B. Unsur, Objek serta Jenis Arbitrase a. Unsur Arbitrase
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa secara non-litigasi atau di luar peradilan yang di dasari
atas adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak baik sebelum ataupun sesudah terjadinya sengketa.
Dari defenisi atau pengertian tersebut dapat diambil suatu bagian unsur- unsur dari arbitrase secara umum, yaitu meliputi :
a. penyelesaian sengketa
b. di luar peradilan umum
c. berdasarkan perjanjian tertulis
42
Telah jelas bahwa pada poin c dikatakan bahwa unsur dari arbitrase adalah berdasarkan perjanjian tertulis. Sebagaimana tertera di dalam pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 bahwa “perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa”. Dengan
adanya perjanjian arbitrase ini, berarti meniadakan hak para pihak yang bersengketa untu mengajukan gugatan terhadap penyelesaian sengketa ke
Pengadilan Negeri. Dikarenakan suatu perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum ataupun
sesudah terjadinya sengketa, maka bentuk klausula arbitrase pun dapat dibagi
42
Eddy Leks, http:eddyleks.blog.kontan.co.id20130107arbitrase-sebagai-alternatif- penyelesaian-sengketa-bisnis , artikel, diakses 10 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
menjadi dua bentuk yaitu klausula yang berbentuk pactum de compromittendo dan klausula yang berbentuk akta kompromis.
Klausula yang berbentuk pactum de compromittendo dibuat oleh para pihak dalam perjanjiannya sebelum timbulnya sengketa. Dalam hal ini para pihak
menyetujui atau menyepakati untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin akan timbul atau terjadi dikemudian hari melalui arbitrase kepada lembaga arbitrase
ataupun arbitrase ad-hoc. Pengaturan bentuk klausula pactum de compromittendo ini dapat dijumpai
dalam pasal 27 Undang-Undang nomor 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa, “para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi
antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase”. Sebelumnya diatur dalam pasal 615 ayat 3 Rv yang menentukan “bahwa diperkenankan mengikat diri satu
sama lain, untuk menyerahkan sengketa-sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari, kepada pemutusan seorang atau beberapa orang wasit. Juga
dijumpai dalam pasal II ayat 2 Konvensi New York 1958 yang antara lain menentukan “......the parties undertake to submit to arbitration all or any
differences....which may arise between them.....”
43
a. meninggalnya salah satu pihak
Suatu perjanjian arbitrase tidak dapat dibatalkan dikarenakan oleh hal-hal sebagai berikut :
b. bangkrutnya salah satu pihak
c. novasi pembaruan utang
43
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.24
Universitas Sumatera Utara
d. insolvensi atau keadaan tidak mampu membayar dari salah satu pihak
e. pewarisan
f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok
g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga
dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut h.
berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok
44
Bentuk klausula lain adalah akta kompromis. Klausula ini dibuat setelah timbul atau terjadinya sengketa. Pada perjanjian pokok yang telah dibuat
sebelumnya, para pihak belum mencantumkan klausula arbitrase, lalu setelah terjadinya sengketa maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi diantara mereka melalui arbitrase. Perjanjian mengenai hal tersebut dibuat secara tersendiri serta terpisah dari perjanjian pokok yang mana di dalamnya
tertera mengenai penyerahan penyelesaian sengketa secara arbitrase. Disimpulkan dari pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 bahwa
pembuatan suatu akta kompromis dapat diancam batal demi hukum jika tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. pemilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase oleh para pihak
dilakukan setelah sengketa terjadi b.
persetujuan mengenai tata cara penyelesaian sengketa harus dibuat secara tertulis, tidak boleh diperjanjikan secara lisan
44
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif pasal 10
Universitas Sumatera Utara
c. harus ditandatangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak dapat
menandatangani perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk akta notaris.
d. Isi dari perjanjian harus memuat masalah yang dipersengketakan, nama
lengkap dan tempat tinggal para pihak, nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbiter, tempat arbiter atau majelis arbiter akan
mengambil keputusan, nama lengkap sekretaris, jangka waktu penyelesaian sengketa, pernyataan kesediaan arbiter serta pernyataan
kesediaan para pihak untuk menanggung segala biaya yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa.
Secara umum, klausula arbitrase akan mencakup : 1.
Komitmenkesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase 2.
Ruang lingkup arbitrase 3.
Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau ad.hoc. apabila memlikih bentuk ad.hoc, maka klausula tersebut merinci metode
penunjukan arbiter atau majelis arbitrase 4.
Aturan prosedural yang berlaku 5.
Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitrase 6.
Pilihan hukum substantif yang berlaku bagi arbitrase 7.
Klausula-klausula stabilitasi dan hak kekebalan imunitas.
