ANALISIS FUNGSI AKOMODASI DAN TATA KELOLA KPU LAMPUNG DALAM MENGELOLA KONFLIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG PERIODE 2014-2019

(1)

ACCOMMODATION IN MANAGING LAMPUNG GOVERNOR ELECTION CONFLICT

2014-2019 PERIOD By

ALVINDRA

This study aimed to analyze the factors that cause conflict in conducted of Lampung Governor elections 2014-2019 period, analyzing the implications of the conflict between the Commission and the Governor of Lampung in Lampung Governor elections 2014-2019 period, and analyzing functions and governance accommodation Lampung Commission in managing conflicts Lampung Governor elections 2014-2019 period. Theories that underlie this research is the theory of public relations, negotiation theory principles, human needs theory, identity theory and the theory of political transformation.

This study used qualitative research methods. Operational variables in this study uses the concept of conflict management is the function of accommodation and function of governance. Accommodation function using indicators of participation, form facilities, form the initiative, effort, and forms of mediation. While the governance functions use indicators of transparency and accountability, effectiveness and fairness, as well as the rule of law. The data in this study using primary data and secondary data. Primary data obtained from interviews informant or informants from KPU Lampung, Bawaslu Lampung, and political observers from Lampung (academics, NGOs, activists, and journalists) and secondary data obtained from laws, regulations, and reading materials that have relevance to the problem studied.

The results showed that there are four factors that cause conflict in the implementation of Lampung Governor elections 2014-2019 period, namely distrust factor, interest factor, the factor of communication, formal and legal factors. The implications of the conflict in the implementation of Lampung Governor elections 2014-2019 period has positive impacts and negative impacts, such as: conflicts encourages the emergence of new ideas, facilitating improvements and changes and to improve the quality of decisions, but also pose a conflict negative prejudices in society.


(2)

facilities, form the initiative, effort, and forms of mediation) and indicators of governance (transparency and accountability, effectiveness and fairness, as well as the rule of law) is an attempt KPU Lampung right in the application of conflict management to manage conflicts in Lampung Governor elections 2014-2019 period.

Keywords : Accommodations, Governance, Conflict Management, The Commission of Lampung (KPU), Lampung Governor Election 2014.


(3)

DALAM MENGELOLA KONFLIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG PERIODE 2014-2019

Oleh ALVINDRA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab konflik dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur Lampung periode 2014-2019, menganalisis implikasi konflik antara KPU Lampung dan Gubernur Lampung pada Pilgub Lampung periode 2014-2019, dan menganalisis fungsi akomodasi dan tata kelola KPU Lampung dalam mengelola konflik pada Pilgub Lampung periode 2014-2019. Teori-teori yang mendasari penelitian ini adalah teori hubungan masyarakat, teori negosiasi prinsip, teori kebutuhan manusia, teori identitas dan teori transformasi politik.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Operasional variabel dalam penelitian ini menggunakan konsep manajemen konflik yaitu fungsi akomodasi dan fungsi tata kelola. Fungsi akomodasi menggunakan indikator partisipasi, bentuk fasilitas, bentuk inisiatif, usaha, dan bentuk mediasi. Sedangkan fungsi tata kelola menggunakan indikator transparansi dan akuntabilitas, efektivitas dan keadilan, serta supremasi hukum. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara narasumber atau informan KPU Lampung, Bawaslu Lampung, dan pengamat politik Lampung (Akademisi, LSM, Aktivis, dan Jurnalis) dan data sekunder diperoleh dari undang-undang, peraturan-peraturan, dan sumber bacaan yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat faktor penyebab konflik dalam pelaksanaan Pilgub Lampung periode 2014-2019, yaitu faktor ketidakpercayaan, faktor kepentingan, faktor komunikasi, dan faktor legal formal. Implikasi konflik dalam pelaksanaan Pilgub Lampung periode 2014-2019 menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, antara lain: konflik mendorong munculnya ide-ide baru, memfasilitasi perbaikan dan perubahan serta meningkatkan kualitas keputusan, namun konflik juga menimbulkan prasangka-prasangka negatif di masyarakat. Fungsi akomodasi dan tata kelola yang diselenggarakan KPU Lampung sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dalam mengelola konflik pada Pilgub Lampung periode 2014-2019. Indikator akomodasi (partisipasi, bentuk fasilitas, bentuk inisiatif, usaha, dan bentuk mediasi) dan indikator tata kelola (transparansi dan akuntabilitas, efektivitas dan keadilan, serta supremasi hukum) merupakan upaya KPU Lampung yang tepat dalam penerapan manajemen konflik untuk mengelola konflik pada Pilgub Lampung periode 2014-2019.

Kata kunci: Akomodasi, Tata Kelola, KPU Lampung, Manajemen Konflik, Pemilihan Gubernur Lampung Tahun 2014.


(4)

ANALISIS FUNGSI AKOMODASI DAN TATA KELOLA KPU LAMPUNG DALAM MENGELOLA KONFLIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG

PERIODE 2014 – 2019

Oleh ALVINDRA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

pada

Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

ANALISIS FUNGSI AKOMODASI DAN TATA KELOLA KPU LAMPUNG DALAM MENGELOLA KONFLIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR LAMPUNG

PERIODE 2014 – 2019

(Tesis)

Oleh ALVINDRA

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Bagan Kerangka Pikir ... 84 2.2 Qualitative Strategies in the research process... 88


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1.1 Daftar Provinsi dan Kabupaten atau Kota yang Pemilihan

Kepala Daerahnya Dipercepat ke Tahun 2013 ... 5

1.2 Daftar Nama Pasangan Bakal Calon Gubernur Lampung ... 10

2.3 Pandangan Lama dan Baru Terhadap Konflik ... 68

3.4 Definisi Operasional... 92

5.5 Hasil Penelitian tentang Faktor Penyebab Konflik Dalam Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Lampung Tahun 2013 ... 115

5.6 Hasil Penelitian Tentang Implikasi Konflik Dalam Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-2019 ... 139

5.7 Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Provinsi... 145

5.8 Hasil Penelitian tentang analisis fungsi akomodasi Faktor Penyebab Konflik Dalam Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-2019 ... 161


(8)

(9)

(10)

HASIL TIDAK AKAN MENGHIANATI PROSES, TETAP BERDOA, IKHTIAR DAN SEMUA BERMUARA KEPADA ALLAH SWT.

(Alvindra)

TIDAK ADA SESUATU YANG INSTAN, SEMUA BUTUH PROSES

(Alvindra)

ORANG HIDUP SESUNGGUHNYA MATI KECUALI ORANG YANG BERILMU,

ORANG YANG BERILMU PADA HAKIKATNYA TERTIDUR KECUALI ORANG YANG MENGAMALKAN ILMUNYA, DAN ORANG YANG MENGAMALKAN ILMUNYA BANYAK YANG TERTIPU KECUALI ORANG-ORANG YANG

IKHLAS


(11)

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ...v

I. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...19

1.3 Tujuan Penelitian...19

1.4 Kegunaan Penelitian ...20

II. TINJAUAN PUSTAKA ...21

2.1 Pemilu dan Demokrasi ...21

2.1.1 Pemilu ...21

2.1.2 Demokrasi ...23

2.2 Konflik Kelembagaan Politik ...29

2.2.1 Konflik Politik ...29

2.2.2 Penyebab Konflik ...34

2.2.2.1 Teori Hubungan Masyarakat ...34

2.2.2.2 Teori Negoisasi Prinsip ...35

2.2.2.3 Teori Kebutuhan Manusia...35

2.2.3 Tipe-Tipe Konflik ...39

2.2.4 Struktur Konflik ...40

2.2.5 Manajemen Konflik ...40

2.2.5.1 Tata Kelola ...42

2.2.5.1.1 Transparansi dan Akuntabilitas ...42

2.2.5.1.2 Efektivitas dan Keadilan ...51

2.2.5.1.3 Supremasi Hukum ...55

2.2.5.2 Akomodasi ...59

2.2.6 Strategi Mengatasi Konflik ...66

2.2.6.1 Pengenalan ...66

2.2.6.2 Diagnosis...66

2.2.6.3 Menyepakati Solusi ...67

2.2.6.4 Pelaksanaan ...67

2.2.6.5 Evaluasi ...67

2.2.7 Konflik Sebagai Proses Politik ...67

2.2.8 Persepsi Terhadap Konflik...68

2.2.9 Implikasi Konflik ...69


(13)

