Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Indonesia (Studi Deskriptif Kualitatif Kekerasan Perempuan dalam Sinetron Indonesia)

(1)

1   

Universitas Sumatera Utara

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DALAM

SINETRON INDONESIA

(Studi Deskriptif Kualitatif Kekerasan Perempuan dalam

Sinetron Indonesia)

SKRIPSI

Nia Lestari

100904060

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2014

 


(2)

(Studi Deskriptif Kualitatif Kekerasan Perempuan Dalam

Sinetron Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu

Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

NIA LESTARI

100904060

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

ii   

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui dan dipertahankan oleh: Nama : Nia Lestari

NIM : 100904060

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Indonesia (Studi Deskriptif Kualitatif Kekerasan Perempuan dalam Sinetron Indonesia)

Medan, Juni 2014 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Mazdalifah, M.Si, P.hD Dra. Fatmawardy Lubis, M.A NIP: 196507031989032001 NIP: 196208281987012001

Dekan

Prof.Dr.Badaruddin,M.Si. NIP: 19680525 199203 1 002


(4)

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Nia Lestari

NIM : 100904060

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam

Sinetron Indonesia (Studi Deskriptif Kualitatif Kekerasan Perempuan dalam Sinetron Indonesia)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di :


(5)

iv   

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar.

Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Nia Lestari

NIM : 100904060

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2014


(6)

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A selaku ketua Departemen Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Mazdalifah, M.Si., Ph.D sebagai dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, pikiran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Nurbani, M.Si selaku dosen wali yang telah memberikan

nasehat-nasehat akademik kepada penulis.

5. Seluruh dosen, staf pengajar, dan staf administrasi Departemen Ilmu

Komunikasi FISIP USU yang telah mengajarkan, membimbing dan membantu penulis hingga menyelesaikan perkuliahan ini.

6. Ibu penulis yang selalu memberikan bantuan dukungan baik doa dan

semangat kepada penulis.

7. Almarhum Ayah penulis yang membuat semangat penulis selalu

terpacu untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.

8. Adik penulis, Riski Manta yang selalu mendukung dan memberikan

semangat bagi penulis

9. Rishe, Henny, Fipit, dan Debora, keempat sahabat- sahabat saya sejak

duduk dibangku SMA yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada saya. “Saranghae yeorobeun!”


(7)

vi   

10. Susan, Olga dan Nathalia, sahabat seperjuangan saya yang luar biasa dan telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada saya sejak awal semester hingga saat ini.

11. Teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi yang telah banyak membantu dan saling mengingatkan, Grace, Artha, dan Lia. 12. Keluarga besar saya yang selalu memberi dukungan dan membuat saya

terus bersemangat menyelesaikan skripsi. Dan juga sepupu-sepupu saya yang cantik dan telah banyak membantu, memberikan masukan dan saling menyemangati dalam menyelesaikan skripsi.

13. Kepada seluruh teman-teman Departemen Ilmu Komunikasi Angkatan 2010 yang terus menerus mendukung dan memotivasi penulis baik yang telah selesai maupun yang masih berjuang, tetap semangat teman-teman.

14. Kepada senior maupun junior penulis di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU yang luar biasa, terimakasih untuk dukungan dan semangat yang kalian berikan.

15. Adik-adik maupun kakak yang berada di kos Abdul Hakim 21 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

16. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Juni 2014

Peneliti


(8)

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara , saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nia Lestari

NIM : 100904060

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sinetron Indonesia (Studi Deskriptif Kualitatif Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sinetron Indonesia) berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.


(9)

viii   

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Juni 2014

Yang Menyatakan

Nia Lestari


(10)

Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam sinetron Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman yang terdiri atas reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Peneliti berusaha untuk mengidentifikasi bentuk kekerasan terhadap perempuan yang ditunjukkan dalam sinetron Indonesia dan ingin mengetahui bagaimana adegan kekerasan di sinetron menempatkan posisi perempuan. Adapun yang menjadi subjek penelitian yaitu lima judul sinetron yang berada pada rating

tinggi berdasarkan AGB Nielsen Media Research yang tayang mulai tanggal

20 Maret hingga 27 Maret 2014. Peneliti mengambil satu episode pada setiap judul sinetron yang mengandung unsur kekerasan terhadap perempuan yang paling dominan. Adapun sinetron yang diteliti adalah Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series (RCTI) episode 1127, Sinetron Pashmina Aisha (RCTI) episode 22 & 23, Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda? (RCTI) episode 5, Sinetron ABG Jadi Manten (SCTV) episode 19, dan Sinetron Diam Diam Suka (SCTV) episode 137. Penelitian ini menemukan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih banyak ditampilkan dalam sinetron Indonesia, khususnya sinetron yang berada pada rating tinggi. Kekerasan yang ditampilkan berbentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis dan kekerasan finansial. Namun, kekerasan psikologis menjadi kekerasan yang paling dominan. Selain itu, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa posisi perempuan sebagai pelaku dan korban kekerasan lebih banyak ditunjukkan dibandingkan laki-laki.


(11)

x   

ABSTRACT

This study discusses about violence against women in Indonesian soap operas. This study focuses on the qualitative research method with a descriptive approach. The analysis technique used in this study is Miles and Hubermans Interactive Analysis Model which consists of data reduction, data display and conclusion. Researchers are trying to identify the forms of violence against women are shown in Indonesian soap opera and wanted to know how the violent scenes in the soap opera put the position of women. As for the subject of study is five title of soap opera that are at a high rating based on AGB

Nielsen Media Research that aired from March 20 to March 27, 2014. 

Researchers took one episode of any soap opera title that contains the elements of the most dominant of violence against women.The soap opera that analyzed is Tukang Bubur Naik Haji The Series (RCTI) episode 1127, Pashmina Aisha (RCTI) episodes 22 & 23, Ayah Mengapa Aku Berbeda? (RCTI) episode 5, ABG Jadi Manten (SCTV) episode 19, and Diam Diam Suka (SCTV) episode 137. This study found that violence against women still a lot of shown in Indonesia soap opera, especially the soap operas that are at high rating. Violence that shown in the form physical violence, psychological violence and financial violence. But, psychological violence become the most dominant violence. The study also found that the position of women as actors violence and victim of violence are mostly shown than men.

Keywords: Violence, Women, Soap Opera, Television  


(12)

 

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv

KATA PENGANTAR... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii

ABSTRAK... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah... 1

1.2 Fokus Masalah... 8

1.3 Pembatasan Masalah... 8

1.4 Tujuan Penelitian... 9

1.5 Manfaat Penelitian... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Penelitian... .... 10

2.2 Kajian Pustaka... 11

2.2.1 Komunikasi Massa... 11

2.2.2 Televisi sebagai Media Massa... 15

2.2.3 Kekerasan dalam Televisi... 18

2.2.4 Perempuan dalam Media Massa... 20


(13)

xii   

2.2.6 Kultivasi... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 31

3.2 Objek Penelitian... 31

3.2.1 Deskripsi Objek Penelitian... 32

3.3 Kerangka Analisis... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 38

3.5 Teknik Analisis Data... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 44

4.2 Pembahasan... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 69

5.2 Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA... 71 LAMPIRAN


(14)

Nomor Judul Halaman

1.1 Fungsi Komunikasi Massa menurut Alexis S.Tan 14


(15)

xiv   

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Analisis 38

1.2 Model Analisis Miles dan Huberman 42


(16)

Penelitian ini membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan dalam sinetron Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman yang terdiri atas reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Peneliti berusaha untuk mengidentifikasi bentuk kekerasan terhadap perempuan yang ditunjukkan dalam sinetron Indonesia dan ingin mengetahui bagaimana adegan kekerasan di sinetron menempatkan posisi perempuan. Adapun yang menjadi subjek penelitian yaitu lima judul sinetron yang berada pada rating

tinggi berdasarkan AGB Nielsen Media Research yang tayang mulai tanggal

20 Maret hingga 27 Maret 2014. Peneliti mengambil satu episode pada setiap judul sinetron yang mengandung unsur kekerasan terhadap perempuan yang paling dominan. Adapun sinetron yang diteliti adalah Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series (RCTI) episode 1127, Sinetron Pashmina Aisha (RCTI) episode 22 & 23, Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda? (RCTI) episode 5, Sinetron ABG Jadi Manten (SCTV) episode 19, dan Sinetron Diam Diam Suka (SCTV) episode 137. Penelitian ini menemukan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih banyak ditampilkan dalam sinetron Indonesia, khususnya sinetron yang berada pada rating tinggi. Kekerasan yang ditampilkan berbentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis dan kekerasan finansial. Namun, kekerasan psikologis menjadi kekerasan yang paling dominan. Selain itu, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa posisi perempuan sebagai pelaku dan korban kekerasan lebih banyak ditunjukkan dibandingkan laki-laki.


(17)

x   

ABSTRACT

This study discusses about violence against women in Indonesian soap operas. This study focuses on the qualitative research method with a descriptive approach. The analysis technique used in this study is Miles and Hubermans Interactive Analysis Model which consists of data reduction, data display and conclusion. Researchers are trying to identify the forms of violence against women are shown in Indonesian soap opera and wanted to know how the violent scenes in the soap opera put the position of women. As for the subject of study is five title of soap opera that are at a high rating based on AGB

Nielsen Media Research that aired from March 20 to March 27, 2014. 

Researchers took one episode of any soap opera title that contains the elements of the most dominant of violence against women.The soap opera that analyzed is Tukang Bubur Naik Haji The Series (RCTI) episode 1127, Pashmina Aisha (RCTI) episodes 22 & 23, Ayah Mengapa Aku Berbeda? (RCTI) episode 5, ABG Jadi Manten (SCTV) episode 19, and Diam Diam Suka (SCTV) episode 137. This study found that violence against women still a lot of shown in Indonesia soap opera, especially the soap operas that are at high rating. Violence that shown in the form physical violence, psychological violence and financial violence. But, psychological violence become the most dominant violence. The study also found that the position of women as actors violence and victim of violence are mostly shown than men.

