Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan
Berdasarkan lima judul sinetron yang diteliti, masih banyak ditemukan adegan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan yang
ditampilkan dalam 5 sinetron yang diteliti menunjukkan bahwa kekerasan psikologis menjadi kekerasan yang paling menonjol, diikuti dengan kekerasan
fisik. Kekerasan finansial hanya terdapat pada 1 adegan, sedangkan kekerasan seksual dan spiritual tidak ditemui dalam 5 sinetron tersebut.
Sinetron Tukang Bubur Naik Haji episode 1127 menunjukkan kekerasan fisik dan psikologis terhadap perempuan yang dilakukan di
lingkungan keluarga yaitu dilakukan oleh suami yang memiliki istri yang lebih dari satu. Porsi kekerasan psikologis lebih banyak ditemui dibandingkan
dengan kekerasan fisik. Kekerasan tersebut dilakukan oleh suami kepada dua istri dan dua anak perempuannya. Bentuk kekerasan seperti berteriak-teriak
dan mengancam banyak dilakukan oleh pelaku kepada korban. Sinetron Pashmina Aisha episode 22 23 menunjukkan kekerasan
fisik dan psikologis terhadap perempuan yang dilakukan oleh pelaku perempuan dan laki-laki atas dasar perebutan harta dan cinta. Porsi
kekerasannya sama yaitu bentuk kekerasan fisik yang berupa menampar dan menarik korban, dan kekerasan psikologis yang berupa mengancam dan
memata-matai korban. Berbeda dengan dua sinetron diatas, adegan kekerasan terhadap
perempuan dalam dua sinetron remaja yang diteliti yaitu sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda? episode 5 dan Diam Diam Suka episode 137 lebih
banyak berfokus pada adegan bullying yang dilakukan oleh geng anak sekolah yang merasa berkuasa kepada tokoh-tokoh yang lemah. Tindakan-tindakan
yang dilakukan pelaku berupa merendahkan, menghina, mengancam, menarik tangan secara paksa, dan sebagainya. Namun ada juga kekerasan terhadap
perempuan yang dilakukan oleh perempuan dalam sinetron Diam Diam Suka yang disajikan dalam bentuk adegan perkelahian fisik yang hebat diantara dua
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
tokoh hingga terlibat pada adegan mendorong, menampar dan menjambak rambut.
Sementara itu dalam sinetron ABG Jadi Manten episode 19 tidak terlalu banyak ditemui adegan kekerasan. Adegan kekerasan hanya terbatas
pada kekerasan psikologis berupa berteriak-teriak, melecehkan dan
merendahkan korban.
Secara umum, posisi perempuan yang ditempatkan dalam adegan kekerasan pada masing-masing episode sinetron yang diteliti adalah sebagai
pelaku dan juga korban. Selain tokoh laki-laki, tokoh perempuan juga ditempatkan sebagai pelaku yang melakukan kekerasan terhadap tokoh
perempuan lain. Bahkan dari kelima sinetron yang diteliti, tokoh perempuan sebagai pelaku lebih banyak dijumpai daripada tokoh laki-laki.
Sinetron Tukang Bubur Naik Haji episode 1127 menggambarkan tokoh Eti yang berbeda dengan Neneng. Eti penurut dan takut kepada suami berbalik
dengan tokoh Neneng yang mempunyai keberanian melawan suami. Namun mereka berdua adalah korban atas kekerasan yang dilakukan oleh suami
mereka. Pada sinetron ini, seluruh adegan kekerasan terhadap perempuan dilakukan oleh laki-laki suami kepada perempuan yang menjadi korban.
Sinetron Pashmina Aisha episode 22 23 menggambarkan posisi perempuan sebagai pelaku kekerasan yang dilakukan kepada perempuan lain
seperti adegan Juwita menampar Pashmina, Pashmina yang mengancam Juwita, dan Dinar yang memata-matai perbincangan Juwita dan ayahnya.
Selain itu terdapat satu adegan kekerasan fisik terhadap perempuan yang dilakukan oleh tokoh laki-laki yakni menarik korban secara paksa.
Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda episode 5 lebih banyak menempatkan posisi perempuan sebagai pelaku kekerasan terhadap
perempuan lain yaitu berupa bully yang dilakukan geng yang berkuasa di sekolah kepada tokoh perempuan yang lemah. Dalam sinetron ini hanya
terdapat satu adegan kekerasan yang dilakukan pelaku laki-laki kepada tokoh perempuan sebagai korban yaitu berupa kekerasan finansial.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Sinetron remaja
Diam Diam
Suka episode 137 juga tidak jauh berbeda
dengan sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda? Posisi perempuan yang ditempatkan dalam sinetron ini adalah sebagai pelaku dan juga korban
kekerasan. Semua adegan-adegan kekerasan yang ada di dalam episode ini dilakukan oleh pelaku perempuan terhadap perempuan lain sebagai korban.
Sedangkan dalam
sinetron bergendre drama komedi ABG Jadi Manten,
posisi perempuan dalam adegan kekerasan yaitu sebagai pelaku dan juga korban. Perempuan sebagai korban kekerasan oleh pelaku laki-laki lebih
banyak muncul daripada perempuan sebagai pelaku kekerasan. Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa muatan adegan
kekerasan terhadap perempuan masih banyak mendominasi isi cerita. Karena setelah peneliti melakukan identifikasi terhadap 5 sinetron tersebut, meskipun
perempuan digambarkan sebagai korban kekerasan, perempuan juga banyak ditempatkan sebagai pelaku kekerasan. Perempuan sebagai pelaku kekerasan
dalam sinetron-sinetron yang diteliti digambarkan memiliki sifat yang kejam, cerewet, dan sering merasa iri dengan kesuksesan perempuan lain.
Bingkai patriakis yang kelihatan dalam penelitian ini yaitu dengan menempatkan posisi perempuan sebagai penguasa sekaligus korban dalam
konflik kekuasaan. Dengan menampilkan hal tersebut sinetron-sinetron ini secara tidak langsung telah menyelamatkan wajah laki-laki menekankan
superioritas laki-laki. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Hamid Budianto Hamid Budianto, 2011:458 yang mengatakan bahwa “dengan
mengeksploitasi kekerasan terhadap perempuan maupun oleh perempuan, sinetron menjadi tempat dimana perempuan malah diinjak-injak dan
diviktimisasi martabatnya”. Dalam penelitian ini perempuan banyak ditunjukkan memegang peran penting sentral dalam ceritanya. Karena itu,
tidak jarang ditemui cerita seputar konflik diantara perempuan. Cerita-cerita yang sering menunjukkan konflik diantara perempuan inilah yang membuat
perempuan malah dieksploitasi dan diinjak-injak martabatnya. Motif kekerasan yang paling banyak dilakukan dari kelima sinetron
tersebut adalah dengan disengaja. Pelaku kekerasan baik perempuan maupun laki-laki melakukan tindakan kekerasan secara sengaja kepada perempuan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
korban kekerasan. Sedangkan ekspresi kekerasan yang disajikan yakni berbentuk gabungan kekerasan verbal dan nonverbal. Kekerasan dilakukan
dengan menggunakan kata-kata verbal dan tindakan secara langsung non- verbal.
