4. Kekuatan Media Massa
Media massa memiliki kekuatan yang membuatnya sangat penting dan strategis dalam pencitraan politik, terutama untuk pencitraan dan opini
publik dalam masyarakat. Oleh karena itu media massa akan selalu menjadi sasaran politikus atau kandidat untuk digunakan sebagai media
pencitraan yang terorganisasi dan terlembagakan. Media massa harus terlebih dahulu manjadi objek pencitraan politik dengan mewarnai
kepribadiannya, sehingga dapat tampil sebagai subjek pencitraan politik yang efektif.
Menurut Defluer dalam Arifin 2014: 141 adanya kekuatan yang dimiliki media massa, maka dapat dipahami jika media massa selalu menarik
banyak minat dan perhatian. Media massa dapat dikuasai oleh kepentingan yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu pengaruh publik dengan jalan
merekayasa opini melalui pencitraan. Kekuatan media massa bisa digambarkan melalui teori jarum suntik. Teori ini berasumsi bahwa
khalayak atau masyarakat berada pada posisi pasif, sedangkan media massa bertindak sebagai penguasa. Khalayak hanya menerima informasi
dan bertindak pasif terhadap gempuran media massa, sehingga tidak memiliki pilihan lain selain menerima saja pesan yang disampaikan oleh
media massa.
Mulyana dalam Nimmo 2006: 162 mengemukakan bahwa “iklan
politik di media massa sifatnya memang satu arah dan layaknya produksi di media massa, iklan politik dibentuk sedemikian rupa
untuk menampilkan pencitraan kandidat dengan narasi dan ilustrasi yang dibuat secara menarik dan seolah-olah dekat dengan masyarakat
yang juga diikutsertakan dalam iklan kampanye politik tersebut serta peduli dengan isu-isu yang dijadikan andalan meskipun pada
kenyataan masih dipertanyakan. Di sisi lain, iklan kampanye politik di media massa mungkin menimbulkan kesan terbiasa familiarity akan
sosok yang diangkat. Karena orang yang paling banyak menerima pesan adalah orang yan
g cenderung untuk mengerti”.
Kekuatan media massa didukung oleh adanya kerjasama antara tiga faktor, yaitu: ubiquity, cumulative of massage, dan consonance of journalist.
Faktor ubiquity atau serba hadir berarti bahwa media massa ada dimana- mana dan sulit dihindari oleh khalayak, sehingga media massa mampu
mendominasi lingkungan informasi. Faktor cumulative of massage atau kumulasi pesan terjadi karena dengan pesan media massa yang bersifat
kumulatif, dapat memperkuat dampaknya, melalui pengulangan pesan berkali-kali dan penyatuan pesan yang terpotong-potong. Demikian juga
faktor consonance of journalist atau keseragaman para wartawan dari berbagai jenis media semakin menambah dampak media massa terhadap
khalayak. Misalnya penyajian pesan yang berisi pencitraan politik yang cenderung sama oleh semua media massa akan menjurus kepada
pembentukan citra politik yang sama pada khalayak.
Menurut Cangara 2011: 97-101 ada beberapa teori komunikasi yang dapat dijadikan acuan untuk melihat keperkasaan media maupun
kelemahan-kelemahannya mempersuasi masyarakat dalam hubungannya dengan aktivitas politik. Teori tersebut antara lain:
a. Teori Jarum Suntik Hypodermic Needle Theory
Teori jarum suntik berpendapat bahwa khalayak sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menolak informasi setelah ditembakkan