hidup dan prognosis dari pasien PGK. Peneliti memilih RSUP Haji Adam Malik Medan sebagai lokasi penelitian karena merupakan rumah sakit tipe A dan
menjadi rumah sakit rujukan utama di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. Selain itu, di RSUP Haji Adam Malik Medan sendiri belum diketahui secara pasti
berapa prevalensi hipertensi pada pasien penyakit ginjal kronis.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas,dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah “Seberapa besar prevalensi hipertensi pada pasien
PGK?” 1.3.
Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada pasien PGK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan RSUPHAM pada
tahun 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh dan mengetahui jumlah penderita PGK
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik RSUPHAM Medan periode Januari-Desember 2013.
b. Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada pasien PGK
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik RSUPHAM Medan periode Januari-Desember 2013
berdasarkan jenis kelamin dan usia. c.
Mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada pasien PGK di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
RSUPHAM Medan periode Januari-Desember 2013 berdasarkan klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dan
Tingkatan penyakit ginjal kronis.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. RSUP. H. Adam Malik Medan dan tenaga kesehatan :
• Memberikan informasi bagi pihak RSUP. H. Adam Malik Medan dan tenaga kesehatan untuk mengetahui prevalensi
hipertensi pada pasien PGK di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2013.
2. Peneliti : • Memberikan informasi pada peneliti mengenai gambaran dan
prevalensi hipertensi pada pasien PGK. • Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman melakukan
penelitian. • Peneliti dapat mengembangkan minat dan kemampuan
membuat karya tulis ilmiah. 3. Pembaca :
• Memberikan informasi tambahan bagi pembaca sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai hipertensi pada
PGK.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan abnormal dari tekanan darah yakni ≥ 14090 mmHg yang diukur pada setidaknya tiga kesempatan yang berbeda dari
orang yang telah beristirahat selama minimal 5 menit . Hipertensi sering diklasifikasikan menjadi hipertensi primer atau sekunder, berdasarkan apakah
penyebabnya dapat diidentifikasi atau tidak. Kebanyakan kasus hipertensi tidak dapat diketahui penyebabnya dan disebut hipertensi primer atau hipertensi
essensial. Jika penyebab pasti hipertensi diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Corwin, 2008.
Menurut The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure JNC 7 dalam Chobanian et
al 2003, klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 ditunjukkan pada tabel 1
di bawah. Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik mmHg
Tekanan Darah Diastolik mmHg
Normal 120
dan 80
Prahipertensi 120-139
atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159
atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160
atau ≥100
Hipertensi juga diklasifikasikan berdasarkan tipe-nya hipertensi sistolik- diastolik atau hipertensi sistolik terisolasi dan berdasarkan ada tidaknya
manifestasi ke organ-organ target hipertensi dengan komplikasi atau hipertensi tanpa komplikasi seperti jantung, serebrovaskular, pembuluh darah perifer, ginjal
atau retinal. Furberg dan Psaty, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
2.1.2.1. Hipertensi Primer Lebih dari 90 kasus hipertensi memiliki penyebab yang tidak jelas, dan
disebut hipertensi primer atau hipertensi essensial. Hipertensi primer merupakan penyakit genetik multifaktorial, yang artinya penurunan gen abnormal pada
seorang individu akan memperbesar kemungkinan orang tersebut menderita hipertensi, ditambah lagi adanya faktor lingkungan dan gaya hidup seperti
konsumsi garam berlebihan dan stress psikososial. Gen yang terlibat dalam proses ini belum teridentifikasi, sehingga penentuan mekanisme terjadinya hipertensi
lebih difokuskan pada mengungkap gangguan fungsional yang terjadi akibat hipertensi. Aaronson, Ward, Wiener, Schulman, Gill, 2007.
2.1.2.2. Hipertensi Sekunder Kurang dari 10 kasus hipertensi dapat diidentifikasi penyebabnya dan
disebut hipertensi sekunder. Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder antara lain: a penyakit renovaskular, mengganggu regulasi cairan danatau
mengaktifkan sistem rennin-angiotensin-aldosteron RAA, b gangguan endokrin, biasanya di korteks adrenal dan berhubungan dengan sekresi berlebihan
dari aldosteron, kortisol, danatau katekolamin, c kontrasepsi oral, yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah melalui aktivasi sistem RAA dan
hiperinsulinemia. Aaronson, Ward, Wiener, Schulman, Gill, 2007.