2.4 Penyelenggara Pemilu...72

2.4.1 KPU...72

2.4.2 Bawaslu ...78

2.4.2.1 Tugas,Wewenang dan Kewajiban Bawaslu ...78

2.5 Kerangka Pikir ...81

III. METODE PENELITIAN ...84

3.1 Tipe Penelitian ...84

3.2 Fokus Penelitian ...91

3.3 Lokasi Penelitian ...94

3.4 Sumber Data ...95

3.4.1 Data Primer ...95

3.4.1.1. KPU Lampung ...96

3.4.1.2. Bawaslu Lampung...97

3.4.1.3. Pengamat Politik Lampung ...97

3.4.2 Data Sekunder ...99

3.5 Teknik Pengumpulan Data...101

3.5.1 Wawancara...101

3.5.2 Penelitian Pustaka ...101

3.5.3 Dokumentasi ...102

3.6 Teknik Analisis Data...102

3.7 Keabsahan Data ...105

IV. GAMBARAN UMUM ...106

4.1 Sejarah Singkat Konflik dalam Pemilihan Gubernur Lampung...106

4.2 Gambaran Konflik Dalam Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-2019 ...110

4.3 Gambaran Objek Penelitian ...111

4.3.1 KPUD Lampung ...111

4.3.2 Gubernur Lampung ...112

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...114

5.1 Analisis Faktor penyebab Konflik pada Pilgub Lampung Periode 2014 -2019 ...114

5.1.1 Analisis faktor yang menyebabkan konflik pada pelaksanaan pemilihan gubernur lampung periode 2014-2019 sangat berlarut-larut ...117

5.1.1.1 Faktor Kepercayaan ...117

5.1.1.2 Faktor Kepentingan ...122

5.1.1.3 Faktor Komunikasi ...127

5.1.1.4 Faktor Legal Formal...131

5.2 Implikasi Konflik ...139


(14)

5.2.1.1 Konflik kembali mengaktualisasi masalah yang tersembunyi menjadi Trend-Topic dan motivasi

masyarakat untuk memahami kondisi orang lain ... 141

5.2.1.2 Konflik berimplikasi terhadap munculnya gagasan baru, mengakomodasi usulan untuk perbaikan dan perubahan, meningkatkanKualitas kebijakan ...143

5.2.2 Implikasi Negatif ...149

5.2.2.1 Konflik dapat menyebabkan tekanan diantara Pihak-pihak yang terlibat ...149

5.2.2.2 Konflik dapat menyebabkan Interaksi antara penyelenggara dengan stake holder menjadi lebih rendah ...151

5.2.2.3 Konflik dapat berimplikasi terhadap timbulnya prasangka-prasangka negatif ...154

5.2.2.4 Memberikan tekanan terhadap sebuah kelompok sehingga terbentuk blok atau kelompok-kelompok baru. ...156

5.2.2.5 Kualitas penyelenggaraan pilgub ... 159

5.3 Analisis Fungsi Akomodasi dan Tata Kelola KPU Lampung...161

5.3.1 Analisis Fungsi Akomodasi KPU Lampung ...164

5.3.1.1 Partisipasi dan Bentuk Fasilitas ...164

5.3.1.2 Bentuk Inisiatif, Usaha, dan Bentuk Mediasi...165

5.3.2 Analisis Fungsi Tata Kelola KPU Lampung ...166

5.3.2.1 Transparansi dan Akuntabilitas...166

5.3.2.2 Efektivitas dan Keadilan ...169

5.3.2.3 Supremasi Hukum ...172

VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ...176

6.2 Saran ...179

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan hasil karya yang sederhana Untuk orang-orang yang luar biasa dalam hidupku:

Ayah dan Ibu Tercinta

yang telah mengajarkan arti kehidupan dan tak hentinya

mencurahkan kasih sayang, rela berkorban apapun demi buah hatinya.

terima kasih untuk segalanya mungkin karya sederhana ini akan

sedikit menjadi pemantik senyuman untuk Ibu dan Ayah..

terima kasih atas dukungan, kasih sayang dan do’a serta restu yang

tanpa hentinya sehingga Tesis ini dapat terselesaikan..

Adik-Adik K

u”

Barry Afriando dan Cepriansyah

Terima kasih atas motivasi dan dorongan yang telah kalian berikan..

minak sayang kalian..

Untuk

Mutiaraku

terimakasih atas motivasi dan kesabaranmu...

Untuk

keluarga besarku

dan sahabat terbaik yang

selalu memberi warna dan pelajaran padaku, dan para

teman organisasi serta senior dan dosen-dosen yang telah

mengajarkan kepada saya arti Kehidupan dan membantu

dalam proses penyusunan karya yang sederhana ini.

(nama kalian akan selalu tercatat di dalam hati)

UNTUK UKPM TEKNOKRA, HIMA PASCA FISIP UNILA

DAN ALMAMMATER TERCINTA

UNIVERSITAS LAMPUNG


(16)

RIWAYAT HIDUP

Alvindra, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 21 Agustus 1990, buah hati dari pasangan Bapak Devina HS dan Ibu Elsiana. Penulis merupakan sulung dari tiga bersaudara. Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Al-Azhar Bandar Lampung pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung dengan mengikuti tes seleksi Ujian Mandiri (UM) yang diselesaikan penulis pada tahun 2013 selanjutnya pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan Strata 2 di kampus yang sama pada Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan dengan konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah.

Penulis menyadari bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang langsung bersentuhan dengan kehidupan sehingga penulis akhirnya memutuskan untuk memilih organisasi sebagai laboratorium, yang tentunya berbeda dengan teman-teman eksakta, ada beberapa organisasi yang pernah diikuti penulis sebagai ajang


(17)

dari mengikuti organisasi-organisasi tersebut sehingga menjadi sebuah keharusan penulis tuliskan didalam skripsi ini sebagai penghargaan dan rasa terima kasih. Ada beberapa organisasi baik itu organisasi internal maupun eksternal yang diikuti oleh penulis yaitu sebagai berikut:

1. Reporter Magang UKPM Teknokra 2008 2. Anggota muda KBM BEM-U 2008

3. Anggota Forum Studi Pengembangan Islam (FSPI) Fisip Unila 2008-2009 4. Fotografer UKPM Teknokra 2009-2010

5. Anggota Biasa HMI Komsospol Unila 2010

6. Redaktur Foto UKPM Teknokra 2010 - Oktober 2011

7. Staf Litbang UKPM Teknokra Oktober 2011- November 2011 8. Anggota Fosma Lampung 2011

9. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan UKPM Teknokra 2011-2012 10.Kordinator Aliansi Pers Mahasiswa Lampung (APM-L) 2012-2013 11.Kordinator Daerah Hitung Cepat Kompas Pileg dan Pilpres 2014 12.Kordinator LDGS Bakrie Graduate Fellowship (BGF) 2014 13.Ketum HIMA Pasca Sarjana Fisip Unila 2014-2015

Pada tahun 2011, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Sari Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, sekaligus sebagai Koordinator Kecamatan Mahasiswa KKN Tematik 2011 Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah.


(18)

1. “Studi tentang Pengembangan Formasi dan Pengadaan CPNSD Pemprov Lampung Dalam Rangka Penyusunan Rapergub Lampung bersama Syafarudin, S.Sos, MA, Arizka Warganegara S.IP, MA bekerjasama dengan Bapedda Provinsi Lampung dan Suistanable Capacity Building For Decentralization Project (SCBD) Tahun 2010

2. ”Studi tentang Kelayakan Pemekaran Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bandar Lampung bersama Syafarudin, S.Sos, MA, Dr Yuswanto M.H. tahun 2011.

Saat ini penulis berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Tanggamus.


(19)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala karunia yang telah diberikan, berkat kasih sayangNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Sholawat beriring salam senantiasa tercurah kepada uswattun khasanah Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan pencerahan dengan agama yang dibawanya yaitu Agama Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan mudah-mudahan kita mendapat syafa’atnya nanti pada hari akhir, aminnn, Tesis dengan judul “Analisis Fungsi Akomodasi dan Tata Kelola KPU Lampung dalam Mengelola Konflik pada Pemilihan Gubernur Lampung periode 2014 – 2019 yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis sangat menyadari bahwa secara keseluruhan Tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar menjadi masukan untuk menjadikan Tesis ini lebih baik lagi. Tesis ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:


(20)

baik itu teori politik dan pengalaman yang sangat aplikatif dalam menganalisis permasalahan dalam Tesis ini, saran yang Bapak berikan sangat membantu penulis. Sebagai warga Ketapang saya bangga punya akademisi seperti Bapak. Semoga Bapak selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT dan segera menjadi guru besar amiinn.

2. Bapak H. Drs. Hertanto,M.Si.,Ph.D selaku Pembimbing II yang tiada hentinya memberikan bimbingan, saran, masukan serta motivasi yang luar biasa dengan penuh kesabaran serta keikhlasan, sehingga menjadi energi positif bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Terima kasih pak atas Ilmu kehidupan yang bapak teteskan, itu bukan hanya menjadi katalis penulis dalam menulis tesis ini tetapi berguna bagi kehidupan yang sesungguhnya. Semoga Bapak selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT dan segera menjadi guru besar amiinn.

3. Bunda Hj. Dr. Ari Darmastuti Selaku pembahas, Ketua Prodi Magister Ilmu Pemerintahan yang juga telah penulis anggap orang tua di kampus, terimakasih Bun atas masukan serta petunjuk yang Bunda berikan membuat penulis menemukan titik terang jalan kehidupan yang menghantarkan penulis menjadi seperti sekarang, terima kasih Bun untuk semua keihklasan membimbing dan mengarahkan penulis selama ini jasa ibu akan selalu terkenang dihati. Saya doakan Semoga ibu selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT dan segera menjadi guru besar amiinn.


