Peranan Pawang dalam Upacara Ritual Masyarakat Melayu

(1)

PERANAN PAWANG DALAM UPACARA RITUAL

MASYAKARAT MELAYU

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA

: ARMEN SOFIYAN HARAHAP

NIM

: 030702003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

MEDAN


(2)

PERANAN PAWANG DALAM UPACARA RITUAL

MASYAKARAT MELAYU

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

ARMEN SOFIYAN HARAHAP 030702003

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D. Drs.Baharuddin,M.Hum NIP. 132098531 NIP. 131785647

Skripsi ini disajikan kepada panitia Ujian Fakultas Sastra USU melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Melayu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN


(3)

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

JURUSAN SASTRA DAERAH

KETUA JURUSAN

Drs.Baharuddin,M.Hum

NIP. 131785647


(4)

Pengesahan Diterima Oleh :

Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Ilmu Sastra Daerah Fakultas Sastra USU Medan

Tanggal : Hari :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dekan

Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D

Panitia Ujian

No Nama Tanda Tangan

1. ……….... ( ) 2. ……….... ( ) 3. ……….... ( ) 4. ……….... ( ) 5. ……….... ( )


(5)

KATA PENGHANTAR

Proposal skripsi ini berjudul ‘PERANAN PAWANG DALAM UPACARA RITUAL MASYAKARAT MELAYU’.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat dan rahmatnya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Syhalawat beriring salam penulis atas Nabi Muhammad SAW sebagai penuntun kita dari alam kegelapan kealam yang “terang-benderang”.

Skripsi ini berjudul “ Peranan Pawang dalam Upacara Ritual Masyarakat Melayu”. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Departemen daerah Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan, tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis dapat memyelesaikan skripsi ini. Untuk itu sewajarnyalah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs.Syaifuddin,M.A,Ph.D (selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara) dan juga sebagai pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan,nasihat, serta bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs.Baharuddin,M.Hum baik sebagai Ketua Departemen Sastra Daerah maupun sebagai pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

3. Bapak Warisman Sinaga, M.Hum, selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah.

4. Semua dosen di lingkungan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 5. Ayah dan Mama yang telah mendidik, membiayai, menasihati, sabar serta

selalu mendoakan selama penulis kuliah di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

6. Saudara-saudaraku tercinta, Fahmi dan Devi, yang telah memberikan bantuan moril maupun spiritual dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Keponakanku yang sangat lucu Hazizi Harahap yang telah memberikan seamangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Hasian yang telah banyak membantu saat saya sedang menjalani sidang meja hijau.

9. Teman-temanku yang baik maupun yang bandel, Epan H Siregar (Oom Umbang-umbang), Tama, suri, Yulia, Marta, Anda, Oniel, Eko, Muhardi T (Oom Proyek), MArzuki Lomban Gaol, Hijrah, Aldi, Risna (Mami Karto), Fitri, Martiwan, Afrina, Melva, Feren, Risdo, adik-adik junior dan senior yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis tidak dapat membalas kebaikan dan bantuannya yang telah diberikan, sehingga terwujudnya skripsi ini, hanya Allah yang dapat membalasnya, Akhirnya, penulis menyadari sedalam-dalamnnya bahwa skripsi ini kalau dilihat dari isinya mungkin masih jauh dari apa yang diharapkan , namun itulah kemampuan penulis. Dengan rendah hati penulis menerima kritikan dan saran


(7)

yang membangun dari pembaca, sehingga skripsi ini lebih disempurnakan dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan masyarakat Melayu.

Semoga Allah SWT akan selalu memberikan taufik dan hidayahnya kepada orang-orang yang mau berbuat baik.

Medan, 07 Februari 2008 Penulis

Armen Sofiyan Harahap Nim : 030702003


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “PERANAN PAWANG DALAM UPACARA

RITUAL MASYARAKAT MELAYU”. Upacara ritual adalah bagian dari

khasanah tradisi masyarakat Melayu. Dalam konteks penelitian ini, ia dikatagorikan sebagai folklor sebagian lisan. Salah satu dalam penelitian, folklor bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi dan peran khalayak aktif dalam ritual Jamuan Laut. Pawang adalah satu di antara beberapa dari khalayak aktif dalam ritual upacara Jamuan Laut. Penelitian ini dapat mendeskripsikan peran pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut. Penelitian ini dapat menunjukan bahwa pawang memberi makna pada setiap aktivitas dan konteks sosial upacara ritual Jamuan Laut. Pawang dianggap sakral dan mempunyai sifat supranatural oleh masyarakat.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Penghantar ………...i

Abstrak………..………....iv

Daftar isi……….………...v

BAB I PENDAHULUAN……….…………....1

1.1 Latar Belakang Penelitian ……….…1

1.2 Masalah……….…5

1.3 Tujuan Penelitian……….…..5

1.4 Manfaat Penelitian………6

1.5 Tinjauan Pustaka……….…..6

1.6 Ruang Lingkup……….….9

1.7 Landasan Teori………10

1.8 Metodologi……….…..11

BAB II DESKRIPSI MASYARKAT MELAYU PANTAI

CERMIN………13

2.1 Letak geografis dan sejarah masyarakat Melayu Pantai Cermin…..13

2.1.1 Letak Geografis………....13

2.1.1.1 Batasan Wilayah………...……….14


(10)

2.1.1.3 Kondisi Wilayah………...15

2.1.2 Sejarah Masyarakat Melayu Pantai Cermin……….16

2.2 Sistem Sosial Masyarakat Melayu Pantai Cermin………...21

2.3 Hubungan Upacara Jamuan Laut dengan sistem Budaya Masyarakat Melayu Pantai Cermin………...23

BAB III

ASPEK-ASPEK TENTANG PAWANG ………….23

4

.1 Sistem Sosial Pada Masyarakat Melayu Pantai Cermin ………23

4.3 Syarat-Syarat dalam Melaksanakan Upacara Ritual Jamuan Laut …26

BAB IV PERANAN PAWANG ………..27

4.1 Pawang Jamuan Laut………..27

4.2 Deskripsi Upacara Jamuan Laut………32

4.2.1 Persiapan Upacara Ritual Jamuan Laut………..…..32

4.2.2 Penentuan Waktu dan Tanggal Upacara Ritual Jamuan Laut..33

4.2.3 Khalayak Jamuan Laut……….…36

4.2.4 Perlengkapan Jamuan Laut………...37

4.2.5 Acara Jamuan Laut……….. 38

4.2.6 Penutupan Upacara Ritual Jamuan Laut………...45

4.3 Peranan Pawang dalam upacara ritual jamuan laut...48

4.3.1 Peranan dalam persiapan upacara...48


(11)

4.3.3 Peranan Pawang dalam Perlengkapan...49

4.3.4 Peranan Pawang Dalam Upacara Ritual Jamuan Laut...50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….51

5.1 Kesimpulan……….51

5.2 Saran………...53

Lampiran : Daftar Pustaka Lampiran : Daftar Informan Lampiran : Daftar Peta


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “PERANAN PAWANG DALAM UPACARA

RITUAL MASYARAKAT MELAYU”. Upacara ritual adalah bagian dari

khasanah tradisi masyarakat Melayu. Dalam konteks penelitian ini, ia dikatagorikan sebagai folklor sebagian lisan. Salah satu dalam penelitian, folklor bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi dan peran khalayak aktif dalam ritual Jamuan Laut. Pawang adalah satu di antara beberapa dari khalayak aktif dalam ritual upacara Jamuan Laut. Penelitian ini dapat mendeskripsikan peran pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut. Penelitian ini dapat menunjukan bahwa pawang memberi makna pada setiap aktivitas dan konteks sosial upacara ritual Jamuan Laut. Pawang dianggap sakral dan mempunyai sifat supranatural oleh masyarakat.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam hal dan cara-cara mengobat penyakit harus berpengetahuan tentang seluk-beluk obat-obatan. Dalam tradisi perobatan Melayu melibatkan upacara ritual. Khalayak dalam upacara ritual Melayu adalah pawang, bomoh dan dukun. Mereka mempunyai tugas yang hampir sama tetapi agak berbeda dari segi pengalaman serta ilmu yang dituntut.

Menurut Syaifuddin (2004:32) Pawang ialah orang yang mempunyai kebolehan istimewa untuk melakukan sesuatu, biasanya menggunakan kuasa ghaib dan pandai mengobati orang sakit dengan menggunakan jampi mantera. Dukun ialah orang yang mengobati orang sakit atau memberi obat cara kampung. Tabib ialah orang yang mahir tentang pengobatan penyakit melalui ramuan-ramuan yang berbeda. Namun, pawang dalam mengobati penyakit melalui ritus-ritus yang berbentuk upacara ritual dan disesuaikan dengan keahlian mereka masing-masing dalam hal kemampuan melakukan sesuatu.

Sinar (2002) menyatakan bahwa upacara ritual merupakan salah satu budaya Melayu yang paling tua. Setiap komunitas budaya Melayu memiliki upacara ritual yang masih dipercayai oleh pemiliknya dan dihubungkan dengan kepercayaan yang gaib.


(14)

Salah satu etnis yang memiliki upacara ritual adalah etnik Melayu Serdang di Pantai Cermin. Hal ini disebabkan karena masyarakat Melayu Serdang merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu dan Budha serta islam.

Menurut Sinar (2002) Kehidupan ritual suatu kelompok masyarakat sangat menunjang kebutuhan ilmu pengetahuan saat ini untuk dapat dikembangkan dan dimodifikasi kegunaanya di masa yang akan datang. Salah satu contoh nyata dari upacara ritual yang secara ilmu pengetahuan sangat berguna pada masa sekarang adalah tentang upacara pemanggilan angin di saat nelayan mendapat angin di tengah laut. Kalau dahulu para nelayan membaca dengan mengunakan intonasi yang sesuai untuk sebuah syair yang disebut dengan dendeng (di daerah Melayu Langkat) atau didong

(di daerah Melayu Asahan/Tanjung Balai) untuk memanggil angin maka pengetahuan itu sekarang di aplikasi dengan melihat kompas untuk mengetahui arah angin yang bertiup.