2.1.3. Faktor Resiko Hipertensi
Faktor resiko terjadinya hipertensi terbagi atas dua, yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
2.1.3.1 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi a.
Merokok
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari 400.000 orang, atau satu dari lima orang meninggal setiap tahun akibat merokok di Amerika Serikat. Rokok mengandung nikotin, zat
karsinogenik, dan 4000 jenis racun lainnya. Nikotin merupakan bahan utama dalam rokok yang menyebabkan sifat addiktif dari rokok. Zat-zat racun terutama
nikotin yang terkandung didalam rokok dapat menyebabkan penggumpalan di pembuluh darah sehingga menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh
darah. Bahan-bahan yang berasal dari endotel ini selanjutnya akan mengakibatkan hipertrofi struktural yang pada akhirnya akan mengakibatkan peningkatan curah
jantung danatau tahanan perifer. Burns, 2008. b.
Kurang aktifitas fisik Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan latihan fisik ringan hingga
sedang mampu menurunkan resiko terjadinya mortalitas akibat berbagai penyakit kardiovaskular pada pria dan wanita. Olahraga yang teratur dan efektif dapat
menurunkan resiko terjadinya hipertensi dan membantu menurunkan tekanan darah orang yang sudah menderita hipertensi. Olahraga yang dianjurkan yakni
jalan cepat 30 meter per jam setidaknya 30-45 menit setiap harinya secara teratur, bersepeda atau bekerja di sekitar rumah atau pekarangan. Froelicher,
Oka, Fletcher, 2003. c.
Obesitas Obesitas telah lama dikenal sebagai faktor penentu penting dari
peningkatan tekanan darah. Studi eksperimental menunjukkan bahwa peningkatan berat badan mengakibatkan peningkatan tekanan darah, begitu juga sebaliknya.
Namun, mekanisme yang mendasari hubungan ini masih kurang dipahami. Beberapa mekanisme yang dipercaya antara lain peningkatan aktivitas simpatetik,
retensi sodium dan cairan, abnormalitas ginjal, dan resistensi insulin. Sharma, 2003.
d. Asupan garam berlebihan
Universitas Sumatera Utara
Karena garam secara osmotis menahan air, dan karenanya meningkatkan volume darah dan berperan dalam kontrol jangka panjang tekanan darah, maka
asupan garam berlebihan secara teoris dapat menyebabkan hipertensi. Sherwood, 2009.
e. Diet yang kurang mengandung buah, sayuran dan produk susu
Studi DASH Dietary Approaches to Stop Hypertension menemukan bahwa diet rendah lemak kaya buah, sayur dan produk susu dapat menurunkan
tekanan darah pada orang dengan hipertensi ringan sama seperti pemberian terapi dengan satu jenis obat. Penelitian memperlihatkan bahwa asupan kalium tinggi
yang berkaitan dengan banyak makan buah dan sayur dapat menurunkan tekanan darah dengan melemaskan arteri. Selain itu, kurangnya asupan kalsium dari
produk susu diidentifikasi sebagai pola diet yang paling sering pada orang dengan hipertensi yang tidak diobati, meskipun peran kalsium dalam mengatur tekanan
darah masih belum jelas. Sherwood, 2009. f.
Stress psikososial Hubungan terjadinya hipertensi akibat stress psikososial diduga akibat
aktivitas berlebihan dari saraf simpatis sehingga mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung dan pada akhirnya terjadi peningkatan curah jantung
danatau tahanan perifer. Yogiantoro, 2009. g.
Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol kadar rendah hingga sedang 1-2 gelas per hari dapat
menurunkan resiko terjadinya penyakit seperti stroke, penyakit jantung koroner dan hipertensi hingga 30, namun konsumsi dalam kadar tinggi dapat merusak
otot jantung. Mackay and Mensah, 2004. 2.1.3.2 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Universitas Sumatera Utara
Beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular dan tekanan darah pada proses menua antara lain: peningkatan tekanan darah sistolik tetapi
tekanan darah diastolik tidak berubah, peningkatan resistensi vaskular perifer, lapisan subendotel menebal dengan jaringan ikat,ukuran dan bentuk yang irregular
pada sel-sel endotel, dan berkurangnya vasodilatasi yang dimediasi beta- adrenergik. Setiati, Harimurti, Govinda R, 2009.
b. Genetik
Angiotensinogen adalah bagian dari jalur hormon yang menghasilkan vasokonstriktor kuat angiotensin II serta mendorong retensi garam dan air. Salah
satu varian gen pada manusia tampaknya berkaitan dengan peningkatan insidens hipertensi. Para peneliti berspekulasi bahwa versi gen yang dicurigai ini
menyebabkan sedikit peningkatan pembentukan angiotensinogen sehingga jalur penambah tekanan darah ini menjadi aktif. Sherwood, 2009.
c. Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian, insidens hipertensi lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita usia premenopause. Pada wanita faktor resiko terjadinya
hipertensi akan meningkat setelah masa menopause akibat perubahan aktivitas hormon. Mackay and Mensah, 2004.
d. Etnis
Berdasarkan studi epidemiologi, faktor resiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, dislipidemia, merokok dan diabetes paling
banyak ditemukan pada populasi kulit putih. Anand, Ounpuu, Yusuf, 2003.
2.1.4. Patogenesis Hipertensi
Untuk dapat mengerti patogenesis dan penatalaksanaan hipertensi, amatlah penting untuk terlebih dahulu mengerti faktor-faktor yang terlibat dalam regulasi
tekanan darah normal maupun hipertensif. Curah jantung dan resistensi perifer merupakan faktor penentu tekanan darah. Curah jantung ditentukan oleh stroke
Universitas Sumatera Utara
volume dan denyut jantung; stroke volume berhubungan dengan kontraktilitas miokard dan ukuran kompartemen vaskular. Resistensi perifer ditentukan oleh
perubahan fungsional maupun anatomis dari arteri dan arteriol. Kotchen, 2008. Faktor-faktor penentu tekanan darah menurut Kotchen 2008 antara lain:
a. Volume intravaskular
Volume vaskular adalah faktor penentu utama tekanan darah dalam jangka panjang. Meskipun ruang cairan ekstraseluler terdiri dari pembuluh darah dan
ruang interstitial, secara umum, perubahan dalam total volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan volume darah. Ion yang paling banyak di ekstraseluler
adalah sodium, dan merupakan faktor penentu utama dari volume cairan ekstraseluler. Ketika asupan NaCl melebihi kapasitas ginjal untuk
mengekskresikan sodium, volume vaskular dan curah jantung meningkat. Tubuh merespon hal ini dengan terjadinya mekanisme autoregulasi untuk
mempertahankan aliran darah konstan, yang dalam jangka panjang akan meningkatkan resistensi perifer.
b. Autonomic Nervous System
Autonomic nervous system mempertahankan homeostasis kardiovaskular melalui sinyal kemoreseptor. Refleks adrenergik mengatur tekanan darah dalam
jangka pendek, sementara fungsi adrenergik mengatur tekanan darah dalam jangka panjang. Ada tiga katekolamin yang berperan penting dalam fase tonik dan
fasik regulasi kardiovaskular, yakni norepinefrin, epinefrin dan dopamine. Neuron adrenergik mensintesa norepinefrin dan dopamine prekursor dari norepinefrin,
yang disimpan di vesikel di dalam neuron. Ketika neuron distimulasi, neurotransmitter ini dilepaskan ke celah sinaptik dan reseptor pada organ target.
Selanjutnya, transmitter tersebut dapat dimetabolisasi atau dapat pula di reuptake ke dalam neuron. Epinefrin disintesa oleh medulla adrenal dan dilepaskan ke
sirkulasi melalui stimulasi adrenal. c.
