. Konteks
dalam pembelajaran
PPR bertujuan
untuk mengembangkan dan menyadarkan siswa tentang nilai-nilai
kemanusiaan. Guru sebagai fasilitator memberikan semangat dan membimbing siswa untuk menghayati nilai-nilai kemanusiaan
yang dibahas sebagai materi. b. Pengalaman
dalam pembelajaran
PPR bertujuan
untuk menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang dibahas sebagai
materi. Guru sebagai fasilitator menyediakan pengalaman langsung maupun tidak langsung di dalam proses pembelajaran.
Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang sudah atau akan siswa lakukan dalam melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan
yang dibahas. Pengalaman tidak langsung dapat diciptakan dari membaca atau mempelajari suatu kejadian. Selanjutnya, guru
memberikan sugesti agar siswa dapat menggunakan imajinasi mereka dengan cara mendengarkan cerita, melihat gambar,
bermain peran ataupun melihat tayangan filmvideo. c. Refleksi dalam pembelajaran PPR bertujuan agar siswa meyakini
makna nilai yang diperoleh dari pengalaman. Guru memfasilitasi dengan pertanyaan agar siswa terbantu untuk berefleksi.
Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan divergen agar siswa
secara otentik dapat memahami, mendalami dan meyakini nilai- nilai yang dibahas dan diperoleh siswa.
d. Aksi dalam pembelajaran PPR dilakukan dengan cara guru memfasilitasi siswa menggunakan pertanyaan aksi agar siswa
terbantu untuk membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksinya. Melalui membangun niat dan berperilaku sesuai
kemauannya sendiri
siswa membentuk
pribadinya agar
memperjuangkan nilai-nilai yang direfleksikannya. e. Evaluasi
dalam pembelajaran
PPR dilakukan
setelah pembelajaran selesai, guru memberikan evaluasi untuk mengukur
kompetensi siswa dari sisi akademik. Guru dan sekolah memang diharuskan untuk mengembangkan ranah akademik dan
menyiapkan siswa menjadi kompeten di bidang studi yang dipelajarinya.
Paradigma pedagogi reflektif juga memiliki kelebihan sekaligus keuntungan dalam penerapannya pada proses pembelajaran di sekolah
Subagya, 2008:57, antara lain: a. Paradigma pedagogi reflektif merupakan pembelajaran yang
murah meriah. Pembelajaran PPR diintegrasikan dengan bidang studi yang
diajarkan, maka tidak memerlukan sarana dan prasarana yang khusus. Untuk menumbuhkembangkan persaudaraan, solidaritas,
saling menghargai, dapat dicapai melalui belajar bersama di
dalam sebuah kerja sama kelompok yang kemudian di refleksikan dan ditindaklanjuti dengan aksi.
b. Paradigma pedagogi reflektif dapat diterapkan pada semua kurikulum.
PPR dapat diterapkan pada semua kurikulum: KTSP, KBK, Kurikulum
1994, bahkan
pada kurikulum
mana pun.
Pembelajaran PPR tidak menuntut tambahan bidang studi baru, tetapi yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara
mengajarkannya pada mata pelajaran yang ada. c. Paradigma pedagogi reflektif memberikan hasil yang cepat
terlihat. Menumbuhkembangkan seorang siswa menjadi pribadi yang
dewasa dan manusiawi, biasanya membutuhkan waktu yang lama dan biasanya terlihat setelah lulus SMP atau SMA. Apabila
sekolah sepakat dan semua guru menerapkan PPR, dalam waktu satu tahunsudah terlihat bahwa siswa mau solider satu dan saling
membantu dalam belajar, serta mau saling menghargai satu sama lain. Pengelolaan kelas juga menjadi mudah karena kebiasaan
tidak baik siswa berkurang dan tak terlihat lagi. Proses paradigma pedagogi reflektif mengharapkan siswa
menguasai materi, bukan hanya manghafal, tetapi mampu menjelaskan dan memahami nilai yang ada di dalamnya. Suparno
2015: 19 menjelaskan tujuan paradigma pedagogi reflektif adalah
agar siswa menjadi manusia utuh yang memiliki competence, conscience
, dan compassion. Manusia utuh yang dikatakan dalam paradigma pedagogi reflektif dalah berkembangnya 3 C tersebut.
Menurut Suparno 2015: 19 competence berarti menguasai ilmu pengetahuan atau keterampilan sesuai bidangnya. Conscience berarti
mempunyai hati nurani yang dapat membedakan baik dan tidak baik. Compassion
berarti mempunyai kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang membutuhkan, punya kepedulian pada orang lain.
Berdasarkan penjelasan dari ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran yang disampaikan kepada siswa melalui model
PPR tidak hanya sebatas pengetahuan. Jadi bukan hanya dari segi pengetahuan atau inteleknya saja yang berkembang, tetapi juga afeksi
suara hati dan konatif bela rasa. 2.2
Penelitian-Penelitian yang Relevan
Penelitian yang akan diteliti oleh peneliti memiliki hubungan dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya diantaranya adalah: 2.2.1 Penelitian yang dilakukan oleh Meiyanti Wulandari 2014 dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melalui Proses Pembe
lajaran Pendidikan Kewarganegaraan”. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan data tidak berupa angka
tetapi uraian.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu melakukan pengarahan klasikal tentang pentingnya kedisiplinan dan memberikan pesan
moral berupa keteladanan guru. Strategi yang digunakan adalah metode kooperatif student teams achievement division STAD.
2.2.2 Penelitian yang dilakukan oleh Nisa Dian Rachmawati 2014 berjudul “Hubungan Disiplin Belajar Dengan Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran PKn Di Sekolah Dasar Negeri Sumber Jaya 04 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi”. Metode penelitian yang
digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin
belajar dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas IV.
2.2.3 Penelitian yang dilakukan oleh Andri Widiyanti berjudul “Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan PPR Dan
Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa”. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu teknik analisis variansi
ANAVA. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendidikan karakter dengan
pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama
Katolik. Penelitian-penelitian yang dilakukan di atas digambarkan oleh
peneliti melalui sebuah bagan yaitu:
Gambar 2.2 Bagan Penelitian Yang Relevan Penelitian yang telah dilakukan oleh Meiyanti dan Nisa yaitu
berkaian dengan kedisiplinan dalam pembelajaran PKn. Penelitian yang dilakukan oleh Andri Wijayanti yaitu mengenai model yang digunakan
untuk penelitian adalah Paradigma Pedagogi Reflektif PPR. Berdasarkan ketiga penelitian yang dilakukan sebelumnya diatas maka peneliti
merumuskan judul penelitian yaitu Peningkatan Sikap Kedisiplinan Pada Pembelajaran PKn menggunakan Model Paradigma Pedagogi Refelktif
PPR Bagi Siswa Kelas III di SD Kanisius Kadirojo.
Meiyanti Wulandari 2014
“Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Melalui
Proses Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan” Kedisiplinan dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
Nisa Dian Rachmawati 2014
“Hubungan Disiplin Belajar Dengan Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran PKn Di Sekolah Dasar Negeri
Sumber Jaya 04 Tambun Selatan Kabupaten Bekasi”
Andri Widiyanti “Pengaruh Pendidikan
Karakter Dengan Pendekatan PPR Dan
Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian
Siswa” PPR
Brigita Yosi Pratiwi 2015 “Peningkatan Sikap Kedisiplinan Pada Pembelajaran PKn
Menggunakan Model Paradigma Pedagogi Reflektif PPR Bagi Siswa Kelas 3 Di SD Kanisius Kadirojo”
2.3 Kerangka Berpikir