Tabel V. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Glukosa Darah Puasa Responden Wanita pada Kelompok dengan LP 80 dan LP ≥ 80 cm
LP 80 cm LP ≥ 80 cm
Karakteristik n = 50
n = 19 p
Kadar Glukosa Darah Puasa
mgdL 77,50
67,00-87,00 77,00
58,00-92,00 0,134
terdapat perbedaan yang tidak bermakna p 0,05
Melalui analisis statistik diperoleh nilai p = 0,134 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah puasa yang tidak bermakna antara
kelompok responden wanita dengan LP 80 cm dan kelompok dengan LP ≥ 80 cm. Pada penelitian Pongsatha et al. 2012 menyatakan hasil yang berbeda di
mana terdapat perbedaan yang signifikan p = 0,000 pada kelompok wanita menopause berusia 40 tahun ke atas dengan lingkar pinggang 80 cm dan ≥80
cm. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Liu et al. 2011 pada kelompok wanita dengan usia 49,30 ± 16,19 tahun di mana ditemukan perbedaan lingkar
pinggang yang bermakna p= 0,001 pada kelompok glukosa darah puasa 5,6 mmoll dan ≥ 5,6 mmoll. Hasil yang berbeda dimungkinkan karena perbedaan
usia responden yang digunakan dalam penelitian.
D. Perbandingan Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Responden Pria dengan RLPP 0,90 dan RLPP ≥
0,90
Menurut World Health Organization tahun 2008, kriteria rasio lingkar pinggang-panggul RLPP bagi pria adalah 0,90 untuk populasi Asia. Responden
pria dikelompokkan menjadi 2, yaitu kelompok dengan RLPP 0,90 dan
kelompok dengan RLPP ≥ 0,90. Distribusi kadar glukosa darah puasa antara kedua kelompok diuji menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah data 2
kelompok tersebut secara berurutan adalah 43 dan 16 responden. Nilai median kadar glukosa darah puasa pada kelompok RLPP 0,90 dan kelompok RLPP ≥
0,90 secara berurutan adalah 80,00 64,00-97,00 mgdL dan 83,00 71,00-96,00 mgdL. Rerata kadar glukosa darah puasa pada kedua kelompok dibandingkan
dengan menggunakan uji hipotesis komparatif t-test karena kadar glukosa darah baik pada kelompok RLPP 0,90 maupun RLPP ≥ 0,90 memiliki distribusi yang
normal p = 0,664 dan p = 0,558. Tabel VI. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Glukosa Darah Puasa Responden Pria
pada Kelompok dengan RLPP 0,90 dan RLPP ≥ 0,90 RLPP 0,90
RLPP ≥ 0,90 Karakteristik
n = 43 n = 16
p Kadar Glukosa
Darah Puasa mgdL
80,00 64,00-97,00
83,00 71,00-96,00
0,684
terdapat perbedaan yang tidak bermakna p 0,05 Melalui analisis statistik diperoleh nilai p = 0,684 yang menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah puasa yang tidak bermakna antara kelompok responden pria dengan RLPP 0,90 dan kelompok dengan RLPP ≥
0,90. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Liu, dkk. 2011 di Cina, yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara RLPP pada responden
pria usia 49,68 ± 16,93 tahun, dengan kelompok kadar glukosa puasa 5.6 mmolL dengan ≥ 5,6 mmolL p= 0,009. Perbedaan hasil dapat disebabkan
karena perbedaan usia responden yang digunakan dalam penelitian.
E. Perbandingan Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Responden Wanita dengan RLPP 0,85 dan RLPP ≥
0,85
Menurut World Health Organization tahun 2008, kriteria rasio lingkar pinggang-panggul RLPP bagi wanita adalah 0,85 untuk populasi Asia.
