Kekerasan dalam Televisi Kajian Pustaka

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Kekerasan dalam Televisi

Menurut Sunarto 2007, secara sempit kekerasan dapat didefinisikan sebagai ancaman atau paksaan secara fisik dan nonfisik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap orangkelompok orang lain dengan akibat tidak menyenangkan atau penderitaan secara fisik dan nonfisik. Namun secara luas, kekerasan didefinisikan sebagai kondisi-kondisi negatif yang sebenarnya bisa dihilangkan tetapi dengan alasan ideologis tertentu tetap dibiarkan dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:613. Kekerasan menurut Nurhayati 2000:28 adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun nonverbal yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang lainnya yang menyebabkan efek negatif secara fisik, emosionil, psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya. Sunarto 2007 mengklasifikasikan kekerasan dalam berbagai dimensi, yaitu dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:614 :  Dimensi bentuk kekerasan: kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, kekerasan finansial, kekerasan spiritual, kekerasan fungsional, dan kekerasan relasional.  Dimensi partisipan kekerasan: pelaku dan korban.  Dimensi motif kekerasan: sengaja dan tidak sengaja.  Dimensi ekspresi kekerasan: verbal, non-verbal, gabungan kekerasan verbal dan nonverbal. Kekerasan dapat muncul di hampir semua genre televisi. Adegan kekerasan menyebar dalam berbagai jenis program acara. Baik itu berita, animasi anak, drama dewasa, drama sinetron, olahraga, reality show dan sebagainya. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena masyarakat bisa saja terpengaruh oleh tayangan-tayangan tersebut. Adegan-adegan kekerasan di televisi yang dengan bebasnya kita temui dan saksikan bersama seluruh anggota keluarga dari pagi, siang, hingga larut malam dapat memberikan efek psikologis yang sangat negatif bagi seluruh keluarga. Penggambaran kekerasan di TV Amerika dilakukan oleh studi selama tiga tahun oleh NTVS atau National Television Violence Study Schement, ed.2002. NTVS menjabarkan bahwa ada empat bentuk kekerasan yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara berpotensi menimbulkan resiko berbahaya bagi khalayak penonton. Yaitu sebagai berikut dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, 2008:613 : 1. Banyak kekerasan di televisi yang mengalami “glamorifikasi”, yaitu disajikan dengan cara yang positif. Dimana pelaku kekerasan ditampilkan atraktif dan berkarakter “baik”, sehingga berpotensi untuk menarik bagi kaum muda terutama anak-anak untuk ditiru. Dengan kata lain, kekerasan yang mengalami glamorifikasi adalah kekerasan yang ditampilkan secara positif dan adanya ketiadaan ganjaran untuk pelaku kekerasan. 2. Banyak kekerasan di televisi yang mengalami “sanitisasi”, yaitu disajikan dengan konsekuensi negatif minimal. Para korban kekerasan ditampilkan tidak mengalami penderitaan serius. Korban kekerasan tidak tampak menderita baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan gambaran tentang kesakitan dan penderitaan akibat perbuatannya tidak banyak ditampilkan. 3. Banyak kekerasan di televisi mengalami “triviliasasi”, yaitu kekerasan di TV tidaklah terlalu serius dan bahkan ditampilkan secara humor. Adegan tersebut sering kita temui pada reality show misalnya adegan kekerasan yang disertai humor dalam tayangan Yuk Keep Smile, Pesbukers, maupun Opera Van Java. Kekerasan diterima sebagai sesuatu yang biasa, alamiah, dan tidak berdampak serius bagi korban. Adegan ini berpotensi menimbulkan imitasi diantara khalayak. Kekerasan yang mengalami sanitasi dan trivilisasi semakin tampak mencolok jika motif kekerasan umumnya disengaja. Yang artinya kekerasan itu memang diniatkan untuk dilakukan dan bukan terjadi secara tidak sengaja misalnya karena membela diri. 4. Hanya sedikit sekali program yang menekankan temi anti kekerasan. Hanya sedikit program televisi yang menampilkan kekerasan dalam konteks edukasi dan sebaliknya justru lebih banyak yang mempromosikan kekerasan itu sendiri. Banyak uraian yang membuktikan bahwa tayangan kekerasan di televisi tidak memberikan manfaat bagi khalayak yang menontonnya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Tayangan kekerasan yang disajikan di televisi hanyalah memberikan dampak buruk bagi masyarakat. Kajian teori Psikologi Sosial menyebutkan bahwa kekerasan di televisi dapat meningkatkan agresi penontonnya. Selain itu, teori imitasi yang dikemukakan Bandura Berkowitz, 1995 membuktikan bahwa kekerasan di televisi akan menyebabkan penonton melakukan agresi imitatif atau kekerasan juga dapat menjadi isyarat yang memicu timbulnya kebiasaan respon agresif bagi penontonnya dalam Mulkan, 2011:83. Dalam disertasi Redatin yang berjudul Pengaruh Media Televisi terhadap Penyimpangan Nilai dan Perilaku di Kota Yogyakarta UGM, 2002 ditemukan bahwa menonton yang memperhatikan adegan kekerasan tidak sekedar kegemaran. Ada responden yang mengaku mempelajari trik adegan kekerasan di televisi justru untuk melakukan kejahatan dalam Mulkan, 2011:90. Penelitian tersebut semakin memperkuat anggapan bahwa menonton adegan televisi yang mengeksploitasi kekerasan dan penyimpangan nilai hanya akan memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat. Dimana masyarakat akan semakin tidak peduli terhadap kejahatan dan lama-kelamaan menganggap kejahatan sebagai hal yang sudah biasa.

2.2.4 Perempuan dalam Media Massa