Tugas dan Fungsi KONSEP KEPEMIMPINAN MENURUT AL-QUR

penunjukan berarti seorang pemimpin itu mampu memenuhi kriteria dalam memimpin, sebagaimana sabda Nabi: Dari Abū Sa īd Abd al-Rahmān bin Samurah r.a. berkata: Rasulullah telah bersabda kepada saya: Ya Abd al- Rahmān bin Samurah, jangan menuntut kedudukan dalam pemerintahan, karena jika kau diserahi jabatan tanpa meminta, kau akan dibantu oleh Allah untuk melaksanakannya. Tetapi jika dapat jabatan itu karena permintaanmu, maka akan diserahkan ke atas bahumu atau kebijaksanaanmu sendiri. Dan apabila kau telah bersumpah untuk sesuatu kemudian ternyata kau melakukannya dengan lebih baik, maka tebuslah sumpah itu dan kerjakan apa yang lebih baik itu Ḥ.R. Bukhari Muslim. 28 Hal tersebut juga senada dengan Ḥadīts Nabi di bawah ini: Dari Abū Dzarr r.a. berkata: Ya Rasulullah tidakkah kau memberi jabatan apa-apa kepadaku? Maka Rasulullah memukul bahuku sambil berkata: Hai Abū Dzarr kau seorang yang lemah, dan jabatan itu sebagai amanat yang pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan. Kecuali orang yang dapat memenuhi hak kewajibannya, dan mememuni tanggung jawabnya Ḥ.R. Muslim. 29 Dari pernyataan Ḥadīts di atas, nampaknya dalam persoalan mengangkat seorang pemimpin, yaitu menggunakan cara penunjukan. Hal ini dikarenakan melalui penunjukan seorang pemimpin itu berarti sudah memenuhi kriteria ideal. 28 Imām Abū Zakariyyā Yaḥyā, Riyā ḍ al- Ṣ ali ḥ īn, h. 502 29 Imām Abū Zakariyyā Yaḥyā, Riyā ḍ al- Ṣ ali ḥ īn, h. 503. Namun, urusan pengangkatan seorang pemimpin tidak selesai pada metode penunjukan seorang pemimpin. Pada selanjutnya, timbul pertanyaan, siapa orang yang menunjuk pemimpin tersebut? Dalam hal ini timbul banyak perdebatan, karena memang dalam al-Qur ʼān tidak dibahas secara detail pengangkatan pemimpin, apalagi sampai kepada pembahasan siapa yang menunjuk seseorang untuk dijadikan pemimpin. Sedangkan dalam riwayat Ḥadīts sendiri, hanya dapat diketahui melalui riwayat penunjukan Abū Bakr sebagai imam salat pada saat Rasul sakit. Riwayat tersebut tidak cukup untuk memberikan informasi mengenai siapa yang menunjuk seseorang menjadi pemimpin. Menurut hemat penulis, di sanalah ruang untuk mengembangkan teori kepemimpinan dalam hal pengangkatan pemimpin: Apakah ditunjuk oleh pemimpin sebelumnya, atau ditunjuk oleh rakyat?

D. Kriteria

Pemimpin memiliki tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban, yaitu memelihara agama, menegakkan hukum, menjaga keamanan, memerluas keamanan pertahanan negara, mengatur keuangan, dan lain-lain. Oleh karena itu, pemimpin harus memiliki kriteria sebagai kelayakan diri menjadi pemimpin. Dalam hal ini penulis mengutip kriteria berdasarkan Tafsir al-Qur ʼan Tematik: al- Qur ʼan dan Kenegaraan yang diterbitkan Kementerian Agama Republik Indonesia. Dalam kriteria itu diungkapkan berdasarkan penafsiran dari Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur ʼān yang terdiri dari mufassir Indonesia. Adapun kriteria- kriteria itu adalah sebagai berikut: 30 a. Beriman dan Bertaqwa Seorang pemimpin negara harus beriman dan bertaqwa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban. Dengan demikian, dapat diharapkan ia mendapat taufik dan hidayah dari Allah untuk mengatasi berbagai kesulitan yang diatasi. Ia juga mengetahui bahwa segala perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di dunia, terutama di akhirat akan mendapat ganjaran yang setimpal dengan perbuatan, sebagaimana firman Allah:                          Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim Q.S. al- Māʼidah: 51 Dalam Tafsīr al-Ṭabarī, Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī mengungkapkan bahwa: Sesungguhnya Allah melarang seluruh orang Mukmin untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai penolong dan pemimpin bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Juga memberitahukan bahwa barangsiapa menjadikan mereka Yahudi dan Nasrani 30 Kementerian Agama RI, Tafsir al-Qur ʼ an Tematik: al-Qur ʼ an dan Kenegaraan Jakarta: Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur ʼān, 2011, Cet. Ke-I, hal. 191.