Sementara itu, citra perempuan menurut Tamrin Amal Tomagola yang berhasil dibentuk dari kelima sinetron tersebut adalah citra pigura, citra pilar,
citra pinggan, dan citra pergaulan. Citra pigura menunjukkan perempuan sebagai makhluk yang memikat. Perempuan ditunjukkan sebagai sosok yang
sempurna dengan bentuk tubuh yang ideal. Citra ini dapat ditemui dalam sinetron ABG Jadi Manten episode 19 yaitu tokoh Sarti yang ditampilkan
cantik, selalu memakai kebaya, memiliki lekuk tubuh yang seksi dan berambut panjang. Tokoh Sarti selalu berusaha terlihat cantik agar suaminya tidak
melirik wanita lain. Dalam sinetron Diam Diam Suka episode 137 dan Ayah Mengapa Aku Berbeda? episode 5 juga ditemui citra pigura, dimana tokoh
geng ‘The Johits’ dalam sinetron Diam Diam Suka dan tokoh geng ‘Ungu Unyu’ yang selalu tampak cantik dan sempurna dengan ciri-ciri kewanitaan
yang dimilikinya. Citra
pilar menggambarkan
perempuan sebagai pengurus atau pengelola rumah tangga dan keluarga. Perempuan digambarkan sebagai
penyangga keutuhan dan penata rumah tangga. Citra pilar dapat ditemui dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji episode 1127 yaitu tokoh Rumi. Dalam
ABG Jadi Manten episode 19, citra pilar ditemui pada tokoh Sarti dan Indun. Sedangkan dalam sinetron Pashmina Aisha episode 22 23, citra pilar
ditemui pada tokoh Juwita dan Dinda. Citra pinggan menghubungkan perempuan dengan dapur. Perempuan
ditunjukkan sebagai sosok yang identik dengan dunia dapur. Citra Pinggan dalam sinetron ABG Jadi Manten episode 19 juga ditemui dalam tokoh Sarti
dan Indun. Sedangkan dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji episode 1127, citra pinggan ditemui dalam tokoh Eti dan Rumi.
Citra pergaulan menggambarkan perempuan sebagai orang yang ingin diterima oleh kalangan sosial tertentu. Untuk dapat diterima perempuan harus
memiliki penampilan fisik yang menarik seperti bentuk lekuk tubuh,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
aksentuasi tertentu dengan menggunakan kosmetik dan aksesori yang selaras, sehingga bisa tampil anggun. Citra pergaulan banyak ditemui dalam sinetron
remaja Ayah Mengapa Aku Berbeda? dan Diam Diam Suka. Dalam sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda? episode 5 citra pergaulan terdapat pada tokoh
geng Lola, Karin dan Maya yang selalu tampil kompak dalam berpakaian dan menggunakan aksesoris. Sedangkan dalam sinetron Diam Diam Suka episode
137 citra pergaulan dapat ditemui pada geng The Johits maupun tokoh Alexa dan Netha yang berusaha menunjukkan kelompok mereka berbeda dan lebih
berkelas dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain melalui penampilan fisik mereka.
Penelitian ini juga sejalan dengan penggambaran kekerasan NTVS National Television Violence Study yang mengatakan bahwa terdapat empat
bentuk kekerasan yang berpotensi menimbulkan resiko berbahaya bagi khalayak penonton. Bentuk kekerasan tersebut adalah kekerasan di TV
mengalami glamorifikasi, sanitisasi, trivilisasi dan anti kekerasan. Kekerasan disajikan dengan cara yang positif dan tidak ada ganjaran
bagi pelaku kekerasan menunjukkan bahwa kekerasan merupakan sesuatu yang diglamorifikasi. Kekerasan yang terdapat dalam sinetron tersebut juga
mengalami sanitisasi yakni disajikan dengan konsekuensi negatif minimal. Dimana korban kekerasan tidak tampak menderita dalam jangka pendek atau
jangka panjang. Contohnya, dalam sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda episode 5 yaitu tokoh Lola, Karin dan Maya yang meskipun selalu mengerjai
dan membully Angel, mereka tidak mendapatkan ganjaranhukuman. Triviliasasi juga terdapat dalam sinetron-sinetron tersebut, yakni
dimana adegan kekerasan terhadap perempuan kadangkala disajikan secara humor dan kekerasan diterima sebagai sesuatu yang biasa dan tidak
berdampak serius bagi korban. Kekerasan yang disajikan secara humor menyebabkan pemirsa menjadi tidak peka lagi terhadap korban kekerasan
yang ada dalam adegan tersebut. Pemirsa menjadi tidak peka terhadap korban kekerasan karena ketika pemirsa menyaksikan adegan kekerasan, mereka
mendapatkan kenikmatan hiburan dari melihat adegan tersebut. Selain itu, adegan-adegan dalam sinetron yang diteliti hanya sedikit yang menekankan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
temi anti kekerasan. Atau dengan kata lain, hanya sedikit adegan yang menampilkan kekerasan sebagai konteks edukasi kepada khalayak.