Upacara upacara ritual masyarakat Melayu Serdang sangat banyak ragamnya , mulai dari ritual yang dilakukan bila seseorang melahirkan sampai pada upacara perkawinan. upacara ini disebut juga dengan istilah ritus-ritus peralihan (ritas of passages) yang saat ini masih sebagian besar dipercayai oleh masyarakat Melayu Serdang. Ritus-ritus ini sangat berhubungan dengan kehidupan keseharian masyarakat Melayu,


(15)

Ismail Hamid (1989:2) berpendapat bahwa :

Upacara peralihan ini merupakan warisan kepercayaan lama yang diwarisi oleh masyakarat primitif yang mempunyai hubungan dengan kepercayaan mereka upacara ini mempergunakan mantera sebagai medianya dan berasal dari adat istiadat pemuja dari zaman purba disamping itu , upacara peralihan ini juga bertujuan untuk menghapuskan segala anggnora dan ganguan mahluk halus yang jahat terhadap masyarakat dan mewujudkan keamanan dan kesejahteraan dikalangan anggotanya oleh sebab itu upacara ritual ini sangat dekat dengan kehidupan masyarakat pendukungnya.

Salah satu dari sekian banyak upacara ritual masyarakat Melayu Serdang di antaranya adalah ritual upacara jamuan laut. Upacara ritual jamuan laut ini dimaksudkan untuk memberikan persembahan kepada para penunggu laut (jimbalang) yang memang telah dikenal dekat oleh masyarakat Melayu. Upacara jamuan laut ini berasal dari masyarakat Melayu lama yang terus hidup dan eksis sesuai dengan perkembangan kepercayaan masyarakat Melayu itu sendiri. Menurut Hamid (1989:109) bahwa, kepercayaan atau upacara ini asalnya sama dengan asal nenek moyang kita yakni dari Asia Belakang Indo-China yang datang sekitar ratusan tahun yang lalu.


(16)

Upacara Jamuan Laut ini diadakan oleh nelayan-nelayan yang mendiami daerah sungai tepi pantai sekurang-kurangnya 3 kali dalam setahun. Upacara ini dilakukan jika dirasa laut sudah berkurang menghasilkan ikan seperti biasanya, atau akhir-akhir ini sudah banyak nelayan yang mengalami kecelakaan di laut sewaktu mencari ikan. Oleh karena itu, dibuatlah upacara jamuan laut dengan memanggil pawang laut untuk memimpin upacara tersebut.

Dalam pelaksanaan upacara di setiap daerah pesisir berbeda cara pelaksanaannya dan berbeda pula syarat-syaratnya dalam pelaksanaan upacaranya. Semua tergantung permintaan si pawang. Begitu pula dengan upacara ritual Jamuan Laut masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin memiliki perbedaan dalam hal penyampaian dengan pelaksanaannya dari upacara ritual tersebut dengan daerah Melayu lainnya yang ada di Sumatera Utara ini.

Upacara ritual jamuan laut masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, baik secara kepercayaaan maupun secara kebudayaan mereka, ini yang menimbulkan fenomena-fenomena sosial dari masyarakat Melayu Serdang tersebut sebagai masyarakat pendukung. Mengetahui fenomena-fenomena sosial dan keagamaan tersebut, maka diperlukan pengkajiaan dan penelitian yang serius agar dapat diketahui unsur-unsur kepercayaan yang terkandung di dalam upacara tersebut, Penelitian ini lebih menekankan


(17)

peranan pawang untuk upacara Jamuan Laut dan mengetahui makna-makna yang terkandung dalam upacara ritual tersebut.

1.2 Masalah

Berdasarkan pemahaman dan keberadaan latar belakang dari Pawang dalam upacara ritual jamuan laut di atas, masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskpsikan tahapan-tahapan aktivitas pawang dalam upacara ritual jamuan laut yang terdapat pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

2. Mengetahui aspek-aspek cerita tentang Pawang Dalam upacara ritual jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin. 3. Mendeskripsikan masing-masing makna konteks sosial yang

berkaitan dengan peranan pawang pada upacara Jamuan Laut.

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara pelaksanaan pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Pantai Cermin.


(18)

2. Mendeskripsikan persembahan yang terdapat dalam pawang dalam Upacara ritual Jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Menambah khasanah pengkajian terhadap kebudayaan Melayu, khususnya tentang pawang dalam upacara ritual ritual Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

2. Menjadi bahan rujukan bagi penelitian pada dalam upacara ritual Jamuan Laut bagi masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin. 3. Menambah perbendaharan kajian terhadap budaya dan sastra,

khususnya sastra lisan yang berbentuk pendeskripsian tentang pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang karya-karya sastra lisan Melayu, khususnya dalam folklor Melayu di Sumatera Timur yang bercorak ritual upacara telah banyak dilakukan. Namun, baik penelitian maupun pembicaraan terhadap


(19)

upacara ritual terhadap jamuan laut yang hidup di masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin belum pernah dilakukan.

Di antara beberapa penelitian yang telah dilaksanakan adalah; Dicky Fernando (2003) membicarakan Upacara Ritual dan Makna Jamuan Laut

Masyarakat Melayu Jaring Halus Kabupaten Langkat. Dalam penelitiannya

ditemukan bahwa upacara jamuan laut merupakan suatu upacara yang sakral dan selalu diadakan oleh masyarakat Melayu jaring halus pada setiap bulan hijrah.

Pawang bagi masyarakat dipercaya dapat melindungi nelayan ketika menangkap ikan di laut saat menjaga daerah tersebut dari serangan wabah penyakit, sebagaimana kepercayaan masyarakat tinggal delapan jin di laut berada pada setiap penjuru mata angin yang dikuasai oleh jin tersebut. Adapun nama masing-masing yang diberi nama ; Mayang mangurai, Laksamana, Mambong Tali Arus, Mambang Jaruji, Katimanah, Panglima merah, Datuk panglima Hitam, Babu Rahman.

tentang upacara jamuan laut pada masyarakat Melayu Sumatera Timur pernah dibahas di buku Kebudayaan Sumatera Timur yang di bahas oleh Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah II.S.H dan Syaifuddin. (2002). Dalam buku Melayu Sumatera Timur diceritakan tentang pawang yang memiliki kekuatan magis yang mampu menguasai jin dan roh jahat yang berada tinggal di laut, dan seorang pawang memiliki kekuatan itu berasal


(20)

dari warisan keluarga yang turun-menurun dari anggota keluarganya hingga ke anak cucu mereka bahkan sampai sekarang.

pada umumnya pawang adalah seorang yang berusia lanjut, mengetahui salasilah kampung dan tempat upacara jamuan laut dilaksanakan, kemudian hafal serta memahami tentang para Nabi dan Rasul Allah dapat melindungi nelayan sewaktu menangkap ikan di laut dan menjaga daerah dari serangan wabah penyakit serta secara moral bartanggung jawab terhadap kelangsungan adat istiadat masyarakatnya, dan di dalam kehidupan sehari-hari kedudukanya sederajat dengan masyarakat awam, baik sebagai nelayan maupun pengawas, ia tidak dapatkan keistimewaaan sama rata individunya dengan masyarakat lainnya.

Di dalam buku Melayu Sumatera Timur, peranan Pawang Zakaria dinyatakan;

Saya tidak segan dan harus bertindak keras apabila ada masyarakat berbuat maksiat di daerah ini, saya akan menyambuknya dengan ekor pari. Pernah suatu ketika seorang pemuda membawa narkoba dari kota dan dia bermain judi di daerah ini, masyarakat melaporkan kepada saya, lalu saya datang untuk memberitahu bahwa perlakuan itu di larang di daerah ini, ia melawan dan menentang saya, saya tidak perduli, saya menyambuknya dengan ekor pari dan apabila saya


(21)

tidak melarangnya anggota masyarakat lain akan turun mengeroyoknya ramai-ramai.

1.6 Ruang lingkup

Penelitian ini membicarakan tentang pawang upacara ritual masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cemin dalam kajian folklor, tetapi secara umum saja. yaitu membicarakan bagian tertentu dari unsur kebudayaan yang ditinggalkan nenek moyang kita. Adapun yang dianalisis berkaitan dengan manusia, waktu, dan tempat.

Pawang dalam ritual upacara Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dalam kajian folklor diperoleh melalui penuturan informan yang berada di Desa Kuala Putri Lama Kecamatan Pantai Cermin, sedangakan informasi yang lain yang diperlukan dalam penelitian diperoleh dari buku-buku penelitian yang sudah ada. Analisis ini hanya bagian aspek tertentu yang dianggap relevan dengan analisis folklor. Oleh karena itu, penelitian ini penekanan analisisnya hanya pada nilai-nilai folklor yang difokuskan tentang tanda-tanda dalam pelaksanaan upacara ritual tersebut. Hal ini dilakukan karena masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mengangap ritual ini masih di yakini mempunyai makna dalam kehidupan bermasyarakat.


(22)

1.7 Landasan Teori

Dananjaya ( Pudentia,1998:56 ). menyatakan dalam penelitian jenis-jenis foklor terbagi kepada tiga hal : Pertama, meneliti tentang folknya. Dalam penelitian ini membicarakan bagaimana prilaku-prilaku budaya suatu masyarakat terhadap sesuatu jenis foklor, Kedua, meneliti tentang lorenya. Penelitian ini mengungkapkan tata cara, teks, kedudukan dan syarat-syarat serta pelaksanaanya. Ketiga, Penelitian dari kedudukan cara sekaligus, yaitu meneliti folk dan lorenya.

Tarigan (1979; 4) sastra lisan adalah bagian dari folklor. Folklor mencakupi, baik satra lisan maupun bukan sastra lisan. Akan tetapi, biasanya sastra lisan hanya berarti foklor yang lisan saja dan tidak mencakup permainan-permainan dan tari-tarian rakyat, Walaupun sastra lisan secara luas dapat mencakup aneka ragam bentuk, seperti teka-teki, pepatah, sumpah serapah, guna-guna, sampai hal-hal yang sukar di ucapkan dari permainan kata-kata. Akan tetapi sastra lisan lebih sering dipergunakan sebagai istilah pengganti cerita rakyat.

Melayu Serdang adalah Salah satu bagian dari suku Melayu di Sumatera Utara. Sebagai salah satu suku Bangsa, Melayu Sedang memiliki kebudayaan atau kesenian tersendiri. Sastra lisan Melayu Pantai Cermin, sebagaimana sastra lisan lainnya yang ada di Indonesia. Khusus mengenai


(23)

fungsi dan kedudukan Pawang dalam Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

1.8.Metodologi

Pada dasarnya penelitian ini bersifat deskriptif, ada bagian tertentu dari objek kajian, seperti pawang dalam upacara ritual jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dianalisis dan mengunakan prinsip-prinsip terhadap Foklor sebagai lisan. Analisis dilakukan kepada cara atau sistem dalam melakukan upacara ritual jamuan laut di masyarakat Melayu Serdang di pantai Cermin yang diteliti.