Keywords: Violence, Women, Soap Opera, Television  


(18)

1.1Konteks Masalah

Media massa kini semakin berkembang dan sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena melalui media massa, orang lain bisa mendapatkan informasi, hiburan dan pengetahuan lain dengan mudah dan cepat. Salah satu media massa yang paling populer dan diminati masyarakat adalah televisi. Televisi dapat mengirimkan informasi berupa suara dan gambar sekaligus (audiovisual). Kelebihan yang dimiliki televisi ini memungkinkan siapa pun dapat menikmati acaranya tanpa menuntut persyaratan kemampuan membaca selayaknya di media cetak.

Televisi adalah salah satu sarana hiburan yang dapat dinikmati oleh setiap lapisan masyarakat tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial. Di Indonesia sendiri, televisi adalah salah satu media massa yang paling banyak dikonsumsi. Sebagai media audio-visual, televisi tidak membebani banyak syarat bagi masyarakat untuk menikmatinya, khususnya bagi masyarakat Indonesia yang lebih kuat dengan budaya lisan (Wirodono, 2006:viii).

Televisi juga merupakan media massa yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia bila dibandingkan dengan media massa lainnya. Sebagai salah satu primadona media, televisi memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Kehadirannya secara langsung maupun secara tidak langsung memberikan pengaruh bagi perilaku dan pola pikir masyarakat. Televisi memiliki kemampuan yang dapat membius, membohongi, dan melarikan masyarakat pemirsanya dari kenyataan-kenyataan kehidupan sekelilingnya (Wirodono, 2006:26).

Berdasarkan survei perusahaan riset media yakni Nielsen Indonesia pada kuartal ketiga 2011, hampir semua atau 95 persen rumah tangga kelas

menengah memiliki televisi. Televisi menjadi media pilihan utama bagi


(19)

2   

Universitas Sumatera Utara jam setiap harinya untuk menonton televisi (Nielsen Newsletter 2011). AC Nielsen Company juga memonitor penggunaan televisi untuk pembeli siaran iklan. Disebutkan bahwa televisi menyala dalam rumah tangga AS hampir delapan jam setiap harinya (dalam Biagi, 2010:201).

Stasiun televisi memanjakan penonton dengan cara menyajikan tayangan-tayangan yang sesuai dengan selera penonton. Tayangan-tayangan tersebut semakin beraneka ragam, antara lain: program berita, talk show, reality show, dokumenter, film, sinetron, acara musik, olahraga, politik dan sebagainya. Salah satu tayangan televisi yang diminati oleh masyarakat Indonesia adalah sinetron. Hal ini dibuktikan dari peringkat rating sinetron yang relatif tidak terkalahkan jika dibandingkan dengan program televisi lainnya.

Selain itu jika diamati lebih lanjut, jumlah episode yang ada pada sinetron-sinetron di Indonesia rata-rata mencapai ratusan bahkan ribuan episode. Salah satu contohnya adalah sinetron Tukang Bubur Naik Haji yang telah menembus hingga lebih dari 1000 episode. Banyaknya penonton membuat sinetron tersebut memperoleh rating tinggi, sehingga pihak-pihak pembuat sinetron atau home production terus menambah jumlah episode dari sinetron tersebut.

Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan. Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut soap opera (opera sabun), sedangkan dalam bahasa Spanyol

disebut telenovela. Di Indonesia sendiri, istilah sinetron pertama kali

dicetuskan oleh Soemardjono, salah satu pendiri dan mantan pengajar Institut

Kesenian Jakarta. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron diawali

dengan perkenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter masing-masing. Berbagai karakter yang berbeda menimbulkan konflik yang semakin lama semakin besar sehingga sampai pada titik klimaks. Suatu sinetron dapat berakhir dengan bahagia maupun sedih, tergantung dari jalan cerita yang ditentukan oleh penulis skenario (wikipedia.org).


(20)

Kuswandi (1996:130) mengungkapkan alasan sinetron diminati oleh

khayalak adalah karena menyangkut hal-hal sebagai berikut: Pertama, isi

pesannya sesuai dengan realita sosial pemirsa. Hal ini dikarenakan sinetron pada umumnya menceritakan tentang kehidupan manusia sehari-hari yang

dibumbui dengan konflik. Kedua, isi pesannya mengandung cerminan tradisi

nilai luhur dan budaya yang ada dalam masyarakat. Ketiga, isi pesannya lebih banyak mengangkat permasalahan atau persoalan yang sering terjadi dalam kehidupan.

Sinetron yang ditampilkan di televisi seharusnya dapat mendidik masyarakat dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan tatanan norma dan nilai budaya masyarakat setempat. Berdasarkan pengamatan peneliti sendiri, saat ini sinetron yang mendidik sangat jarang ditemui. Sinetron secara tidak langsung telah memberikan pengaruh negatif bagi para peminatnya yang didominasi oleh remaja putri dan ibu rumah tangga. Brown (1990) memaparkan bahwa sinetron tidak lain adalah soap opera yang dalam

sejarahnya memang merupakan female-oriented-narrative (dalam Hamid dan

Budianto, 2011: 448).

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Yayasan SET (2009), sinetron yang termasuk dalam kategori hiburan, memiliki kuantitas (jumlah) yang sangat banyak di berbagai stasiun televisi, yakni sebesar 90,9%. Namun sangat disayangkan, kuantitas besar yang dimiliki sinetron tidak sebanding dengan kualitas yang dimiliki tayangan ini. Para responden menilai sinetron sebagai tayangan kedua yang memiliki kualitas sangat buruk (44,1%) setelah program kriminalitas (47,3%) (dalam Luphita, 2011).

Banyak sinetron Indonesia yang menampilkan cerita yang tidak logis dan menyajikan unsur kekerasan di dalamnya, terutama kekerasan terhadap perempuan. Adegan-adegan kekerasan seperti pemukulan dalam konflik keluarga, penyiksaan, ataupun juga kekerasan verbal seperti cacian, pelecehan, bentakan dan menggunjingkan seringkali ditemui. Perempuan yang menjadi tokoh protagonis digambarkan sebagai sosok yang lemah dan tidak pernah melawan. Tokoh-tokoh utama dalam sinetron Indonesia yang rata-rata perempuan selalu mengalami penyiksaan, pelecehan, dan ketidakadilan.


(21)

4   

Universitas Sumatera Utara Adegan tersebut dengan bebasnya dapat disaksikan oleh seluruh anggota keluarga di layar kaca setiap harinya.

Perempuan seringkali ditempatkan sebagai objek dalam media massa, terutama televisi. Perempuan oleh media massa senantiasa digambarkan sangat tipikal yaitu tempatnya ada dirumah, berperan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh, tergantung pada pria, tidak mampu membuat keputusan penting, menjalani profesi yang terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai obyek seksual/simbol seks (pornographizing sexploitation), obyek fetish, obyek peneguhan pola kerja patriaki, obyek pelecehan dan kekerasan, selalu disalahkan (blaming the victim) dan bersikap pasif, serta menjalankan fungsi sebagai pengkonsumsi barang atau jasa dan sebagai alat pembujuk. Melalui penggambaran tersebut, Fry (1993) menuturkan bahwa, kaum wanita telah mengalami kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh suatu jaringan kekuasaan dalam berbagai bentuk, misalnya berupa diskriminasi kerja, diskriminasi upah, pelecehan seksual, pembatasan peran sosial sebagai wanita, istri dan ibu rumah tangga, dan sebagainya (dalam Sunarto, 2009:4).

Masyarakat akan mempelajari dan meniru apa yang mereka lihat di televisi. Hal inilah yang membuat televisi berkembang menjadi salah satu media pembelajaran sosial. Ardianto dan Erdinaya (2007:58) menyatakan bahwa secara pasti media massa, terutama televisi mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Sunarto (2009:7), mengungkapkan bahwa media televisi mempunyai pengaruh yang lebih besar jika dibandingkan dengan media massa yang lain karena sifat audio visualnya yang mampu mengatasi hambatan literasi khalayaknya.

Sinetron dapat membuat sebuah tren atau kebudayaan dapat tercipta dan bergeser dengan mudah. Gerbner dalam Growing Up With Television (1994), juga Porter dalam On Media Violence (1999) menuturkan, tayangan kekerasan di televisi memiliki efek segera atau jangka pendek dan jangka panjang. Munculnya rasa takut adalah contoh efek segera (emotional effect) akibat menonton televisi. Efek segera memberikan potensi adanya imitasi atau peniruan yang sering muncul di masyarakat atas tayangan kekerasan di televisi. Sedangkan efek jangka panjang yakni berupa habituation, yaitu orang


(22)

menjadi terbiasa dengan iklim kekerasan dan kriminal. Akibatnya orang menjadi tidak peka, permisif, dan toleran terhadap kekerasan itu sendiri. Bahkan Poter (1999) menunjuk adanya dampak learning social norms karena tayangan kekerasan yang terus-menerus ditonton bisa dianggap sebagai cara yang dibenarkan untuk menyelesaikan suatu masalah (dalam Mulkan, 2011:42).

Apabila adegan yang memuat unsur kekerasan terhadap perempuan terus-menerus ditayangkan di dalam sinetron, maka lambat laun masyarakat akan menganggap hal tersebut menjadi sesuatu yang wajar dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Mulkan (2011:15), mengatakan bahwa survei menunjukkan menonton tayangan kekerasan akan meningkatkan perilaku agresif dan pro kekerasan. Bukan hanya satu atau dua survei saja, namun ratusan riset menyimpulkan bahwa menonton tayangan kekerasan di televisi akan meningkatkan perilaku agresif bagi penontonnya.

Jika tayangan tersebut digemari oleh masyarakat, media televisi maupun rumah-rumah produksi akan terus berkarya dan menyajikan acara serupa yaitu tayangan sinetron dan mengambil tema maupun konsep yang sama. Rumah-rumah produksi dan media televisi akan terus menambah jumlah episode dari sinetron tersebut jika sinetron itu memperoleh rating yang tinggi ditengah-tengah masyarakat. Hingga saat ini, pihak-pihak tersebut hanya berpikir dari segi komersil tanpa memperhitungkan dampak bagi pemirsanya.