45
Menilik penjelasan yang telah diuraikan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur perjanjian tertulis tersebut merupakan ciri khas penyelesaian
45
Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, Fatmah Jatim, Arbitrase di Indonesia:Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktik, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1995 hlm.25
Universitas Sumatera Utara
sengketa melalui arbitrase. Karena tanpa adanya perjanjian tertulis yang dibuat antara para pihak yang bersengketa, penyelesaian sengketa tidak dapat
diselesaikan melalui jalan arbitrase. Berbicara tentang perjanjian, maka pembuatan perjanjian atau klausula
arbitrase juga tunduk pada aturan yang tertera di dalam hukum perjanjian pada Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jadi, sah atau tidaknya perjanjian arbitrase tidak terlepas dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata.
46
46
b. Objek Arbitrase
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, objek memiliki arti hal, perkara, atau orang yg menjadi pokok pembicaraan.
Berdasarkan pengertian objek tersebut, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa yang menjadi objek arbitrase adalah hal-hal yang dibahas dalam arbitrase
atau hal-hal yang dapat diselesaikan melalui jalan arbitrase. Objek perjanjian arbitrase sengketa yang akan diselesaikan di luar
pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya menurut Pasal 5 ayat 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
http:ilmuhukumuin-suka.blogspot.com201312macam-macam-perjanjian-arbitrase- dan.html , artikel, diakses 10 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual.
Sementara itu Pasal 5 ayat 2 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, memberikan perumusan negatif bahwa
sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan
perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851 sd 1854.
47
1. Arbitrase ad-hoc
b. Jenis Arbitrase
Pada bagian ini akan dibicarakan mengenai jenis-jenis arbitrase, dimana hal ini berarti menyangkut masalah lembaga yang akan menangani jalannya
arbitrase. Untuk tinjauan terhadap lembaga arbitrase ini dilakukan pendekatan melalui ketentuan yang tercantum didalam Rv dan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999. Jenis arbitrase yang akan dibahas ini merupakan jenis arbitrase yang
kewenangan serta eksistensi nya diakui sebagai lembaga untuk memriksa, menangani serta memberikan putusan terhadap sengketa yang terjadi antara pihak-
pihak yang telah melakukan perjanjian. Berdasarkan terkoordinasi dan tidak terkoordinasinya arbitrase oleh suatu
lembaga, maka jenis arbitrase terbagi menjadi dua, yaitu :
2. Arbitrase institusional
47
BPK, Arbitrase. http:jdih.bpk.go.idwp-contentuploads201103Arbitrase.pdf , artikel, diakses 11 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
Arbitrase ad-hoc atau disebut juga arbitrase volunter adalah arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu.
Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu diputuskan.
48
Dalam hal ini arbitrase ad-hoc tunduk sepenuhnya mengikuti aturan tata cara yang ditentukan dalam perundang-undangan.
Arbitrase ad-hoc ini dibentuk setelah suatu sengketa terjadi. Arbitrase ini tidak terikat dengan salah satu badan arbitrase, jadi dapat dikatakan bahwa
arbitrase ini tidak memiliki aturan ketentuan sendiri mengenai tata cara pelaksanaan pemeriksaan sengketa maupun pangikatan arbiternya.
49
Lain halnya dengan arbitrase institusional, adalah arbitrase yang melembaga yang didirikan dan melekatpada suatu badan body atau lembaga
institution tertentu. Sifatnya permanen dan sengaja dibentuk guna menyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai akibat pelasanaan perjanjian. Setelah
selesai memutus sengketa, arbitrase institusional tidak berakhir. Pada umumnya, arbitrase institusional memiliki prosedur dan atta cara pemeriksaan sengketa
tersendiri. Arbiternya ditentukan dan diangkat oleh lembaga arbitrase institusional sendiri.
50
Akibat kesulitan yang dialami para pihak dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan prosedural dari arbitrase serta dalam merencanakan
metode-metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak, para
48
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Op.Cit. hlm.55
49
M. Yahya Harahap, Op.Cit. hlm.150
50
Rachmadi Usman, Op.Cit. hlm.29
Universitas Sumatera Utara
pihak sering kali memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase institusional.
51
Arbitrase institusional tersebut menyediakan jasa administrasi arbitrase, yang meliputi pengawasan proses arbitrase, aturan-aturan prosedural sebagai
pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter.
52
Karena arbitrase institusional sangat mendukung pelaksanaan arbitrase, para pihak yang bersengketa dapat dan sering kali sepakat menggunakan jasa-jasa
lembaga arbitrase atau arbitrase institusional. Aturan-aturan umum tentang kebebasan dan otonomi para pihak juga diterapkan, bahkan para pihak yang
menggunakan lembaga arbitrase dapat menyesuaikan proses arbitrase mereka.
53
- The International Centre for Setlement of Investment Dispute ICSID,
didirikan oleh World Bank. Diratifikasi melalui Undang-Undang nomor 5 Tahun 1968.