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Universitas Sumatera Utara
Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron berperan dalam regulasi tekanan darah terutama melalui sifat vasokonstriktor dari angiotensin II dan sifat retensi
sodium dari aldosteron. Renin disintesa dari bentuk inaktifnya yaitu prorenin di sel jukstaglomerular. Prorenin dapat langsung disekresikan ke sirkulasi dan dapat
pula diubah menjadi renin di sel sekretorik, setelah itu dilepaskan ke sirkulasi. Ketika dilepaskan ke sirkulasi, renin akan membentuk substrat baru, yakni
angiotensinogen yang kemudian akan membentuk peptide inaktif, angiotensin I. Selanjutnya Angiotensin I-Converting Enzyme ACE akan mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II yang merupakan faktor utama sekresi aldosteron di adrenal. Angiotensinogen II berperan penting dalam peningkatan tekanan darah
karena kinerjanya meningkatkan sekresi hormon antidiuretik ADH. Sekresi aldosteron yang dirangsang oleh angiotensinogen II juga mampu mengakibatkan
peningkatan tekanan darah karena naiknya konsentrasi NaCl. Selain itu, angiotensin II juga memiliki efek langsung di dinding pembuluh darah dan
berperan pada patogenesis aterosklerosis. d.
Mekanisme vaskular Diameter pembuluh darah dan resistensi arteri juga merupakan faktor
penentu penting dalam tekanan darah. Diameter pembuluh darah berbanding terbalik dengan resistensi arteri, akibatnya semakin kecil ukuran diameter
pembuluh darah maka semakin besar resistensinya. Pada pasien hipertensi, terjadi perubahan struktural, mekanikal atau fungsional yang mengakibatkan pengecilan
lumen arteri dan arteriol. Mekanisme kompensasi terjadinya hipertrofik merngakibatkan pengecilan lumen arteri yang kemudian meningkatkan resistensi
perifer. Diameter lumen arteri juga berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah. Pasien dengan hipertensi memiliki arteri yang lebih kaku.
2.1.5. Patofisiologi Hipertensi Menyebabkan PGK
Hipertensi berat dengan tekanan darah mencapai ≥ 180120 mmHg dengan
atau tanpa kerusakan organ target dapat terjadi pada pasien tanpa riwayat hipertensi sebelumnya, pasien dengan hipertensi primer maupun hipertensi
Universitas Sumatera Utara
sekunder. Kebanyakan kasus hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit pada parenkim ginjal glomerular atau tubulointerstisial atau penyakit
renovaskular. Rodriguez-Iturbe and Garcia, 2008. Patofisiologi PGK pada keadaan hipertensi berawal dari penurunan perfusi
ginjal yang mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim ginjal. Hal ini menyebabkan peningkatan renin yang akan meningkatkan angiotensin II,
selanjutnya angiotensin II dapat menyebabkan dua hal yaitu : peningkatan aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada kondisi peningkatan aldosteron,
terjadi reabsorpsi natrium secara berlebihan sehingga kadar natrium di cairan ekstraseluler akan meningkat, menyebabkan retensi air dan peningkatan volume
cairan ekstraseluler. Pada vasokonstriksi arteriol terjadi peningkatan tekanan glomerulus yang akan menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi
glomerulus menurun. Sebagai kompensasi dari penurunan laju filtrasi, maka kerja nefron yang masih sehat akan meningkat sampai akhirnya juga akan mengalami
kerusakan, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
2.1.6. Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Corwin 2008 kebanyakan manifestasi klinis hipertensi muncul setelah bertahun-tahun, dan termasuk diantaranya:
a. Sakit kepala, terkadang disertai mual dan muntah, disebabkan oleh karena peningkatan tekanan darah intrakranial.
b. Penglihatan kabur disebabkan oleh karena kerusakan pembuluh darah di retina.
c. Ketidakstabilan cara berjalan disebabkan oleh karena kerusakan sistem nervus.
d. Nokturia disebabkan oleh karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema disebabkan oleh karena peningkatan tekanan kapiler.