Data Komisi Nasional Perempuan mencatat pada 2011 terdapat 119.107 kasus kekerasan yang menimpa perempuan. Kasusnya terjadi dalam beragam bentuk dan ranah. Berdasarkan data kekerasan seksual saja sedikitnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Pada tahun 2012, tercatat 4.336 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Empat jenis kekerasan yang paling banyak ditangani adalah perkosaan dan pencabulan (1620), percobaan perkosaan (8), pelecehan seksual (118), dan traficking untuk tujuan seksual (403) (http://www.komnasperempuan.or.id).

Kekerasan atau Violent Crime menurut Nettler adalah peristiwa dimana orang secara ilegal dan secara sengaja melukai secara fisik, atau mengancam untuk melakukan tindakan kekerasan kepada orang lain, dimana


(23)

bentuk-6   

Universitas Sumatera Utara bentuk penganiayaan, perampokan, perkosaan dan pembunuhan merupakan contoh klasik dari kejahatan kekerasan yang serius (dalam Martha, 2003:21). Menurut Surbakti (2008:80), kekerasan dapat dipahami sebagai tindakan yang menyakiti, merendahkan, menghina, atau tindakan kekejaman yang bertujuan untuk membuat obyek kekerasan tersebut menderita baik secara psikologis maupun fisiologis. Seseorang dikatakan sebagai korban kekerasan jika ia menderita kerugian fisik, mengalami luka atau kekerasan psikologis, mengalami trauma emosional dan sebagainya.

Sementara itu, yang dimaksud dengan kekerasan terhadap perempuan berdasarkan Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Pasal 1 adalah setiap tindakan atau mungkin berakibat kesengsaraan atau pederitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk di dalamnya ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (Sihite, 2007:227).

Berdasarkan Penelitian Sinetron Remaja tahun 2007-2008 oleh Pengembangan Media Anak, adegan sinetron Indonesia 58% berisi kekerasan termasuk didalamnya kekerasan terhadap perempuan (Hendriyani, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Pratomo (2003) mengenai kekerasan pada adegan sinetron menyatakan, adegan anti-sosial di dalam sinetron seperti penganiayaan, kekerasan, dan ucapan kasar lebih sering muncul dibandingkan adegan pro-sosial, seperti tolong-menolong, kasih sayang, toleransi dan lain-lain. Dengan kata lain, adegan-adegan kekerasan di dalam sinetron lebih mendominasi dibandingkan adegan yang mendidik.

Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga independen yang mengatur penyiaran telah menetapkan peraturan tentang Standar Program Siaran (SPS). Peraturan yang ditetapkan antara lain adalah pada BAB XIII pasal 23 mengenai Pelarangan Adegan Kekerasan; pasal 24 mengenai Ungkapan Kasar dan Makian; dan pasal 25 mengenai Pembatasan Program Bermuatan Kekerasan (P3SPS 2012). Meskipun KPI telah menetapkan peraturan tersebut, masih banyak saja terdapat tayangan sinetron yang bermuatan kekerasan, terutama terhadap perempuan.


(24)

Oleh sebab itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait adegan kekerasan dalam sinetron Indonesia. Peneliti ingin mengetahui bagaimana bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan ditunjukkan dalam sinetron Indonesia dan bagaimana posisi perempuan ditempatkan dalam adegan kekerasan yang ada dalam sinetron Indonesia.

Peneliti akan memilih lima sinetron yang saat ini memiliki rating tertinggi di Indonesia sebagai objek penelitian. Berdasarkan Daily Rating All di 10 kota pada hari Kamis 20 Maret 2014 menurut Forum Lautan Indonesia yang dikutip dari AGB Nielsen Media Research, lima sinetron yang menduduki peringkat tertinggi adalah: Tukang Bubur Naik Haji The Series (RCTI); Pashmina Aisya (RCTI); Ayah Mengapa Aku Berbeda? (RCTI); ABG Jadi Manten (SCTV); dan Diam Diam Suka (SCTV).


(25)

8   

Universitas Sumatera Utara

1.2Fokus Masalah

Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan dalam

tayangan sinetron?

2. Bagaimanakah adegan kekerasan di tayangan sinetron menempatkan

posisi perempuan?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada adegan-adegan yang memuat

unsur kekerasan terhadap perempuan dalam sinetron Indonesia.

2. Penelitian ini hanya dilakukan pada 5 judul sinetron Indonesia yang

memiliki peringkat rating tinggi di 10 kota (berdasarkan AGB Nielsen Media Research) pada tanggal 20 Maret 2014.

3. Penelitian hanya akan dilakukan pada 1 episode untuk masing-masing

judul sinetron yang dipilih sesuai kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian.

4. Episode yang dipilih adalah 1 episode pada masing-masing judul

sinetron yang tayang mulai tanggal 20 Maret 2014 hingga 27 Maret 2014 yang mengandung unsur kekerasan terhadap perempuan yang paling dominan.


(26)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan

yang ada dalam adegan sinetron Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana adegan kekerasan di sinetron

menempatkan posisi perempuan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan menambah khasanah penelitian komunikasi serta dapat dijadikan sumber bacaan mahasiswa FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai bentuk kekerasan terhadap perempuan pada tayangan sinetron Indonesia.

3. Secara Praktis

Selain sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui isi dan kualitas sinetron saat ini dengan tujuan agar mereka dapat menentukan sikap, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembuat atau penggarap sinetron dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang merupakan lembaga yang mengatur penyiaran di Indonesia.

 

         


(27)

10   

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Perspektif/Paradigma Penelitian

Secara sederhana, paradigma dapat diartikan sebagai sudut pandang/perspektif. Atau dengan kata lain, paradigma adalah sudut pandang atau pola pikir peneliti dalam melakukan sebuah penelitian. Paradigma menurut Guba (1990:17) mempunyai definisi sebagai serangkaian keyakinan dasar yang membimbing tindakan. Menurut Robert Fredrich seperti dikutip oleh Anwar Arifin (1995:35) paradigma adalah pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi subject matter yang semestinya dipelajari (dalam Wiryanto, 2004:10).

Paradigma pada dasarnya merupakan sudut pandang peneliti dalam melihat penelitiannya. Dengan kata lain, paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam penelitian dan cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan.

Adapun perspektif atau paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang memiliki tahapan berfikir kritis alamiah, dimana peneliti berfikir secara induktif yaitu menangkap fakta ataupun fenomena-fenomena sosial melalui pengamatan peneliti di lapangan. Selanjutnya peneliti menganalisisnya dan kemudian melakukan teorisasi yang berkaitan dengan apa yang diamati (dalam Bungin, 2010:6).

Peneliti menggunakan paradigma penelitian kualitatif yang rasionalistik, yaitu memandang realitas sosial sebagaimana yang dipahami oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan didialogkan dengan pemahaman objek yang diteliti atau data empirik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.

     


(28)

2.2Kajian Pustaka

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun beberapa kajian pustaka yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan yang memuat pokok-pokok pikiran yang yang menggambarkan dari sudut pandang mana masalah penelitian tersebut akan diteliti. Adapun kajian pustaka yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesan yang ada bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, selintas, khususnya media elektronik (Mulyana, 2002:75).

Komunikasi massa merupakan komunikasi yang lebih luas karena memiliki jumlah komunikator yang paling banyak, namun derajat kedekatan fisiknya rendah (tidak dekat). Karena komunikasi massa mencakup komunikator yang banyak dan luas, maka umpan balik berjalan tidak langsung ataupun tertunda. Penulis dapat menyimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang bersifat umum/publik, pesannya disampaikan dengan cepat dan serentak dimana pesan yang sampai kepada khalayak hampir tanpa selisih waktu atau dalam waktu yang bersamaan. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk televisi, radio, surat kabar (media cetak) dan internet. Saat ini komunikasi massa berkembang dengan sangat pesat. Setiap masyarakat selalu bersinggungan dengan komunikasi massa dalam kehidupannya. Misalnya saja, kita membaca koran untuk mengetahui informasi terkini, mendengarkan berita atau musik di radio, menonton berita terkini atau film di televisi bersama keluarga, maupun menggunakan fasilitas internet untuk memenuhi kebutuhan akan informasi maupun hiburan.

Unsur-unsur komunikasi massa terdiri dari pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek (effect). Unsur- unsur tersebut


(29)

12   

Universitas Sumatera Utara menurut Harold D.Lasswell diformulasikan dalam bentuk pertanyaan, yakni (dalam Wiryanto, 2000:70-80):

1. Unsur who (sumber atau komunikator)

Adalah sumber yang berupa lembaga, organisasi maupun orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi tersebut (institutionalized person). Lembaga atau organisasi tersebut dapat berupa perusahaan surat kabar, stasiun radio dan televisi, studio film, penerbit buku maupun majalah. Sedangkan, institutionalized person adalah orangnya. Misalnya, redaktur surat kabar yang menyatakan pendapat atau opininya dengan fasilitas lembaga.

2. Unsur says what (pesan)

Pesan yang ada di dalam komunikasi massa dapat berjumlah ribuan atau jutaan dalam waktu yang bersamaan. Pesan dalam komunikasi massa berbeda dengan komunikasi lainnya dan memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik pesan yang diberikan Charles Wright (1977) adalah sebagai berikut.

a. Publicly: pesan dalam komunikasi massa bersifat terbuka untuk umum atau publik karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Pesannya tidak dutujukan kepada orang perorangan tertentu, namun orang lain juga dapat menerima pesan yang sama.

b. Rapid: pesan dalam komunikasi massa dirancang/dibuat agar mencapai audiens yang luas dan banyak dalam waktu yang singkat, serentak atau simultan. Misalnya, pidato presiden yang disebarkan lewat radio atau lewat televisi yang didengar atau ditonton oleh masyarakat dalam jumlah jutaan secara serempak bersamaan pada saat presiden berbicara.

c. Transient: pesan yang ada hanya untuk memenuhi kebutuhan segera, yakni tidak bersifat permanen namun dikonsumsi “sekali pakai”. Namun ada juga pesan yang disimpan untuk tujuan dokumentatif seperti buku-buku, film, transkripsi-transkripsi radio maupun rekaman audiovisual. Tetapi pada umumnya pesannya cenderung dirancang timely, supervisial dan kadang-kadang bersifat sensasional.


