Kriteria KONSEP KEPEMIMPINAN MENURUT AL-QUR
Seorang pemimpin negara harus kuat, yaitu sehat jasmani dan rohani, atau sehat fisik dan mental, jujur dapat dipercaya dan berani, serta memiliki
kemampuan, yaitu berilmu dan memiliki wawasan yang luas, seperti firman Allah:
Salah seorang dari kedua perempuan itu berkata:Wahai ayahku Jadikanlah dia sebagai pekerja pada kita, sesungguhnya orang yang
paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja pada kita ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya Q.S. al-Qa
ṣaṣ: 26. Menurut
Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī dalam Tafsīr al- Ṭabarī, maksud ayat di atas adalah sesungguhnya orang yang paling baik
dijadikan sebagai penggembala ternak —dalam konteks itu, adalah orang yang
kuat menjaga hewan-hewan ternakmu dan melaksanakan tugas demi kebaikan ternakmu. Al-
Amīn adalah orang yang tidak perlu dikhawatirkan akan berbuat khianat terhadap sesuatu yang kamu percayakan kepadanya.
33
Dalam ayat ini disebutkan bahwa sesungguhnya orang yang paling baik dipekerjakan adalah orang yang kuat dan terpercaya. Menurut Quraish Shihab,
kekuatan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kekuatan dalam berbagai bidang. Karena itu, terlebih dahulu harus dilihat bidang apa yang akan ditugaskan
kepada yang dipilih. Selanjutnya kepercayaan yang dimaksud adalah integritas pribadi, yang menuntut adanya sifat amanah sehingga orang yang dipilih itu tidak
merasa milik pribadi, tetapi milik pemberi amanat yang harus dipelihara dan bila dimintai kembali, maka ia harus rela mengembalikan.
34
33
Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-
Ṭ
abarī, Jilid XX, h. 188.
34
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jilid X, hal. 334
c. Adil dan Profesional
Kata adil berasal dari bahasa Arab dalam bentuk ma ṣdar yaitu adl yang
berarti lurus atau sama. Dari makna ini kata adl berarti menetapkan hukum dengan benar. Selanjutnya berkenaan dengan adil yang merupakan salah satu
syarat menjadi pemimpin, Allah berfirman:
Hai Dāwud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalīfah penguasa di muka bumi, maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan
adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan Q.S.
Ṣād: 26.
Tafsir ayat di atas, sudah penulis cantumkan dalam subjudul pertama yaitu konsep kepemimpinan menurut al-Qur
ʼān dan Ḥadīts.
d. Bertanggung jawab dan Amanah
Agar pemimpin negara itu bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, diperlukan pula sifat amanah dari pemimpin negara, karena
prinsip kekuasaan dalam suatu negara adalah amanah. Allah memerintahkan agar manusia melaksanakan amanah yang diemban di pundaknya dalam Surah al-
Nisāʼ ayat 58:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dalam
Tafsīr al-Ṭabarī, Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī berkata: menurutku pendapat yang paling tepat adalah bahwa ayat itu ditujukan
kepada para pemimpin kaum Muslim agar melaksanakan amanat kepada orang- orang yang telah menyerahkan urusan dan hak mereka, serta berbagai urusan
mereka yang telah mereka percayakan kepada para pemimpin. Oleh karena itu, para pemimpin sebaiknya berlaku bijak dalam memberikan keputusan di antara
mereka, serta berlaku adil dalam membagi-bagikan hak mereka, karena itu menunjukkan sikap yang bertanggung jawab.
Selanjutnya, wahai pemimpin kaum Muslim, sesungguhnya Allah memberikan sesuatu yang dapat menjadi pelajaran bagi kalian dengan sebaik-
baiknya dan memberikan pelajaran dalam melaksanakan perintah-Nya, agar dapat melaksanakan amanat yang telah diserahkan kepada ahlinya dengan baik dan agar
memberikan keputusan dengan seadil-adilnya. Hal ini dikarenakan Allah senantiasa mendengar apa yang kamu ucapkan, dan melihat apa yang kamu
kerjakan dalam melaksanakan tanggung jawabmu terhadap hak-hak tanggungan dan harta mereka.
35
35
Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-
Ṭ
abarī , terj. Akhmad Affandi dkk Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 248.
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, “Sesungguhnya Allah” yang Maha Agung, yang wajib wujud-Nya serta menyandang segala sifat terpuji lagi
suci dari segala sifat tercela, “menyuruh kamu menyampaikan amanat” secara
sempurna dan tepat waktu “kepada yang berhak menerimanya”, baik amanat
Allah kepadamu maupun amanat manusia, betapapun banyaknya yang diserahkan kepada kamu.
“Dan” Allah juga menyuruh kamu “ apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
” baik yang berselisih dengan manusia lain maupun tanpa perselisihan, maka
“kamu” harus “menetapkan” putusan “dengan adil,” sesuai dengan apa yang diajarkan Allah, tidak memihak kecuali kepada kebenaran
dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya walau lawanmu dan tidak pula memihak kepada temanmu.
“Sesungguhnya Allah” dengan memerintahkan untuk menunaikan amanah dan menetapkan hukum dengan adil, telah
“memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu
”. Karena itu, berupayalah sekuat tenaga untuk melaksanakannya, dan ketahuilah bahwa Dia yang memerintahkan kedua hal ini mengawasi kamu, dan
“Sesungguhnya Allah” sejak dahulu hingga kini “adalah Maha mendengar” apa yang kamu bicarakan, baik dengan orang lain maupun dengan hati kecilmu,
“lagi Maha Melihat
” sikap dan tingkah lakumu.
