2.1.3.4 Teori Perubahan Sikap
Usai perang dunia ke-2 hingga tahun 1960-an merupakan periode munculnya teori
– teori komunikasi massa yang pada intinya menyatakan bahwa media massa memiliki efek terbatas. Dengan kata lain, media massa sudah tidak
memiliki kekuatannya lagi sebagaimana periode teori masyarakat massa. Berakhirnya era teori masyarakat massa ditandai dengan munculnya beberapa
teori yang menyatakan bahwa khalayak penerima pesan tidak mudah dipengaruhi oleh isi pesan media massa.
Beberapa teori penting muncul yaitu teori perubahan sikap attitude
change theory dari Carl Hovland, yang muncul pada awal tahun 1950-an. Carl Hovland adalah pendiri atau pengagas awal penelitian eksperimental efek
– efek komunikasi, ia bekerja dengan tujuan membangun suatu dasar pemikiran
mengenai hubungan antara stimuli komunikasi, kecenderungan diri audiens dan perubahan pendapat.
Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan
bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi tindakan atau tingkah laku seseorang. Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan
mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya mental discomfort bila ia
dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya.
Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi
dissonance theory. Seseorang akan berupaya secara sadar atau tidak sadar untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanan melalui tiga proses selektif yang
saling berhubungan. Proses selektif ini akan membantu seseorang untuk memilih informasi apa
yang ingin dikonsumsinya, diingat dan diinterpretasikan. Ketiga proses selektif itu adalah:
1. Penerimaan Informasi Selektif, merupakan proses dimana seseorang hanya akan menerima informasi yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang
sudah dimiliki sebelumnya. Menurut teori ini, seseorang cenderung atau
Universitas Sumatera Utara
lebih suka membaca artikel media massa yang mendukung apa yang telah dipercayainya atau diyakininya.
2. Ingatan Selektif, mengasumsikan bahwa seseorang tidak akan mudah lupa atau sangat mengingat pesan
– pesan yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Contoh, penonton televisi
akan lebih mengingat bahkan hingga ke detailnya, liputan mengenai pertemuan partai politik yang didukungnya daripada partai politik lain
yang tidak disukainya. 3. Persepsi Selektif, seseorang akan memberikan interpretasinya terhadap
setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan sikap dan kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Contoh jika politisi yang didukungnya
mengubah pendapatnya mengenai sesuatu isu maka ia akan dinilai sebagai politisi yang bersikap fleksibel serta mengutamakan kepentingan
masyarakat, namun jika hal serupa terjadi pada politisi yang tidak disukainya, maka politisi itu akan dituduh tidak memiliki pendirian atau
tidak memiliki keyakinan. Proses selektif ini menunjukkan bahwa pada dasarnya seseorang berupaya
membatasi efek komunikasi massa dengan cara menyaring isi media yang diterimanya, sehingga isi media tidak mengakibatkan perubahan sikap yang
signifikan pada diri individu Morissan, 2010: 70-72.
2.1.4 Teori S-O-R