(30)

3. Unsur in which channel (saluran atau media)

Yakni berupa peralatan mekanik dan digunakan sebagai alat untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Tanpa didukung oleh saluran ini pesan-pesan tidak dapat menyebar dengan cepat, luas dan simultan. Media yang mempunyai kemampuan tersebut adalah surat kabar, majalah, radio, film, televisi, dan internet.

4. Unsur to whom (penerima atau mass audience)

Penerima atau mass audience merupakan orang-perorangan yang menjadi sasaran komunikasi massa. Misalnya, orang yang membaca surat kabar atau membaca majalah, orang yang sedang mendengarkan berita di radio, orang yang sedang menikmati film di televisi maupun bioskop, maupun orang yang sedang menggunakan internet. Charles Wright (1977) juga memaparkan beberapa karakteristik penerima atau mass audience sebagai berikut:

1. Large: artinya adalah mass audience tersebar dalam berbagai lokasi atau tempat yang relatif luas dan mereka tidak terikat oleh tempat yang sama sehingga komunikator pada dasarnya tidak dapat melakukan interaksi secara tatap muka dengan khalayak. Hal tersebut dikarenakan khalayak dari komunikasi massa tersebar dalam ratusan, bahkan ribuan orang.

2. Heterogen: khalayak dalam komunikasi massa bersifat heterogen.

Maksudnya adalah khalayaknya terdiri dari orang yang berbeda dan beragam dari segi tingkat sosial, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, dan sebagainya.

3. Anonim: maksudnya adalah, khalayak dari komunikasi massa tidak

saling mengenal secara pribadi dengan komunikator.

5. Unsur with what effect (efek atau akibat)

Efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri audiens sebagai akibat terpaan pesan-pesan media. Berlo mengklasifikasikan efek atau


(31)

14   

Universitas Sumatera Utara perubahan ke dalam tiga kategori yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku nyata.

Komunikasi massa sangat efektif dalam menyebarkan informasi kepada khalayak luas yang tersebar di berbagai daerah ataupun lokasi. Dengan adanya komunikasi massa, masyarakat atau khalayak dapat menerima suatu informasi secara serentak dan cepat meskipun tersebar di berbagai tempat.

Adapun fungsi komunikasi massa menurut Alexis S. Tan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Fungsi Komunikasi Massa Menurut Alexis S. Tan

NO Tujuan

Komunikator

Tujuan Komunikan (pemuasan kebutuhan)

1.

Memberi

Informasi Mempelajari ancaman dan peluang, memahami

lingkungan, menguji kenyataan, meraih keputusan

2. Mendidik

Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakat

3. Mempersuasi

Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakat

4.

Menyenangkan, memuaskan

kebutuhan komunikasi

Menggembirakan, mengendorkan urat syaraf, menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi

Sumber: Nurudin, 2004:63


(32)

2.2.2 Televisi sebagai Media Massa

Televisi berasal dari kata“tele” yakni bahasa Yunani yang berarti jauh dan “visio”dari bahasa Latin yang berarti penglihatan/tampak. Jadi televisi berarti alat komunikasi jarak jauh yang menggunakan media

visual/penglihatan (id.wikipedia.org). Definisi televisi menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia: “Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar”, atau secara sederhana penulis dapat mendefinisikan bahwa televisi adalah salah satu media massa yang menampilkan siaran berupa gambar yang bergerak dan suara dari jarak jauh.

Televisi sebagai pesawat transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan metode mekanikal dari Jenkins. Pada tahun 1928 General Electronic Company mulai menyelenggarakan acara siaran televisi secara regular. Pada tahun 1939 Presiden Franklin D. Roosevelt tampil di layar kaca. Sedangkan siaran televisi komersial di Amerika dimulai pada 1 September 1940 (Ardianto & Erdinaya, 2007:126-127).

Saat ini kehadiran televisi sangat dekat, berarti dan penting bagi masyarakat. Televisi sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan masyarakat. Televisi dapat ditemukan dengan mudah di setiap rumah-rumah baik yang berada di kota maupun di desa. Dari pengamatan sementara peneliti, terlihat bahwa setiap lapisan masyarakat baik anak-anak, remaja, para ibu, ayah maupun orangtua lebih banyak menggunakan media televisi sebagai sarana untuk mendapatkan informasi dan hiburan dibandingkan dengan media-media lainnya.

Menurut Skormis dalam bukunya “Television and Society: An Incuest and Agenda”, dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan sebagainya) televisi mempunyai sifat yang istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bersifat informatif, hiburan dan pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Informasi yang disampaikan oleh televisi akan lebih mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual (dalam Kuswandi, 1996:8). Hal tersebutlah yang membuat televisi dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.


(33)

16   

Universitas Sumatera Utara Televisi merupakan salah satu media massa yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat melalui tayangan-tayangan yang ia sajikan. Menurut Prof. Dr. R. Mar’ at, acara televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan bagi penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis televisi itu sendiri, dimana televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa, sehingga mereka telah hanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang disajikan oleh televisi (dalam Effendy, 2004:122).

Televisi memiliki sejumlah karakteristik khusus yaitu (Ardianto dan Erdinaya, 2004:128-130) :

1. Audiovisual

Selain menghasilkan suara, televisi juga menghasilkan gerakan. Televisi dapat didengar dan dilihat sekaligus (audiovisual). Jadi, jika khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara saja, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak sekaligus.

2. Berpikir dalam gambar

Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama adalah visualisasi (visualization) yaitu menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Dalam visualisasi, pengarah acara harus berusaha menunjukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menjadikannya sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna. Kedua, adalah penggambaran (picturization), adalah kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.

3. Pengoperasian lebih kompleks

Pengoperasian televisi siaran lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan acara siaran berita saja dapat melibatkan 10 orang yang terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemandu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, juru audio, juru rias, juru suara, dan lain-lain. Apalagi jika menyangkut acara drama musik yang lokasinya di luar studio, tentu lebih banyak lagi


(34)

melibatkan orang atau sering juga disebut kerabat kerja televisi (crew). Peralatan yang digunakannya pun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Hal tersebutlah yang membuat media televisi lebih mahal daripada surat kabar, majalah dan radio siaran.

Televisi juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari televisi adalah televisi dapat menguasai jarak dan ruang. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa juga cukup besar. Selain itu dengan penyajian suara dan gambar bergerak yang dimiliki televisi, maka nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau berita sangat cepat sehingga membuat daya rangsang seseorang atau masyarakat cukup tinggi. Namun, kelemahan yang dimiliki oleh televisi adalah sifatnya yang “transitory” yakni isi pesannya tidak dapat di’memori’ oleh khalayak. Berbeda dengan media cetak yang dapat dibaca kapan dan dimana saja, media televisi terikat oleh waktu tontonan. Selain itu, televisi tidak dapat melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara langsung dan vulgar seperti halnya di media cetak. Hal ini dikarenakan faktor penyebaran siaran televisi yang begitu luas kepada massa/khalayak yang heterogen, dan juga karena kepentingan politik dan stabilitas keamanan negara (Kuswandi, 1996).

Sebagai salah satu media massa yang paling banyak diminati, ada dua dampak yang ditimbulkan dari acara televisi (Kuswandi, 2008:39):

1. Dampak informatif, yakni memberikan informasi dan wawasan. Atau

dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi dan melahirkan pengetahuan bagi pemirsa

2. Dampak peniruan, adalah pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang

ditayangkan di televisi. Misalnya model pakaian, model rambut para selebritis di televisi, dan sebagainya.


(35)

18   

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Kekerasan dalam Televisi

Menurut Sunarto (2007), secara sempit kekerasan dapat didefinisikan sebagai ancaman atau paksaan secara fisik dan nonfisik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap orang/kelompok orang lain dengan akibat tidak menyenangkan atau penderitaan secara fisik dan nonfisik. Namun secara luas, kekerasan didefinisikan sebagai kondisi-kondisi negatif yang sebenarnya bisa dihilangkan tetapi dengan alasan ideologis tertentu tetap dibiarkan (dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:613).

Kekerasan menurut Nurhayati (2000:28) adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun nonverbal yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang lainnya yang menyebabkan efek negatif secara fisik, emosionil, psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya.

Sunarto (2007) mengklasifikasikan kekerasan dalam berbagai dimensi, yaitu (dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:614) :

 Dimensi bentuk kekerasan: kekerasan fisik, kekerasan psikologis,

kekerasan seksual, kekerasan finansial, kekerasan spiritual, kekerasan fungsional, dan kekerasan relasional.

 Dimensi partisipan kekerasan: pelaku dan korban.

 Dimensi motif kekerasan: sengaja dan tidak sengaja.

 Dimensi ekspresi kekerasan: verbal, non-verbal, gabungan kekerasan

verbal dan nonverbal.

Kekerasan dapat muncul di hampir semua genre televisi. Adegan kekerasan menyebar dalam berbagai jenis program acara. Baik itu berita, animasi anak, drama dewasa, drama sinetron, olahraga, reality show dan sebagainya. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena masyarakat bisa saja terpengaruh oleh tayangan-tayangan tersebut. Adegan-adegan kekerasan di televisi yang dengan bebasnya kita temui dan saksikan bersama seluruh anggota keluarga dari pagi, siang, hingga larut malam dapat memberikan efek psikologis yang sangat negatif bagi seluruh keluarga.

Penggambaran kekerasan di TV Amerika dilakukan oleh studi selama tiga tahun oleh NTVS atau National Television Violence Study (Schement, ed.2002). NTVS menjabarkan bahwa ada empat bentuk kekerasan yang


(36)

berpotensi menimbulkan resiko berbahaya bagi khalayak penonton. Yaitu sebagai berikut (dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:613) :

1. Banyak kekerasan di televisi yang mengalami “glamorifikasi”, yaitu

disajikan dengan cara yang positif. Dimana pelaku kekerasan ditampilkan atraktif dan berkarakter “baik”, sehingga berpotensi untuk menarik bagi kaum muda (terutama anak-anak) untuk ditiru. Dengan kata lain, kekerasan yang mengalami glamorifikasi adalah kekerasan yang ditampilkan secara positif dan adanya ketiadaan ganjaran untuk pelaku kekerasan.

