Reaksi dalam Proses Pirolisa Jenis-jenis Pirolisa

16 Produk pirolisa dapat digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan baku untuk industri kimia. Karena sifat dari prosesnya, yield produk pirolisa yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan yield produk proses lainnya. Secara umum, produk pirolisa lebih murni dan karena itu dapat digunakan dengan efisiensi yang lebih besar. Bahan baku yang cocok untuk pirolisa adalah batubara, kotoran manusia dan hewan, sisa makanan, kertas, kardus, plastik, karet dan biomassa [41]. Sifat termal dari komponen biomassa sangat besar dipengaruhi oleh senyawa- senyawa anorganik di dalamnya. Ketika senyawa-senyawa tersebut dipanaskan selama pirolisa, panas dari senyawa-senyawa tersebut akan menjadi energi untuk proses pirolisa pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan rangkaian reaksi kompleks yang berlangsung berulang-ulang dan menghasilkan berbagai produk termasuk bio-oil, arang dan gas [41].

2.7.1 Reaksi dalam Proses Pirolisa

Pengaruh proses pirolisa terhadap umpan biomassa secara langsung dapat dilihat seiring proses pirolisa berlangsung. Sebagai contohnya warna biomassa berubah dari putih menjadi coklat, lalu hitam. Ukuran dan berat biomassa berkurang seiring hilangnya feksibilitas dan kekuatan mekanisnya. Pada temperatur sekitar 350 °C, weight loss mencapai 80 dan biomassa yang tersisa terkonversi menjadi arang. Pemanasan lebih lanjut hingga 600 °C mengurangi massa arang sekitar 9 dari masssa biomassa original. Reaksi utama pirolisa adalah reaksi dehidrasi dan fragmentasi. Melalui kedua reaksi tersebut, beberapa produk akan dihasilkan. Produk akhirnya dapat dibagi 3 kategori, yaitu: senyawa-senyawa volatil yang memiliki berat molekul dibawah 105 CO, CO 2 , H 2 O, asetol, furfural, dan aldehida tak jenuh, tar dan arang [41]. 2.7.1.1 Reaksi Dehidrasi Reaksi dehidrasi adalah salah satu reaksi utama dalam pirolisa. Reaksi ini dominan pada temperatur rendah, yaitu dibawah 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah pengurangan massa molekul biomassa, menguapnya air, produk CO, CO 2 dan arang. Pada pirolisa lambat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41]. 17 2.7.1.2 Reaksi Fragmentasi Reaksi fragmentasi dominan pada temperatur di atas 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah depolimerisasi biomassa menjadi senyawa glukosa anhydro dan senyawa volatil ringan yang mudah terbakar. Pada pirolisa cepat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41].