Metode pengumpulan data yang bersifat observasi yaitu data diperoleh langsung dari daerah penelitian, khususnya dari upacara ritual Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dengan mengunakan atau memberdayakan informan penelitian. Informan yang digunakan pemilihannya disesuaikan dengan aturan-aturan dan kelaziman sebagai informan dalam penelitian. Hal ini mengunakan metode yang ada pada buku panduan penelitian sastra lisan (Taib. 1976)

Teknik pengumpulan data mengunakan teknik wawancara dan perekaman dan pertanyaan yang disampaikan tidak mengunakan jadwal yang diperkirakan tidak mengunakan daftar tanya yang taratur.

Selain itu penelitian juga mengunakan metode perpustakaan, khususnya yang digunakan dalam menganalisis tentang Pawang dalam


(24)

upacara ritual jamuan laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin. Selanjutnya metode analisis teks cerita mengunakan teori folklor .


(25)

BAB II

DESKRIPSI MASYARAKAT MELAYU

PANTAI CERMIN 2.1 Letak Geografis dan Sejarah Masyarakat.

2.1.1 Letak Geografis

Pantai Cermin adalah sebuah kota yang terdahulunya terdiri atas beberapa kepenghuluan, terletak di pantai timur pulau Sumatera, tepatnya sekarang ini adalah daerah Kabupaten Serdang bedagai Propinsi Sumatera Utara. Pada waktu itu di pantai cermin pemerintahannya bersifat kearajaan, terdiri atas kepenghuluan yang dipimpin oleh seorang Sultan. Ia bagian dari wilayah Deli Serdang. Adapun kesultananya adalah Sultan Serdang.

Secara goegrafis letak Serdang badagai memiliki iklim tropis, di mana kondisinya hampir sama dengan iklim Kabupaten Serdang Bedagai secara keseluruhan, kelembaban udara 84% , curah hujan berkisar 30 sampai dengan 340 mm perbulan, dengan periodic tertinggi pada bulan September dan oktober, hari hujan perbulan berkisar 8-20 hari perbulan, katinggian dari permukaan laut 0-3 mm , rata-rata kecepatan udara berkisar 1,10 m/detik dengan tinggi penguapan3,74 mm/hari, temperature udara per bulan minimum 24◦C danmaksimal 34◦ C.


(26)

2.1.1.1. Batasan Wilayah

Letak Batas Batas Alam / Kecamatan

Sebelah Utara Selat Malaka

Sebelah Selatan Perbaungan

Sebelah Barat Sei Ular / KabDeli Serdang

Sebelah Timur Perbaungan

2.1.1.2. Luas Wilayah

1. Menurut Luas Desa

NO Desa Luas

Ha KM2

01 Ujung rambung 328,4 3,284

02 Celawan 1891,5 18,915

03 Kota Pari 1000,5 10,005

04 Pantai Cermin Kanan 400 4,000

05 Pantai Cermin Kiri 400 4,000

06 Kuala Lama 522,5 5,225

07 Sementara 380 3,800

08 Besar II Terjun 575,4 5,754

09 Pematang Kasih 157 1,570

10 Arah Payung 426,3 4,263

11 Lubuk Saban 680 6,800

12 Naga Kisar 965 9,650


(27)

2.1.1.3. Kondisi Wilayah

B. Topografi ( Bentang Lahan )

No Bentang Lahan Luas (ha)

1 2 3

1. Daratan 7727,6

2. Perbukitan / Pegunungan -

JUMLAH : 7727,6

C. Kesuburan Tanah

No Tingkat Kesuburan Luas ( ha )

1 2 3

1. Sangat subur 5304

2. Subur 927

3. Sedang 721

4. Tidak subur/Kritis 775,6

Jumlah : 7727,6

D. Tingkat Erosi / Abrasi Tanah

No Tingkat erosi / abrasi tanah Luas ( ha )

1 2 3

1. Tidak ada erosi -

2. Erosi ringan -

3. Erosi sedang ( abrasi air laut ) 6

4. Erosi berat ( abrasi air laut ) 4


(28)

2.1.2 Sejarah Masyarakat Melayu Pantai Cermin

Luckman Sinar (1986) Sejarah masyarakat Melayu Pantai Cermin sudah termasuk kedalam sejarah kesultanan Serdang karena wilayah Pantai Cermin adalah bagian dari kesultanan Serdang.

Saat Kesultanan Serdang wilayah belum terbagi-bagi seperti saat ini. Menurut riwayat, seorang Laksamana dari Sultan Iskandar Muda Aceh bernama Sri Paduka Gocah Pahlawan, bergelar Laksamana Khoja Bintan, menikah dengan adik Raja Urung (negeri) Sunggal, sebuah daerah Batak Karo yang sudah masuk Melayu (sudah masuk Islam). Kemudian, oleh 4 Raja-Raja Urung Batak Karo yang sudah Islam tersebut, Laksamana ini diangkat menjadi raja di Deli pada tahun 1630 M. Dengan peristiwa itu, Kerajaan Deli telah resmi berdiri, dan Laksamana menjadi Raja Deli pertama. Dalam proses penobatan Raja Deli tersebut, Raja Urung Sunggal bertugas selaku Ulon Janji, yaitu mengucapkan taat setia dari Orang-Orang Besar dan rakyat kepada raja. Kemudian, terbentuk pula Lembaga Datuk Berempat, dan Raja Urung Sunggal merupakan salah seorang anggota Lembaga Datuk Berempat tersebut.

Sejarah masyarakat Melayu Pantai Cermin sudah termasuk dalam sejarah masyarakat serdang, dikarenakan dahulu kala wilayah Serdang belum terbagi-bagi wilayahnya seperti saat ini, karena pemeritahan zaman


(29)

dulu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Sulltan Deli, dan sekarang dipimpin oleh sebuah pemerintahan. dalam perkembangannya, pada tahun 1723 M terjadi kemelut ketika Tuanku Panglima Paderap, Raja Deli ke-3 mangkat. Kemelut ini terjadi karena putera tertua Raja yang seharusnya menggantikannya memiliki cacat di matanya, sehingga tidak bisa menjadi raja. Putera nomor 2, Tuanku Pasutan yang sangat berambisi menjadi raja kemudian mengambil alih tahta dan mengusir adiknya, Tuanku Umar bersama ibundanya Permaisuri Tuanku Puan Sampali ke wilayah Serdang.

Menurut adat Melayu, sebenarnya Tuanku Umar yang seharusnya menggantikan ayahnya menjadi Raja Deli, karena ia putera garaha (permaisuri), sementara Tuanku Pasutan hanya dari Selir. Tetapi, karena masih di bawah umur, Tuanku Umar akhirnya tersingkir dari Deli. Untuk menghindari agar tidak terjadi perang saudara, maka 2 Orang Besar Deli, yaitu Raja Urung Sunggal dan Raja Urung Senembal, bersama seorang Raja Urung Batak Timur di wilayah Serdang bagian hulu (Tanjong Merawa), dan seorang pembesar dari Aceh (Kejeruan Lumu), lalu merajakan Tuanku Umar sebagai Raja Serdang pertama tahun 1723 M. Sejak saat itu, berdiri Kerajaan Serdang sebagai pecahan dari Kerajaan Deli.


(30)

A. Silsilah

Urutan raja yang berkuasa di Serdang adalah sebagai berikut:

1. Tuanku Umar (1723-?).

2. Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817)

3. Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah (memerintah 1817-1850) M) 4. Sultan Basyaruddin Shaiful Alamshah (1850-1880)

5. Sultan Sulaiman Syariful Alamshah (1880-1946).

B. Periode Pemerintahan

Kerajaan Serdang berdiri lebih dari dua abad, dari 1723 hingga 1946 M. Selama periode itu, telah berkuasa 5 orang Sultan. Sultan Serdang I adalah Tuanku Umar, kemudian ia digantikan oleh Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817). Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah beristerikan Tuangku Sri Alam, puteri Raja Perbaungan. Di masa Sultan Ainan Johan ini, terjadi penyatuan Kerajaan Serdang dan Perbaungan. Ceritanya, sewaktu Raja Perbaungan meninggal dunia, tidak ada orang yang berhak menggantikannya, sebab ia tidak memiliki anak laki-laki. Oleh karena anak perempuan Raja Perbaungan menikah dengan Sultan Serdang, maka akhirnya, Kerajaan Perbaungan digabung dengan Serdang. Jadi, penggabungan ini berlangsung semata-mata karena adanya hubungan


(31)

Putera Ainan Johan Almashah yang tertua, Tuangku Zainal Abidin, diangkat menjadi Tengku Besar. Suatu ketika ia pergi berperang membantu mertuanya yang sedang terlibat perang saudara merebut tahta Langkat. Dalam peperangan membela mertuanya tersebut, ia terbunuh di Pungai (Langkat) dan digelar Marhom Mangkat di Pungai (1815 M). Untuk menggantikan putera mahkota (di Serdang disebut Tengku Besar) yang tewas, maka, adik putera mahkota, yaitu Tuanku Thaf Sinar Basyarshah kemudian diangkat sebagai penggantinya, dengan gelar yang sama: Tengku Besar.

Ketika Sultan Johan Alamshah mangkat tahun 1817 M, adik Tuangku Zainal Abidin, yaitu Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah (memerintah 1817-1850 M) diangkat oleh Dewan Orang Besar menjadi raja menggantikan ayahnya. Ketika itu, sebenarnya Tuanku Zainal Abidin, Tengku Besar yang sudah tewas, memiliki putera, namun puteranya ini tidak berhak menjadi raja, sebab, ketika ayahnya meninggal dunia, statusnya masih sebagai Tengku Besar, bukan Raja. Jadi, menurut adat Melayu Serdang, keturunan putera tertua tidak otomatis menjadi raja, karena sebab-sebab tertentu.