2. Banyak kekerasan di televisi yang mengalami “sanitisasi”, yaitu

disajikan dengan konsekuensi negatif minimal. Para korban kekerasan ditampilkan tidak mengalami penderitaan serius. Korban kekerasan tidak tampak menderita baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan gambaran tentang kesakitan dan penderitaan akibat perbuatannya tidak banyak ditampilkan.

3. Banyak kekerasan di televisi mengalami “triviliasasi”, yaitu kekerasan

di TV tidaklah terlalu serius dan bahkan ditampilkan secara humor. Adegan tersebut sering kita temui pada reality show misalnya adegan kekerasan yang disertai humor dalam tayangan Yuk Keep Smile, Pesbukers, maupun Opera Van Java. Kekerasan diterima sebagai sesuatu yang biasa, alamiah, dan tidak berdampak serius bagi korban. Adegan ini berpotensi menimbulkan imitasi diantara khalayak.

Kekerasan yang mengalami sanitasi dan trivilisasi semakin tampak mencolok jika motif kekerasan umumnya disengaja. Yang artinya kekerasan itu memang diniatkan untuk dilakukan dan bukan terjadi secara tidak sengaja (misalnya karena membela diri).

4. Hanya sedikit sekali program yang menekankan temi anti kekerasan.

Hanya sedikit program televisi yang menampilkan kekerasan dalam konteks edukasi dan sebaliknya justru lebih banyak yang mempromosikan kekerasan itu sendiri.

Banyak uraian yang membuktikan bahwa tayangan kekerasan di televisi tidak memberikan manfaat bagi khalayak yang menontonnya.


(37)

20   

Universitas Sumatera Utara Tayangan kekerasan yang disajikan di televisi hanyalah memberikan dampak buruk bagi masyarakat.

Kajian teori Psikologi Sosial menyebutkan bahwa kekerasan di televisi dapat meningkatkan agresi penontonnya. Selain itu, teori imitasi yang dikemukakan Bandura (Berkowitz, 1995) membuktikan bahwa kekerasan di televisi akan menyebabkan penonton melakukan agresi imitatif atau kekerasan juga dapat menjadi isyarat yang memicu timbulnya kebiasaan respon agresif bagi penontonnya (dalam Mulkan, 2011:83).

Dalam disertasi Redatin yang berjudul Pengaruh Media Televisi terhadap Penyimpangan Nilai dan Perilaku di Kota Yogyakarta (UGM, 2002) ditemukan bahwa menonton yang memperhatikan adegan kekerasan tidak sekedar kegemaran. Ada responden yang mengaku mempelajari trik adegan kekerasan di televisi justru untuk melakukan kejahatan (dalam Mulkan, 2011:90).

Penelitian tersebut semakin memperkuat anggapan bahwa menonton adegan televisi yang mengeksploitasi kekerasan dan penyimpangan nilai hanya akan memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat. Dimana masyarakat akan semakin tidak peduli terhadap kejahatan dan lama-kelamaan menganggap kejahatan sebagai hal yang sudah biasa.

2.2.4 Perempuan dalam Media Massa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perempuan adalah orang (manusia) yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui, wanita. Masyarakat Indonesia yang masih menganut ideologi dan nilai-nilai patriaki menganggap posisi laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan posisi perempuan. Dimana peran laki-laki lebih menonjol dan perempuan dianggap sebagai kaum marjinal yang terpinggirkan. Berbeda dengan laki-laki, perempuan seringkali ditempatkan sebagai orang kedua dan selalu berada pada posisi yang lemah.


(38)

Tidak hanya dalam kesehariannya saja, ideologi patriaki juga tercermin dalam media massa, khususnya televisi. Perempuan dalam media massa seringkali digambarkan sebagai sosok yang lemah, tergantung pada laki.-laki, terdiskriminasi, pasif, tidak berdaya, hanya dirumah dan peran utamanya hanya untuk menyenangkan laki-laki/suami.

Tamrin Amal Tomogola Ph.D., M.A. yang merupakan sosiolog Universitas Indonesia, memaparkan bahwa citra perempuan yang berhasil dibentuk dalam media massa adalah sebagai berikut (dalam Kuswandi, 2008:69-70):

1. Citra Pigura

Dalam citra ini perempuan ditunjukkan sebagai makhluk yang memikat. Yakni perempuan yang berhubungan dengan kesehatan dan kecantikan. Perempuan ditunjukkan sebagai sosok yang sempurna dengan bentuk tubuh yang ideal. Dengan kata lain, dalam citra pigura perempuan menyangkut kecantikan dan pemikat secara biologis, seperti pinggul, payudara, atau ciri kewanitaan yang dibentuk budaya. Misalnya rambut yang panjang, betis yang ramping, kulit yang putih atau mulus, dan sebagainya.

2. Citra Pilar

Citra Pilar menggambarkan perempuan sebagai pengurus atau pengelola rumah tangga dan keluarga. Perempuan digambarkan sebagai penyangga keutuhan dan penata rumah tangga. Dengan kata lain, pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa laki-laki dan perempuan itu sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Dalam citra pilar perempuan kodratnya adalah mengurus rumah tangga, berkewajiban atas keindahan fisik rumah, suami, pengelolaan sumber daya rumah tangga (finansial maupun SDM termasuk di dalamnya ialah anak-anak).

3. Citra Peraduan

Citra ini menghubungkan perempuan dengan hal-hal seksual dalam perkawinan. Perempuan dijadikan sebagai objek seksual. Seluruh kecantikan (alamiah maupun buatan) perempuan disediakan untuk


(39)

22   

Universitas Sumatera Utara dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan menyentuh, memandang dan mencium.

4. Citra Pinggan

Citra Pinggan menghubungkan perempuan dengan dapur. Perempuan ditunjukkan sebagai sosok yang identik dengan dunia dapur. Citra ini menggambarkan bahwa setinggi apapun pendidikan maupun penghasilan perempuan, kewajibannya adalah di dapur.

5. Citra pergaulan

Citra ini menggambarkan perempuan sebagai orang yang ingin diterima oleh kalangan sosial tertentu. Untuk dapat diterima perempuan harus memiliki penampilan fisik yang menarik seperti bentuk lekuk tubuh, aksentuasi tertentu dengan menggunakan kosmetik dan aksesori yang selaras, sehingga bisa tampil anggun.

Namun, tetap saja wanita digambarkan sebagai makhluk yang tidak pernah bisa menjadi orang pertama. Tempat yang cocok baginya tidak lain adalah sebagai pendamping setia suami. Hal inilah yang kita temui di televisi dan dunia nyata.

Dalam Daulay (2007:55) diuraikan beberapa fakta positif dan negatif mengenai perempuan di media televisi. Fakta-fakta tersebut adalah sebagai berikut:

Fakta Positif Perempuan di Televisi

- Banyak acara-acara di televisi yang mencoba untuk membahas

berbagai sisi kehidupan perempuan. Acara tersebut ditujukan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan. Contohnya acara untuk pendidikan, kesehatan anak, hingga acara yang mengangkat tentang permasalahan problem rumah tangga dan solusinya. Selain itu ada juga acara-acara yang menyangkut agama yang juga memberikan pencerahan bagi wawasan keagamaan perempuan atau kaum ibu. Dan kebanyakan dari acara-acara tersebut didominasi oleh kaum perempuan.

- Televisi juga sering menampilkan berbagai acara yang menampilkan

sisi intelektual perempuan dan juga sisi prestasinya. Dalam berbagai


(40)

acara seperti berita, talk show, reality show dan acara lainnya kita bisa melihat tayangan penghargaan untuk perempuan yang berprestasi dibidangnya masing-masing seperti bidang sosial, kesehatan, olahraga dan yang lainnya.

- Kita juga bisa menyaksikan tayangan yang mewawancarai perempuan

yang mempunyai pengalaman dan prestasi dibidangnya. Misalnya, tayangan yang menampilkan kesuksesan atlet perempuan dalam memenangkan pertandingan olahraga, prestasi sekelompok perempuan dalam memberantas buta huruf di berbagai daerah, dan yang lainnya. Fakta Negatif Siaran bagi Perempuan

- Adanya tema-tema sinetron yang bias gender perempuan seperti film-

film atau sinetron yang relatif memojokkan kaum perempuan. Misalnya, acara Inem Pelayan Seksi yang terkesan menonjolkan tubuh perempuan. Selain itu didalam sinetron, peran perempuan seringkali ditampilkan sebagai ibu-ibu jahat, penggoda, berpakaian minim, dan sebagainya.

- Iklan- iklan yang muncul dalam televisi juga seringkali menampilkan

perempuan dengan citra yang menonjolkan sosok biologis mereka. Misalnya, tubuh yang seksi, keindahan kulit, rambut dan kemerduan suaranya. Namun, sosok nonfisik seperti intelektual, keterampilan dan keahliannya tidak disorot sehingga membuat hal ini tidak seimbang. Dari hal tersebut, orientasi tubuh dimana perempuan sebagai objek sangat kelihatan.

- Adanya permasalahan pornografi dan porno aksi seperti yang ada di

acara-acara musik dimana penyanyi yang kebanyakan perempuan menampilkan kostum atau busana minim serta gerak tubuh dan goyangan yang erotis yang membuat terganggunya pandangan kaum laki-laki maupun perempuan.

- Maraknya acara-acara infotainment yang ditayangkan dari pukul 06.30

pagi hingga pukul 17.00 yang sangat banyak membahas sisi kehidupan selebritis. Bila dicermati lebih lanjut, hampir 80 persen berita yang disampaikan adalah kasus-kasus perempuan. Mulai dari cerita konflik perceraian, pertengkaran sesama artis perempuan hingga para selebritis


(41)

24   

Universitas Sumatera Utara yang memamerkan barang-barang mewah mereka. Sebenarnya, berita-berita tersebut tidaklah penting untuk dikonsumsi oleh publik.