2.1.7. Diagnosis Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
Penegakan diagnosis pada pasien hipertensi harus termasuk anamnesis lengkap, pemeriksan fisik, skrining untuk mengetahui resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular lainnya, skrining untuk mengetahui penyebab sekunder hipertensi, identifikasi komplikasi dan faktor komorbid lainnya, dan intervensi yang mungkin
diperlukan. Kotchen, 2008. Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam mendiagnosis hipertensi menurut
Kotchen 2008 antara lain: a. Anamnesis
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat anamnesis: Tabel 2.2. Anamnesis pada Pasien Hipertensi
Lama terjadinya hipertensi Riwayat terapi sebelumnya: respon dan efek samping
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi atau penyakit kardiovaskular lainnya Asupan makan dan riwayat psikososial
Faktor resiko lainnya: berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes dan kurang aktifitas fisik
Adanya bukti yang mengarah pada hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal, kelemahan otot, berkeringat, palpitasi, tremor, gejala hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, dan penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah
Adanya gejala kerusakan organ target: riwayat transient ischemic attack TIA, stroke, gangguan penglihatan, angina, infark miokard dan gagal jantung kongestif
Faktor komorbid lainnya Sumber: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 2008
Sakit kepala hanya didapati pada pasien dengan hipertensi menahun, dengan karakteristik terjadi di pagi hari dan terasa di bagian oksipital. Gejala
klinis lainnya yakni pusing, palpitasi, dan mudah lelah. b. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah yang baik tergantung pada teknik kondisi pada saat dilakukan pengukuran. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah,
pasien harus dalam keadaan istirahat selama 5 menit. Perhatikan letak manset, stetoskop, dan laju deflasi dari manset 2 mmHgdetik.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemeriksaan fisik Postur tubuh, yakni berat dan tinggi badan serta denyut nadi harus
diperiksa. Pada pemeriksaan awal, pengukuran tekanan darah dilakukan pada kedua lengan, dan sebaiknya dilakukan dalam posisi telentang, duduk dan berdiri
untuk menentukan ada tidaknya hipotensi postural. Leher harus dipalpasi untuk melihat ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid. Evaluasi adanya gejala gagal
jantung dan pemeriksaan neurologis juga dibutuhkan pada pemeriksaan fisik pasien hipertensi.
d. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi lebih difokuskan untuk
mencari bukti yang mengarah pada hipertensi sekunder dan apakah telah muncul komplikasi akibat hipertensi pada pasien.
Tabel 2.3. Pemeriksaan laboratorium dasar pada evaluasi awal pasien hipertensi
Sistem Tes
Renal Urinalisis mikroskopis, ekskresi albumin, serum BUN
Blood Urea Nitrogen danatau kreatinin. Endokrin
Serum sodium, potassium, kalsium dan TSH Metabolik
Gula darah puasa, total kolesterol, HDL, LDL, trigliserida
Lainnya Hematokrit, elektrokardiogram EKG
Sumber: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 2008
2.1.8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah: a target tekanan darah 14090 mmHg, untuk individu beresiko tinggi diabetes, gagal ginjal,
proteinuria 13080 mmHg, b penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, dan c menghambat laju penyakit ginjal proteinuria. Selain
pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
mencapai target terapi masing-masing kondisi. Yogiantoro, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor- faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi nonfarmakologis terdiri dari:
a Menghentikan rokok b Menurunkan berat badan berlebih
c Menurunkan konsumsi alkohol berlebihan d Latihan fisik
e Menurunkan asupan garam f Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.
Yogiantoro, 2009. Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
dianjurkan oleh JNC 7 adalah: a Diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosterone antagonist
b Beta blocker
c Calcium channel blocker atau calcium antagonist d
Angiotensin converting enzyme inhibitor e Angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonistblocker.
Yogiantoro, 2009.
2.1.9. Komplikasi Hipertensi
Jantung, otak, ginjal dan pembuluh darah merupakan organ target utama yang dapat mengalami kerusakan sebagai akibat dari peningkatan tekanan darah.
Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko utama dari penyakit jantung koroner, dan komplikasi hipertensi pada jantung bertanggung jawab sebagai
penyebab meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien hipertensi. Graettinger, 2002.