Demikianlah, pemerintahan baru berganti dan keadaan terus berubah. Pada tahun 1865 M, Serdang ditaklukkan oleh Belanda. Selanjutnya, pada tahun 1907 M, Serdang menandatangani perjanjian


(32)

dengan Belanda yang melarang Serdang berhubungan dengan negeri luar. Setelah bertahun-tahun dalam pengaruh Belanda, akhirnya, pada tahun 1946 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah, Serdang bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Wilayah Kekuasaan

Wilayah kekuasaan kerajaan Serdang meliputi Batang Kuis, Padang, Bedagai, Percut, Senembah, Araskabu dan Ramunia. Kemudian wilayah Perbaungan juga masuk dalam Kerajaan Serdang karena adanya ikatan perkawinan.

D. Struktur Pemerintahan

Struktur tertinggi di Kerajaan Serdang dipimpin oleh seorang Raja. Pada masa itu, peranan seorang raja adalah:

1. Sebagai Kepala Pemerintahan Kerajaan Serdang. 2. Sebagai Kepala Agama Islam (Khalifatullah fi’l ardh) 3. Sebagai Kepala Adat Melayu.


(33)

2.2 Hubungan Upacara jamuan Laut Dengan sistem Budaya Masyarakat Malayu Pantai Cermin.

Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin hidup dengan sederhana dengan bermata pencaharian nelayan di laut dan ada juga yang berladang, akan tetapi kebanyakan yang mencari penghasilan di laut, maka dari Upacara ritual Jamuan Laut sangat besar artinya dalam kehidupan masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin..

Di dalam budaya masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin apabila terjadi sesuatu yang sangat mengganjal atau semacam penyakit yang menyerang satu kampung maka dengan begitu masyarakat akan mengadakan tolak bala, ini berupa upacara untuk mengusir segala jenis penyakit yang ada pada masyarakat tersebut, dan hubungan antara upacara jamuan laut.

masyarakat Melayu Pantai Cermin mata pencaharian mereka adalah di laut , dan terkadang penghasilan yang di cari di laut terasa lambat laun mangkin berkurang, dan juga di rasa laut sudah tidak bisa menghasilkan lagi maka masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mengadakan upacara jamuan laut agar kekayaan dilaut mangkin berlimpah, dan masyarakat bisa mencari penghasilan di laut.

Salah satu kebudayaan masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin adalah upacara Jamuan Laut karena mereka mempercayai bahwa


(34)

penunggu laut itu ada dan agar penunggu laut itu tidak akan marah pada mereka maka masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin membuat sebuah ritual Jamuan Laut agar penunggu laut ( jimbalang laut) tidak marah pada mereka dan juga penghasilan dari laut bertambah banyak.


(35)

BAB III

ASPEK-ASPEK TENTANG PAWANG

3.1 Sistem Sosial Pada Masyarakat Melayu Pantai Cermin

Ritual upacara Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mempunyai hubungan yang sangat erat dalam kehidupan sosial masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, Dalam tradisi lisan, penyampaian pembicaraan dengan mengunakan bahasa daerah setempat. Upacara ritual Jamuan Laut memiliki makna dan arti tersendiri dalam masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, Sistem sosial masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin biasanya dapat dilihat pada sebuah acara perkawinan dan acara-acara lainnya yang berhubungan dengan daerah mereka.

Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin hingga kini masih memiliki tenggang rasa yang sangat tinggi, nilai-nilai kesopanan, nilai adat istiadat serta tutur kata lemah dan lembut didalam bermasyarakat Melayu, serta terbuka pada masyarakat lainya yang dari luar, dan di masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin itu sendiri, sikap perduli satu sama lainnya sangat kuat.

Gotong royong adalah kegiatan rutin yang dilakukan setiap tiga minggu sekali pada masyarakat melayu pantai cermin, masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin itu sendiri sangat senang dalam melakukan


(36)

kegiatan membersihkan kampung mereka, karena mereka cinta dengan kebersihan pada lingkungan mereka.

Dalam masyarakat Melayu Pantai Serdang di Cermin pernah berlaku sistem kerajaan dan sejak kemerdekaan Indonesia belaku sistem sosial sebagaimana yang dituturkan dalam ideologi dan UUD 1945 yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. Pada zaman kerajaan, pimpinan masyarakatnya di bawah kekuasaan Kesultanan Serdang, sedangkan sekarang berada didalam pemerintahan Indonesia, masyarakatnya di bawah pimpinan Camat dan Bupati.

Sistem sosial pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin berdasarkan perundang-undangan formal, seperti apa yang telah tercantum dalam pancasila dan undang-undang dasar 1945 serta ada juga pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin tentang hukum-hukum yang ada dalam agama serta adat-istiadat yang dijujung tinggi oleh masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

Luckman Sinar (1986) Sistem sosial yang sesuai dengan perundang-undangan digunakan pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin setelah Indonesia menjadi sebuah Negara yang merdeka dari penjajahan pada tanggal 17 Agustus 1945, 67 Tahun yang lalu.

Pada masa kerajaan kepala Pemerintah dipimpin oleh: 1. Sultan


(37)

3. rakyat

Para pembesar yang memerintah harus bertanggung jawab terhadap hokum-hukum tuhan, tentang agama dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu untuk memperkuat moral atau rohani manusia ditetapkan unsur-unsur, yaitu:

1. Agama

2. Adat-istiadat dan Budaya

3. Rasa kekeluargaaan / kebersamaan 4. Rasa Kebangsaan

Negara Indonesia adalah sebagai Negara demokrasi, yang bertujuan untuk mensejahterakan dan juga memberi keadilan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Dapat dilihat dalam tatanan hukum yang diatur didalamnya, dan berdasarkan falsafah bangsa Indonesia yaitu pancasila dan undang-undang dasar 1945. oleh karena itu maka di Republik Indonesia ada tatanannya :

1. MPR Sebagai kekuasaan tertinggi Negara

2. Presiden sebagai pelaksana atau Wakil Pemerintah 3. DPR sebagai Dewan Rakyat

4. Presiden untuk menyelengarakan kekuasaan dibantu oleh Menteri-Menteri


(38)

6. Bupati pelaksana tingkat Kabupaten

7. Bupati juga memilih Camat sebagai pelaksana di kecamatan, selanjutnya camat memililih Lurah sebagai pelaksana dikelurahan, kepala desa sebagai pelaksana di desa, juga kepala RT atau kepala RW yang melaksanakan tugasnya di RT dan RW dan lain sebagainya.

3.2 Syarat-Syarat Dalam Melaksanakan Upacara Ritual Jamuan Laut

Didalam melaksanakan upacara Jamuan Laut ada syarat-syarat tertentu yang akan dipertimbangkan untuk melaksanakan upacara Jamuan Laut pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut: 1. Laut sudah tidak memberikan hasil lagi. 2. Ada yang dikurbankan yaitu seekor lembu.

3. Pawang wajib mengunakan pakaian putih dan celana warna putih serta peci.

4. Masyarakat memiliki kesiapan dalam melakukan upacara tersebut. 5. Loksasi upacara jamuan lautnya diadakan di tepi pantai atau muara. 6. Tanggal yang ditentukan harus menaik.


(39)

BAB IV

PERANAN PAWANG

4.1 Pawang Jamuan Laut

Tahap pelaksanaan ritual merupakan tahapan–tahapan yang dilaksanakan pada upacara Jamuan Laut masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, pelaksanaan Jamuan Laut ini dilakukan oleh pawang dan di bantu oleh masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan upacara ritual pada lokasi tersebut.

Seseorang menjadi pawang Jamuan Laut merupakan profesi turun temurun yang kabarnya tidak bisa terelakkan, jika tidak ingin kena fuaka. Pawang biasanya sudah berusia lanjut, mengetahui silsilah kampung makhluk dan prosesi jamuan laut serta wajib memahami siroh Nabi dan aksara arab gundul. Pawang sangat disegani dilingkungan masyarakat nelayan Melayu Sumatera Timur karena selain mampu mendongkrak hasil tangkapan ikan, ia juga diyakini dan terbukti bisa memerintahkan makhluk gaib yang ada di laut untuk menyembunyikan ikan-ikan yg ada di laut.

Syaifuddin (2002) Perobatan tradisi Melayu melibatkan pakar-pakar perawat tradisional seperti tabib, pawang, bomoh dan dukun. Mereka mempunyai tugas yang hampir sama tetapi agak berbeda dari segi pengalaman serta ilmu yang dituntut. Bomoh diartikan sebagai orang yang mencari penyakit serta menawar penyakit tanpa diminta. Definisi bagi


(40)

pawang pula ialah orang yang mempunyai kebolehan istimewa untuk melakukan sesuatu (biasanya menggunakan kuasa ghaib) dan pandai mengobati orang sakit dengan menggunakan jampi mantera. Dukun ialah orang yang mengobati orang sakit atau memberi obat cara kampung. Tabib ialah orang yang mahir dalam hal-hal dan cara-cara mengobati penyakit serta berpengetahuan tentang obat-obatan. Dengan ringkasnya dapat disimpulkan bahwa kesemua mereka ini mempunyai tugas induk yang satu, yaitu merawat dan mengobati penyakit dengan cara masing-masing.

Pawang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah orang yang mempunyai keahlian istimewa yang bertalian dengan : ilmu gaib, seperti mualim perahu, pemburu buaya, pejinak ular. Pawang bagi masyarakat Pantai Cermin adalah seorang yang mampu menggunakan kekuatan magis untuk memindahkan hujan, memindahkan makhluk halus atau jin dari kawasan hutan sewaktu penebasan hutan dan mampu mengusir jin jahat dari laut yang dijadikan sebagai kawasan penangkapan ikan. Kemudian, dalam masyakarat Melayu Serdang di Pantai Cermin, tukang cerita orang pintar atau tuan guru mempunyai arti yang sama dengan dukun, di dalam upacara Jamuan Laut.

Sebagaimana dijelaskan bahwa istilah pawang, tuan guru atau orang pintar lebih dikenal dengan panggilan dukun, masyarakat Melayu Pantai


(41)

mengusir atau membujuk jin dan roh jahat saja. Sebagian besar masyarakat, seseorang dapat menyembuhkan orang yang patah tulang juga dukun, yaitu dukun patah. Apabila seseorang bekerja sebagai tukang urut dipanggil dukun urut. Selanjutnya orang perempuan yang bekerja membantu perempuan bersalin dipanggil dukun beranak.

Fenomena di masyakarat Melayu Serdang di Pantai Cermin ialah masih ada masyarakatnya lebih percaya kepada dukun beranak daripada dengan bidan. Mereka mempercayai bahwa dukun beranak mempunyai kemahiran ganda, yaitu membantu perempuan bersalin dan juga mengatasi magis atau ilmu ghaib. Menurut kepercayaan bahwa perempuan yang akan dan sesudah melahirkan anak selalu mendapat gangguan makhluk halus.