Masyarakat telah menganggap bahwa media massa merupakan cerminan realitas atau fakta. Jadi penggambaran perempuan yang ditunjukkan dalam media massa dianggap suatu cerminan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

2.2.5 Kekerasan terhadap Perempuan di Media Massa

Berdasarkan Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Pasal 1, yang dimaksud kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan atau mungkin berakibat kesengsaraan atau pederitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (dalam Sihite, 2007:227).

Hingga saat ini, wajah perempuan yang tercermin dalam media massa masih terjebak dalam bingkai-bingkai patriakis. Misalnya saja yang bisa kita lihat dalam sinetron, dengan mengeksploitasi kekerasan terhadap perempuan maupun oleh perempuan, sinetron menjadi tempat dimana perempuan malah diinjak-injak dan diviktimisasi martabatnya (Hamid & Budianto, 2011:458).

E. Kristi Poerwandari mengklasifikasikan bentuk-bentuk atau dimensi kekerasan terhadap perempuan. Bentuk-bentuk atau dimensi kekerasan terhadap perempuan adalah sebagai berikut:


(42)

Tabel 1.2 Bentuk-bentuk atau Dimensi Kekerasan Terhadap Perempuan Dimensi Mencakup

Fisik

Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat/senjata, membunuh, serta perbuatan lain yang relevan.

Psikologis

Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat, dll).

Seksual

Melakukan tindakan yang mengarah ke ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin/seks korban, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dengan kekerasan fisik maupun tidak, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, merendahkan, menyakiti atau melukai korban.

Finansial

Mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya, semuanya dengan maksud untuk dapat mengendalikan tindakan korban.

Spiritual

Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu.


(43)

26   

Universitas Sumatera Utara Sumber : Sudiarti, 2000:11

Adegan-adegan kekerasan terhadap perempuan dapat melibatkan

perempuan sebagai pelaku maupun korban kekerasan itu sendiri. Pelaku

adalah tokoh yang melakukan kekerasan terhadap tokoh lain. Sedangkan korban adalah tokoh yang mengalami penderitaan karena tindak kekerasan tertentu (Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:617).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengenai kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Sadakita, Dosen Ilmu Komunikasi IISIP Jakarta (2010), menyimpulkan bahwa tayangan sinetron cenderung berisi kekerasan psikologis. Laki-laki dan perempuan cenderung berbeda melakukan bentuk kekerasan. Pelaku dan korban kekerasan cenderung perempuan yang berusia remaja dengan motif tidak sengaja. Penelitian ini didasarkan atas lima judul sinetron (Gua gak Takut Patah Hati, Sissy Ajah, Harum Namanya, dan Cinta Super Ketat (ditayangkan di SCTV) dan Sinetron Aisyah (ditayangkan di RCTI)). Dapat disimpulkan bahwa tayangan sinetron 46,50 % mengandung kekerasan dan 53,50 % tidak mengandung kekerasan. Bentuk kekerasan yang diperlihatkan sebagian besar (61,50%) adalah kekerasan psikologis dan selebihnya adalah bentuk kekerasan bukan fisik sebanyak 19,72 % serta kekerasan fisik sebanyak 18,78 %.

Penelitian lain menganalisis mengenai kekerasan dalam rumah tangga pada sinetron religi. Dikatakan bahwa kekerasan rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Melalui penelitian tersebut disimpulkan bahwa pelaku kekerasan yang paling sering ditampilkan adalah suami sebanyak 47%. Jenis kekerasan yang paling sering ditampilkan adalah kekerasan secara psikologis dengan persentase sebesar 74%, dan yang paling sering ditampilkan sebagai korban adalah anak dengan persentase 30% (Budiana, 2008).


(44)

Pada tahun 2009 juga terdapat penelitian mengenai Potret Sinetron Remaja di Televisi (Penelitian Bersama Fikom Universitas Mercu Buana, YPMA dan Program Ilmu Komunikasi di Indonesia). Dalam penelitian tersebut diteliti 11 sinetron yang memiliki rating tinggi, dan hasil penelitiannya yakni 46,15% berisi kekerasan verbal (dengan kata-kata), sedangkan kekerasan nonverbal (fisik) sebanyak 45,19%. Selain itu kekerasan yang dilakukan secara fisik dan disertai kata-kata kasar yang membuat tidak nyaman secara psikologis sebanyak 25,96%. Ekspresi kekerasan tersebut, lebih banyak dilakukan secara sengaja, baik oleh pemeran utama atau pemeran pembantu. Sedangkan kekerasan tidak sengaja (terpukul, terjatuh, terhalang dsb) hanya sebanyak 12,5%.

Selain itu, juga terdapat penelitian mengenai ketidakadilan dan konstruksi perempuan di film dan televisi yang dilakukan oleh Ashadi Siregar (2004). Penelitian tersebut mengutarakan bahwa cerita film televisi (sinetron) Indonesia lebih banyak mengeksploitasi perempuan di ruang privat, menyebabkan interaksi yang berlangsung hanya dalam konteks hubungan kekerabatan, pasangan suami istri, orangtua-anak, mertua-menantu, antara besan, antar ipar, atau rival pasutri. Pada umumnya tema berkembang di sekitar masalah psikologis, sehingga cerita menjadi bersifat personal.

Penelitian ini juga membahas mengenai penelitian dengan tema yang sama yang dilakukan oleh Veven SP Wardhana (2000) yang dengan kritis mengungkapkan pengamatannya tentang perempuan dalam sinetron Indonesia. Perempuan dalam sinetron digambarkan dalam rentangan petaka (nasib malang) dan perkasa. Kedua wacana ini ditampilkan dengan cara yang ekstrim sehingga tidak memenuhi kaidah nalar akal sehat, nasib malang yang berlebihan, atau keperkasaan perempuan yang diwujudkan melalui hantunya


(45)

28   

Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Kultivasi

Teori kultivasi mengatakan bahwa televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi belajar tentang masyarakat dan kultur

lingkungannya (Elvinaro & Lukiati, 2004). Dengan kata lain, persepsi  apa

yang terbangun dibenak pemirsa tentang masyarakat dan budaya sangat

ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak pemirsa dengan televisi, mereka belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai (nilai sosial) serta adat dan tradisinya. Teori ini berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.

Saat ini, banyak tayangan-tayangan televisi di Indonesia yang tidak layak untuk ditonton, khususnya pada tayangan yang memuat unsur kekerasan. Menonton tayangan kekerasan akan dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat. Tontonan seperti acara reality show atau

sinetron yang menunjukkan kekerasan, perselingkuhan, kriminal, dan lain

sebagainya akan dianggap sebagai gambaran bahwa itulah yang sering terjadi di kehidupan realita. Padahal belum tentu semua yang terdapat pada tayangan itu adalah kejadian-kejadian yang sering terjadi dikehidupan kita. Karena jika ditelaah, semua yang terdapat pada reality show atau sinetron adalah hasil dari skenario belaka.

Teori kultivasi menjelaskan bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang (Nuruddin, 2007), yaitu sebagai berikut:

1. Penonton fanatik (heavy viewers), adalah mereka yang menonton televisi

lebih dari 4 jam setiap harinya. Kelompok penonton ini sering juga disebut sebagai khalayak ‘the television type”.

2. Penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2

jam atau kurang dalam setiap harinya.


(46)

Teori kultivasi ini berlaku terhadap para pecandu/penonton fanatik, karena mereka semua adalah orang-orang yang lebih cepat percaya dan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia kenyataan.

Penonton/khalayak yang menyaksikan tayangan-tayangan di televisi

bisa saja akan meniru apa yang mereka saksikan di layar kaca. Menurut

kriminolog Erlangga Masdiana, peniruan atau imitasi (copycat) kejahatan

merujuk pada teori imitasi oleh Sosiolog Prancis, Gabriel Tarde (1843-1904), dimana dikatakan bahwa masyarakat selalu berada pada proses meniru. Misalnya, ketika seseorang setiap hari dicekoki nilai-nilai kekerasan dan kekasaran, orang tersebut pada akhirnya akan meniru kekerasan itu. Menurut Erlangga sendiri, media massa yang memiliki efek paling kuat terhadap masyarakat dalam hal peniruan adalah media televisi. Sejalan dengan hal tersebut, George Gerbner (1960) juga memaparkan bahwa media massa dapat menanamkan nilai yang akan berpengaruh pada sikap dan perilaku khalayak. Berita kriminal misalnya, jika ditayangkan dengan intensitas tinggi maka kemungkinan akan tertanamnya cara pandang dan rasa takut masyarakat akan kejahatan yang ada disekitarnya akan semakin tinggi (dalam Mulkan, 2011:91).

Salah satu aspek yang menarik dari kultivasi adalah “mean world syndrome”. Nancy Signorielli menuturkan kajian sindrom dunia makna, dimana tayangan kekerasan dalam program televisi untuk anak-anak dianalisis. Lebih dari 2000 program acara dalam tayangan prime time dan week ends dari tahun 1967 sampai 1985 dianalisis dengan hasil yang menarik. Hasilnya, terdapat kurang lebih 71 persen program prime time dan 94 persen

program week ends terdapat aksi kekerasan. Bagi pemirsa pecandu berat

televisi (heavy viewers) dalam jangka waktu lama ternyata hal ini memberi keyakinan bahwa tak seorang pun bisa dipercaya atas apa yang muncul dalam dunia kekerasan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pecandu berat televisi cenderung melihat dunia ini sebagai kegelapan/mengerikan serta tidak mempercayai orang lain. Menurut mereka, apa yang terjadi di televisi itulah dunia nyata. Sehingga televisi menjadi potret dunia nyata sesungguhnya (Littlejohn, 2005: 289).


(47)

30   

Universitas Sumatera Utara Jika teori lain menekankan bahwa pemirsa itu aktif dalam menginterpretasi, memaknai, mencari sumber informasi dari media lain dalam usaha menekan kekuatan pengaruh televisi seperti yang diasumsikan oleh teori kultivasi, maka teori kultivasi sendiri menganggap bahwa pemirsa televisi itu pasif, dimana hanya memusatkan diri pada kuantitas dalam menonton televisi (terpaan) dan tidak mengantisipasi perbedaan yang mungkin muncul saat pemirsa menginterpretasi tayangan televisi. Faktor-faktor seperti pengalaman, pengetahuan, usia, sikap dan kondisi sosial keluarga juga mempunyai andil dalam mempengaruhi efek kultivasi (dalam Jurnal Prijana H, 2007).