Ada beberapa lembaga arbitrase institusional yang menyediakan jasa arbitrase, diantaranya bersifat Internasional dan yang bersifat Nasional.
Yang bersifat Internasional misalnya :
- Court of Arbitration of The International Chamber of Commerce ICC,
bertempat di Paris. -
United Nation Commisson on International Trade Law UNCITRAL, didirikan pada tanggal 21 Juni 1985.
51
Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, Fatmah Jatim, Op.Cit. hlm 25
52
Ibid. hlm.26
53
Ibid. hlm.27
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan lembaga arbitrase yang bersifat Nasional antara lain : -
Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI -
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI
Dalam bagian ini sedikit akan dibahas tentang Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI sebagai sebuah lembaga arbitrase institusional dalam lingkup
Nasional yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian sengketa yang timbul mengenai permasalahan perdagangan, industri, keuangan, baik yang bersifat
nasional maupun yang bersifat internasional secara adil dan cepat. Badan Arbitrase Nasional Indonesia ini berdiri pada tanggal 3 Desember
1977 atas prakarsa Kamar Dagang dan Industri KADIN Indonesia sebagai sarana kepercayaan para pengusaha Indonesia termasuk pengusaha perdagangan
bagi kelancaran usahanya, untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya, berkedudukan di Jakarta dan mempunyai cabang-cabangnya di tempat-tempat lain
di Indonesia yang dianggap perlu setelah diadakan mufakat dengan Kamar Dagang dan Industri KADIN Indonesia.
Prakarsa KADIN dalam pendirian Badan Arbitrase Nasional Indonesia karena diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar
Dagang dan Industri yang antara lain menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia, Kamar Dagang dan Industri dapat melakukan antara lain
jasa-jasa baik dalam bentuk pemberian surat keterangan, penengahan, arbitrase, dan rekomendasi mengenai usaha pengusaha Indonesia, termasuk legalisasi surat-
surat yang diperlukan bagi kelancaran usahanya.
54
54
Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Op.Cit. hlm.104
Universitas Sumatera Utara
Jadi walaupun Badan Arbitrase Nasional Indonesia ini memiliki sifat, ruang lingkup keberadaan serta hanya meliputi kawasan Indonesia, namun bukan
berarti Badan Arbitrase Nasional Indonesia ini hanya dapat menyelesaikan sengketa nasional saja, tetapi juga dapat menyelesaikan sengketa yang bebobot
internasional, asalkan hal tersebut diajukan atau diminta serta disepakati oleh para pihak.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia terdiri dari susunan seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, beberapa orang anggota tetap, beberapa orang anggota tidak
tetap, dan sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. Ketua, Wakil Ketua, anggota, dan sekretariat tersebut diangkat dan diberhentikan atas
pengusulan Badan Arbitrase Nasional Indonesia oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Untuk pertama kali mereka diangkat atas pengusulan Team Inti Pendiri
BANI. Jangka waktu pemangkuan jabatan tersebut adalah untuk waktu lima tahun, setelah mana mereka dapat diangkat kembali. Ketua, Wakil Ketua, dan para
anggota tetap merupakan pengurus Board of Managing Directors Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
55
1. Kelebihan Arbitrase C. Kelebihan dan Kekurangan Arbitrase
Arbitrase sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa mempunyai kelebihan-kelebihan sehingga dipilih atau digunakan oleh pihak-pihak yang
sedang berada atau mengalami sengketa.
55
Ibid. hlm.105
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan umum yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain : a.
Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak b.
Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya
mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur, dan adil
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase e.
Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara prosedur sederhana saja ataupun
langsung dapat dilaksanakan. HMN Purwosutjipto juga mengemukakan kelebihan-kelebihan peradilan
wasit arbitrase yaitu : 1.
Penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan dengan cepat 2.
Para wasit terdiri dari orang-orang ahli dalam bidang yang dipersengketakan, yang diharapkan mampu membuat putusan yang
memuaskan para pihak 3.
Putusan akan lebih sesuai dengan perasaan keadilan para pihak 4.
Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum tidak mengetahui tentang kelemahan-kelemahan perusahaan yang bersangkutan. Sifat
Universitas Sumatera Utara
rahasia pada putusan perwasitan inilah yang dikehendaki oleh para pengusaha.
56
Michael B. Metzger mengemukakan pendapat keuntungan penyelesaian
sengketa melalui arbitrase adalah “As compared with the court system, the main
advantages clained for arbitration are :
1. Quicker resolution of disputes penyelesaian sengketa secara cepat
2. Lower costs in time and money to the parties biaya yang rendah
3. The availability of professional who are often expert in the subject matter
of dispute” kemampuan para pihak yang ahli dalam sengketa.