Responden wanita dikelompokkan menjadi 2, yaitu kelompok dengan RLPP 0,85 dan kelompok dengan RLPP ≥ 0,85. Distribusi kadar glukosa darah puasa
antara kedua kelompok diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro- Wilk karena jumlah data 2 kelompok tersebut secara berurutan adalah 59 dan 10
responden. Nilai median kadar glukosa darah puasa pada kelompok RLPP 0,85 dan kelompok RLPP ≥ 0,85 secara berurutan adalah 77,00 58,00-92,00 mgdL
dan 78,50 73,00-85,00 mgdL. Rerata kadar glukosa darah puasa pada kedua kelompok dibandingkan dengan menggunakan uji hipotesis komparatif t-test
karena kadar glukosa darah baik pada kelompok RLPP 0,85 maupun RLPP ≥ 0,85 memiliki distribusi yang normal p = 0,200 dan p = 0,997.
Tabel VII. Uji Hipotesis Komparatif Kadar Glukosa Darah Puasa Responden Wanita pada Kelompok dengan RLPP 0,85 dan RLPP ≥ 0,85
RLPP 0,85 RLPP ≥ 0,85
Karakteristik n = 59
n = 10 p
Kadar Glukosa Darah Puasa
mgdL 77,00
58,00-92,00 78,50
73,00-85,00 0,205
terdapat perbedaan yang tidak bermakna p 0,05
Melalui analisis statistik diperoleh nilai p = 0,205 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah puasa yang tidak bermakna antara
kelompok responden wanita dengan RLPP 0,85 dan kelompok dengan RLPP ≥
0,85. Hasil ini berbeda dengan penelitian Pongsatha et al. 2012 pada kelompok wanita menopause berusia 40 tahun ke atas, yang menyatakan bahwa adanya
perbedaan yang bermakna kadar glukosa darah puasa antara kelompok wanita dengan RLPP 0,8 dan RLPP ≥ 0,8 p= 0,002. Namun, penelitian Liu dkk.
2011 di Cina, menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna antara RLPP pada kelompok kadar glukosa puasa 5.6 mmolL dengan ≥ 5,6
mmolL p= 0,493.
F. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Responden Pria dan Wanita terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa
Analisis statistik yang dilakukan untuk mengetahui korelasi antara lingkar pinggang dan RLPP dengan kadar glukosa darah puasa adalah uji korelasi.
Dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi Spearman pada responden pria karena walaupun data kadar glukosa darah puasa terdistribusi normal, data lingkar
pinggang dan RLPP tidak terdistribusi normal. Pada responden wanita digunakan analisis Spearman pada uji korelasi lingkar pinggang terhadap kadar glukosa
darah puasa dan analisis Pearson pada uji korelasi RLPP terhadap kadar glukosa darah puasa. Menurut Dahlan 2011, apabila terdapat data dengan distribusi tidak
normal maka digunakan analisis korelasi Spearman dalam uji korelasi. Sedangkan apabila data terdistribusi normal maka digunakan analisis korelasi Pearson.
Tabel VIII. Korelasi Lingkar Pinggang cm dan RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Responden Pria
Variabel r
p Lingkar pinggang cm
0,034 0,795
RLPP 0,168
0,204 terdapat korelasi yang tidak bermakna p 0,05
Melalui uji korelasi lingkar pinggang terhadap kadar glukosa darah puasa diperoleh nilai p = 0,795 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi yang
bermakna antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah puasa p0,05. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,034 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan
korelasi sangat lemah Dahlan, 2012. Lingkar pinggang memiliki korelasi positif terhadap kadar glukosa darah puasa, namun korelasi di antara keduanya sangat
lemah. Arah korelasi ditunjukkan dengan nilai yang positif yang berarti korelasi di antara kedua variabel adalah searah, di mana semakin besar lingkar pinggang
maka akan semakin besar pula kadar glukosa darah puasa Dahlan, 2012. Penelitian Dalton, dkk. 2003, menunjukkan bahwa ada korelasi lemah
yang bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar glukosa darah puasa r= 0,248, p 0,001 pada responden pria dengan usia ≥ 25 tahun. Hal ini didukung
oleh Gupta 2007 dengan signifikansi 0,001 dan nilai r = 0,26 pada responden pria. Penelitian Shirey 2011 di India dengan subjek pria, menunjukkan adanya
korelasi yang positif dan bermakna r= 0,161 ; p = 0,010 dengan rerata usia 43±12,8 tahun.