Adegan-adegan kekerasan
merupakan tontonan yang tidak ramah bagi masyarakat. Penelitian ini masih menemukan banyak adegan kekerasan
terhadap perempuan yang ditayangkan dalam 5 sinetron Indonesia yang memiliki rating tinggi. Seharusnya tayangan televisi dapat memberikan
dampak positif bagi masyarakat. Seperti fungsi komunikasi massa menurut Alexis S.Tan Nuruddin, 2004:63 yang menyatakan bahwa fungsi komunikasi
massa tidak hanya menghibur, namun juga harus dapat memberi informasi, mendidik dan mempersuasi masyarakat.
Televisi sangat
mudah mempengaruhi masyarakat karena sesuai
dengan karakteristiknya Ardianto dan Erdinaya, 2004:128-130 televisi memiliki sifat audiovisual dan mampu menjangkau massa yang cukup besar.
Jika adegan-adegan kekerasan tersebut semakin sering ditayangkan di televisi, dikhawatirkan masyarakat akan menganggap kekerasan terhadap perempuan
adalah hal yang wajar atau lebih parah lagi masyarakat akan melakukan imitasi atau meniru tayangan tersebut.
Teori kultivasi mengatakan bahwa televisi adalah alat atau media dimana pemirsa belajar tentang masyarakat kultur lingkungannya. Adegan-
adegan kekerasan terhadap perempuan yang dapat dengan mudah ditemui dalam sinetron yang memiliki rating tinggi memberi dampak yang buruk bagi
masyarakat, khususnya bagi penonton fanatik heavy viewers yang menonton televisi lebih dari 4 jam setiap harinya. Masyarakat akan menganggap bahwa
apa yang ia saksikan dalam sinetron adalah kejadian atau gambaran di dunia nyata. Padahal apa yang ada dalam sinetron tersebut hanyalah skenario belaka.
Oleh sebab itu, masyarakat sebagai penonton televisi diharapkan dapat lebih bijaksana dalam menentukan apa yang mereka konsumsi di media massa
sehingga masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh terpaan buruk media massa, khususnya televisi.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
1. Adegan kekerasan terhadap perempuan masih banyak ditemui dalam sinetron-sinetron Indonesia, khususnya sinetron yang menduduki rating
tinggi di Indonesia.
2. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang ditemui dalam 5 judul sinetron yang diteliti adalah kekerasan fisik, psikologis, dan finansial.
Kekerasan seksual dan spiritual tidak ditemui dalam 5 judul sinetron
tersebut.
3. Berdasarkan semua jenis kekerasan terhadap perempuan, kekerasan psikologis merupakan jenis kekerasan yang paling banyak ditemui dalam 5
judul sinetron yang diteliti. Kekerasan psikologis ditampilkan dalam adegan berteriak-teriak dengan nada tinggi, membentak, mengancam,
menghina, merendahkan, mengatur, menyumpah, memata-matai,
melecehkan dan memaksa.
4. Bentuk kekerasan fisik yang ditemui dalam 5 judul sinetron yang diteliti berupa mendorong korban, menarik korban dengan paksa, menampar
korban, menyemprotkan sesuatu kepada korban dan menjambak rambut korban. Sedangkan bentuk kekerasan finansial hanya ditemui dalam 1
adegan saja dalam sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda? yaitu
mengambil uang korban secara paksa.
5. Berdasarkan 5 judul sinetron yang diteliti, secara keseluruhan posisi perempuan ditempatkan sebagai pelaku dan korban adegan kekerasan.
Meskipun dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji episode 1127 banyak ditemui tokoh laki-laki Kardun yang melakukan kekerasan kepada
perempuan, namun secara keseluruhan penelitian ini menemukan bahwa tokoh perempuan sebagai pelaku kekerasan lebih banyak dijumpai
daripada tokoh laki-laki sebagai pelaku kekerasan.
6. Bingkai-bingkai patriakis dalam sinetron masih juga tercermin dalam sinetron-sinetron yang diteliti. Perempuan ditempatkan sebagai
pelakupenguasa sekaligus korban dalam konflik kekuasaan. Dengan
Universitas Sumatera Utara