(21)

terima kasih pak atas kesabaran dan ke Ikhlasan Bapak dalam membimbing serta mengarahkan penulis untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dengan kesabaran dan Tawakal, jasa Bapak tidak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun, terimakasih pak atas kesempatan dan kepercayaan dan ilmu kehidupan yang telah bapak berikan selama 7 tahun penulis bergelut di Fisip Unila khususnya Jurusan Ilmu Pemerintahan, mohon maaf pak atas segala kesalahan dan ke alphaan. Semoga Bapak senantiasa diberikan kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

5. Bapak Prof. Sudjarwo selaku Direktur Pasca Sarjana Unila terimakasih pak atas bimbingan serta kesempatan mengikuti BGF.

6. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fisip Unila terima kasih pak atas semua saran dan kesempatan yang telah bapak berikan, insya Allah saya akan mengamalkannya dalam kehidupan nyata.

7. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan masukan dan contoh kepada penulis selama mengerjakan Tesis maupun dalam mengarungi perkuliahan terimaksih pak atas semua masukan dan saran selama ini;

8. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan, dan salah seorang dosen yang paling banyak memberi wejangan bagi penulis, terimakasih pak karena idealisme yang bapak ajarkan akan sangat berguna untuk mengarungi kehidupan saya sebenarnya setelah


(22)

9. Bung Harya Ramdhoni Juliszarsyah, S.I.P., M.A., Ph.D. terima kasih bung telah berkenan menjadi tempat berbagi dalam berbagai situasi mulai dari urusan akademik sampai urusan asmara, banyak sekali pengalaman serta ilmu yang didapat penulis dari bung doni, semoga sukses ya bung untuk selanjutnya.

10.Seluruh Jajaran Dosen Pengajar, Ibu Dr. Feni Rosalia, Dr. Pitojo Budiono Dr. Bambag Utoyo, Dr. Hartoyo, Dr. Susetyo, terimakasih atas wawasan ilmu dan warna-warni kehidupan yang telah diteteskan kepada penulis, mohon maaf apabila banyak hal yang kurang berkenan;

11.Untuk para narasumber, Dr. Nanang Trenggono, Dr. Wahyu Sasongko,Bang Ali Sidik, Mas Budisantoso Budiman, Bang Yoso Mulyawan, Bang Wakos Reza Gautama, Pak Lutfi Siasa dan Bro Arjun Fatahillah terimakasih banyak atas waktu dan pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan sederhana ini.

12.Seluruh Staf Administrasi dan Karyawan Fisip Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan, Mbak Nurmalena, A.Md. selaku Staf Ruang Baca Fisip, Mbak yeri, dan Mas Jumadi, kiyay herman, mas daman, mas juli, mas andi erima kasih atas pinjaman buku-buku dam kerjasamanya selama ini terimakasih atas semua kebaikan dan toleransi yang diberikan;

13.Kiyay napoleon, kiyay herman, kiyay syamsuri terima kasih untuk kebersamaan serta iklim kekeluargaan yang penulis rasakan. Gurauan dan


(23)

14.Untuk adik saya Barry terimakasih untuk semua motivasi dan dorongan untuk menyelesaikan Tesis meski caranya agak khas, semoga kamu dapat lebih baik lagi dan terus bisa membuat kebanggaan untuk kami semua. Untuk Cepri semoga ini akan menjadi pemicu semangat kamu, minak doakan semoga kamu segera diberi hidayah, pertahankan pretasi Taekwondomu, harapan minak diimbangi dengan prestasi akademikmu,belajar yang rajin ncep, minak doakan semoga kamu bisa jadi Taruna Akpol, semoga kalian bisa lebih baik lagi dari saya

.

15.Untuk semua sahabat satu perjuangan Korsa MIP 2013 Bang Ali Sidik, Bang Yaumul Qodar, Gesit Yudha, Mbak Indah, Bang Hendri, Bang Heru, Bang Imam, Bang Yudha, Bang Salaf, Bang Yuliardi atau Bang Aceng, Pak Sahrun, Wayan, Mbak Prins, Olivia H, Mbak Oliv Van, Mbak Mopi, Mbak Rani, Satria, Ingga, Adit, Wahyudi, Mbak Dora, Mak Ida, Bang Nahri, Hendra, Kharis, Rewind, Ambar, Adisa, Mas Amin, Renaldi terimakasih atas motivasi serta kebersamaannya selama ini, dan semoga sukses untuk kita semua.

16.Untuk Nur Wahyu Ningsih, M.S.Ak. terima kasih ya Yu sidah memberi banyak sekali bantuan baik pemikiran maupun semangat yang sangat membantu dalam penyelesaian tesis ini salut yu Buat IPK sempurnanya,untuk Andri Marta Selamat menempuh hidup baru dri sebagai dosen semoga cita-cita lw tercapai dan terima kasih untuk semua kebersamaannya tetap jadi teman yang baik. Untuk Bareta Riska Tantiya,M.Si. terimaksih atas motivasi


(24)

terima kasih atas semua bantuan serta dukungannya, semoga cita-cita mbak buka Lab se-Provinsi Lampung tercapai Amiin. Untuk Mbak Nurul Fachtiyati (Nungki) terima kasih mbak sudah mau menjadi kakak yang baik dan mau mendengarkan keluhan penulis serta memberi rekomendasi yang baik bagi pemecahan berbagai masalah penulis, dan untuk Ricky mksh bgt ya dek udah mw bantu abang, sukses buat Ricky semoga jadi tokoh Krui dek.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga Tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis


(25)

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Sistem politik merupakan akar dari pelaksanaan tata pemerintahan disebuah negara yang selalu berusaha adaptif menjawab perkembangan zaman guna menyejahterakan masyarakat, Indonesia merupakan sebuah negara yang berdaulat dan telah diakui sebagai sebuah wilayah yang memiliki rakyat dan pemerintah yang terintegrasi dalam sebuah sistem politik. Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pencarian sistem politik mulai dari masa prakolonial, masa kolonial (penjajahan), masa demokrasi liberal, masa demokrasi terpimpin, masa demokrasi pancasila dan saat ini telah sampai pada masa reformasi yang menggunakan azas demokrasi dengan menempatkan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dengan segala perangkat yang dibentuk untuk melaksanakan dan mengawal sistem ini untuk mencapai tujuannya.

Sejak bergulirnya reformasi pemilu peraturan tentang pemilu semakin berkembang dari pusat hingga daerah pemberlakuan desentralisasi dan otonomi daerah juga sedang digalakan untuk mempercepat pembangunan. Otonomi daerah di Indonesia diyakini dapat menciptakan demokratisasi terutama pada hubungan pusat dan daerah, dalam bidang perencanaan juga dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakat di daerah yang bersifat heterogen hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 32


(26)

Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah ini disebutkan bahwa “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara

demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.

Pemilihan umum secara langsung merupakan sarana untuk mengaplikasikan kedaulatan rakyat, juga menjadi salah satu barometer yang dipakai untuk mengukur seberapa besar partisipasi masyarakat. Pemilihan umum dilaksanakan untuk mengangkat kepala daerah serta memiliki fungsi-fungsi penting yang mendasari keberadaannya. Secara sistematis, Syamsuddin Haris (dalam Eka Suaib, 2010:2) mengemukakan fungsi-fungsi pemilu sebagai berikut:

1. Legitimasi politik

Artinya, melalui pemilu, keabsahan pemerintah yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula dengan program dan kegiatan yang dihasilkan. Pentingnya fungsi ini karena melalui pemilu pemerintah sebenarnya bisa meyakinkan atau setidaknya bisa mempengaruhi kesepakatan politik dengan rakyat. Semua program dan kegiatan yang dihasilkan dan yang akan dilaksanakan memiliki legitimasi kuat karena di antara penguasa dan rakyat terdapat kesepakatan melalui kampanye dan kontrak politik.

2. Perwakilan politik

Baik dalam rangka mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintah, program kerja maupun kebijakan yang dihasilkan, dalam kaitan ini pemilu merupakan mekanisme demokratis bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang akan duduk di lembaga pemerintahan maupun di lembaga legislatif.

3. Pergantian atau sirkulasi elite penguasa

Keterkaitan pemilu dengan sirkulasi elit didasarkan pada asumsi bahwa elit berasal dari dan bertugas mewakili masyarakat luas. 4. Sarana pendidikan politik.