Berbagai kerusakan organ target sebagai komplikasi hipertensi menurut Graettinger 2002:
a. Komplikasi aterosklerosis
Universitas Sumatera Utara
Penyebab utama kematian pada pasien hipertensi adalah komplikasi akibat aterosklerosis. Penelitian eksperimental menunjukkan penurunan tekanan darah
secara signifikan hanya menurunkan sedikit angka kejadian komplikasi aterosklerosis, namun jika terapi difokuskan pada penurunan tekanan darah dan
perbaikan kadar kolesterol, hasilnya menjadi lebih baik. b. Disfungsi jantung
Gejala dari hipertensi adalah disfungsi tekanan darah sistolik dan diastolik. Penurunan fungsi tekanan darah sistolik dapat mengakibatkan infark miokard,
iskemia miokard, fibrosis danatau kardiomiopati. Disfungsi diastolik disebabkan langsung oleh hipertrofi ventrikel kiri LVH, dan mengakibatkan gejala gagal
jantung. c. Stroke
Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke hemoragik dan infark serebral. Tekanan darah sistolik lebih berhubungan erat dengan kejadian
stroke dibandingkan tekanan darah diastolik. Terapi antihipertensi yang efektif dapat menurunkan resiko terjadinya stroke secara signifikan.
d. Penyakit ginjal hipertensi Nefrosklerosis dengan insufisiensi bahkan gagal ginjal kronis merupakan
karakteristik dari penyakit ginjal akibat hipertensi. Mikroalbuminuria merupakan marker dari disfungsi ginjal asimptomatik pada pasien hipertensi dengan disfungsi
ginjal. Kombinasi dari hipertensi dan diabetes mellitus dapat meyebabkan kerusakan lebih awal dan lebih progresif pada ginjal.
e. Aorta dan pembuluh darah perifer Aorta dan pembuluh darah perifer terlibat dalam patogenesis peningkatan
tekanan darah dan juga komplikasinya. Hipertensi berkontribusi besar pada kejadian aneurisma aorta abdominal melalui mekanisme aterosklerotik, juga pada
penurunan elastisitas pembuluh darah perifer.
Universitas Sumatera Utara
f. Mata Hipertensi yang tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan pada
vaskularisasi mata. Karateristik dari retinopati hipertensif adalah penyempitan lumen arteriolar, penumpukan eksudat dan papilledema.
2.2. Penyakit Ginjal Kronis PGK
2.2.1. Definisi PGK
PGK adalah kerusakan struktur ginjal yang bersifat progresif, biasanya terkait dengan keseimbangan cairan dan konsumsi garam. Manifestasi klinis gagal
ginjal kronis baru akan muncul jika penurunan fungsi ginjal telah mencapai hingga kurang dari 25 dari fungsi normalnya, karena fungsi nefron yang telah
rusak masih bisa diambil alih tugasnya oleh nefron yang masih sehat. Semakin banyak nefron yang rusak, semakin berat beban kinerja nefron yang masih sehat,
yang pada akhirnya nefron yang masih sehat tersebut juga akan rusak. Corwin, 2008.
United States National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dalam Corwin 2008 mendeskripsikan tingkatan PGK
berdasarkan gejala dan ada tidaknya penurunan progresif dari Laju Filtrasi Glomerular LFG. Pada orang dewasa, LFG normal berkisar antara 120 hingga
130 mLmenit. Tingkatan PGK tersebut adalah: • Tingkat 1: Kerusakan ginjal asimtomatik patologis atau penanda
kerusakan termasuk abnormalitas pada pemeriksaan darah atau urin atau studi radiologis dengan LFG normal atau sedikit normal
90 mLmenit, 75 dari fungsi normal ginjal • Tingkat 2: LFG 60-89 mLmenit kira-kira 50 dari fungsi normal
ginjal dengan gejala kerusakan ginjal. • Tingkat 3: LFG 30-59 mLmenit 25 hingga 50 dari fungsi
normal ginjal. Tingkat ini sudah terjadi insufisiensi renal.
Universitas Sumatera Utara
• Tingkat 4: LFG 15-29 mLmenit 12 hingga 24 dari fungsi normal ginjal, semakin sedikit nefron yang sehat tersisa.