Perempuan yang bersalin dan keluarga amat bergantung semangat kepada dukun beranak. Dalam beranak menggunakan simbol yang bersifat ritual kepada bayi dan ibundanya. Dukun beranak lazimnya membuhul/memotong tali pusat bayi lelaki dengan bilangan tujuh dan bayi perempuan dengan bilangan enam. Bilangan angka tujuh bagi orang Melayu merupakan bilangan bertuah. Perlakukan dukun beranak ini, membawa makna bahwa untuk pembedaan jantan/jenis kelamin manusia dilakukan ritual karena dianggap sesuatu yang bersigat magis.

Kepercayaan komunistas nelayan kepada kekuatan magis yang dipunyai dukun ternyata sama dengan kepercayaan mereka kepada pawang Jamuan Laut, yaitu seorang yang mempunyai kekuatan magis menguasai jin


(42)

dan roh jahat yang tinggal di laut. Orang yang dipanggil pawang laut ini berperan penting dalam kehidupan nelayan. Pawang laut di sini menjadi tumpuan pada nelayan bahwa laut adalah kawasan yang dihuni oleh para makhluk halus.

Dipercaya bahwa makhluk halus itu akan marah dan mengganggu pada nelayan jika nelayan melanggar pantang larang dari penguasa laut tersebut. Komunitas nelayan masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin seperti air laut yang naik sampai kedalam-dalam rumah warga, warga yang hilang di laut saat sedang mencari ikan dan masyarakat masih percaya bahwa gangguan jimbalang laut (mahluk halus laut).

Beberapa masalah atau kejadian nyata yang dialami oleh nelayan masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin dianggap sebagai gangguan atau kemarahan dari makhluk halus di laut.

Seseorang menjadi pawang dalam adat-istiadat merupakan warisan dari anggota keluarganya. Pada umumnya pawang adalah seroang yang berusia lanjut, mengetahui silsilah kampung dan tempat upacara Jamuan Laut dilaksanakan, kemudian mengetahui dengan jelas para Nabi dan Rasul Allah. Pawang juga dianggap masyarakat asli mendapat ridho Allah untuk melindungi nelayan ketika menangkap ikan laut dan menjaga daerah dari serangan wabah penyakit serta secara moral bertanggung jawab terhadap kelangsungan adat-itiadat masyarakat.


(43)

Dalam kehidupan sehari–hari kedudukan sederajat dengan masyarakat awam, baik sebagai nelayan ataupun pengawas, pawang tidak mendapatkan keistimewaan, sama rata dengan idividu anggota masyarakat lainnya, maka dalam kehidupan keseharian masyarakat, atas prikehidupan pawang itu diwujudkan Pepatah sebagai berikut ”Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”.

Menurut pawang Amat Dukun : Sistem pembagian kerja didalam kapal motor didasarkan pada keanggotaan/pesertanya. Di dalam kapal motor berkapasitas 17 sehingga 27 orang, setu diantaranya adalah pawang. Riciannya adalah seperti berikut : satu orang jurangan, berfungsi sebagai pertanggungjawab atau pemimin kapal; dua orang masinis, bekerja sebagai mekanik; empat orang tukang lampung; dua orang tukang masak; satu orag “anak iti; satu orang tukang transport, satu orang pawang, bekerja sebagai pemberi atau penuntut keselamatan ke laut ke dalam tong. Kemudian berkaitan dengan pengagihan pendapatan ibadah seperti berikut : pada pekerja setiap orang mendapat upah satu bagi dan setiap pekerja dalam kapal. Jurangan kelebihan dua bagi, masinis mendapat kelebihan satu bagi juga wakil masinis, tukang batu, tukang haluan, tukang masak, pawang dan tukang lampung juga satu bagi.

Lain halnya dengan hal yang berkaitan dengan keselamatan kampung dari pencemaran kemaksiatan, seperti perjudian, narkoba dan pelacuran, pawang harus menjadi tauladan dan berkuasa penuh atas pengharaman/pemberantasan perbuatan–perbuatan itu.


(44)

Pawang Jamuan Laut Amat Dukun menyatakan,

Saya tidak segan dan harus bertindak keras apabila masyarakat berbuat maksiat di daerah saya, saya akan menjatuhkan hukuman diarak oleh masyarakat (dikelilingi seluruh kampung) kepadanya. Pernah suatu ketika sekelompok pemuda membawa minuman keras dari kota dan ia bermain judi di daerah ini, masyarakat melaporkannya kepada saya, lalu saya datang untuk memberitahu bahwa perlakuan itu dilarang didaerah ini, ia melawan dan menentang saya, saya tidak perduli, saya mengelilingi dia keseluruh penjuru kampung (diarak) dan apabila saya tidak melarangnya anggota masyarakat lain akan rutur (semua) mengeroyok ramai–ramai.

4.2 Deskripsi Upacara Jamuan Laut

4.2.1 Persiapan Upacara Ritual Jamuan Laut

Ide pelaksanaan upacara Jamuan Laut baik dari anggota maupun individu pawang dan yang berasal dari komunitas nelayan, karena merasakan cobaan yang berat saat di tengah laut dan merasakan keterpurukan hidup berkaitan dengan tangkapan ikan berkurang serta mewujudkan isyarat terhadap para pawang laut. Hal ini selalu terungkap baik ketika ngobrol di warung kopi setelah melaut maupun dalam


(45)

Kemudian isu ini direspon oleh anggota masyarakat, disampaikan kepada pegawai pemerintah, yiatu Lurah atau Kepala Desa atau Camat, dan para pemuka masyarakat. Selanjutnya para Ustad, pawang, pemuka masyarakat dan ketua kampung melaksanakan musyawarah di Balai Desa.

Pada musyawarah ditetapkan waktu, tempat maupun penyelenggaraan upacara. Seterusnya sumber pembiataan upacara diperoleh dari nelayan, penjaga pemerintah daerah dan sumbangsih masyarakat serta sumber lainnya, tetapi komunitas nelayan lebih besar dibandingkan dengan komunitas lain. Selain itu, para pawang akan memberikan maklumat perihal pantang larang yang diberlakukan. Rajab suasana laut air mati dan pengumuman kepada anggota masyarakat. Semua tahap – tahap ini adalah sebagai tahap persiapan.

4.2.2 Penentuan Waktu dan Tanggal Upacara Ritual Jamuan Laut

Istiadat ritual kerap disebut sebagai upacara tradisi diselenggarakan anggota masyarakat secara berterusan dari waktu ke waktu dan relatif tetap baik tempat maupun waktunya dan terjadwal pelaksanaanya dalam aktivitas masyarakat. Upacara itu merupakan kegiatan sosial budaya, maka melibatkan anggota masyarakat karena untuk memperoleh tujuan keselamatan bersama.


(46)

Tempat upacara dikhususkan dan dianggap tempat keramat, seperti suatu kawasan yang dianggap pusat kampung, sedangkan waktu upacara selalu dirasakan sebagai waktu–waktu yang gawat, berbahaya dan penuh dengan bahaya yang dianggap ghaib. Selalunya, waktu–waktu itu berulang tetap dan sesuai dengan irama gerak alam semesta.

Tempat pelaksanaan upacara Jamuan Laut masyarkat Melayu Serdang di Pantai Cermin dapat dikategorikan kepada beberapa bagian, pertama ; kawasan tempat persiapan penyelenggaraan, yaitu ruang Balai Desa/kampung untuk bermusyawarah Kedua; tempat yang diperuntukan kepada seluruh peserta laut, sedangkan bagian ketiga; kawasan yang diperuntukan dan dikuasai oleh para pawang guna keperluan penyampaian persembahan di Pantai Cermin.

Tempat Pantai Cermin dipercayai oleh masyarakatnya tempat asal mula nelayan melajukan jala penangkapan ikan ditempat ini dibangun balai upacara tempat pawang mengibarkan bendera yang dipercayai memanggil makhluk halus penunggu laut dan kawasan ini ditabur bunga–bunga oleh pawang. Kemudian, kawasaan tempat upacara di hamparan laut, kawasan ini digunakan oleh para pawang untuk meletakkan perlengkapan persembahan kepada Makhluk halus dan para penguasa laut.

Tapak Jamuan Laut itu telah ditentukan oleh masyarakat ketua adat, pemuka masyarakat, pihak pegawai pemerintah daerah dan para gawang.


(47)

empat arah kekuasaan penguasa laut, yaitu bermula dari Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Kemudian, tapak upacara Jamuan Laut itu cukup bagi masyarakat ramai, berhamparan luas dan dipercaya bersih dari kemaksiatan, dipastikan terhindar atau tidak menggangu pepohon di persekitaran baik yang di laut pepohon yang di daratan, terkecuali pemotongan pepohon yang batangnya akan dipergunakan sebagai balai dalam upacara, yaitu batang pohon bakau.

Selanjutnya, kawasan Pantai Cermin itu berlatar sejarah bagi masyarakat daerah, yaitu dipercayai sebagai tempat awal kedatangan masyarakat di tempat itu, selain itu mudah didatangi oleh masyarakat di lingkungannya

Pertama kali Jamuan Laut dilakukan pada tanggal 12 Februari1968 dan terakhir dilakukan pada tanggal 27 Mei 2004 masih dilaksanakan di pantai cermin. Tempat ini mudah dikenal dan dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai tempat yang baik.

Jamuan Laut di dalam masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin idealnya dilaksanakan empat tahun sekali, tetapi tidak semestinya, melainkan disesuaikan dengan datangnya isyarat yang berwujud mimpi terhadap pawang, selanjutnya pawang bermimpi berjumpa dengan Datuk Hitam (penunggu laut) dan mengikuti kepentingan keadaan masyarakat, yaitu perolehan ikan dirasakan mulai berkurang. Hari pelaksanaan tidak sembarang waktu, ia dilaksanakan pada 1,15 dan 30 hari Bulan Hijrah yang


(48)

pastinya tidak boleh tanggal menurun. Waktu yang diperlukan dalam upacara sebaiknya tiga hari, tujuh hari ataupun sembilan hari dari kesepakatan pawang, pegawai pemerintah setempat, pemuka masyarakat dan para ustad serta anggota masyarakat dan di dalam ini yang berhak penuh memutuskan adalah Pawang.