36
Amanat adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanah
36
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jilid II, h. 457.
adalah lawan dari khianat. Ia tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang diberikannya itu.
37
e. Berani dan Tegas
Berkenaan dengan sikap berani dan tegas, Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-
Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas pemberian-Nya, lagi Maha Mengetahui Q.S. al-
Māʼidah: 54.
Menurut Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī dalam Tafsīr al-
Ṭabarī, bahwa firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya
” maksudnya adalah orang yang kembali kafir di antara kamu, orang yang telah mengganti dan mengubahnya ke dalam
kekafiran, baik Yahudi atau Nasrani, atau yang lain dari golongan kafir. Dan firman Allah, “Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai- Nya,” maksudnya adalah
37
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jilid II, h. 457.
kelak Allah akan mendatangkan kaum yang mengganti kaum yang murtad, suatu kaum yang mencintai Allah dan Allah mencintai mereka.
Kemudian firman Allah: “Yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
Mukmin,” maksudnya adalah bersikap halus kepada mereka, welas asih terhadap mereka.
Dan firman Allah: “Yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” maksudnya adalah orang yang bersikap kasar dan kejam kepada mereka orang
kafir. Firman Allah: “Yang berjihad di jalan Allah,” adalah orang-orang
Mukmin, orang-orang yang telah Allah janjikan kepada mereka bahwa jika salah seorang dari mereka ada yang murtad juga, maka Allah akan menggantikan
dengan orang yang bersungguh-sungguh berjihad. Firman Allah: “Dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela,” maksudnya adalah jangan kalian takut terhadap zat Allah yang telah memerangi musuh-musuh yang telah mencela mereka.
Kemudian firman Allah: “Itulah karunia Allah”, maksudnya adalah inilah nikmat Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bersikap lemah lembut
yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, “dan Allah Maha luas
pemberian-Nya, lagi Maha Mengetahui .”
38
Menurut M. Quraish Shihab, sikap tegas kepada orang-orang kafir yang disebutkan dalam ayat tersebut, bukan berarti memusuhi pribadinya, atau
memaksa mereka memeluk Islam, atau merusak tempat ibadah dan menghalangi
38
Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-
Ṭ
abarī, Jilid IX, h. 122-140
mereka melaksanakan tuntunan agama dan kepercayaan mereka. Tetapi yang dimaksud adalah bersikap tegas terhadap permusuhan mereka, atau upaya-upaya
mereka yang melecehkan ajaran agama Islam dan kaum Muslim, apalagi jika mereka merebut hak sah kaum Muslim.
39
f. Cinta Kebenaran dan Musyawarah
Pemimpin yang cinta kebenaran adalah pemimpin yang benar dalam segala urusannya dan selalu memerintahkan para pembantu, keluarga, dan
rakyatnya untuk selalu benar dalam perkataan, perbuatan, niat, dan cara berpikir. Di samping cinta kebenaran dari pemimpin negara, juga dia harus cinta
pada musyawarah. Dalam melaksanakan urusan negara, pemimpin harus bermusyawarah dengan lembaga-lembaga, atau para pejabat yang terkait,
sebagaimana firman Allah:
Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah
antara mereka dan dari sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka nafkahkan Q.S. al-
Syūrā: 38. Menurut Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, dalam Tafsīr al-
Ṭabarī, Allah SWT berfirman, “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan salat
,” maksudnya adalah orang- orang yang memenuhi seruan Allah saat dia menyeru mereka agar mengesakan-
39
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jilid III, hal. 131.
Nya, mengakui keesaan-Nya, dan terbebas dari penyembahan kepada setiap yang disembah selain Dia.
Dan firman Allah, “Dan mendirikan salat,” maksudnya adalah salat wajib sesuai dengan batas waktunya.
Kemudian firman Allah, “Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah
antara mereka,” maksudnya adalah jika mereka menghadapi suatu perkara, maka mereka saling bermusyawarah.
Lalu firman Allah, “dari sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka, mereka nafkahkan” maksudnya adalah mereka menginfakkan sebagian
harta yang Allah anugerahkan kepada mereka di jalan Allah, dan menunaikan kewajiban mereka hak-hak orang-orang yang berhak menerimanya, berupa zakat
dan infak kepada orang-orang yang wajib dinafkahinya.
40
Sedangkan dalam
Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab disebutkan bahwa “
Dan ” kenikmatan abadi itu disiapkan juga bagi “orang-orang yang” benar-
benar “menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan salat” secara
berkesinambungan dan sempurna, yakni sesuai rukun serta syaratnya juga dengan khusyu kepada Allah, “dan” semua “urusan” yang berkaitan dengan masyarakat
“mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka” yakni mereka memutuskannya melalui musyawarah, tidak ada di antara mereka yang bersifat
otoriter dengan memaksakan pendapatnya, “dan” di samping itu mereka juga “dari
sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka” baik harta maupun
40
Abū Ja fār Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-
Ṭ
abarī, h. 909.
selainnya, “mereka” senantiasa “nafkahkan” secara tulus serta berkesinambungan baik nafkah wajib maupun sunnah.
41
41
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jilid XII, hal. 512.
61