Universitas Sumatera Utara
yang memamerkan barang-barang mewah mereka. Sebenarnya, berita- berita tersebut tidaklah penting untuk dikonsumsi oleh publik.
Masyarakat telah menganggap bahwa media massa merupakan cerminan realitas atau fakta. Jadi penggambaran perempuan yang ditunjukkan
dalam media massa dianggap suatu cerminan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
2.2.5 Kekerasan terhadap Perempuan di Media Massa
Berdasarkan Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Pasal 1, yang dimaksud kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan
atau mungkin berakibat kesengsaraan atau pederitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi dalam Sihite, 2007:227.
Hingga saat ini, wajah perempuan yang tercermin dalam media massa masih terjebak dalam bingkai-bingkai patriakis. Misalnya saja yang bisa kita
lihat dalam sinetron, dengan mengeksploitasi kekerasan terhadap perempuan maupun oleh perempuan, sinetron menjadi tempat dimana perempuan malah
diinjak-injak dan diviktimisasi martabatnya Hamid Budianto, 2011:458.
E. Kristi Poerwandari mengklasifikasikan bentuk-bentuk atau dimensi kekerasan terhadap perempuan. Bentuk-bentuk atau dimensi kekerasan
terhadap perempuan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.2 Bentuk-bentuk atau Dimensi Kekerasan Terhadap Perempuan
Dimensi Mencakup
Fisik
Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar
barang ke tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alatsenjata, membunuh, serta perbuatan lain yang
relevan.
Psikologis
Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara berteriak-teriak, menyumpah, mengancam,
merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata- matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut
termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat, dll.
Seksual
Melakukan tindakan yang mengarah ke ajakandesakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, danatau melakukan
tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-
gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan- ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah
pada aspek jenis kelaminseks korban, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dengan kekerasan fisik maupun
tidak, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, merendahkan, menyakiti atau melukai korban.
Finansial
Mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan
mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya, semuanya dengan maksud untuk dapat mengendalikan
tindakan korban.
Spiritual
Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya,
memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Sudiarti, 2000:11
Adegan-adegan kekerasan terhadap perempuan dapat melibatkan
perempuan sebagai pelaku maupun korban kekerasan itu sendiri. Pelaku
adalah tokoh yang melakukan kekerasan terhadap tokoh lain. Sedangkan
korban adalah tokoh yang mengalami penderitaan karena tindak kekerasan
tertentu Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:617. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengenai kekerasan terhadap
perempuan yang dilakukan oleh Sadakita, Dosen Ilmu Komunikasi IISIP Jakarta 2010, menyimpulkan bahwa tayangan sinetron cenderung berisi
kekerasan psikologis. Laki-laki dan perempuan cenderung berbeda melakukan bentuk kekerasan. Pelaku dan korban kekerasan cenderung perempuan yang
berusia remaja dengan motif tidak sengaja. Penelitian ini didasarkan atas lima judul sinetron Gua gak Takut Patah Hati, Sissy Ajah, Harum Namanya, dan
Cinta Super Ketat ditayangkan di SCTV dan Sinetron Aisyah ditayangkan di RCTI. Dapat disimpulkan bahwa tayangan sinetron 46,50 mengandung
kekerasan dan 53,50 tidak mengandung kekerasan. Bentuk kekerasan yang diperlihatkan sebagian besar 61,50 adalah kekerasan psikologis dan
selebihnya adalah bentuk kekerasan bukan fisik sebanyak 19,72 serta kekerasan fisik sebanyak 18,78 .
Penelitian lain menganalisis mengenai kekerasan dalam rumah tangga pada sinetron religi. Dikatakan bahwa kekerasan rumah tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau
penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Melalui penelitian tersebut disimpulkan bahwa pelaku kekerasan yang paling sering ditampilkan adalah suami sebanyak 47. Jenis
kekerasan yang paling sering ditampilkan adalah kekerasan secara psikologis dengan persentase sebesar 74, dan yang paling sering ditampilkan sebagai
korban adalah anak dengan persentase 30 Budiana, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2009 juga terdapat penelitian mengenai Potret Sinetron Remaja di Televisi Penelitian Bersama Fikom Universitas Mercu Buana,
YPMA dan Program Ilmu Komunikasi di Indonesia. Dalam penelitian tersebut diteliti 11 sinetron yang memiliki rating tinggi, dan hasil
penelitiannya yakni 46,15 berisi kekerasan verbal dengan kata-kata, sedangkan kekerasan nonverbal fisik sebanyak 45,19. Selain itu kekerasan
yang dilakukan secara fisik dan disertai kata-kata kasar yang membuat tidak nyaman secara psikologis sebanyak 25,96. Ekspresi kekerasan tersebut,
lebih banyak dilakukan secara sengaja, baik oleh pemeran utama atau pemeran pembantu. Sedangkan kekerasan tidak sengaja terpukul, terjatuh, terhalang
dsb hanya sebanyak 12,5. Selain itu, juga terdapat penelitian mengenai ketidakadilan dan
konstruksi perempuan di film dan televisi yang dilakukan oleh Ashadi Siregar 2004. Penelitian tersebut mengutarakan bahwa cerita film televisi sinetron
Indonesia lebih banyak mengeksploitasi perempuan di ruang privat, menyebabkan interaksi yang berlangsung hanya dalam konteks hubungan
kekerabatan, pasangan suami istri, orangtua-anak, mertua-menantu, antara besan, antar ipar, atau rival pasutri. Pada umumnya tema berkembang di
sekitar masalah psikologis, sehingga cerita menjadi bersifat personal. Penelitian ini juga membahas mengenai penelitian dengan tema yang
sama yang dilakukan oleh Veven SP Wardhana 2000 yang dengan kritis mengungkapkan pengamatannya tentang perempuan dalam sinetron Indonesia.
Perempuan dalam sinetron digambarkan dalam rentangan petaka nasib malang dan perkasa. Kedua wacana ini ditampilkan dengan cara yang ekstrim
sehingga tidak memenuhi kaidah nalar akal sehat, nasib malang yang berlebihan, atau keperkasaan perempuan yang diwujudkan melalui hantunya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Kultivasi