4.2.4 Khalayak Jamuan Laut

Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral kebiasaan dan lain kecakapan serta kebiaasan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Upacara ritual adalah sebagai Aktifitas dari adat masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

Pada umumnya semua masyarakat yang berdomisili di Pantai Cermin setiap upacara Jamuan Laut dilaksanakan harus hadir sebagai peserta, baik penjaga masyarakat umum maupun juragan (bos), bahkan tamu yang sedang di daerah pun diundang datang, oleh karena itu para pawang, pemuka masyarakat, di daerah mengumumkan setiap penyelenggaraan upacara Jamuan Laut agar masyarakat berkunjung dalam upacara itu.

Secara rinciannya peranan masing–masing khalayak majelis upacara Jamuan Laut itu adalah sepertu berikut ; i) Pemuka masyarakat baik ketua


(49)

pegawai pemerintah daerah sebagai sekretaris yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Jamuan Laut, ii) Para pawang penyelenggara melepaskan perlengkapan persembahan, sedangkan para ustad bertanggung jawab atas kelangsungan Jamuan Laut iii) Penjaga ikan maupun nelayan mengusahakan perlengkapan yang diperlukan di dalam upacara. Keseluruhan peserta takluk atas pantang–larangan yang ditetapkan.

4.2.5 Perlengkapan Upacara Jamuan Laut

Pada umumnya perlengkapan upacara telah diketahui dan dipahami oleh seluruh warga masyarakat daerah karena sangat berkatian dengan alam persekitaran di masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin. Keseluruhan benda yang diisyaratkan itu, sewaktu di dalam upacara mempunyai kekuatan, kedudukan kekuatan mendukung tujuan dari masing–masing upacara dan bukan pula dijadikan sebagai benda keramat maknanya untuk kekhusukan sewaktu upacara.

Perlengkapan yang dipersembahkan di dalam upacara Jamuan Laut, kebanyakan masyarakat menyebutkan ramuan Jamuan Laut. Benda yang dipersembahkan mengandungi makna tertentu dan sesuai dengan keadaan masyarakat daerah Melayu Serdang Di Pantai Cermin baik adat istiadat maupun kepentingan dari bidang sosial budaya. Adapun benda tersebut yaitu :


(50)

II) Beras kuning satu piring III) Beras hitam satu piring IV) Batih yang tidak ditampi V) Bartih yang dibersihkan VI) Bunga rampai satu talam

VII) Limau purut, limau pagar, beserta tepung tawar.

4.2.6 Acara Jamuan Laut

Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin, terutama para nelayan mempercayai seluruh lautan dikuasai oleh kuasa makhluk halus, yaitu Jin dan Roh jahat di laut disebut mambang laut. Menurut kepercayaan Melayu Pantai Cermin.

Mambang laut terbagi kepada delapan penguasaan dan tinggal di delapan penjuru mata angin, yaitu mata angin Mayang Mengurai, Laksanan, Mambang Tali Arus, Membang Jeruju, Katimah, Panglima Merah, Datuk Panglima Hitam, Babu Rahman di mata angin Babu Rahim. Dari delapan jin laut tersebut empat darinya merupakan penguasa atau pengetaahuan para jin dan kepada merekalah Jamuan Laut ditujuan. Keempat jin laut ialah Datuk Panglima Hitam Penguasa Utara yang menjadi pemimpin agung dan masyhur dengan nama Datuk Hitam.

Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mayoritas meggantungkan hidup mereka kepada banyak perolehan ikan. Untuk itu


(51)

masyarakat perlu melakukan Jamuan Laut dengan harapan para penguasa laut atau jin tidak marah kepada mereka dan mereka dapat memperoleh ikan yang berlimpah atas ridho Allah.

Upacara Jamuan Laut terkemas atas beberapa tahapan aktifitas, selain dari tahapan persiapan, yiatu i ) pemancangan panji dan pembuat balai; ii) penyembelihan hewan dan mengantar sesajen; iv) berjanji dan doa; v) pengumuman pantangan; vi) makan bersama. Aktivitas upacara diselingi dengan kerja sama (gotong royong) membersihkan lingkungan/prsekitaran daerah menjelang pelaksanaan upacara. Selanjutnya kata–kata sambutan dari ketua adat dan ketua kampung.

Setelah melakukan persiapan maka setelah itu dilakukan persiapan sebagai berikut, dalam menentukan ide pelaksanaan upacara Jamuan Laut baik dari anggota maupun individu pawang dan yang berasal dari komunitas nelayan, karena merasakan cobaan yang berat saat di tengah laut dan merasakan keterpurukan hidup berkaitan dengan tangkapan ikan berkurang serta mewujudkan isyarat terhadap para gawang laut.

Sekarang adalah pelaksanaan upacara ritual jamuan laut, dalam melaksanakan upacara Jamuan Laut. Beberapa dari anggota masyarakat membentuk balai–balai, yaitu sebuah bangunan sederhana yang didirikan pada tempat upacara. Balai -balai itu didirikan dengan sejumlah batang pohon, tanpa dinding, beratap anyaman daun kelapa. Letaknya memanjang dan sejajar dengan sisi pantai. Balai-balai digunakan untuk meletakkan


(52)

perlengkapan yang dipersembahkan dan dipercayai masyarakat agar proses upacara diterima makhluk halus. Selanjutnya disediakan seekor lembu guna disembelih sebagai kurban. Kepala, tulang, dan kulit lembu itu dibungkus kembali dan dibentuk seperti lembu dan diikatkan pada sebuah batang pohon pinang guna dipersembahkan kepada penguasa laut, sedangkan dagingnya untuk makan bersama–sama. lembu sebelum dipotong dimandikan air bunga oleh pawang.

Kemudian, seluruh anggota masyarakat menyediakan beras adanya untuk makan bersama–sama dan sebagian untuk upacara. Selanjutnya disediakan sebatang bambu berukuran enam meter guna memancang panji-panji yang dilengkapi dengan kain berwarna putih berukuran dua meter telah ditulis duakali maasyahadat menggunakan aksara arab–jawi. Pakaian para pawang berwarna putih, dan penutup kepala memakai peci. Sedangkan kaum lelaki daerah mendirikan balai–balai dan kaum wanita memasak guna dimakan pada juadah makan bersama–sama. Selanjutnya anggota/peserta upacara menyediakan perlengkapan upacara lainnya

Pertama, adalah dilakukan pemancangan panji–panji, yaitu tujuh hari sebelum pelaksanaan upacara bermula, perhitungan hari yang dianggap tepat adalah para tanggal 13,15 atau 17 dalam perhitungan tahun Masehi. Pemancangan panji–panji dilakukan oleh para pawang saat matahari mulai terbit, atas pemancangan ini tanda bermulanya situasi sakral di tempat


(53)

Lokasi penyelenggaraan upacara selalu berada di tepi pantai. Bendera yang diikat pada potongan batang bambu dipacakan di dua tempat penyelenggaraan upacara dan satu lagi dipacakkan kurang lebih sembilan puluh meter dari tempat upacara itu berdekatan muara. Sewaktu para pawang memancangkan panji – panji itu membaca mantera dan memercikkan air ramuan ke atas kain bendera dan tanah di tempat bambu dipancangkan. Adapun mantera itu sebagai berikut :

Assalammualaikum alikum musallam Ya rizal yu khoib

Ya auliallah taala Kadosasi arisuna biusatin Wanzuru nubbanattin warhamna

Birahmatin yaarnukba ya zukba Ya abdul ya akhyar ya kutub

Ya ibra

Asalamuladi nawaiji Ya khaus

Warmauna warfakuin bikumatin Nabi umi

Waalaalihi washabihi wasallam Assalamualikum


(54)

Masyarakat mempercayai bahwa pemancangan ini merupakan tanda -tanda pemberitahuan kepada makhluk-makluk halus penguasa laut berkenaan akan diselenggarankannya upacara Jamuan Laut. Pancang – pancang itu sekaligus sebagai peringatan bagi anggota masyarakat guna memelihara kebersihan persekitaran tempat upacara itu.

Kedua; sesudah pemancangan panji – panji seekor lembu yang akan disembelih terlebih dahulu ditambat tempat upacara dimulai. Pada pagi hari setelah sholat subuh, tempat penyembelihan di atas sebuah lobang kecil yang digali di tanah untuk menampung darahnya.

Masyarakat mengaggapnya kesepadauan darah dengan tanah berarti simbolik dari keeratan hubungan makhluk hidup terutama hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Dalam memotong lembu tersebut pawang Amat Dukun membaca mantera sebagai berikut:

Assalammualaikum alikum musallam Ya rizal yui khoib

Ya auliallah taala Kadosasi arisuna biusatin Wanzuru nubbanattin warhamna

Birahmatin yaarnukba ya zukba Ya abdul ya akhyar ya kutub


(55)

Ya khaus Ya khaus Ya khaus

Warmauna warfakoin bikumatin Nabi umi

Waalaalihi washabihi wasallam Assalamualikum

Kemudian lembu disembelih dipotong–potong dan dipisah–pisah menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala, tulang dan kulit disatukan, dikemas dan dalamnya diisi kembali tapi mengunakan batu-batu kecil membetuk seperti lembu dan diikatkan pada sebuah batang pohon pinang dan dipacakan ditengah laut untuk dipersembahkan di dalam persembahan pada siang hari kepada penguasa laut. .

Kemudian, kajian ini juga akan menunjukkan wujudkan beberapa gerak, syarat dan pantang larang dalam pelaksanaan upacara majelis persembahan masing–masing gerak, isyarat dan pantang larang itu merupakan elemen bagi membina upacara persmebahan dan isyarat itu berhasil dari pada pawang, ahli majelis maupun daripada masa dan tempat pelaksanaan persembahan, sedangkan pantang larang dinyatakan sebagai kesepakatan yang diwarisi dari pada sebelumnya. Selanjutnya bagian dagingnya dicincang halus untuk dimasak sebagai jedah dalam jamuan makan bersama – sama. Hal ini dilakukan oleh kaum lelaki, sedangkan


(56)

rempah–rempah masakan disediakan oleh puan-puan/ibu–ibu. Penyembelihan selesai bersamaan saat matahari, terbit dan anggota masyarakat pun datang ke tempat upacara guna mengambil peran aktif dalam jamuan itu.