Pemilu merupakan pendidikan politik bagi rakyat, terbuka dan massal, yang diharapkan dapat mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Dalam kaitan ini maka struktur, proses dan fungsi pemilu diharapkan


(27)

bisa mencerdaskan dan mencerahkan wawasan masyarakat sehingga kehidupan politik dapat dipulihkan ke arah yang lebih demokratis. Eka Suaib (2010:2) berpendapat bahwa ada beberapa alasan mengapa pemilu

menjadi penting bagi sebuah negara. Pertama, “melalui pemilu dapat

dibangun basis dan konsep demokrasi, karena tanpa pemilu, tanpa persaingan terbuka di antara kekuatan sosial dan kekuatan kelompok politik, maka tidak

ada demokrasi”. Maksudnya ialah untuk menyuburkan proses demokrasi

yang sehat dibutuhkan pemilu yang bebas nilai dan kompetisi terbuka

didalam kehidupan masyarakat dan pegiat politik. Kedua, “pemilu

melegitimasi sistem politik”. Maksudnya ialah dengan adanya pemilu nantinya pergerakan calon yang terpilih akan lebih mudah melaksanakan sistem karena telah memperoleh kekuatan dukungan dari para pemilihnya.

Ketiga, “Pemilu mengabsahkan kepemimpinan politik”. Maksudnya ialah setelah selesai proses pemilu maka regenerasi tangkup kepemimpinan telah resmi berganti dan dapat menjalankan kepemimpinan yang baru. Keempat,

“pemilu sebagai unsur pokok partisipasi politik di negara yang berdemokrasi”. Maksudnya ialah nilai tertinggi pada partisipasi politik warga negara ditunjukan atas perhatiannya dan sikap kongkrit masyarakat dalam menyikapi kegiatan politik ini, yang dimaksud adalah ikut memberikan suaranya pada hari H pemilihan, tanpa adanya partisipasi maka negara tersebut belum bisa menyandang gelar negara dengan sistem yang demokratis.

Merujuk pada penjabaran fungsi-fungsi dan pentingnya pelaksanaan pemilu di atas menjadikan empat dimensi sarana yang bermanfaat bagi masyarakat


(28)

agar memandang pemilu adalah proses penting bagi transformasi perubahan baik itu dari ditinjau dari input, process, dan output pelaksanaan pemilu itu sendiri. Pelaksanaan itu pun merupakan implementasi kepatuhan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan, dan juga partisipasi aktif adalah harga mati bagi identitas negara yang demokratis. Sehingga garis proses yang dibuat tidak terputus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam pelaksanaan pemilu baik di tingkat pusat sampai daerah selalu menyisakan permasalahan dan konflik yang diakibatkan oleh tidak berjalannya pemilu seperti yang diharapkan. Begitu juga dengan pelaksanaan pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014-2019 kali ini yang sangat menjadi sorotan karena telah mengalami pengunduran jadwal selama 3 kali berturut-turut karena ada ketidaksepahaman dan konflik antara penyelenggara dalam hal ini KPU dan Pemerintah Provinsi Lampung sebagai mitra penyelenggara sehingga mengakibatkan diundurnya sampai tiga kali pelaksanaan pilgub.

Berdasarkan surat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 270/2305/SJ tanggal 6 Mei 2013 (http://otda.kemendagri.go.id/pilkada-di-43-daerah-dipercepat, diakses pada 15 September 2014) Setidaknya ada 43 daerah dianjurkan mempercepat pilkada salah satunya Provinsi Lampung yang masa jabatan gubernurnya habis pada Juni 2014. Oleh sebab itu 43 daerah tersebut di perintahkan untuk memajukan pelaksanaan pemilihan kepala daerah ke tahun 2013 agar tidak menggangu persiapan pemilihan legislatif dan pemlihan presiden. Berikut rincian provinsi dan kabupaten/kota yang pelaksanaan Pilkadanya dimajukan tahun 2013.


(29)

Tabel 1: Daftar Provinsi dan Kabupaten atau Kota yang Pemilihan Kepala Daerahnya Dipercepat ke Tahun 2013

No Provinsi dan Kabupaten atau Kota Akhir Masa Jabatan

1 Propinsi Lampung 02-06-2014

2 Provinsi Jawa Timur 12-02-2014

3 Kabupaten Ogan Komering Ilir 15-01-2014

4 Kota Probolinggo 28-01-2014

5 Kabupaten Padang Lawas 10-02-2014

6 Kabupaten Biak Numfor 07-01-2014

7 Kabupaten Polewali Mandar 07-01-2014

8 Kabupaten Tegal 08-01-2014

9 Kabupaten Magelang 12-01-2014

10 Kabupaten Kolaka 14-01-2014

11 Kabupaten Garut 23-01-2014

12 Kabupaten Pidie jaya 02-02-2014

13 Kabupaten Sanggau 05-02-2014

14 Kabupaten Rote Ndao 09-02-2014

15 Kabupaten Wajo 09-02-2014

16 Kabupaten Manggarai timur 14-02-2014

17 Kabupaten Belu 17-02-2014

18 Kabupaten Kubu Raya 17-02-2014

19 Kota Padang 18-02-2014

20 Kabupaten Langkat 20-02-2014

21 Kabupaten Luwu 23-02-2014

22 Kota Tarakan 02-03-2014

23 Kabupaten Kerinci 04-03-2014

24 Kabupaten Timor Tengah Selatan 06-03-2014

25 Kabupaten Alor 15-03-2014

26 Kabupaten Tabalong 17-03-2014

27 Kota Tegal 23-03-2014

28 Kabupaten Lampung Utara 25-03-2014

29 Kabupaten Kupang 25-03-2014

30 Kota Kediri 02-04-2014

31 Kabupaten Ciamis 06-04-2014

32 Kabupaten Ende 07-04-2014

33 Kota Bogor 07-04-2014

34 Kabupaten Tapanuli Utara 08-04-2014

35 Kabupaten Pontianak 13-04-2014

36 Kabupaten Lombok Barat 23-04-2014


(30)

38 Kota Madiun 29-04-2014

39 Kota Subulussalam 05-05-2014

40 Kota Makassar 08-05-2014

41 Kabupaten Kep. Talaud 19-07-2014

42 Kab Deli Serdang 04-07-2014

43 Kab Dairi 20-04-2014

Sumber: Diolah dari http://otda.kemendagri.go.id/otda/Pilkada-2013.pdf, diakses pada 15 September 2014.

Pilgub Lampung telah dibahas sejak tahun 2012 berawal sejak diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Komisi Pemilihan Umum Lampung Nomor 75/Kpts/KPU-Prov-008/2012 tanggal 11 September 2012 perihal penetapan hari pemungutan suara pemilihan gubernur tahun 2013. Surat keputusan tersebut menekankan bahwa pada tanggal 2 Oktober 2013 akan dilaksanakan Pemilihan Gubernur Lampung putaran pertama sedangakan putaran kedua akan dipersiapakan pada tanggal 4 Desember 2013 (http://www.KPU-lampungprov.go.id/SK_TAHAPAN.pdf, diakses pada 15 September 2014). Namun pada hari yang telah ditetapkan yaitu tanggal 2 Oktober 2013 Pilgub tetap tidak terlaksana.

Selanjutnya diterbitkanya SK KPU Lampung Nomor 44/Kpts/KPU-Prov-008/2013 tanggal 2 September 2013 dan sudah disosialisasikan kepada Menteri Dalam Negeri, KPU Pusat, Parpol, DPRD, dan para calon gubernur (http://lampung.tribunnews.com/ surat-amalsyah-ke-kpu-lampung, diakses pada 16 September 2014). SK tersebut merupakan hasil pleno bersama yang dilakukan oleh KPUD Lampung dengan KPU Pusat yang menetapkan bahwa Pilgub Lampung diundur pada tanggal 2 Desember 2013 untuk putaran pertama dan tanggal 2 Februari 2014 untuk putaran kedua. Ketetapan ini juga


(31)

belum dapat di implementasikan kerana belum disetujui oleh Gubernur Lampung sehingga diundur kembali sampai waktu yang belum ditentukan. Berdasarkan penundaan tersebut KPUD Lampung akhirnya mengagendakan kembali pembagian waktu berdasarkan rencana pemilihan Gubernur Lampung kemudian menetapkan Pilgub akan digelar pada tanggal 27 Februari 2014 serta pengumuman pemenang pilkada pada tanggal 12 Maret 2014. Jika ada gugatan sengketa pilkada maka penetapan pemenang pilkada akan dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2014 sampai dengan tanggal 1 April 2014 mengingat masa jabatan Gubernur Lampung akan habis pada bulan Juni 2014. Hal ini tertuang dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Lampung Nomor 55/Kpts/KPU-Prov-008/2013 tanggal 2 Desember 2013 (http://lampung.tribunnews.com/surat-amalsyah-ke-kpu-lampung, diakses pada 16 September 2014).

KPU Lampung telah memutuskan sampai ketiga kalinya waktu Pilgub Lampung akan tetapi hingga tangal 27 Februari 2014 hajat tersebut belum juga terlakasana dengan alasan yang sama.Kejadian tersebut menimbulkan sebuah situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan oleh pemerintah pusat dan penyelenggara pemilu mengingat bahwa Provinsi Lampung merupakan daerah terakhir yang belum melaksanakan Pilkada.