57
Menurut Prof. Subekti, bahwa bagi dunia perdagangan atau bisnis, penyelesaian sengketa lewat arbitrase atau perwasitan, mempunyai beberapa
keuntungan yaitu bahwa dapat dilakukan dengan cepat, oleh para ahli, dan secara rahasia.
Gary Goodpaster, Felix O. Soebagjo, Fatmah Jatim, dalam “Tinjauan terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang Indonesia”
menyebutkan keuntungan arbitrase yang menyebabkan arbitrase disebut di pilih dalam menyelesaikan sengketa, yaitu :
a. Kebebasan, kepercayaan, dan keamanan
b. Keahlian
c. Cepat, dan hemat biaya
56
Budhy Budiman, “Mencari Model Ideal penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik Peradilan
Perdata Dan undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999”, dalam http:jdih.bpk.go.idwp- contentuploads201103Arbitrase.pdf diakses 15 Februari 2014
57
http:fikrimuhammad17.blogspot.com201103arbitrase.html , artikel, diakses 15 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
d. Bersifat rahasia
e. Bersifat non-preseden
f. Kepekaan arbiter pelaksanaan keputusan
g. Kecenderungan yang modern
Hampir sama dengan hal tersebut, Sudargo Gautama juga menyebutkan alasan arbitrase digunakan sebagai metode penyelesaian sengketa dalam bukunya
yang berjudul “Arbitrase Dagang Internasional” adalah : a.
Dihindarkannya publisitas b.
Tidak banyak formalitas c.
Bantuan pengadilan hanya pada taraf eksekusi d.
Baik untuk pedagang-pedagang bonafide e.
Ada jaminan dari perkumpulan-perkumpulan pengusaha f.
Lebih murah dan cepat Dari berbagai pendapat yang dikemukakan ahli-ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa kelebihan atau keunggulan arbitrase adalah sebagai berikut : Pertama, para pihak mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihan
hukum, proses serta tempat penyelenggaraan arbitrase, dan tidak terikat dalam bentuk formal peradilan seperti hal nya di dalam proses litigasi. Fleksibilitas
arbitrase ini menjadi daya tarik yang sangat besar karena para pihak yang besengketa dapat dengan langsung membahas hal-hal yang menjadi persengketaan
mereka tanpa perlu diwakili oleh kuasa hukum seperti beracara di pengadilan. Kedua, pada umumnya arbitrase dilakukan secara tertutup atau bersifat
rahasia. Dalam hal ini pemeriksaan ataupun penyelesaian sengketa hanya dihadiri
Universitas Sumatera Utara
oleh para pihak yang bersengketa saja. Artinya tidak ada pihak lain yang mengetahui permasalahan-permasalahan yang menjadi sengketa sengketa para
pihak seperti hal nya penyelesaian sengketa melalui litigasi sehingga kegiatan usaha tidak menjadi terganggu. Hal ini juga menjadi dasar sehingga para pihak
memilih arbitrase, karena mereka tidak menginginkan masalah yang dihadapi diketahui oleh orang lain ataupun dipublikasikan kepada media.
Ketiga, pihak yang bersengketa dapat memilih sendiri arbiter atau orang yang ahli untuk menyelesaikan sengketa mereka. Hal ini dimaksudkan agar orang
yang ahli tersebut dengan ilmunya dapat memberikan putusan yang cepat dan adil serta dapat dipertanggungjawabkan sesuai pengetahuan yang dimilikinya terhadap
sengketa yang tengah dihadapi para pihak. Keempat, arbitrase merupakan proses penyelesaian sengketa yang tidak
memakan banyak waktu dan dilaksanakan dengan biaya yang murah dibandingkan dengan proses berperkara di pengadilan atau litigasi.
2. Kelemahan Arbitrase
Sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa, arbitrase tidak hanya memiliki kelebihan-kelebihan namun juga memiliki kelemahan-kelemahan yang
perlu diketahui oleh pengguna metode arbitrase. Kelemahannya terletak pada masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu
putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas, ini khususnya terjadi di Indonesia dari
praktek arbitrase yang sudah berjalan selama ini. Selain itu, di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat dari pada proses arbitrase.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa kelemahan arbitrase yang lainnya adalah : 1.
Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis, bahkan oleh masyarakat akademis sendiri.
Sebagai contoh masyarakat masih banyak yang belum mengetahui keberadaan dan kiprah dari lembaga-lembaga seperti BANI.
2. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang memadai, sehingga enggan
memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui
lembaga-lembaga arbitrase yang ada. 3.
Lembaga Arbitrase tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi putusannya.
4. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang
dicapai dalam Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara, baik dengan teknik mengulur-ulur waktu, perlawanan, gugatan
pembatalan dan sebagainya. 5.
Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Sebagai suatu mekanisme extra judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran
dan kewajaran.
58
D. Faktor-Faktor yang Mendorong Para Pihak Memberdayakan Arbitrase dalam Menyelesaikan Sengketa