Ketiga; saat mengantar jamuan upacara pada matahari mulai naik, yaitu pagi hari pukul 9.00 wib. Waktu upacara, pawang Amat Dukun dan para ustad serta pemuka masyarakat memimpin jalannya persembahan di tengah laut disertai juga oleh beberapa anggota masyarakat. Diawali dengan aktifitas pawang Amat Dukun, yaitu mengelilingi balai–balai menabur bunga–bunga, dan berdiri sejenak mengarah ke kiblat.

Jamuan upacara dilakukan pada jarak dua mil dari pantai, yaitu di suatu tempat yang dipercayai masyarakat sebagai tempat jalannya pusaran angin. Sewaktu jamuan upacara perahu berhenti dan samua anggota/peserta upacara berdiri menghadap kiblat. Selanjutnya bilal atau ustad membaca syalawat kemudiaannya diiringi suara azan dalam situasi hening. Sesudah azan itu pawang Amat Dukun membaca mantera yaitu sebagai berikut :

Assalammualaikum alikum musallam Ya rizal yu khoib

Ya auliallah taala Kadosasi arisuna biusatin Wanzuru nubbanattin warhamna


(57)

Ya abdul ya akhyar ya kutub Ya ibra

Asalamuladi nawaiji Ya khaus

Warmauna warfakuin bikumatin Nabi umi

Waalaalihi washabihi wasallam Assalamualikum

Setelah pawang membaca mantera itu, ustad atau bilal membaca doa yang disertai oleh seluruh peserta upacara. Kemudian peserta upacara meninggalakan tempat upacara dengan pantangan tidak boleh melihat arah ke belakang yaitu di tempat upacara jamuan upacara dilakukan.

4.2.6 Penutupan Upacara Ritual Jamuan Laut

Sewaktu rombongan pengantar jamuan upacara menuju ke tengah di balai – balai berlangsung acara penyambutan disebut dengan Jemputan Ikhlas, yaitu masyarakat dari luar daerah dengan berbagai atraksi dan kesenian, seperti silat, tarian dan nyayian. Kemudian dilanjutkan dengan membaca syair berjanji diakhiri dengan doa. Aktivitas ini berlaku atas usaha kaum lelaki dan perempuan masyarakat daerah, tugas perempuan adalah mengusahakan hindangan makan bersama.


(58)

Pemberitahuan pantang larang terhadap seluruh peserta dilakukan sesudah pembacaan doa serta setelah para pengantar upacara di lokasi, yiatu di pantai tempat upacara. Pantang larang atau pantang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk jangka waktu yang ditetapkan. Pantang larang itu dibacakan oleh pawang didampingi oleh para ustad dan pemuka masyarakat, sedangkan pengawasan dilaukan oleh sejumlah anggota masyarakat yang terdiri atas berbagai kalagan di antara Camat dan Ketua Kampung.

Pantang larang atau pantang itu adalah sebagai berikut :

i. Dilarang menelusuri muara untuk menangkap ikan ke laut selama 3 demi kelancaran ritual upacara ritual ini.

ii. Dilarang menelusuri muara pada hari kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu 17 Agustus dari pukul 06.000 sehingga 18.00 wib

iii. Dilarang berkelahi di laut dan di persekitaran muara

iv. Dilarang membanting – membantingkan ikan disengaja maupun tidak disengaja .

v. Sewaktu penyelenggaraan upacara dan sehari sesudahnya tidak dibolehkan menangkap ikan di laut.

Menurut pernyataan dari anggota masyarakat daerah, jangka masa larangan untuk ke laut yang ditetapkan pada masa belakangan ini jauh lebih


(59)

cepat dibandingkan di masa lalu. Dahulu larangan untuk turun ke alut selama sepekan dan sekarang selama 3 hari.

Sesudah aktivitas kesenian, keagamaan dan upacara ke laut dilanjutkan dengan penyampaian kata-kata nasihat bersifat pengarahan dan bimbingan dari camat sebagai undangan. Di dalam kata–kata nasihat itu dinyatakan bahwa pihak pemerintah mendukung dan mengukuhkan upacara Jamuan Laut sebagai aktivitas masyarakat. Kemudian setelah kata–kata nasihat para panitia mempersilakan seluruh peserta memakan makanan yang telah tersedia.

Seluruh peserta upacara dipastikan mendapat bagian makan bersama karena masyarakat mempercayai bahwa penyelenggaraan Jamuan laut tidak sempurna dan tidak sampai ke tujuan apabila ada salah seorang peserta saja yang belum kebagian makan di dalam makan bersama. Selanjutnya sesudah makan bersama–sama selesai dilaksanakan doa pimpinan oleh ustad agar apa yang ingin di sampaikan dalam melaksanakan upcara jamuan laut tersampaikan keinginan dan doanya, kemudian seluruh peserta upacara bubar kembali ke rumah masing–masing hingga batas waktu yang ditentukan baru bisa kembali melaut.


(60)

4.3 Peranan pawang dalam upacara ritual jamuan laut 4.3.1 Peranan Pawang Dalam Persiapan Upacara

Dalam tahap ini, pawang berperan sebagai pengide atau pencetus apakah upacara ritual Jamuan Laut harus dilakukan atau tidak. Biasanya pawang akan memperhatikan kondisi laut, apakah hasil yang diperoleh nelayan berkurang.

Menurut masyarakat Melayu kondisi disebabkan karena laut ingin dijamu atau diperlukan diadakan upacara Jamuan Laut untuk memberi persembahan kepada penunggu laut (Jimbalang laut) agar mereka tidak marah kepada masyarakat yang bergantung dengan laut, karena masyarakat rata-ratanya bermata pencaharian dilaut atau seorang nelayan.

dalam hal ini pawang sangat berperan aktif dalam melaksanakan upacara Jamun Laut ini, karena seorang pawang harus mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan untuk melakukan ritual tersebut.

4.3.2 Peranan Pawang Dalam Penentuan Tempat dan Waktu

Ketika upacara telah disepakati akan diadakan tibalah saatnya ditentukan tempat dan waktu pelaksanaan. Dalam tahap ini, pawang tidak mengambil keputusan sendiri. Karena dalam tahap ini diutamakan sistem mufakat. Dengan kata lain penentuan tempat dan waktu disepakati dalam musyawarah bersama antara utusan dari warga Pantai Cermin, kepala Desa


(61)

Kuala Lama danCamat. Dalam rapat ini sebagai pimpinannya adalah seorang pawang karena pawang orang yang dituakan dalam hal melaksanakan upacara ritual Jamuan Laut.

4.3.3 Peranan Pawang dalam Perlengkapan

Dalam upacara ritual jamuan laut diperlukan bahan-bahan atau perlengkapan untuk melakasanakan upacara Jamuan Laut yaitu :

• Beras putih satu piring.

• Beras kuning satu piring

• Beras hitam satu piring

• Batih yang tiak ditampi

• Bartih yang dibersihkan

• Bunga rampai satu talam

Limau purut, limau pagar, kemeyan beserta tepung tawar.

untuk perlengkapan dan segala sesuatu yang diperlukan dalam melaksanakan upacara ritual, pawang yang berperan aktif dalam menentukan perlengkapan semua ini, karena hanya pawang yang mengerti tentang perlengkapan tersebut untuk sesaji para penunggu laut ( jimbalang laut ) agar terlaksananya upacara ritual ini dengan lancar dan baik hingga selesai.


(62)

4.3.4 Peranan Pawang Dalam Upacara Ritual Jamuan Laut

Upacara ritual Jamuan Laut adalah suatu kegiatan yang rutin dilakukan apabila laut dirasa sudah berkurang untuk menghasilkan ikan lagi dan di dalam upacara ritual ini dipimpin oleh seorang pawang dan dibantu dengan beberapa pawang lainnya untuk melaksanakan upacara ritual, saat memulai hingga penutupan upacara ritual Jamuan Laut.

Pawang sangat berperan penting dalam menjalankan semua ini karena acara ini di pimpin seorang pawang yang khusus Jamuan Laut, pawang tersebut memimpin acara ritual ini serta penyembelihan hewan kurbannya pawang juga yang melakukan dengan membaca mantera sebagai syarat dalam upacara tersebut.

Mantra di dalam upacara Jamuan Laut ini sebagai pesan penyampai kepada penunggu laut (jimbalang laut) doa agar tuhan dapat memberi kemudahan dan penghasilan yang berlimpah di laut.

Pawang membaca mantera saat melakukan pemancangan bambu untuk bendera dan juga saat memberi persembahan kepada penunggu laut (jimbalang laut) agar para penunggu laut tidak marah dan memberikan penghasilan laut yang berlimpah, pawang juga saat penutup guna memberikan arahan atau nasihat guna didengarkan, serta mengajak untuk makan bersama-sama setelah selesai proses upacara Jamuan laut.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada dasarnya di dalam khasanah kesusatraan Melayu ada istilah yang biasa ada tulisan lisan yang berhubungan dengan pengalaman, aktivitas sosial, keperluan kolektif, dan persejarahaan yang dihasilkan oleh seseorang atau suatu masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

Dalam khasanah kajian budaya Melayu, penelitian , pembahasan, dan pembicaraan ini tentang peranan pawang dalam ritual pada masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin.

Mata pencaharian masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin adalah mencari ikan di laut atau disebut dengan nelayan , untuk memenuhi kehidupan mereka dengan cara mencari ikan, dikarenakan hidup mereka di pesisir dekat dengan pantai, apabila terjadi sesuatu di laut maka mereka akan mengadakan upacara jamuan laut, jika di rasakan laut sudah mati, laut mati disebut karena ikan sudah mulai berkurang dan penghasialan mereka merosot, maka di saat seperti itu mereka memohon agar para jin laut atau penuggu laut tidak marah kepada mereka dan memohon kepada tuhan agar dilimpahkan karunia yang banyak dan ikan di laut bertambah banyak.

Masyarakat Melayu Serdang di Pantai Cermin mempunyai kehidupan sosial yang harmonis, dikarenakan mereka masih perduli satu


(64)

sama lainnya, apabila terjadi sesuatu mereka selalu memusyawarahkan bersama masyarakat lainnya, dan serikat tolong menolongnya sangat kuat, serta memilliki solidaritas yang baik.

Peranan pawang dalam upacara ritual ini sangat penting karena yang menjalankan proses pelaksanaan upacara ritual Jamuan Laut di pimpin seorang pawang, didalam hal ini pawang yang menjalankan acara ini cukup banyak yaitu 7 orang, dan ini dipimpin oleh satu orang pawang yaitu pawang Amat dukun, disini dia yang memulai acara ini. dan keberadaan pawang semuanya tersebut adalah satu kumpulan pawang-pawang yang ada di daerah bersangkutan.