• Tingkat 5: End-stage renal failure, LFG kurang dari 15 mLmenit 12 dari fungsi normal ginjal. Hanya sedikit nefron sehat yang
tersisa, terdapat jaringan parut dan atrofi tubular di ginjal. Untuk menilai LFG, digunakan formula Cockcroft-Gault Yogiantoro,
2009 yaitu: Untuk Pria:
��� = 140
− ���� � ���� 72
� ��������� ����� �� Untuk Wanita:
��� = 140
− ���� � ���� 72
� ��������� ����� �� �0,85
2.2.2. Etiologi PGK
United Sates Renal Data System pada tahun 2004 merilis data penyebab PGK dan end-stage renal disease sepanjang tahun 1998-2002 seperti berikut
Goldfarb, 2007: Tabel 2.4. Penyebab penyakit ginjal kronis dan end-stage renal disease
Diagnosis
Diabetes mellitus 49.3
Hypertensivelarge vessel disease 26.9
Glomerulonephritis 8.9
Secondary glomerulonephritisvasculitis 2.2 Interstitial nephritispyelonephritis
4.2 Cause uncertain
3.9 Miscellaneous
4.1 Cystic hereditarycongenital disease
3.2 Neoplasmstumor
2.0 Missing
1.5
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Campbell-Walsh Urology, 2007
2.2.3. Patofisiologi PGK Menyebabkan Hipertensi
Hipertensi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi akibat PGK dan biasanya berkembang pada tingkat-tingkat awal dari PGK. Perkembangan
hipertensi pada PGK sering dikaitkan dengan prognosis yang buruk termasuk kemungkinan terjadinya hipertrofi ventrikular dan penurunan fungsi ginjal yang
semakin cepat. Bargman, 2008. PGK dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah melalui
peningkatan resistensi perifer total maupun melalui peningkatan volume darah, venous return dan cardiac output akibat retensi sodium . Patofisiologi terjadinya
hipertensi pada PGK dapat dilihat di skema berikut:
Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Hipertensi pada PGK Sumber: Companion Animals-Remedica Journal
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Manifestasi Klinis PGK
Gambaran klinis pasien PGK meliputi: a sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
urinarius, hipertensi, hiperurikemia, Lupus Eritematosus sistemik LES, dan lain sebagainya. b Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan volume overload, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. Suwitra, 2009.
2.2.5. Diagnosis PGK
Menurut Corwin 2008, diagnosis PGK antara lain:
•
Radiografi atau ultrasound akan menunjukkan ginjal yang atrofi.
•
Kadar serum BUN, kreatinin, dan LFG abnormal.
•
Penurunan hematokrit and hemoglobin.
•
Plasma pH rendah.
•
Peningkatan frekuensi napas mengindikasikan adanya mekanisme kompensasi respiratorik dari asidosis metabolik.
2.2.6. Komplikasi PGK
Komplikasi PGK menurut Corwin 2008 antara lain:
•
Progresi gagal ginjal mengakibatkan volume overload, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, azotemia dan uremia dapat terjadi.
•
Hipertensi, anemia, osteodistrofi, ensefalopati uremik, dan pruritus adalah komplikasi paling utama.
•
Penurunan produksi erythropoietin mengakibatkan sindroma anemia kardiorenal dan penyakit kardiovaskular.
•
Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
•
Jika tidak ditatalaksana, dapat terjadi koma hingga kematian.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Penatalaksanaan PGK
Menurut Corwin 2008, penatalaksanaan sesuai dengan progresi dari penyakit:
• Untuk PGK tingkat 1, 2 dan 3 tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat kerusakan nefron, terutama dengan menggunakan
Angiotensin-converting enzyme ACE inhibitors. • Dikarenakan adanya hubungan erat antara kejadian gagal jantung
kongestif dan anemia akibat PGK, maka digunakan Renal Anemia Management Period RAMP, yaitu waktu antara saat awal PGK
didiagnosis dan penatalaksanaan anemia yang akan memperlambat progresi penyakit ginjal, menunda komplikasi kardiovaskular, dan
memperbaiki kualitas hidup. Obat yang diberikan yakni recombinant human erythropoietin rHuEPO yang terbukti dapat memperbaiki kualitas
hidup, menurunkan indikasi transfusi ginjal, dan memperbaiki fungsi jantung.
• Untuk tingkat lanjutan, terapi difokuskan pada koreksi cairan dan keseimbangan elektrolit.
• Untuk end-stage renal disease, terapi termasuk hemodialisis atau transplantasi ginjal.
• Pencegahan terjadinya infeksi penting pada semua tingkatan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep adalah diagram yang menunjukkan jenis serta hubungan antar-variabel yang diteliti dan variabel lainnya yang terkait Sastroasmoro dan
Ismael, 2013 Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional