BAB II PENERAPAN PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE GCG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS A. Perkembangan Konsep
Corporate Governance dan Good Corporate Governance
1. Perkembangan Konsep Corporate Governance CG Sebagai Tonggak Awal
Good Corporate Governance GCG
Menurut Black’s Law Dictionary, prngertian prinsip atau principle yaitu:
72
A fundamental truth or doctrine,as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others; a settled rule of action, procedure, or
legal determination. A truth proposition so clear that it can not be proved or contradicted unless by a proposition which is still clearer. That which constitutes the
essence of a body or its constituent parts. That which pertains theoretical part of a science.
Prof. Tan Kamello secara etimologi maupun dalam pengertian yuridis
menjelaskan tentang asas, bahwa kata “principle” atau asas adalah sesuatu yang dijadikan sebagai dasar, tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk
mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan. Principle is a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule
or doctrine which furnishes a basis or origin for others. Pengertian ini belum memberikan kejelasan dalam ilmu hukum, tetapi sudah memeberikan arahan tentang
hal yang menjadai essensi dari asas yakni ajaran atau kebenaran yang mendasar untuk pembentukan peraturan hukum yang menyeluruh.
72
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, Minn, 1983., dikutip dari Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO: Aspek-Aspek
Hukum dan Non Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian asas dalam bidang hukum yang lebih memuaskan dikemukakan oleh para ahli hukum antara lain, “a principle is the board reason which lies at the
base of a rule of law”.
73
Ada dua hal yang terkandung dalam makna asas tersebut, yakni pertama, asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau
umum, abstrak the board reason; kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum the base of rule of law. Oleh karena itu, asas hukum tidak
sama dengan norma hukum, walaupun adakalanya norma hukum itu sekaligus merupakan asas hukum. Karakter asas hukum yang umum, abstrak itu memuat cita-
cita, harapan das sollen, dan bukan aturan yang akan diperlakukan secara langsung kepada subjek hukum.
74
Asas hukum bukanlah suatu perintah hukum yang konkret yang dapat dipersalahgunakan terhadap peristiwa konkret dan tidak pula memiliki sanksi yang
tegas. Hal-hal tersebut hanya ada dalam norma hukum yang konkret seperti peraturan yang sudah dituangkan dalam wujud pasal-pasal perundang-undangan. Dalam
peraturan-peraturan pasal-pasal dapat ditemukan aturan yang mendasar berupa asas hukum yang merupakan cita-cita dari pembentuknya. Asas hukum diperoleh dari
proses analitis konstruksi yuridis yaitu dengan menyaring abstraksi sifat-sifat
73
George Whitecross Paton, A Textbook of Jurisprudence, second Edition, Oxford: At The Clarendon Press, 1951 sebagaimana dikutip dalam buku Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia :
Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Bandung: Penerbit Alumni, 2004, hlm. 158-159
74
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia : Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Bandung: Penerbit Alumni, 2004, hlm. 158-159
Universitas Sumatera Utara
khusus yang melekat pada aturan-aturan yang konkret, untuk memperoleh sifat- sifatnya yang abstrak.
75
Dari pengertian prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip hukum adalah suatu yang sangat mendasar bagi suatu sistem hukum atau konsep hukum.
Prinsip hukum dalam pengertian substantif tidak merupakan bagian terpisah dari kategori norma-norma hukum melainkan hanya berbeda dalam isi dan pengaruhnya.
76
Suatu prinsip hukum adalah norma yang abstrak, dan jika tidak dituangkan lebih lanjut ke dalam normal lain hanya akan berfungsi sebagai petunjuk bagi para
pembentuk peraturan atau pelaksananya atau sebagai subjek hukum pada umumnya, dan bukan sebagai aturan yang meletakkan hak dan kewajiban secara konkret. Secara
substantif dapat disimpulkan bahwa prinsip hukum umumnya mengandung ukuran- ukuran yang dalam pandangan pihak yang telah merumuskannya atau bagi mereka
yang telah memasukkannya dalam suatu perjanjian internasional atau instrument hukum lain, bersifat sangat penting atau memiliki nilai yang sangat mendasar.
77
Secara konseptual, keberadaan konsep Corporate Governance CG dapat ditelusuri kembali hingga ke akhir abad ke – 18. Para ahli di bidang CG sepakat
untuk menyatakan bahwa Adam Smith 1776 merupakan filosof pertama yang dianggap menjadi peletak dasar dalam memformalisasikan konsep CG dalam karya
75
Ibid.
76
Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO: Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, hlm. 53.
77
Ibid, hlm. 54
Universitas Sumatera Utara
tulisnya yang berjudul The Wealth of Nations.
78
Adam Smith mengibaratkan sistem ini melalu permainan papan catur, maksudnya bahwa setiap bidak yang berada di papan permainan mempunyai
fungsiperanan serta aturan main motion yang berbeda-beda. Agar semua tidak berfungsiberperan dan berjalan sesuai dengan aturan mainnya, sehingga permainan
dapat dilaksanakan secara baik. Intinya yaitu bahwa sistem adalah kesatuan antar komponen sehingga bila satu komponen berjalan menyimpang, maka sistem akan
menjadi kacau. Dari metafora tersebut jelas bahwa CG sebenarnya merupakan suatu sistem
Adam Smith memiliki pemahaman bahwa sebuah sistem terdiri dari berbagai komponen sub-system seperti perusahaan
dan kelembagaan institusi yang saling berinteraksi di dalam sistem tersebut.
79
Sejarah perkembangan konsep corporate governance hingga permulaan abad ke-21 telah melalui dua tahapan generasi. Generasi pertama di pelopori oleh Berle
dan Means 1932 dengan penekanan pada konsekuensi dan terjadinya pemisahan , yang terdiri dari berbagai perangkatkelembagaan serta aturan main code of
conduct dan hukum yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan checks and balances agar sistem dapat bekerja secara optimal.
78
Dalam karya tulisnya, Smith menyatakan terdapatnya salah satu dilemma dalam bentuk atau struktur perusahaan melalui pemisahan antara pemilik dan manjemen. Secara konkrit Smith
menyatakan “The directors of…companies…being the managers of other people moneys and their own, it cannot well expected, that they should watch over it with the same vigilance with which the
partners in a partners ia a private copartnery frequently watch over their own…negligence and profusion, therefore, must always prevail more or less, in the management of the affairs of such a
company…”
79
Sebagai suatu sistem, Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai “the whole set of legal , cultural and institutional arrangements that determines what publicy tradedcorporation can do,
who controls them, how that control is exercised, and how the risk and returns from the activities they undertake are allocated. Dikutip dari Nikki Lukviarman, Etika Bisnis Tak Berjalan Di Indonesia: Ada
Apa dengan GCG Padang: Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang, Siasat Binis, 2004, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
antara kepemilikan dan kontrol atas suatu Perseroan modern The modern corporation. Menurut kedua ahli tersebut, sejalan dengan berkembangnya Perseroan
menjadi semakin besar, maka pengelolaan Perseroan yang semula dipegang oleh pemilik owner manager harus diserahkan pada kaum professional. Dalam kaitan ini
isu yang dianggap dominan adalah perlunya suatu mekanisme untuk menjamin bahwa manajemen agent yang merupakan orang yang digaji oleh pemilik modal
principal, akan mengelola perseroan sesuai dengan kepentingan pemilik. Dari penjelasan ini terdapat hal penting yaitu terdapatnya potensi konflik kepentingan
conflict of interest antara pihak agent dan principal.
80
Adolf Berle dan Gardiner Means melalui tulisan fundamental mereka tentang pemisahan pemilik dan pengelola perusahaan, dianggap sebagai dua dari diantara
ilmuwan yang berpengaruh dalam bidang corporate governance. Dengan melakukan studi tentang perusahaan-perusahaan besar Amerika – setelah the Wall Street Crash
of 1929, mereka sampai pada kesimpulan bahwa pemilik dan pengontrol perusahaan disebabkan oleh pemilikan perusahaan yang menyebar. Secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa fokus studi Berle dan Means adalah tentang penyimpangan investasi milik pemilik atau pemegang saham perusahaan oleh manager sebagai
konsekuensi dari terpisahnya antara pemilik dan pengontrol perusahaan.
81
Perkembangan signifikan dalam konsep corporate governance pada generasi pertama ditandai dengan kemunculan Jensen dan Meckling 1976. Kedua ekonom
80
Akhmad syahroza , Op.cit. hlm. 8
81
Konsep Corporate Governance di Indonesia : Kajian atas Kode Corporate Governanance hlm 2
Universitas Sumatera Utara
ini terkenal dengan Agency Theory yang menandai tonggak perkembangan riset yang
luar biasa di bidang governance. Melalui teori ini, berbagai ilmu sosial lainnya seperti; sosiologi, manajemen strategik, manajemen keuangan, akuntansi, etika bisnis
dan organisasi mulai menggunakan pendekatan teori keagenan untuk memahami fenomena corporate governance. Akibatnya perkembangan corporate governance
menjadi multidimensi, Turnbull 1997 menyebutkan sebagai sebuah multi disiplin ilmu. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, dimana pemanfaatan teori dimaksud
masih didominasi oleh para ahli hukum legal dan ekonom economist. Pada era generasi pertama pula muncul berbagai derivasi teori keagenan hasil dari sintesis
melalui proses dialektika dan berbagai bidang keilmuan yang multi disiplin tersebut.
82
Pendapat Jensen dan Meckling sejalan dengan hasil studi Berle dan Means yang menyatakan bahwa “the aim of all governance mechanism is to reduce the
agency costs that exist due to the separation of ownership and control especially in large public corporation”.
Perkembangan yang secara efektif dianggap sebagai awal munculnya generasi kedua corporate governance ditandai dengan hasil karya La-Porta dan koleganya
pada tahun 1998. Secara signifikan LLSV
83
82
Ibid
mengidentifikasikan kecenderungan terdapatnya konsentrasi kepemililkan Perseroan pada pihak-pihak tertentu. Berbeda
83
La-Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer dan Vishny disingkta LLSV lebih dikenal sebagai para ahli yang memperkenalkan dan mempopulerkan pendekatan legal keuangan legal and finance
approach di dalam memahami fenomenan corporate governanace
Universitas Sumatera Utara
dengan Berle dan Means, menurut LLSV, penerapan corporate governance di suatu negara sangat dipengaruhi oleh kondisi perangkat hukum di negara tersebut dalam
upaya melindungi kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan Perseroan, terutama pemilik minoritas. Jika sebelumnya konflik kepentingan dianggap terjadi
antara pemilik modal principal dengan pengelola agent, LLSV menyatakan bahwa di berbagai negara lainnya di luar AS dan Inggris, kepemilikan Perseroan sangat
terkonsentrasi. Akibatnya konflik kepentingan akan terjadi antara “pemilik mayoritas yang kuat” dengan “pemilik minoritas” yang berada pada posisi yang lemah. Lebih
lanjut, LLSV berpendapat bahwa sistem hukum yang tidak kondusif dan belum berpihak pada kepentingan umum, mengakibatkan konflik menjadi semakin tajam
sehingga berpotensi merusak sistem perekonomian secara keseluruhan.
84
Istilah Corporate Governance CG atau tata kelola pertama kali diperkenalkan oleh Cadburry Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal
sebagai Cadbury Report . Cadbury Report adalah hasil dari laporan sebuah lembaga Cadbury Committee, yaitu suatu lembaga yang dibentuk oleh Bank of England dan
London Stock Exchange pada tahun 1992 sebagai usaha untuk melembagakan corporate governance, yang bertugas menyusun corporate governance code yang
menjadi acuan benchmark di banyak negara.
84
Akhmad Syahroza, op.cit, hlm 9
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua teori yang terkait dengan corporate governance, yaitu Stewardship Theory dan Agency Theory:
85
Stewardship Theory didasari atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan
penuh tanggung jawab, memiliki integrasi dan kejujuran terhadap pihak lain. Hal ini yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki oleh para pemegang saham.
Stewardship Theory memandang manajemen sebagai institusi yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan stakeholders pada
umumnya maupun shareholders pada khususnya. Agency Theory memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents”
bagi pemegang saham, yang akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan sendiri, bukan sebagai pihak yang aktif dan bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham sebagaimana yang diasumsikan dalam Stewarship Theory. Bertentangan dengan stewardship Theory, agency theory memandang bahwa
manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan stakeholders secara umum maupun khusus. Agency theory ini dianggap
lebih sesuai dengan kenyataan. Dengan pemikiran bahwa corporate governance dalam pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan
bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan yang berlaku. Upaya ini menimbulkan agency cost, yaitu biaya yang harus
85
Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia, Jakarta: Ray Indonesia, 2006, hlm. 5-6.
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkan untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan. Oleh karena itu dikeluarkan biaya ini dikeluarkan oleh manajemen utnuk pengawasan oleh
pemegang saham, menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit independen dan pengendalian internal.
Cadbury Committee memberikan definisi corporate governance sebagai berikut:
86
Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan Perseroan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
kewenangan yang diperlukan oleh Perseroan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan
dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.
Terdapat banyak definisi tentang CG yang pendefinisiannya dipengaruhi oleh teori yang melandasinya. Perusahaan atau korporasi dapat dipandang dari dua teori,
yaitu :
87
Shareholding Theory mengemukakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik atau pemegang
saham sebagai akibat dari investasi yang dilakukannya. Shareholding theory ini sering disebut sebagai teori korporasi klasik yang sudah diperkenalkan oleh Adam
Smith pada tahun 1776. Definisi CG yang berdasar pada shareholding theory diberikan oleh Monks dan Minow yaitu hubungan berbagai partisipan pemilik atau
a. teori pemegang saham shareholding theory dan b. teori pemegang kepentingan stakeholding theory.
86
Indra Surya dan Ivan Yustiavanda, Penerapan Good Corporate Governance; Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006, hlm. 8.
87
Mas Acmad Daniri, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
investor dan manajemen dalam menentukan arah dan kinerja korporasi. Definisi lain diajukan oleh Hleifer dan Vishny yang menyebutkan bahwa CG sebagai cara atau
mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh hasil return yang sesuai dengan investasi yang ditanamkan.
Stakeholding theory, diperkenalkan oleh Freeman pada tahun 1984, menyatakan bahwa perusahaan adalah organisasi yang berhubungan dengan pihak
lain yang berkepentingan, baik yang ada di dalam maupun yang di luar perusahaan. Definisi stakeholders ini termasuk karyawanm pelanggan, kreditur, supplier, dan
masyarakat sekitar dimana perusahaan tersebut beroperasi. Definisi Good Corporate Governance berdasarkan stakeholder theory
diberikan oleh dari Cadbury Comitte sebagai berikut: ”A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,
creditors, the government, employees and internal anad external stakeholders in respectto their rights and responsibility.”
Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka
Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI tahun 2000 juga memberikan definisi tentang corporate governance, yaitu :
88
88
Iman Sjahoutra Tunggal dan Amin WIdjaja Tunggal, Memahami Konsep Corporate Governance hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
“Corporate Governance can be defined as a set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government,
employess, and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the system by which companies are directed and
controlled. The objective of corporate governance is to create added value to the stakeholders.”
Artinya bahwa corporate governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata
lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Setelah dikenalkan oleh Cadbury Comitte
89
, berkembanglah berbagai definisi berkenaan dengan GCG yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua
perspektif atau sudut pandang, yaitu:
90
Definisi dari perspektif stakeholders, Forum for Corporate Governance FCGI tahun 2002 mengungkapkan bahwa GCG adalah seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antar pemegang, pengurus, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham internal dan eksternal lainnya
89
Cadburry Report adalah sebutan lazim untuk the report of the Cadburry Comitte on Financial Aspects of Corporate Governance: The Code of Best Practice sebuah laporan yang
dikeluarkan oleh Cadbury-Scheppes di tahun 1992. Komite ini dibentuk pada bulan Mei 1991 oleh London Stock Exchange dan profesi akuntan dan diketuai oleh Sir Adrian Cadbury untuk membahas
aspek-aspek financial corporate governance. Komite yang terbentuk sebagai wujud keprihatinan terhadap aktifitas perusahaan-perusahaan seperti Maxwell Communications ini kemudian
menghasilkan code of the best practice yang kemudian dilaksanakan oleh semua perusahaan terbuka Inggris.
90
Wilson Arafat, Op.cit. hlm.3
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suau sistem yang mengendalikan perusahaan.
Definisi dari perspektif shareholders. Sebagaimana Donaldson dan Davis mendefinisikan GCG sebagai “the structure wherely managers at the organizational
apex are controlled through the board of directors, its associated structures, executive incentive, and other schemes of monitoring and bonding.”
Pengertian tentang corporate governance juga diberikan melalui Surat Edaran Meneg. PM P. BUMN No. S 106M.PM P.BUMN2000, tanggal 17 april 2000
tentang kebijakan penerapan corporate governance. Good Corporate Governance diartikan sebagai suatu hal yang berkaitandengan pengambila keputusan yang efektif
yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung:
a. Pengembangan perusahaan
b. Pengelolaan sumber daya dan resiko secaa lebih efisien dan efektif, dan
c. Pertanggungjawaban peusahaan kepada pemegang saham dan
stakeholders lainnya. Terdapat dua “kutub” menyangkut implementasi dari berbagai model
governance yang ada. Sebagaimana dibahas pada bagian sebelumnya, sebelum generasi kedua, para ahli governance masih membicarakan model yang bersifat
universal. Pengikut paham ini seringkali disebut sebagai penganut pandangan konvergensi convergence di dalam memahami fenomena governance. Penganut
Universitas Sumatera Utara
paham konvergensi pada prinsipnya memahami perbedaan di dalam praktik governance secara umum
91
, seperti antara model Anglo Saxon versus Continental Eropa. Namun demikian mereka cenderung beranggapan berbagai prinsip dasar atau
karakteristik di antara keduanya adalah sama.
92
Kalaupun terdapat perbedaan di dalam penerapannya, penyesuaian hanya akan untuk mengakomodasi berbagai faktor
yang bersifat konteks spesifik seperti tipikal truktur governance” di masing-masing di tiap negara.
93
Setelah pada tahap kedua inilah OECD 1999 menyadari bahwa terdapat perbedaan yang fundamental pada sistem corporate governance di setiap negara,
sehingga memunculkan konsep divergensi divergence dari model corporate governance. Beberapa ahli mulai mengembangkan teorinya dengan mengaitkan hal
tersebut pada masalah perbedaan budaya serta sejarah perkembangan hukum dan struktur kelembagaan sebagai faktor yang dominana. Secara umum, dari berbagai
tahapan perkembangan corporate governance, permasalahan yang paling mendasar adalah terdapatnya konflik kepentingan conflict of interest yang berpotensi
91
Misalnya secara umum praktik-praktik governance dapat dibedakan berdasarkan Anglo Saxon model sebagaimana yang terdapat di Amerika, Inggris, dan Australia serta model Continental
European model model dataran eropa seperti Jerman, Prancis, Belanda dengan varianya sebagaimana diterapkan oelh Jepang.
92
Berbagai prinsip dasar corporate governance, seperti accountability, trasparency, responsibility, fairness, menjadi acuan pokok untuk kedua model governance baik Anglo Saxon
maupun Eropa Kontinental.
93
Dalam kaitan ini perbedaan struktur governance misalnya dapat dilihat dengan dikenalnya istilah two tier board system untuk model Continental European serta single unitary board untuk
model Anglo Saxon. Perbedaan struktur ini membawa implikasi luas , terutama pada berfungsinya mekanisme “board governance” di antara keduanya. Misalnya, isu semacam “Independent board of
directors” sangat relevan untuk model Anglo Saxon, karena CEO akan bertindak langsung sebagai Chairman of the board of Director dan kemungkinan masuknya bebrapa anggota manajemen tim di
dalam jajran Board of Director”.
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan biaya keagenan agency costs yang sangat signifikan, sehingga dikhawatirkan menurunkan nilai perusahaan value of the firm.
Konsep corporate governance dan berbagai aturan implementasinya code of best practice diadopsi dari negara barat. Pembahasan pembagian model governance
antara Anglo Saxon dengan Continental European. Lebih lanjut, jika dihubungkan dengan “sistem” yang akan digunakan di dalam menjalankan konsep corporate
governance, dapat diklasifikasikan menjadi sistem 1 yang berdasarkan pada “dominasi pasar” market dominated atau 2 sistem yang berdasarkan “dominasi
bank” bank dominated atau ada jugayang mengklasifikasikan sebagai market based system dalam model Anglo Saxon dan group based system dalam model Continental
European.
94
Sistem yang bercirikan dominasi pasar biasanya ditemukan pada negara- negara yang mengadopsi model Anglo Saxon dan di dalam sistem ini pasar modal
memegang peranan penting di dalam perekonomiannya. Pada negara yang menganut sistem ini mekanisme pengendalian oleh kekuatan pasar bertindak sebagai pusat dari
sistem pengendalian control system korporasi yang mereka anut. Dengan dasar ini, mekanisme governance governance mechanism yang digunakan disebut juga
dengan sistem control pihak eksternal outsider conrol system. Sementara itu untuk negara-negara yang menganut sistem model continental
eropa termasuk Jepang secara umum dikategorikan sebagai penganut sistem governance yang didominasi oleh perbankan. Pada sistem ini, menurut Schmidt dan
94
Akhmad syahroza, Op.Cit. hlm 19.
Universitas Sumatera Utara
Tyrell 1997 peranan mekanisme pasar sebagai bagian dari mekanisme governance tidaklah signifikan sifatnya. Dengan demikian, penganut sistem ini tidak
menyandarkan diri pada kekuatan mekanisme pasar sebagai alat control dalam mekanisme pengendaliannya. Sistem governance ini sering juga disebut dengan
:insider dominated control” yang didasarkan pada karakteristik relative stabil dan terkonsentrasinya kepemilikan saham perusahaan pada sekelompok orang.
95
2. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance GCG