KPU Lampung mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi dasar untuk menyelanggarakan Pilgub Lampung pertama, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 270/2305/SJ tanggal 6 Mei 2013. kedua, Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 86 ayat 1 dalam hal


(32)

menetapkan jadwal pemilihan gubernur. Berdasarkan UU NO 32 Tahun 2004 Pasal 86 ayat 1 menyatakan bahwa pemungutan suara, pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. Oleh sebab itu KPU Lampung berkeyakinan bahwa pelakasanaan Pilgub dapat dilaksananakan sebelum masa jabatan Gubernur Lampung usai yakni pada bulan Juni 2014.

Kenyataanya, Gubernur Lampung tetap tidak mengizinkan Pilgub dilaksanakan tahun 2013 dan memberikan solusi pelaksanaannya pada tahun 2015, gubernur beralasan bahwa tidak adanya anggaran untuk pemilihan gubernur jika dilangsungkan tahun 2013. (www.radarlampung. co.id./read/berita-utama/anggaran-pilgub-rp0, diakses pada 16 September 2014).masalah ini tidak akan terjadi jika Gubernur Lampung mengikuti Permendagri Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 2 yang menyatakan bahwa pengaturan mengenai pola pendanaan bersama pilkada sebagaimana dimaksud pada ayat 1 difasilitasi oleh gubernur dan ditetapkan dengan peraturan gubernur. Namun hal tersebut berbeda dengan pandangan Gubernur Lampung yang tidak memasukan dana pemilihan gubernur pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Lampung tahun 2013 sehingga pemilihan gubernur tidak dapat dilaksanakan.


(33)

Argumen lain jika pilgub dilaksanakan tahun 2015 maka akan lebih netral mengingat Sjachroedin ZP sudah tidak menjabat. Hal di atas sesuai dengan pernyataan Gubernur Lampung dalam harian online Republika mengatakan:

“Saya menginginkan pemilihan Gubernur Lampung dimundurkan

ke tahun 2015. jika Pilkada Lampung diundur maka akan ada pejabat gubenur yang akan memimpin Lampung sehingga ia tidak bisa melakukan intervensi dalam pelaksanaan pilkada. Ia setuju wacana pelaksanaan pilkada dilakukan secara serentak.” (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/10/02/mb9o w6-gubernur-lampung-pilgub-dipercepat-dengan-kpud-baru, diakses pada 20 September 2014).

Demokrasi bukanlah sistem politik atau kekuasaan yang menjelma seperti festival individualisme dan proseduralisme belaka, melainkan sangat mengutamakan partisipasi aktif seluruh masyarakatnya, karena cita-cita demokrasi adalah membangun kesejahteraan umum (Donny Gahral, 2010: 23). Oleh sebab itu, menjadi hal yang negatif jika konflik dalam menyelenggarakan Pilgub Lampung kali ini dibiarkan berlarut-larut karena akan menimbulkan kekecewaan masayrakat terhadap sistem demokrasi di Provinsi Lampung.

Jika disimak kembali ke masa sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung telah melakukan verifikasi bakal calon gubernur pertama kali pada bulan Juli 2013. Verifikasi ini menghasilkan pasangan calon yang akan bertarung pada pemilihan gubernur mendatang. Berikut daftar bakal calon Gubernur Lampung yang akan berlaga dalam pemilihan Gubernur Lampung hasil verifikasi bulan Juli 2013.


(34)

Tabel 2. Daftar Nama Pasangan Bakal Calon Gubernur Lampung

No Nama Pasangan Calon Partai Pendukung

1 M. Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri Demokrat

2 Berlian Tihang dan Mukhlis Basri PDI P , PPP, PKB 3 M. Alzier Dianis Thabranie dan Lukman

Hakim

Golkar, Hanura

4 Herman HN dan Zainuddin Hasan PAN dan Koalisi Partai Non Parlemen

5 Amalsyah Tarmidzi dan Gunadi Ibrahim Pasangan calon perseorangan Sumber: Data hasil olahan peneliti

Sekalipun waktu pelaksanaan pemilihan gubernur belum jelas, namun hal itu tidak mengurangi sosialisasi oleh para pasangan bakal calon gubernur. Sosialisasi yang biasa dilakukan adalah pemasangan baliho, banner dan spanduk. Pemasangan baliho dan spanduk yang memuat foto pasangan, juga berisi slogan, janji dan harapan setiap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Lampung. Iklan-iklan politik tersebut bertebaran di seluruh wilayah propinsi Lampung dari kota hingga ke perdesaan. Hal ini seperti dilansir oleh harian online Republika edisi 27 Agustus 2013:

“Penyelenggaraan pemilihan Gubernur Lampung periode 2014-2019 belum jelas kapan digelar, namun baliho, spanduk, dan banner, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur kian marak bertebaran di wilayah Lampung. Pemasangan baliho kandidat kian marak di tengah kota termasuk di wilayah kabupaten. Para cagub gencar mensosialisasikan diri lewat media-media seperti pohon, dinding rumah, bahkan kotak sampah, dan benda bergerak seperti

mobil angkot dan bus” (http://www.republika. co.id/-pilgub-belum-jelas-baliho-betebaran, diakses pada 18 September 2014).

Jika pemilihan gubernur dilakukan pada tahun 2015 maka, akan ditunjuk seorang caretaker untuk menggantikan posisi Gubernur Lampung Sjahroeddin ZP yang habis masa jabatannya pada tahun 2014. Penunjukan


(35)

seorang caretaker oleh pemerintah pusat akan merugikan masyarakat terutama dalam hal pembangunan di Provinsi Lampung. Pengamat politik H.S Tisnanta dalam harian online Radar Lampung edisi 8 November 2013 mengatakan:

“Warga Lampung akan dirugikan dengan ditunjuknya caretaker sebab, seorang carteker tidak dapat mengambil kebijakan strategis. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang akan digunakan adalah APBD tahun sebelumnya, sehingga posisi Lampung akan stagnan” ( http://www.radarlampung.co.id/read/politika/pilgub-simalakama,diakses pada 16 September 2014).

Ketidakjelasan pelaksanaan pemilihan Gubernur Lampung dan penunjukan seorang carteker gubernur Lampung oleh pemerintah pusat akan memberi dampak buruk bagi citra demokrasi di Provinsi Lampung. Pengamat politik Dedi Hermawan menganalisis bahwa jika pemerintah pusat menunjuk seorang carteker gubernur, maka akan timbul dampak yang tidak baik terhadap citra demokrasi Provinsi Lampung di kancah nasional (Error! Hyperlink reference not valid., diakses pada 16 September 2014).

Kemelut ini membuat masyarakat tidak peduli terhadap pelaksanaan pemilihan Gubernur Lampung. Harian online Republika edisi Kamis, 5 Desember 2013 memaparkan mengenai ketidakperdulian masyarakat Lampung yang sebagian besar di antara mereka lebih memperhatikan peningkatan derajat kesejahteraan dan kualitas hidup sehari-hari:

“Pendapat yang dikumpulkan Kamis (5/12), sebagian warga sudah tidak peduli lagi soal pemilukada di Lampung digelar cepat atau lambat. Masyarakat hanya ingin kesejahteraannya meningkat, fasilitas umum baik, transportasi tersedia, dan anak-anak dapat sekolah” (Error! Hyperlink reference not valid. diakses pada 19 September 2014).


(36)

Konflik politik berkepanjangan juga akan berdampak pada partisipasi masyarakat dalam pemilihan gubernur yaitu tingginya angka golput. Dengan tahapan normal pada pemilihan Gubernur Lampung tahun 2008 angka golput sudah mencapai angka 30% atau sama dengan dengan standar minimal nasional (http://www.berdikarionline.com, diakses pada 19 September 2014). Hal ini bertentangan dengan visi KPU Lampung untuk menekan angka golput pada pemilihan Gubernur Lampung maupun pemilu legislatif 9 April 2014.

Keadaan tersebut mendorong KPU Lampung melalui salah seorang anggotanya Handi Mulyaningsih mengkampanyekan menolak golput pada pemilihan gubernur Lampung tahun 2014:

“KPU Lampung menghimbau seluruh masyarakat Lampung agar

tidak bersikap apatis dalam pelaksanaan pilgub Lampung dan pemilu legislatif 9 april 2014 KPU akan berusaha keras unutk menigkatkan partisipasi masyarakat Lampung” (Penyuluhan agen sosialisasi KPU di Polinela pada Februari 2014).

Selain akan berdampak bagi tingkat kepercayaan kepada masyarakat Lampung konflik tersebut juga berdampak bagi pasangan bakal calon gubernur. Bakal calon Gubernur Lampung akan mengalami kerugian finansial yang sangat besar atas sosialisasi yang telah mereka lakukan jika pemilihan gubernur tidak segera dilakukan. Sebagai salah satu buktinya media online di Lampung Infosatu.com edisi Selasa 17 september 2013 memberitakan bahwa:

“Seluruh media di Lampung juga dikonsolidasikan untuk membuat opini dalam setiap pemberitaannya agar masyarakat Lampung mendukung pelaksanaan pilgub di 2013 mengingat biaya yang sudah dikeluarkan oleh Sugar Grup untuk pemenangan Ridho mulai dari membeli perahu partai, iklan kampanye, jasa konsultan politik+lembaga survei pendampingan, pembagian sembako, jalan


(37)

sehat dan acara wayangan keliling bersama Ki Entus di seluruh kecamatan sudah mencapai Rp 500 milyar” (http://www. infosatu.com/sugar-grup-dan-pwi-di-balik-pencalonan-ridho, diakses pada 19 September 2014).

Permasalahan ini sangat menarik untuk diteliti karena jadwal pemilihan Gubernur Lampung telah diundur sebanyak tiga kali. Penelitian ini akan menjawab dan memberikan penjelasan kepada masyarakat mengapa konflik tersebut dapat terjadi. Pada satu sisi KPU memaksakan diri untuk melaksanakan pemilihan gubernur secepatnya. Namun pada sisi lain gubernur Sjahroedin tetap pada pendiriannya bahwa pemilihan gubernur sebaiknya dilakukan pada tahun 2015.

Berdasarkan pemaparan di atas membuktikan bahwa pelaksanaan pemilu baik di tingkat pusat sampai daerah selalu menyisakan permasalahan dan konflik yang diakibatkan oleh tidak berjalannya pemilu seperti yang diharapkan. Begitu juga dengan pelaksanaan pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014-2019 kali ini yang sangat menjadi sorotan karena telah mengalami pengunduran jadwal selama 3 kali berturut-turut karena ada ketidaksepahaman dan konflik antara penyelenggara dalam hal ini KPU dan Pemerintah Provinsi Lampung sebagai mitra penyelenggara sehingga mengakibatkan diundurnya sampai tiga kali pelaksanaan pilgub. Pemilihan Gubernur Lampung awalnya ditetapkan akan digelar pada 2 Oktober 2013, tapi gagal karena Pemerintah Provinsi Lampung enggan mendanai dengan alasan tidak sesuai aturan. KPUD lalu kembali menetapkan jadwal pemilihan pada 2 Desember 2013, tapi juga gagal dengan alasan yang sama. Saat ini waktu pemungutan suara ditetapkan 27 Februari 2014, juga gagal karena


(38)

tidak adanya dana sehingga proses , seperti pemeriksaan kesehatan, penetapan jadwal kampanye, dan pengadaan logistik belum bisa dilaksanakan.

(http://www.tempo.co/read/news/2014/01/23/078547822/Jadwal-Pilgub-Molor-Calon-Gubernur-Lampung-Mundur di akses 29 Agustus 2014).

Kasus Konflik Pilgub Lampung menjadi sangat menarik karena Pilgub kali ini juga dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan anggota legislatif, dan hal yang unik karena terjadi proses tarik menarik kepentingan antara penyelenggara dan Pemerintah Provinsi selaku penyokong dana yang seharusnya kooperatif dalam pelaksanaan Pilkada. Penulis tertarik ingin mengetahui lebih dalam ingin menyelami dan mengetahui mengapa hal tersebut dapat terjadi dan sejauh mana usaha KPU Lampung sehingga menjadi pengetahuan bagi penulis. Melalui pemaparan masalah di atas maka tesis ini akan mengangkat masalah dengan judul: “Analisis Fungsi Akomodasi dan Tata Kelola KPU Lampung dalam Mengelola Konflik Pada Pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-2019”. Khususnya konflik kebijakan antara Komisi Pemilihan Umum Lampung dengan Gubernur Lampung dalam hal penetapan pelaksanaan pemilihan Gubernur Lampung, dan juga mengetahui sejauh mana KPU melaksanakan fungsi tata kelola dan akomodasi untuk memperlancar Pilkada Lampung 2014.

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya baik berupa skripsi maupun artikel jurnal mengenai konflik dalam proses pemilihan kepala daerah. Akan tetapi, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas meskipun memiliki


(39)

objek kajian yang sama yaitu konflik politik dalam proses pemilihan kepala daerah. Berikut dihuraikan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya:

1. Skripsi Elina Betin di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung tahun 2007 dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Konflik Internal Partai Demokrat Dalam Proses Pencalonan

Pemilihan Kepala Daerah Di Kota Bandar Lampung”.

Perbedaan skripsi Elina Betin dengan penelitian ini adalah, pertama skripsi tersebut membahas konflik yang terjadi di dalam internal Partai Demokrat yaitu antara Partai Demokrat Pusat dengan Partai Demokrat Daerah Lampung dalam hal penetapan calon kepala daerah. Konflik internal tersebut berujung pada digantikannya Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Lampung Thomas Azis Riska dengan Plt. Ketua Peter Tji'din tahun 2007 (Betin, 2007: 8). Sedangkan dalam tesis ini, masalah yang diteliti adalah mencoba menganalisis dan mengetahui fungsi tata kelola dan akomodasi KPU Lampung dalam menangani konflik yang terjadi dengan Pemerintah Provinsi Lampung juga hal lain yang menyebabkan perbedaan persepsi antara Gubernur Lampung dan KPU Lampung ikhwal penetapan Pilkada Lampung.

Kedua, teori yang digunakan dalam skripsi Elina Betin adalah teori penyebab konflik dari Inu Kencana. Inu Kencana dalam Betin (2007: 27) menjelaskan konflik disebabkan oleh perbedaan individu, perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda,


(40)

perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok dan perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat (Betin, 2007: 27). Sementara dalam tesis ini teori yang digunakan adalah teori penyebab konflik dari Fisher, dkk, dalam Sahih Gatara dan Dzulkiah Said (2011: 183) yaitu teori hubungan masyarakat, teori negosiasi prinsip dan teori kebutuhan manusia.

Ketiga, metode penelitian yang digunakan dalam skripsi Elina Betin dan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif namun dalam tesis ini menggunakan studi kasus dan explanatory research. Teknik pengumpulan data dalam skripsi Elina Betin adalah dengan observasi, wawancara dan penelitian pustaka. Sedangkan, dalam penelitian ini menggunakan wawancara, kajian pustaka dan dokumentasi.

2. Tulisan Darmawan Purba tahun 2010 dengan judul “Bentuk Resolusi Konflik Dalam Pilkada”, Jurnal Politika, volume 1.

Perbedaan tulisan Darmawan dengan penelitian ini adalah pertama, di dalam tulisan Darmawan membahas tentang resolusi konflik dalam pilkada Kota Yogyakarta dan pilkada Kabupaten Jepara. Kedua daerah tersebut mengalami penundaan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah karena disebabkan oleh pasangan calon yang mendaftar hanya satu pasangan (Darmawan, 2010: 4). Sedangkan dalam tesis ini, masalah yang diteliti adalah mencoba menganalisis dan mengetahui fungsi tata kelola dan akomodasi KPU Lampung dalam menangani konflik yang terjadi


(41)

dengan Pemerintah Provinsi Lampung juga hal lain yang menyebabkan perbedaan persepsi antara Gubernur Lampung dan KPU Lampung ikhwal penetapan Pilkada Lampung.

Kedua, teori yang digunakan dalam tulisan Darmawan adalah teori resolusi konflik menurut Harjana (dalam Darmawan, 2010:6) teori resolusi konflik adalah competiting dan dominating, collaborating dan confronting, compromising dan negotiating, avoiding, accommodating dan obliging. Sedangkan dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori penyebab konflik dari Fisher, dkk. Dalam Sahih Gatara dan Dzulkiah Said (2011: 183) teori tersebut adalah teori hubungan masyarakat, teori negosiasi prinsip dan teori kebutuhan manusia. Ketiga, metode penelitian yang digunakan dalam tulisan Darmawan adalah dengan kualitatif. Sedangkan, dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatori kualitatif.

3. Tulisan Tsani Khoirur Rizal tahun 2013 dengan judul “Konflik Pilkada

Dalam Era Demokrasi” Jurnal Universitas Negeri Yogyakrata.

Perbedaan tulisan Tsani Khoirur Rizal dengan penelitian ini adalah pertama, Dalam tulisan Rizal membahas tentang konflik paska pilkada dimana adanya rasa ketidakpuasan dari pasangan calon atau pendukung pasangan calon ketika gugur dalam tahap pencalonan, ketidakpuasan pasangan calon kepala daerah terhadap hasil penghitungan suara dan tidak bersedianya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan hasil pemilihan kepala daerah (Khoirur Rizal, 2013: 3). Sedangkan dalam tesis ini, masalah yang diteliti adalah mencoba menganalisis dan mengetahui


(42)

fungsi tata kelola dan akomodasi KPU Lampung dalam menangani konflik yang terjadi dengan Pemerintah Provinsi Lampung juga hal lain yang menyebabkan perbedaan persepsi antara Gubernur Lampung dan KPU Lampung ikhwal penetapan Pilkada Lampung.

Kedua, teori yang digunakan dalam tulisan Tsani Khoirur Rizal adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Khoirur Rizal, 2013: 5). Sedangkan dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori penyebab konflik dari Fisher, dkk, dalam Sahih Gatara dan Dzulkiah Said (2011: 183) yaitu teori hubungan masyarakat, teori negosiasi prinsip dan teori kebutuhan manusia.