Upacara ritual adalah bagian dari khasanah tradisi masyarakat Melayu. Dalam konteks penelitian ini, ia dikatagorikan sebagai folklor sebagian lisan. Salah satu dalam penelitian, foklor bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi dan peran khalayak aktif dalam ritual Jamuan Laut.

Pawang adalah satu diantara beberapa dari khalayak aktif dalam ritual upacara Jamuan Laut. Penelitian ini dapat mendeskripsikan peran pawang dalam upacara ritual Jamuan Laut. Penelitian ini dapat menunjukan bahwa pawang memberi makna pada setiap aktifitas dan konteks sosial upacara ritual Jamuan Laut. Pawang dianggap sakral dan mempunyai sifat supranatural oleh masyarakat.


(65)

Proses pelaksanaanya semua pawang diwajibkan memakai pakaian warna putih dan memakai peci, waktu Dan tempat dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbenam, tempatnya tidak jauh dari muara atau tepi pantai .

Dalam melakukan upacara ritual tersebut ada yang dikurbankan yaitu seekor lembu, kurban tersebut di sembelih oleh pawang Amat Dukun dan sebelum menyembelih pawang Amat Dukun membaca mantera, agar ritual mereka di kabulin di bantu oleh pawang lainnya, setelah selesai disembelih dagingnya diambil guna makan bersama, tulang, kaki, kepala dan kulitnya dipersembahkan ke laut, setelah prosesi penyembelihan selesai maka sisa-sisa yang hendak di buang ke laut disatukan kembali hingga membentuk lembu kembali, lalu di ikat pada sebuah batang pohon pinang, dan dipacakan di tengah laut untuk dipersembahkan kepada penunggu laut.

Daging dari lembu tersebut dicincang-cincang guna dimasak untuk makan bersama sewaktu upacara jamuan laut selesai.

5.2 Saran

Setelah menarik kaliamat-kalimat yang disimpulkan dari skripsi ini, maka sebaiknyalah saran diikutsertakan agar memenuhi kesempurnaan dari apa yang diharapkan. Dalam penulisan skripsi yang penulis lakukan ini, penulis menyarankan hanya sebagai berikut:


(66)

1. pengkajian terhadap kesusatraan melayu hendaknya terus ditingkatkan sebagai salah satu asset kekayaan budaya Indonesia, sekaligus sebagai lambang kebanggaan nasional. 2. karya sastra merupakan cermin dari suatu masyarakat maka

melalui karya sastra kita dapat mengetahui penggunaannya dan menghayati berbagai tradisi yang telah diwariskan ini, hendaknya pulalah masyarakat mau membaca atau melestarikan karya-karya yang bermutu seperti ini.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Dicky Fernando. 2003. Upacara Ritual dan Makna Jamuan Laut.

Masyarakat Melayu Jaring Halus Kabupaten Langkat Fakultas Sastra

Daerah Untuk Melayu. Universitas Sumatera Utara

Dr.Panuti Sudjiman. 1996. Filologi Melayu,. Pustaka Jaya . Jakarta. H. Guntur Tarigan (1979; 4) Sastra lisan.

Hamid Ismail. 1989. Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam. Jakarta. Pustaka AL-Husna.

Osman Taib, Mohd. 1976. Panduan Pengumpulan Tradisi Lisan Malaysia, Kuala Lumpur: Malindo Perinters Sdn, Bhd.

Pudentia. 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Jakarta : Yayasan Indonesia Dan Asosiasi Tradisi Lisan.

Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Kesusatraan. Di Indonesiakan Oleh Budianta.Yogyakarta. Yogyakarta University Press.

Rien T. Segers. 1978. Evaluasi Teks Sastra. Di Indonesiakan Oleh prof. Dr. Suminto A. sayuti Yogyakarta Adicinta tahun.

Sejarah Melayu. 1993. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Semi, Atar. 1981. Kritik Sastra. Bandung : Angkasa Bandung.


(68)

Teew, A. 1994. Sastra dan Ilmu Sastra, Penghantar Sastra, Jakarta : Pustaka Jaya.

Tengku Lukman Sinar. 1986. Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera

Timur.

T.Luckan Sinar Basyarsyah II,S.H. Dan Wan Syaifuddin.M.A. 2002.


(69)

DAFTAR INFORMAN

Nama : Amat Dukun

Tgl lahir/Tempat : 16 agustus 1941. Kuala Lama Dusun II Pendidikan Terakhir: sekolah Rakyat

Pekerjaaan : Nelayan

Nama : Farida

Tgl lahir/Tempat : 22 maret 1967 Kuala Lama Dusun V Pendidikan Terakhir: Sekolah Tingkat Pertama

Pekerjaaan : Ibu Rumah Tangga

Nama : Tadar

Tgl lahir/Tempat : 01 Juli 1927. Perbaungan Pasar 3 Pendidikan Terakhir: Sekolah Rakyat

Pekerjaaan : Nelayan

Nama : Hanum Astati

Tgl lahir/Tempat : 27 Desember 1983. Kuala Lama Dusun III Pendidikan Terakhir: Smu Budi

Pekerjaaan : Ibu Rumah Tangga

Nama : Abdul Manaf

Tgl lahir/Tempat : 07 September 1962. Perbaungan Pendidikan Terakhir: S.T Pembangunan

Pekerjaaan : Petani

Nama : chaidir

Tgl lahir/Tempat : 45 Tahun. Sei Payung Pendidikan Terakhir: SD


(70)

Nama : Idah Seroja

Tgl lahir/Tempat : 56 Tahun . Dusun IV Pantai Cermin Pendidikan Terakhir: SD


(1)

Proses pelaksanaanya semua pawang diwajibkan memakai pakaian warna putih dan memakai peci, waktu Dan tempat dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbenam, tempatnya tidak jauh dari muara atau tepi pantai .

Dalam melakukan upacara ritual tersebut ada yang dikurbankan yaitu seekor lembu, kurban tersebut di sembelih oleh pawang Amat Dukun dan sebelum menyembelih pawang Amat Dukun membaca mantera, agar ritual mereka di kabulin di bantu oleh pawang lainnya, setelah selesai disembelih dagingnya diambil guna makan bersama, tulang, kaki, kepala dan kulitnya dipersembahkan ke laut, setelah prosesi penyembelihan selesai maka sisa-sisa yang hendak di buang ke laut disatukan kembali hingga membentuk lembu kembali, lalu di ikat pada sebuah batang pohon pinang, dan dipacakan di tengah laut untuk dipersembahkan kepada penunggu laut.

Daging dari lembu tersebut dicincang-cincang guna dimasak untuk makan bersama sewaktu upacara jamuan laut selesai.

5.2 Saran

Setelah menarik kaliamat-kalimat yang disimpulkan dari skripsi ini, maka sebaiknyalah saran diikutsertakan agar memenuhi kesempurnaan dari apa yang diharapkan. Dalam penulisan skripsi yang penulis lakukan ini, penulis


(2)

1. pengkajian terhadap kesusatraan melayu hendaknya terus ditingkatkan sebagai salah satu asset kekayaan budaya Indonesia, sekaligus sebagai lambang kebanggaan nasional. 2. karya sastra merupakan cermin dari suatu masyarakat maka

melalui karya sastra kita dapat mengetahui penggunaannya dan menghayati berbagai tradisi yang telah diwariskan ini, hendaknya pulalah masyarakat mau membaca atau melestarikan karya-karya yang bermutu seperti ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Dicky Fernando. 2003. Upacara Ritual dan Makna Jamuan Laut.

Masyarakat Melayu Jaring Halus Kabupaten Langkat Fakultas Sastra Daerah Untuk Melayu. Universitas Sumatera Utara

Dr.Panuti Sudjiman. 1996. Filologi Melayu,. Pustaka Jaya . Jakarta. H. Guntur Tarigan (1979; 4) Sastra lisan.

Hamid Ismail. 1989. Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam. Jakarta. Pustaka AL-Husna.

Osman Taib, Mohd. 1976. Panduan Pengumpulan Tradisi Lisan Malaysia, Kuala Lumpur: Malindo Perinters Sdn, Bhd.

Pudentia. 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Jakarta : Yayasan Indonesia Dan Asosiasi Tradisi Lisan.

Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Kesusatraan. Di Indonesiakan Oleh Budianta.Yogyakarta. Yogyakarta University Press.

Rien T. Segers. 1978. Evaluasi Teks Sastra. Di Indonesiakan Oleh prof. Dr. Suminto A. sayuti Yogyakarta Adicinta tahun.

Sejarah Melayu. 1993. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Semi, Atar. 1981. Kritik Sastra. Bandung : Angkasa Bandung.


(4)

Teew, A. 1994. Sastra dan Ilmu Sastra, Penghantar Sastra, Jakarta : Pustaka Jaya.

Tengku Lukman Sinar. 1986. Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera

Timur.

T.Luckan Sinar Basyarsyah II,S.H. Dan Wan Syaifuddin.M.A. 2002.


(5)

DAFTAR INFORMAN

Nama : Amat Dukun

Tgl lahir/Tempat : 16 agustus 1941. Kuala Lama Dusun II Pendidikan Terakhir: sekolah Rakyat

Pekerjaaan : Nelayan

Nama : Farida

Tgl lahir/Tempat : 22 maret 1967 Kuala Lama Dusun V Pendidikan Terakhir: Sekolah Tingkat Pertama

Pekerjaaan : Ibu Rumah Tangga

Nama : Tadar

Tgl lahir/Tempat : 01 Juli 1927. Perbaungan Pasar 3 Pendidikan Terakhir: Sekolah Rakyat

Pekerjaaan : Nelayan

Nama : Hanum Astati

Tgl lahir/Tempat : 27 Desember 1983. Kuala Lama Dusun III Pendidikan Terakhir: Smu Budi

Pekerjaaan : Ibu Rumah Tangga

Nama : Abdul Manaf

Tgl lahir/Tempat : 07 September 1962. Perbaungan Pendidikan Terakhir: S.T Pembangunan

Pekerjaaan : Petani

Nama : chaidir

Tgl lahir/Tempat : 45 Tahun. Sei Payung Pendidikan Terakhir: SD


(6)

Nama : Idah Seroja

Tgl lahir/Tempat : 56 Tahun . Dusun IV Pantai Cermin Pendidikan Terakhir: SD