Gambar 16. Diagram Sebaran Korelasi Lingkar Pinggang cm terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa mgdL pada Responden Pria
Nilai signifikansi yang diperoleh pada uji korelasi RLPP terhadap kadar glukosa darah puasa adalah 0,204 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang tidak bermakna antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa pada responden pria p0,05, dengan nilai r = 0,168 yang menunjukkan kekuatan
korelasinya sangat lemah. Penelitian Al-khazrajy, dkk. 2010, pada responden pria dengan rerata
usia 45,73 ± 7,83 tahun menunjukkan korelasi positif yang tidak bermakna antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa r = 0,115 ; p = 0,203. Penelitian
Dalton, dkk 2003 di Australia pada responden pria berusia ≥ 25 tahun, menunjukkan korelasi yang bermakna p 0,001 dengan nilai r = 0,240 yang
mengindikasikan korelasi yang lemah antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa. Penelitian Gupta, dkk. 2007 pada responden pria berusia 20 tahun ke atas
menyatakan hal yang serupa dengan adanya nilai r= 0,15 dengan p 0,001, yang menunjukkan korelasi positif yang bermakna antara RLPP dan kadar glukosa
darah puasa, dengan kekuatan korelasi sangat lemah. Hal yang serupa juga ditunjukkan pada penelitian Lipoeto 2007, uji korelasi hubungan RLPP dengan
kadar glukosa darah pada responden pria dewasa tidak bermakna secara statistika p0,05 dan memiliki nilai r = 0,106.
Gambar 17. Diagram Sebaran Korelasi RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa mgdL pada Responden Pria
Tabel IX. Korelasi Lingkar Pinggang cm dan RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Responden Wanita
Variabel r
p Lingkar pinggang cm
0,102 0,406
RLPP 0,014
0,909 terdapat korelasi yang tidak bermakna p 0,05
Melalui uji korelasi lingkar pinggang terhadap kadar glukosa darah puasa diperoleh nilai p = 0,406 yang menunjukkan tidak terdapat korelasi yang
bermakna antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah puasa p0,05. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,102 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan
korelasi sangat lemah Dahlan, 2012. Lingkar pinggang memiliki korelasi positif terhadap kadar glukosa darah puasa, namun korelasi di antara keduanya sangat
lemah. Arah korelasi ditunjukkan dengan nilai yang positif yang berarti korelasi di antara kedua variabel adalah searah, di mana semakin besar lingkar pinggang
maka akan semakin besar pula kadar glukosa darah puasa Dahlan, 2012. Penelitian Shirey 2011, menunjukkan adanya korelasi lemah yang
bermakna r= 0,262 ; p = 0,000 antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah puasa pada responden wanita di India yang berusia ≥ 18 tahun. Penelitian Chehrei,
Sadrnia, Keshteli, Daneshmand dan Rezaei 2007 membuktikan adanya korelasi yang tidak bermakna p0,05 antara lingkar pinggang dan kadar glukosa darah
puasa dengan nilai r = 0.057 pada responden wanita dengan rerata usia 40,41±15,44 tahun. Penelitian Dev dan Marcus 2012 menunjukkan adanya
korelasi yang bermakna antara lingkar pinggang dan kadar glukosa puasa r= 0,26 ; p0,05 pada wanita obesitas dengan rentang usia 20–59 tahun. Penelitian Patil,
dkk. 2012, menunjukkan adanya korelasi lemah yang bermakna r = 0,214 ; p0,001. Pada penelitian Lipoeto 2007 didapatkan adanya korelasi positif yang
tidak bermakna, dengan kekuatan korelasi lemah antara lingkar pinggang dengan kadar glukosa darah r = 0,128 dan p0,05 pada responden wanita dewasa ≥20
tahun.
Gambar 18. Diagram Sebaran Korelasi Lingkar Pinggang terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa mgdL pada Responden Wanita
Nilai signifikansi yang diperoleh pada uji korelasi RLPP terhadap kadar glukosa darah puasa adalah 0,909 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi
yang tidak bermakna antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa pada responden wanita r = 0,014 ; p0,05. Berdasarkan penelitian Dalton, dkk. 2003
terdapat korelasi yang bermakna r = 0,309 ; p0,001 antara RLPP dengan kadar glukosa darah puasa pada responden wanita berusia ≥ 25 tahun. Pada penelitian
Gupta tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat korelasi yang tidak bermakna dan sangat lemah antara RLPP wanita dengan kadar glukosa puasa r = 0,09 ; p0,05.