 

                               


(48)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawabannya. Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan (Hasan, 2002:21).

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode penelitian kualitatif tidak mengutamakan besar populasi dan sampling, sehingga penelitian ini bersifat subyektif yang hasilnya bukan untuk digeneralisasikan.

Metode penelitian deskriptif menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah. Penelitian deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi, atau kelompok tertentu secara akurat. Dengan kata lain, tujuan penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat ini (Danim, 2002:41).

3.2Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah 5 sinetron Indonesia yang memuat unsur kekerasan terhadap perempuan didalamnya. Kelima sinetron tersebut dipilih berdasarkan rating tertinggi dari AGB Nielsen pada tanggal 20 Maret 2014. Adapun deskripsi dari sinetron tersebut adalah sebagai berikut :


(49)

32   

Universitas Sumatera Utara

3.2.1 Deskripsi Objek Penelitian

Pada bagian ini akan dideskripsikan atau diceritakan mengenai sinopsis atau awal dari jalan cerita kelima sinetron tersebut secara umum.

1. Judul : Tukang Bubur Naik Haji The Series

Saluran Asli: RCTI, Sutradara: H. Ucik Supra; Pemeran: Mat Solar, Uci Bing Slamet, Nani Wijaya, Andi Arsyil Rahman, Citra Kirana, Aditya Herpavi Rachman, Alice Norin, Latief Sitepu, Derry Sudarisman, Ben Kasyafani

Sinetron ini bercerita mengenai kehidupan sehari-hari yang diwarnai dengan konflik-konflik kecil akibat kesalahpahaman, perbedaan cara pandang, maupun perbedaan sifat-sifat dan perilaku diantara tokoh-tokohnya. Pada awalnya sinetron ini ditayangkan di RCTI dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Namun karena sinetron ini terus-menerus menduduki rating yang tinggi dan mendapat respon yang baik dari masyarakat, maka sinetron ini terus menambah jumlah episodenya.

Tokoh-tokoh yang ada dalam sinetron ini antara lain adalah Bang Sulam yang merupakan tokoh yang tekun, penyabar dan ikhlas. Ia memiliki usaha bubur ayam yang banyak diminati oleh masyarakat sehingga membuatnya bisa naik haji. Bang Sulam tinggal bersama Rodiah (Uci Bing Slamet) istrinya, dan Emak (Nani Wijaya). Tokoh lain yang ada dalam sinetron ini adalah H. Muhidin (Latief Sitepu) dan Hj. Maemunah, yang selalu memusuhi keluarga Bang Sulam. Bahkan anak mereka, Rumana (Citra Kirana) dilarang berhubungan dengan Robby (Andi Arsyil), adik ipar Bang Sulam.

Sinetron ini mencapai 1146 episode (dan masih tayang) hingga 13 April 2014. Sinetron ini juga mendapatkan banyak penghargaan pada ajang Panasonic Gobel Awards tahun 2013 & 2014 dalam kategori Drama Seri Terfavorite & Aktris Terfavorite pada tahun 2013 & 2014 (www.wikipedia.com).


(50)

2. Judul : Pashmina Aisha

Saluran Asli: RCTI; Sutradara: Epoy S. Pradipta; Pemeran: Aura Kasih, Baim Wong, Raya Kohandi, Ashraf Sinclair, Giovani Yosafat Tobing, Minati Atmanegara

Sinetron ini bercerita tentang saudara kembar yang terpaksa harus tinggal terpisah. Pashmina yang diadopsi keluarga kaya raya terpaksa harus meninggalkan Indonesia untuk mengobati sakit jantung yang dideritanya, sedangkan Aisha tetap besar di panti asuhan.

Aisha kemudian menikah dengan Reyhan (Giovani L. Tobing) yang berasal dari keluarga berada. Sayangnya ibu Reyhan, Dinar (Annie Anwar) tidak menyetujui pernikahan tersebut. Reyhan kemudian memilih kabur meninggalkan kekayaannya dan tetap menikahi Aisha. Namun mereka tidak dapat hidup tenang dalam waktu lama, karena Dinar berhasil menemukan mereka dan mengambil hak asuh bayi Aisha. Bayinya, Dinda ternyata mewarisi penyakit jantung seperti yang diderita Pashmina. Dinar mengancam Aisha untuk pergi dari kehidupan Reyhan dan Dinda agar bayinya bisa mendapatkan pengobatan yang terbaik.

Di lain pihak, Pashmina kembali ke Indonesia. Meskipun saat itu sedang sakit, ia tetap mencari Aisha ke penjuru kota dibantu oleh asistennya, Wira (Samuel Rizal). Aisha merasa tersiksa ketika harus hidup terpisah dari orang-orang yang dicintainya, sehingga ia kehilangan harapan hidup. Namun Soni (Baim Wong), pria yang pernah mendekatinya sebelum ia bertemu Reyhan dengan tulus berusaha membantu Aisha untuk mendapatkan keluarganya kembali. Di hadapan ibunya, Risma (Minati Atmanegara) dan adiknya, Bella (Ishabella), Soni mengaku Aisha itu adalah istrinya.

Sementara itu, Reyhan menuruti keinginan ibunya untuk menikahi

Juwita (Raya Kohandi), dokter yang merawat Dinda yang selama ini juga telah menyimpan rasa suka pada Reyhan. Juwita berasal dari keluarga kaya, anak pemilik rumah sakit tempat Dinda dan Reyhan pernah dirawat. Karena itulah Dinar merasa Juwita lebih layak bersanding dengan anaknya dibandingkan Aisha. Pashmina yang telah mengetahui bahwa Reyhan adalah suami Aisha


(51)

34   

Universitas Sumatera Utara kaget setelah ia mengetahui bahwa Reyhan akan menikah lagi. Pasmina pun datang ke acara pernikahan Reyhan dan Juwita (www.wikipedia.com).

3. Judul : Ayah Mengapa Aku Berbeda?

Saluran Asli: RCTI; Sutradara: Vera Marhest & Karsono Hadi;

Pemeran: Dinda Hauw, Immanuel Caesar Hito, Neneng Rosediana, Lucky Perdana

Cerita ini berkisah tentang kehidupan Angel, seorang gadis remaja yang hidup dengan pendengaran tidak sempurna. Berkat bimbingan ibunya, Angel pun pandai dalam memainkan piano. Prestasi Angel yang luar biasa membuat pihak sekolah merekomendasikan Angel untuk bersekolah di sekolah biasa agar Angel dapat berbaur dengan teman-teman sebayanya. Awalnya, orang tua Angel khawatir anak mereka akan dijahili di sekolah. Tetapi semangat Angel memudarkan keraguan Martin dan Dewi, sehingga Angel berhasil masuk ke sekolah biasa yang bagus.

Namun tidak lama kemudian Dewi (ibu Angel) meninggal dunia karena menjadi korban tabrak lari. Angel benar-benar merasa sangat kehilangan. Angel berusaha tegar saat menjalani hari-hari di sekolah. Saat berkeliling sekolah, ia sangat bahagia karena menemukan piano dalam ruang bermusik sehingga kapanpun ia rindu akan ibunya, ia dapat bermain piano di sana.

Kebahagiaan Angel di sekolah sempat terusik karena sikap beberapa temannya yang kurang bisa menerima kondisi dirinya yang tidak bisa mendengar dan berbicara dengan sempurna. Terutama geng bernama Ungu Unyu yang terdiri dari Lola, Karin, dan Maya yang selalu mengganggu Angel. Walaupun begitu, Angel selalu bersikap baik terhadap mereka. Angel tidak mau melaporkan kenakalan teman-temannya pada Ayahnya karena Angel sangat bahagia bersekolah di sana.

Tidak semua teman-temannya jahil kepada Angel. Ada Nasya dan Hendri yang setia menemani dan membantunya untuk lolos dari kejahilan Lola dan teman-temannya. Selain itu ada Armi, murid yang pintar dan populer di sekolah yang sangat perhatian terhadap Angel. Geng Ungu Unyu semakin


(52)

tidak suka akan kehadiran Angel. Apalagi Angel yang jago bermain piano terancam menggeser posisi Lola untuk mengikuti kompetisi bermain piano. Guru piano mereka sendiri adalah kakak Lola (Ferly). Ferly berbeda dengan Lola, karena ia justru memperlakukan Angel dengan sangat baik (www.wikipedia.com).

4. Judul : ABG Jadi Manten

Saluran Asli: SCTV; Pemeran: Hardi Fadhillah, Melody Prima, Aliando, Bisma SM*SH, Reza SM*SH, Ilham SM*SH, Ashilla Zahrantiara, Garry Iskak, Fanny Fabriana, Ferry Maryadi, Shinta Bachir

Sinetron ini mengisahkan tentang remaja SMA yang melekat dengan

kekentalan budaya Betawi. Somad (Ferry Maryadi) memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Wendy (Hardi Fadhillah) yang tidak sesuai dengan harapannya. Wendy memiliki sifat yang dimiliki oleh perempuan dan menyukai hal-hal yang berbau perempuan. Wajahnya kemayu, lembut, dan menyukai segala hal yang berwarna pink.

Berbanding terbalik dengan Somad, kehidupan Dullah alias Dul (Garry Iskak) yang dikaruniai anak perempuan bernama Siti Aldona atau Dona

(Melody Prima). Sifat Dona sangat jauh dari feminin. Dona gemar sekali

memanjat pohon, ribut dengan orang lain, dan hobi bermain bola. Sikap Dona dan Wendy ini membuat orang tua mereka masing-masing pusing.