Ketiga, metode penelitian yang digunakan oleh Tsani Koirur Rizal adalah deskriptif evaluatif terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Khoirur Rizal, 2013: 6). Sedangkan, penelitian ini menggunakan metode eksplanatori kualitatif yaitu menjelaskan tentang masalah yang diteliti; dan menyangkut penyebab terjadinya konflik politik dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur Lampung tahun 2014.

4. Skripsi Andrialius Feraera di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung tahun 2014 dengan judul “Faktor -Faktor Penyebab Konflik Dalam Pelaksanaan Pemilihan Gubernur

Lampung Tahun 2013”.

Perbedaan Skripsi Andrialius Feraera dengan Tesis ini ialah pada Tesis ini mencoba menganalisis dan mengetahui fungsi tata kelola dan akomodasi


(43)

KPU Lampung dalam menangani konflik yang terjadi dengan Pemerintah Provinsi Lampung juga hal lain yang menyebabkan perbedaan persepsi antara Gubernur Lampung dan KPU Lampung ikhwal penetapan Pilkada Lampung sedangkan pada Skripsi Andrealius Feraera lebih menekankan kepada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik antara KPU Lampung dan Gubernur Lampung dalam penetapan Pilkada Lampung 2014, dan mengetahui dampak yang ditimbulkan dari konflik tersebut bagi masyarakat Lampung.

Selanjutnya teori yang digunakan pada penelitian ini memiliki beberapa kesamaan dengan menggunakan teori konflik politik dan kelembagaan dalam menganalisis masalah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Mengapa konflik pada pelaksanaan Pilgub Lampung periode 2014-2019 sangat berlarut-larut ?

2. Bagaimana Implikasi Konflik antara KPU Lampung dan Gubernur Lampung pada Pilgub Lampung Periode 2014-2019 ?

3. Bagaimana fungsi akomodasi dan tata kelola KPU Lampung dalam mengelola konflik pada Pilgub Lampung Periode 2014-2019 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk :


(44)

1. Mengetahui dan menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan konflik penyelenggaraan pemilihan Gubernur Lampung berlarut – larut. 2. Mengetahui dan menganalisis Implikasi Konflik antara KPU Lampung

dan Gubernur Lampung pada Pilgub Lampung Periode 2014-2019. 3. Mengetahui dan menganalisis fungsi akomodasi dan tata kelola KPU

Lampung dalam mengelola konflik pada pemilihan Gubernur Lampung Periode 2014-2019.

1.4Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan kajian Ilmu Politik, khususnya dalam penyelenggaraan pemilu serta manajemen konflik dalam pemilu.

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada ketua maupun anggota KPU Provinsi Lampung, agar dapat melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal, terutama dalam penyelenggaraan pemilu selanjutnya. Serta dapat menjadi bahan masukan pemerintah Provinsi Lampung selanjutnya dalam menyelenggarakan Pemilukada.


(45)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pemilu dan Demokrasi

2.1.1Pemilu

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu cara berdemokrasi yaitu dengan memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, hal tersebut merupakan simbol pemenuhan hak politik warga negara. Pemilu dilaksanakan bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Oleh sebab itu, dibutuhkan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pemilihan umum mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai: a. Sarana memilih pejabat publik (pembentukan pemerintahan), b. Sarana pertanggungjawaban pejabat publik, dan


(46)

Menurut Austin Ranney (1982, sumber http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-pemilihan-umum pemilu.html diakses 16 September 2014), pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi kriteria sebgai berikut:

a. Penyelenggaraan secara periodik (regular election), b. Pilihan yang bermakna (meaningful choices),

c. Kebebasan untuk mengusulkan calon (freedom to put forth candidate), d. Hak pilih umum bagi kaum dewasa (universal adult suffrage),

e. Kesetaraan bobot suara (equal weighting votes),

f. Kebebasan untuk memilih (free registration oh choice),

g. Kejujuran dalam perhitungan suara dan pelaporan hasil (accurate counting of choices and reporting of results)

Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Cara langsung, ialah rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat. Contohnya, pemilu di Indonesia untuk memilih anggota DPRD, DPR, dan Presiden.

b. Cara bertingkat, ialah rakyat terlebih dahulu memilih wakilnya (senat), lantas wakil rakyat itulah yang memilih wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.

Dalam suatu pemilu, setidaknya ada tiga sistem utama yang sering digunakan, yaitu:

a. Sistem Distrik: Sistem distrik merupakan sistem yang paling tua. Sistem ini didasarkan kepada kesatuan geografis. Dalam sistem distrik satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen. Sistem ini sering dipakai di negara yang menganut sistem dwipartai, seperti Inggris dan Amerika.

b. Sistem perwakilan proporsional: Dalam sistem perwakilan proporsional, jumlah kursi di DPR dibagi kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan perolehan jumlah suara dalam pemilihan umum. khusus di daerah pemilihan. Untuk keperluan itu, maka ditentukan suatu pertimbangan, misalnya 1 orang wakil di DPR mewakili 500 ribu penduduk.

c. Sistem campuran: Sistem ini merupakan campuran antara sistem distrik dengan proporsional. Sistem ini membagi wilayah negara ke dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum dibagi. Sistem ini diterapkan di Indonesia sejak pemilu tahun 1977 dalam


(47)

memilih anggota DPR dan DPRD. Sistem ini disebut juga proporsional berdasarkan stelsel daftar.

2.1.2 Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Dalam sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.


(48)

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga negara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud disini bukan hanya dalam arti kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walaupun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).


(49)

Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,

bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Sejarah demokrasi dimulai pada awal tahun 1950-an, UNESCO memulai penelitian terkait demokrasi. Lebih dari 100 orang cendikiawan yang berasal dari Barat dan Timur terlibat dalam penelitian tersebut. Hasilnya menunjukan bahwa demokrasi memperoleh tanggapan positif. Bahkan setelah itu mereka bersepakat bahwa demokrasi dianggap merupakan model ideal bagi sistem politik (dalam R. Siti Zuhro. 1993 : 30-43).

Samuel Huntington (1970) melengkapi hasil temuan tersebut dengan terbitnya bukunya yaitu : Political Order in Changing Societies, yang memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan studi tentang demokrasi di Dunia Ketiga. Buku ini merupakan karya menarik bagi kaum


(50)

ilmuwan karena gagasan-gagasannya dianggap memberikan optimisme terhadap negara-negara di Dunia Ketiga yang dinilai Huntington mulai meninggalkan sistem authoritarian atau totaliter, dan mengambil sistem pemerintahan yang demokratis.

Menurut Huntington (1995), ada tiga tanggapan umum yang melekat dalam konsep demokrasi. Pertama, demokrasi bukan hanya untuk pemerintahan yang dapat diterima, tapi juga merupakan sebuah doktrin politik yang akan menguntungkan banyak negara. Pemahaman ini sangat didukung oleh Amerika Serikat yang menganggap dirinya sebagai model demokrasi modern. Kedua demokrasi sebagai sistem politik dan pemerintahan mempunyai akar sejarah sejak zaman yunani kuno, dan

sebagai bentuk “ideal” yang mampu bertahan selama beberapa abad dalam suasana politik yang sangat fluktuatif. Ketiga demokrasi dipandang

sebagai suatu sistem yang “natural” dengan asumsi bahwa masyarakat di negara manapun dapat memperjuangkan kebebasannya untuk menentukan sistem politik dan kehidupan bernegaranya.

Pada pelakasanaan sistem demokrasi memiliki beberapa varian, sejak awal abad kesembilan belas masehi, demokrasi dipandang sebagai suatu tata cara pemerintahan oleh seluruh rakyat. Pemerintahan demokratis terutama dilihat dalam hal persamaan politik dan hak-hak yang sah lainnya. Seperti hak untuk memilih, hak untuk mengemukakan pendapat politik yang berbeda, hak menyuarakan aspirasi melalui partai, dan hak bagi para wakil terpilih untuk mengawasi pemerintah. Namun belakangan ini, demokrasi


(51)

lebih diarahkan pada kegiatan Negara untuk menjamin hak ekonomi dan politik individu yang diikuti oleh upaya mengahapuskan buta huruf dan kesenjangan sosial (Robert Wesson dalam R. Siti Zuhro, 1993:33). Faktor lain yang tak kalah pentingnya agar terciptanya norma demokrasi ialah kesamaan di hadapan hukum, pertimbangan kepentingan umum, peningkatan pengawasan terhadap birokrasi.

Menurut Diamond, Lipset dan Scmitter berdasarkan hasil penelitiannya terkait perkembangan demokrasi di Dunia Ketiga, mereka mengusulkan agar definisi demokrasi lebih dipersempit dengan memberi sekat antara ruang politik dari ruang sosial dan ekonomi. Mereka menekankan bahwa gagasan polyarchy Dahl yang memfokuskan terhadap pentingnya menjaga integritas, kompetisi politik dan partisipasi. Bertolak belakang dengan pemikiran Dahl, mereka menitikberatkan pengertian demokrasi yang memberikan toleransi penguasa terhadap oposisi. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan dukungan pemerintah terhadap organisasi plural untuk mendorong pembangunan partai politik, kelompok kepentingan, serta ikut membuat iklim bebas berorganisasi. Dalam hal ini, penting pula pembangunan institusi yang dapat mengumpulkan dan menerjemahkan kepentingan umum. Serta yang kompeten dalam memantau kekuasaan Negara yang cenderung absolut ditangan eksekutif, karena dominasi Negara terhadap rakyat sering menjadi tantangan besar dalam perkembangan demokrasi.