Pada penelitian Pongsatha, dkk. 2011 menyatakan terdapat korelasi lemah yang bermakna r= 0,204 ; p = 0,000 pada responden wanita menopause di Thailand.
Gambar 19. Diagram Sebaran Korelasi RLPP terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa mgdL pada Responden Wanita
Pengukuran RLPP menggunakan dua variabel pengukuran, di mana masing-masing variabel pengukuran berpotensi memiliki kesalahan pengukuran.
Hal ini membuat pengukuran RLPP lebih sulit untuk dilakukan dan kurang reliabel dibandingkan dengan pengukuran lingkar pinggang Wang dan Hoy,
2004. Penelitian Koning, dkk. 2007 menyatakan bahwa adanya peningkatan lingkar panggul berkaitan dengan peningkatan lemak subkutan panggul, otot
gluteal dan massa otot kaki. Massa otot kaki menunjukkan pengukuran aktivitas fisik. Pernyataan ini didukung oleh Chan, dkk. 2003, bahwa nilai RLPP tidak
memperhitungkan adanya variasi yang besar pada jumlah lemak dan jaringan adiposa viseral abdominal. Selain itu, sejalan dengan pernyataan Wang dan Hoy
bahwa pengukuran RLPP ini melibatkan dua pengukuran yang dapat mengakibatkan measurement error.
Menurut Dalton, dkk. 2003, baik lingkar pinggang maupun RLPP dapat dipengaruhi oleh adanya measurement error. Menurut Dobbelsteyn, dkk. 2001,
kurangnya standar pengukuran untuk lingkar pinggang merupakan suatu kelemahan, di mana WHO merekomendasikan pengukuran pada titik tengah di
antara tulang rusuk paling bawah dan tulang panggul tepi atas, guideline NHANES III menyatakan bahwa dengan menggunakan satu titik di atas tulang
panggul sebelah kanan, North American Association for the Study of Obesity NAASO dan NHLBI menggunakan tulang panggul sebelah kanan. Standarisasi
lokasi tubuh diperlukan untuk mendapatkan pengukuran yang reliabel dari lingkar abdominal. Penulis menggunakan standar WHO dalam pengukuran lingkar
pinggang. Kemungkinan measurement error dapat dihindari dengan validasi metode, salah satunya dengan pengukuran nilai CV coefficient of variation pada
penelitian. CV yang dikehendaki untuk penelitian adalah ≤ 5 menurut Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik 2011, di mana pada penelitian
didapatkan CV untuk pengukuran pria adalah 0,21 lingkar pinggang dan 0 rasio lingkar pinggang-panggul, sedangkan untuk pengukuran wanita didapatkan
CV sebesar 0,25 lingkar pinggang dan 0 rasio lingkar pinggang-panggul. Faktor usia subjek penelitian dapat menjadi salah satu penyebab adanya
perbedaan dan korelasi yang tidak bermakna pada responden pria maupun wanita. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subjek penelitian dengan rentang usia
17-24 tahun. Kejadian DM tipe 2 meningkat dengan meningkatnya usia. Sebagian besar pasien mengalami penyakit ini setelah berusia 40 tahun Virtual Medical
Centre, 2012. Hal ini didukung dengan pernyataan Singh 2004 bahwa sampai saat ini, diabetes mellitus tipe 2 merupakan suatu penyakit yang terjadi pada
pertengahan usia dan usia yang lebih tua. Salah satu faktor resiko diabetes
mellitus tipe 2 adalah orang dengan usia lebih dari 45 tahun. Kemungkinan terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe 2 meningkat seiring dengan
meningkatnya usia Edmundson, 2012. Di negara berkembang, jumlah terbesar orang yang menderita diabetes adalah pada kelompok usia 45-64 tahun,
sedangkan di negara maju ditemukan pada usia 65 tahun ke atas Wild, Gojka, Green, Sicree dan King, 2004. Menurut Ramachandran, Snehalatha, Shetty dan
Nanditha 2012, pada populasi India, prevalensi diabetes mencapai puncak pada usia 60-69 tahun, sedangkan pada populasi Cina pada usia 79-89 tahun.