2.7.2 Jenis-jenis Pirolisa

Jenis-jenis pirolisa, kondisi dan produknya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini [42]. Tabel 2.3 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk [42] No. Jenis Kondisi Cairan Padatan Gas 1. Cepat Temperatur reaktor 500°C, laju pemanasan sangat cepat 1000°C det, waktu tinggal uap panas 1 det 75 12 arang 13 2. Intermediat Temperatur reaktor 400-500°C, laju pemanasan 1 – 1000°Cdet, waktu tinggal uap panas 10-30 det 50 25 arang 25 3. Lambat- torrefaction Temperatur reaktor 290°C, laju pemanasan 1°Cdet, waktu tinggal padatan 30 menit 0-5 77 padatan 23 4. Lambat- Karbonisasi Temperatur reaktor 400-500°C, laju pemanasan 1°Cdet, waktu tinggal padatan berjam-jam sampai berhari-hari 30 33 arang 35 2.7.2.1 Pirolisa Lambat-Karbonisasi Pirolisa ini sudah sejak lama dilakukan 1000 tahun lebih. Proses ini memiliki waktu tinggal yang panjang mulai dari 30 menit hingga berhari-hari. Sumber panasnya berasal dari pembakaran sebagian dari umpannya dan produk utamanya merupakan arang [39]. 18 Gambar 2.9 Alat Pirolisa Lambat-Karbonisasi [39] 2.7.2.2 Pirolisa Cepat Pirolisa cepat merupakan teknologi yang baru berkembang. Teknologi ini hanya memerlukan waktu tinggal yang singkat. Produk utamanya adalah bio-oil, arang dan gas [39]. Produksi arang dan tar sangat kecil selama proses ini [41]. Gambar 2.10 Alat Pirolisa Cepat [39] 2.7.2.3 Pirolisa Lambat-Torrefaction Torrefaction adalah proses pirolisa ringan yang mengubah biomassa lignoselulosa menjadi bahan padat dengan densitas energi yang lebih tinggi, grindability yang lebih baik dan kelembaban yang lebih rendah dari biomassa asli [42]. 2.8 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau zat terlarut dalam cairan terakumulasi pada permukaan padatan adsorben, membentuk molekul lapisan film atau atom adsorbat. Adsorpsi berbeda dari absorpsi, di mana zat berdifusi ke cairan atau padatan untuk membentuk larutan [43]. Gaya yang membawa physisorption sebagian besar adalah Gaya dispersi dinamai demikian untuk sifatnya menyerupai dispersi optik dan gaya tolakan jarak pendek. Selain itu, gaya elektrostatik Coulomb juga berperan atas adsorpsi molekul polar, atau dengan permukaan 19 dengan dipol permanen. Secara keseluruhan gaya ini disebut gaya van der Waals, yang dinamai oleh fisikawan Belanda Johannes van der Waals Diderik [44]. Driving force untuk adsorpsi kimia adalah pengurangan tegangan permukaan antara fluida dan adsorben sebagai hasil proses adsorpsi pada permukaan[45]. Permukaan atau tegangan antarmuka, , adalah perubahan energi bebas, G, yang menghasilkan luas antara dua fase, A, meningkat. Definisi adalah [45]: = , , 2.1 2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADSORPSI Faktor yang paling penting yang mempengaruhi adsorpsi adalah [45]: 1. Luas permukaan adsorben. Ukuran lebih besar menyiratkan kapasitas adsorpsi yang lebih besar. 2. Ukuran partikel adsorben. Ukuran partikel yang lebih kecil mengurangi perpindahan internal yang diffusional dan pembatasan massa untuk penetrasi adsorbat dalam adsorben yaitu, keseimbangan lebih mudah dicapai dan adsorpsi optimal dapat dicapai. 3. Waktu kontak atau waktu tinggal. Semakin lama waktu adsorpsi akan lebih sempurna. 4. Kelarutan zat terlarut adsorbat dalam cairan limbah. Zat sedikit larut dalam air akan lebih mudah dihilangkan dari air yaitu, teradsorpsi daripada zat dengan kelarutan tinggi. Selain itu, zat non-polar akan lebih mudah dihilangkan daripada substansi polar karena substansi polar memiliki afinitas yang lebih besar untuk air. 5. Afinitas zat terlarut untuk adsorben karbon. Permukaan karbon aktif hanya sedikit polar. Oleh karena itu zat non-polar akan lebih mudah dijemput oleh karbon daripada zat polar. 6. Jumlah atom karbon. Untuk zat dalam seri homolog yang sama sejumlah besar atom karbon umumnya dikaitkan dengan polaritas yang lebih rendah dan karenanya potensi untuk teradsorpsi menjadi lebih besar. 20 7. Ukuran molekul dan ukuran pori-pori. Molekul besar mungkin terlalu besar untuk masuk ke dalam pori-pori kecil. Hal ini dapat mengurangi kinerja adsorpsi. 8. Derajat ionisasi molekul adsorbat. Molekul terionisasi lebih tinggi teradsorpsi ke tingkat ionisasi yang lebih kecil daripada molekul netral. 9. pH. Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH misalnya, asam lemah atau lemah basis. Hal ini mempengaruhi adsorpsi.

2.10 APLIKASI KARBON AKTIF