Semua tindakan yang dilakukan Dul dan Somad untuk mengubah karakter anak mereka selalu berakhir dengan kegagalan dan masalah. Sementara itu Dona sendiri sering kesal melihat Wendy yang dianggapnya terlalu feminin. Dona dan kedua sahabatnya Reza & Ilham (Reza SM*SH &

Ilham SM*SH) seringkali mengerjai Wendy. Kelakuan Dona tersebut

membuat Wendy kesal sehingga mereka sering ribut dan tidak pernah akur. Kehidupan mereka semakin berwarna saat Bisma (Bisma SM*SH) dititipkan orang tuanya di rumah Rojali (guru silat Dona). Bisma yang biasa bersekolah di sekolah yang mewah kini dimasukkan ke sekolah negeri yang sama dengan Dona dan Wendy. Sekalipun kesal dengan tindakan orangtuanya, Bisma hanya


(53)

36   

Universitas Sumatera Utara bisa menerima dengan pasrah. Awalnya Dona dan Bisma selalu ribut seperti tikus dan kucing. Tetapi lama kelamaan, keduanya menjadi dekat. Bisma juga mulai tertarik dengan Dona yang menurutnya berbeda dengan wanita lain yang selama ini dia kenal. Saat Dona dekat dengan Bisma, Wendy mulai merasa kehilangan Dona yang selalu menjadi teman ributnya (www.wikipedia.com).

5.Judul : Diam Diam Suka

Saluran Asli: SCTV; Sutradara: Rudi Aryanto; Pemeran: BLINK, Dimas Anggara, Derby Romero, Kevin Lukas, Haykal Kamil, Audi Marissa, Rianti Cartwright

Sinetron ini menceritakan kisah cinta remaja SMA. Sri (Febby Rastanty) digambarkan sebagai sosok perempuan lugu, agak tomboi, cerdas, dan mandiri. Sarah (Rianti Cartwright) yang merupakan bude Sri, menyekolahkan gadis pindahan Yogyakarta itu ke sebuah sekolah swasta yang cukup ternama. Sri disekolahkan ditempat yang sama dengan Naomi (Audi Marissa) yang merupakan sepupu Sri. Sejak awal masuk sekolah Sri selalu menjadi bahan cemoohan karena penampilannya yang kampungan. Naomi mengaku kepada teman-temannya bahwa Sri adalah anak pembantu di rumahnya. Di sekolah ada geng penari dance bernama The Johits alias jomblo ngehits, yaitu sekumpulan cewek sosialita sekolah yang diketuai oleh Princess (Agatha Pricilla) yang diam-diam menyukai Dafa (Dimas Anggara).

Di sisi lain, Dafa dekat dengan Sri sehingga membuat Levin (Derby Romero) yang merupakan laki-laki idola di sekolah itu mencemooh keduanya. Levin adalah musuh Dafa dan selalu menganggap Sri sebagai biang kesialan. Selain Naomi dan Levin, Oma Naomi (Dini Vitri) pun tidak menyukai kehadiran Sri. Namun Oma yang merupakan mertua Sarah tidak bisa berbuat apa-apa karena anaknya Alex (Surya Saputra), sudah berjanji pada Sarah bahwa Sri akan tinggal bersama mereka setelah menginjak usia 16 tahun. Sri tidak mengetahui jika Sarah sesungguhnya adalah ibu kandungnya.

Ayah kandung Sri bernama Dirga (Boy Hamzah), pemilik perusahaan yang saat ini dijalankan oleh Alex. Dirga mengalami kecelakaan enam belas tahun yang lalu setelah mobil yang ditumpanginya disabotase sehingga masuk


(54)

jurang dan terbakar. Semua orang mengira Dirga telah meninggal. Padahal Dirga berhasil diselamatkan oleh warga Kampung Rawa yang terletak di daerah pinggiran Jakarta dan dirawat selama hampir satu tahun karena mengalami koma. Begitu tersadar dari koma, Dirga berniat kembali pada Sarah yang saat kecelakaan dulu baru saja melahirkan anak mereka (Asri Bunga Lestari). Sayangnya Sarah telah menikah dengan Alex, orang kepercayaan Dirga. Kenyataan itu membuat Dirga tidak mau merusak kebahagiaan mereka. Karena menurut pengamatan Dirga, Alex begitu sayang kepada Sarah dan telah menyelamatkan perusahaannya dari kehancuran selama dia menderita koma (www.wikipedia.com).


(55)

38   

Universitas Sumatera Utara

3.3 Kerangka Analisis

Kerangka analisis adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis seluruh data sehingga dapat dengan mudah dipahami, untuk kemudian dianalisis. Kerangka analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Analisis 5 judul sinetron

Indonesia yang menduduki rating tinggi

Analisis deskriptif kualitatif kekerasan terhadap perempuan & posisi perempuan dalam

sinetron

Hasil Penelitian

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(1)

4. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Sinetron ABG Jadi Manten episode 19

Dimensi Bentuk Keterangan

Psikologis

 Melecehkan

 Berteriak-teriak dan membentak

 Merendahkan

Adegan saat Dona digoda dan dilecehkan harga dirinya oleh tiga kawanan laki-laki.

Laki-laki 1 : “Hai cantik (sambil memegang dagu Dona)”

Laki-laki 2: “Makan bareng sama abang yuk! (sambil memegang dagu Dona”)

Adegan saat Somad melemparkan koran yang ia baca ke meja dan marah-marah sambil berteriak-teriak dan membentak Sarti.

Somad : “...Apaan lu masih peduli ama dia! (sambil melempar koran) Eh, lu ada apaan sih, ah! Gue curiga!”

Adegan pada saat Putri merendahkan Dona dengan mengatakan bahwa Dona tidak selevel dengan dirinya.

Putri : “Ih, amit-amit gue disamain sama dia! Perempuan dekil begini...”


(2)

5. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Sinetron Diam Diam Suka episode 137

Dimensi Bentuk Keterangan

Fisik

Mendorong tubuh korban, menampar pipi korban, dan

menjambak rambut korban

Adegan perkelahian antara Alexa dan Netha. Yaitu saat Netha ingin menghampiri Princess dan mencoba masuk kedalam tenda, Alexa menghalanginya dan mendorong Netha dengan kasar

hingga Netha terjatuh. Netha marah dan mengatakan bahwa Alexa itu cewek murahan dan saat mendengarnya Alexa marah dan menampar pipi Netha. Amarah Netha pun memuncak saat Alexa menampar pipinya. Netha menjambak rambut Alexa dan mereka pun terlibat pertengkaran fisik di depan teman-teman mereka.

Psikologis

 Berteriak-teriak dan merendahkan

 Mengatur dan memaksa

Netha yang berteriak-teriak di depan teman-teman mereka karena didorong oleh Alexa hingga terjatuh. Netha juga merendahkan Alexa dan anggota kelompok Alexa yang lain.

Netha : “Oh, My God! How dare you! How dare you!!”

....

Netha : “Lo dan kaum lo sama-sama kaum yang numpang eksis. Dan satu hal lagi, lo itu cewek murah!”

Saat Princess yang merupakan ketua kelompok The Johits mengatur dan memaksa para anggota kelompoknya untuk menuruti perintahnya agar menjadikan Tiger sebagai musuh mereka karena Princess merasa selama ini telah


(3)

 Mengatur dan mengancam

dibohongi oleh Tiger.

Princess : “...The Johits, mulai sekarang Tiger Antonio itu adalah musuh terbesar lo semua dan gue, lebih dari sebelumnya!...”

Naomi mengancam Princess agar mengikuti perintahnya dan apabila tidak, Naomi akan mengupload video tentang Princess yang sedang tidur dan mengigau memanggil nama Dafa ke media sosial. Namun ancaman Naomi tidak berhasil karena bukti videonya telah dihapus oleh Princess sebelumnya. Princess pun berbalik mengancam Naomi dan mengatakan bahwa Naomi dan anggota kelompoknya harus menuruti perintahnya, atau kalau tidak Princess akan menyebarkan video rekaman Naomi yang mencontek saat ujian. Selain itu, Princess menyuruh/mengatur Naomi untuk meneriakkan kata-kata yang memuji Princess di depan Princess sendiri.

Naomi : “Gue minta, elo ngalah sama gue untuk pemilihan Miss Screen High, supaya gue bisa menang... ini hp gue. Dan disini ada rekaman waktu elo tidur... Elo nyadar nggak sih, lo pikirin kedepannya kalau gue sebar ini keseluruh sosmed, apa yang terjadi? Lo itu bakalan malu, Princess. Malu!”

...

Princess: “... Dan lo harus tahu, yang mutlak adalah gue punya kuasa. I’m powerfull! Dan lo gak akan bisa nentang gue. Atau, kalau lo bisa berani macam-macam sama gue, nih (sambil


(4)

menunjukkan video rekaman Naomi yang mencontek saat ujian yang Princess rekam di handphonenya)”

...

Princess : “...yaudah, berarti sekarang lo harus bilang: “Princess, she is so powerfull and beautiful! Princess is the leader and the winner” pake teriak. Dan asal lo tahu, lo gak pernah bisa macam-macam sama gue. Asal lo tahu akibatnya apa!”

                             


(5)

BIODATA

Nama : Nia Lestari Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe/10 Mei 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Nama Saudara Kandung : Riski Manta Pendidikan :

1996-1998 TK Ora Et Labora Kabanjahe 1998-2004 SD RK ST Xaverius I Kabanjahe 2004-2007 SMP Negeri 2 Kabanjahe

2007-2010 SMA Negeri 1 Kabanjahe

2010-2014 Universitas Sumatera Utara

Nama Orangtua :

Ayah : Harun Simanjorang Ibu : Merlin Tarigan

Alamat : Jl. Jamin Ginting Komplek Merga Silima No. 66 Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara

         


(6)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NAMA : Nia Lestari

NIM : 100904060

PEMBIMBING : Mazdalifah, M.Si., Ph.D

NO. TGL.PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF PEMBIMBING 1.

10 Februari 2014 Bimbingan revisi proposal penelitian

2. 20 Februari 2014 ACC revisi BAB I 3. 17 Maret 2014 Bimbingan BAB II, dan III 4. 20 Maret 2014 ACC BAB II dan III 5. 27 April 2014 Bimbingan BAB IV 6. 8 Mei 2014 Bimbingan BAB IV & V 7. 19 Mei 2014 ACC revisi BAB IV & V 8. 9 Juni 2014 Bimbingan revisi BAB I,

II, III, IV, dan V 9. 12 Juni 2014 Bimbingan revisi BAB I,

II, III, IV, dan V 10 16 Juni 2014 ACC Meja Hijau