Menurut Esmaillzadeh, Mirmiran dan Azizi 2004 dalam penelitiannya di Iran, terdapat peningkatan kadar glukosa darah seiring peningkatan usia, di
mana subjek yang berusia 55-74 tahun memiliki persentase resiko diabetes mellitus tipe 2 tertinggi 17 dibandingkan dengan subjek dengan usia 18-34
tahun dan 35-54 tahun p 0,05. Wild 2004 menyatakan hal yang sama bahwa jumlah orang dengan diabetes meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi,
usia, urbanisasi dan meningkatnya prevalensi obesitas dan menurunnya aktivitas fisik. Hal tersebut didukung dengan data yang bersumber dari Global Burden of
Disease tahun 2000, yang menunjukkan peningkatan presentase prevalensi diabetes mellitus tipe 2 seiring meningkatnya usia baik pada pria maupun wanita.
Gambar 20. Prevalensi Diabetes Global berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Wild, 2004
Proses penuaan mempengaruhi perubahan fungsi pada sel beta pankreas yang akhirnya menyebabkan perubahan aksi insulin. Metabolisme glukosa akan
berkurang fungsinya pada dekade ketiga atau keempat dalam kehidupan dan akan terjadi kemunduran yang cepat pada usia 60 tahun. Perubahan toleransi glukosa
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti: resistensi insulin, defisiensi sel beta dan obesitas dapat memperbesar timbulnya gejala DM Ashary, 2010.
Timbulnya resistensi insulin pada lansia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Perubahan komposisi tubuh. Penurunan jumlah massa otot dari 19 menjadi 12, peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14 menjadi 30. Seluruhnya
menyebabkan menurunnya jumlah serta sensitivitas reseptor insulin. b. Turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan penurunan jumlah reseptor
insulin yang siap berikatan dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT 4 juga menurun.
c. Perubahan neurohormonal, khususnya insulin like growth factor-1 IGF-1 dan dehydroepandrosteron DHEAS plasma. Konsentrasi IGF-1 serum turun sampai
50 pada lansia. Penurunan hormon ini akan mengakibatkan penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitivitas reseptor insulin serta menurunnya aksi
insulin. Demikian pula konsentrasi DHEAS plasma menurun pada lansia. Menurunnya DHEAS terkait dengan kenaikan lemak tubuh serta menurunnya
aktivitas fisik Sudoyo cit Ashary, 2010. Kemungkinan akan terjadinya diabetes mellitus pada usia muda
merupakan salah satu tipe diabetes yang disebut Maturity-Onset Diabetes of the Young
MODY. Berdasarkan
The Australian Handbook for General Practitioners 2007, MODY merupakan keadaan diabetik yang berhubungan
dengan abnormalitas fungsi sel beta namun masih dapat memproduksi insulin. Kondisi ini dicirikan dengan adanya onset hiperglikemia ringan pada usia muda
umumnya sebelum 25 tahun, tidak berhubungan dengan obesitas, dan tidak terjadi ketosis.
Individu yang menderita MODY sekresi insulinnya terganggu, baik sekresinya minimal atau terjadi penurunan aksi insulin. MODY tampak pada
faktor resiko genetik yang lebih kuat, di mana di dalam sebuah keluarga, diabetes tipe ini dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. MODY
disebabkan karena perubahan gen tunggal dan semua anak dari orang tua yang terkena diabetes tipe ini akan mendapatkan 50 kesempatan gen keturunan yang
memiliki potensi berkembang menjadi MODY The Global Diabetes Community, 2012. Berdasarkan ISPAD guidelines, salah satu gejala klinis MODY ditandai
dengan adanya hiperglikemia puasa ringan 5,5-8,5 mmolL atau sekitar 98-153 mgdL.
Studi UK menemukan bahwa pada orang Asia, kasus MODY sangat jarang ditemukan, yaitu hanya 0,5 dari 4 populasi yang ada Shields, 2010.
Dalam suatu studi kohort di India Selatan, prevalensi MODY pada 4056 pasien adalah sebesar 4,8. Dari sebuah survey di Inggris pada 112 responden pediatrik,
20 di antaranya menderita MODY Ehtisham, 2004. Berdasarkan data tersebut, MODY jarang ditemukan pada orang Asia, kecuali pada populasi India Selatan.
Penelitian Graham 2012 di Universitas Southern Georgia menggunakan 198 partisipan baik pria 74 responden maupun wanita 124 responden dengan
rata-rata usia 20,00 ± 1,86 tahun. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa 12,6 partisipan n=25, 10 partisipan pria dan 15 partisipan wanita mengalami
peningkatan glukosa darah puasa. Hasil studi menyatakan bahwa hanya 5,4 pria n=4 memiliki lingkar pinggang ≥ 40,0 inci ≥ 100 cm dan hanya 3.2 n=4
wanita yang memiliki lingkar pinggang ≥ 35 inci ≥ 89 cm. Pada pria, sebanyak 25 n=1 mengalami peningkatan kadar glukosa puasa dan memiliki lingkar
pinggang ≥ 40 inci ≥ 100 cm, sedangkan pada wanita dengan peningkatan kadar glukosa puasa, tidak ada yang memiliki lingkar pinggang ≥ 35 inci ≥ 89 cm.
Dengan rerata usia yang sama dan bahkan jumlah sampel yang lebih besar, hanya sedikit responden yang memiliki peningkatan lingkar pinggang dengan
peningkatan kadar glukosa darah puasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada usia mahasiswa rata-rata usia 20 tahun jarang ditemukan adanya peningkatan
lingkar pinggang yang diikuti dengan peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, di mana dalam penelitian ini digunakan 128
responden yang terdiri dari 69 wanita dan 59 pria dengan rerata usia pria 20 tahun
dan wanita 21 tahun yang menghasilkan tidak adanya perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah pada kedua kelompok lingkar pinggang dan rasio lingkar
pinggang-panggul, serta tidak adanya korelasi antara lingkar pinggang dan lingkar pinggang-panggul terhadap kadar glukosa darah puasa baik pada pria maupun
wanita. Menurut Garber 2008, prevalensi diabetes di Amerika Serikat adalah
24,1 juta orang; sedangkan prevalensi pre-diabetes adalah 57 juta orang hampir dua kali dari diabetes. Menurut NHANES 2007, prevalensi diabetes dan
Toleransi Glukosa Terganggu TGT pada orang dewasa di Singapura adalah 9 dan 15. Prevalensi nasional toleransi glukosa terganggu berdasarkan hasil
pengukuran gula darah pada penduduk umur 15 tahun, bertempat tinggal di perkotaan adalah 10,2 RISKESDAS 2007. Berdasarkan penelitian Soewondo
dan Pramono 2011 di Indonesia, prevalensi TGT pada usia 18-27 tahun dengan jumlah sampel 5206 responden, ditemukan prevalensi sebesar 16 dari jumlah
responden 301 orang p = 0,000. Penelitian Alattar 2012 pada subjek dengan usia 17-24 tahun di Kuwait, dari 155 subjek penelitian ditemukan 32 mengalami
impaired glucose regulation. Menurut Salford Diabetes Care, impaired glucose regulation merupakan kondisi di mana dapat terjadi toleransi glukosa terganggu
impaired glucose tolerance dan glikemia puasa terganggu impaired fasting glycaemia.
Berdasarkan data TGT tersebut, terdapat kemungkinan pre-diabetes toleransi glukosa terganggu pada range usia 17-24 tahun. Pada penelitian ini,
tidak dilakukan Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO dan hanya dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa pada responden, sehingga tidak diketahui apakah responden mengalami TGT atau tidak. Hal tersebut yang menjadi
kelemahan dalam penelitian ini.
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul memiliki korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah terhadap
kadar glukosa darah puasa pada mahasiswa dan mahasiswi kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kelompok usia yang berbeda dan dengan memperluas jumlah sampel yaitu di populasi masyarakat
Yogyakarta. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pemeriksaan TTGO.