(52)

Berdasarkan penjabaran sebelumnya ada beberapa kesamaan pendapat ahli dalam menjabarkan arti demokrasi di Dunia Ketiga. Semua menekankan kepada petingnya untuk menjaga hak-hak individu serta hak untuk mendapat peluang yang sama dalam mengimplementasikan kepentingannya baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Mereka juga berargumen terkait pentingnya perluasan partisipasi politik dan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional yang sama terhadap kehidupan politik oposisi. Pemerintah perlu menjamin kondisi politik yang memungkinkan tumbuhnya oposisi yang kuat sehingga tercipta organisasi pluralistik di luar kekuasaan negara.

Persepsi banyak Negara terkait demokrasi ialah sistem perwakilan, yang dimaksudkan ialah suatu keputusan tidak mungkin dicapai atas hasil suara seluruh penduduk, tetapi dengan menempatkan wakil-wakilnya di lembaga legislatif dengan cara memilih langsung tanpa adanya paksaan. Dalam demokrasi juga menegaskan jaminan kebebasan sipil, yang terdiri dari kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan kebebasan untuk berkumpul dan berorganisasi yang di lindungi oleh undang-undang.

Pada hakekatnya demokrasi secara umum merupakan cara-cara untuk menetapkan otoritas dimana rakyat memilih pemimpin – pemimpin mereka (Huntington, 1994: 27-44). Dalam sistem politik yang lain, terlihat bahwa kebanyakan dari para penguasa yang terlahir karena faktor keturunan, penunjukan, nasib, ujian, atau paksaan dengan kekerasan/revolusi radikal. Bertentangan dengan hal tersebut, terdapat dua


(53)

kemungkinan yang dapat terjadi dalam demokrasi yaitu penguasa-penguasa atau rakyat identik sebagaimana dalam demokrasi langsung, atau penguasa dipilih oleh rakyat dengan memberikan suaranya.

2.2Konflik Kelembagaan Politik 2.2.1Konflik Politik

Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125). Pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan agenda politik yang panjang dalam sejarah pemerintahan daerah, betapa tidak semenjak tahun 2005 dan tahun-tahun selanjutnya, harus digelar pemilihan kepala daerah secara langsung di 226 daerah, meliputi 11 pemilihan gubernur, 179 pemilihan bupati, dan 36 pemilihan walikota (Kompas 26/ 02/ 05). Perkembangan politik semacam ini tentu menyisakan berbagai persoalan, baik pada pra pemilihan, pada saat pemilihan, maupun pasca pemilihan.

Kemunculan konflik-konflik lokal di berbagai daerah dalam menghadapi arus demokrasi langsung tersebut, sulit untuk dihindari. Sorensen mengatakan bahwa konflik domestik yang terjadi pada berbagai level dan segmen masyarakat, yang bersumber dari dan mengakibatkan kemerosotan otoritas kekuasaan, dan pada gilirannya diikuti dengan kekerasan dan anarki (Zein:2005). Perbedaan kepentingan politik sesungguhnya sesuatu yang tidak dapat dinafikan dalam konteks demokrasi, demokrasi membuka


(54)

seluas-luasnya kebebasan untuk berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan berserikat dalam masyarakat politik, meskipun demikian terjadinya konflik politik, bahkan sampai pada aras kekerasan politik juga sesuatu yang sulit dihindari (Sulistyaningsih dan Hijri, 28:2005). Dalam kaitan itu, setidaknya ada 5 (lima) sumber konflik potensial, baik menjelang, saat penyelenggaraan, maupun pengumuman hasil pilkada (Haris:2005). Pertama, konflik yang bersumber dari mobilisasi politik atas nama etnik, agama, daerah, dan darah. Kedua, konflik yang bersumber dari kampanye negatif antarpasangan calon kepala daerah. Ketiga, konflik yang bersumber dari premanisme politik dan pemaksaan kehendak. Keempat, konflik yang bersumber dari manipulasi dan kecurangan penghitungan suara hasil pilkada. Kelima, konflik yang bersumber dari perbedaan penafsiran terhadap aturan main penyelenggaraan pilkada. Dari kelima sumber konflik yang telah dipaparkan Provinsi Lampung diidentifikasi terjadi konflik karena perbedaan penafsiran terhadap aturan main penyelenggaraan pilkada.

Mekanisme pemilihan pilkada langsung hanya bagian kecil dari peningkatan kualitas demokrasi di tingkat lokal. Ia tidak dengan sendirinya menjamin (taken for granted) peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri. Kualitas demokrasi sebenarnya didasarkan pada banyak hal, khususnya menyangkut penerapan prinsip transparansi anggaran, partisipasi kelembagaan lokal, dan akomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat di dalam pengambilan keputusan/peraturan di daerah. Sebaik apa pun sebuah pemerintahan dirancang, ia tak bisa dianggap demokratis kecuali


(55)

para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negara dalam cara yang terbuka dan jujur untuk semuanya.

Peta konflik dalam pemilihan kepala daerah secara langsung diprediksikan akan menjadi sebuah rentetan konflik, bahkan potensi konflik ini juga bisa muncul di daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai daerah yang aman, atau daerah yang tidak pernah terjadi konflik sebelumnya. Dilihat dari dimensi vertikal-horizontal hubungan elite-massa yang begitu dekat, etnonasionalisme, absolutisme kedaerahan, dan syarat dengan polarisasi kepentingan pilkada secara langsung sangat rentan dengan konflik. Selain itu pula, pemetaan konflik politik dapat juga dilakukan dari berbagai segi, seperti ideologi secara makro, kondisi politik lokal (geopolitik), sosial budaya, dan keamanan (Hijri, 11: 2004).

Meskipun disadari bahwa konflik dalam Pilkada merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan, namun tentu saja peristiwa sosial semacam itu harus menjadi perhatian. Keteraturan sosial (social order) atau dalam tataran yang lebih makro yakni integrasi bangsa tetap menjadi prioritas dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Resolusi atau pengelolaan konflik dalam Pilkada menjadi urgent untuk dipikirkan, dirumuskan, dan diimplementasikan secara proporsional dan professional. Salah satu cara untuk mendapatkan model yang baik adalah dengan melakukan penelitian lapangan.


(56)

Pada dasarnya politik selalu mengandung konflik dan persaingan kepentingan. Suatu konflik biasanya berawal dari kontroversi-kontroversi yang muncul dalam berbagai peristiwa politik, dimana kontroversi tersebut diawali dengan hal-hal yang abstrak dan umum, kemudian bergerak dan berproses menjadi suatu konflik (Hidayat, 2002:124). Konflik politik merupakan salah satu bentuk konflik sosial, dimana keduanya memiliki kesamaan, hanya yang membedakan konflik sosial dan politik adalah kata politik yang membawa konotasi tertentu bagi sebutan konflik politik , yakni berhubungan dengan negara/pemerintah, para pejabat politik/pemerintahan, dan kebijakan (Rauf, 2001:19).

Konflik politik merupakan kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang keputusan politik, kebijakan publik dan pelaksanaannya, juga perilaku penguasa beserta segenap aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara partisipan politik (Surbakti, 1992:151). Sebagai aktivitas politik, konflik merupakan suatu jenis interaksi (interaction) yang ditandai dengan bentrokan atau benturan diantara kepentingan, gagasan, kebijaksanaan, program, dan pribadi atau persoalan dasar lainnya yang satu sama lain saling bertentangan (Plano, dkk, 1994:40). Dengan demikian, makna benturan diantara kepentingan tadi, dapat diilustrasiikan seperti perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antara individu dan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu atau individu, kelompok dengan pemerintah (Surbakti, 1992:149).


(57)

Menurut Eric Hoffer Konflik terbuka (manifest conflict) dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor keinginan akan perubahan dan keinginan mendapat pengganti Faktor tersebut. suatu saat, mampu menggerakkan sebuah gerakan massa yang bergerak seketika, menuntut perubahan revolusioner (Hoffer:1998). Konflik merupakan suatu keadaan dari seseorang atau kelompok yang memiliki perbedaan dalam memandang suatu hal dan diwujudkan dalam perilaku yang bertentangan dengan pihak lain yang terlibat di dalamnya ketika akan mencapai tujuan tertentu. Hal ini diperkuat oleh Ramlan Surbakti (1992: 149) menyatakan konflik

mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat,

persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah. Konflik merupakan upaya mendapatkan dan atau mempertahankan nilai-nilai.

Lebih lanjut Ramlan Surbakti (1992: 151) menegaskan bahwa konflik politik dirumuskan sebagai perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan di antara sejumlah individu, kelompok atau organisasi dalam upaya mendapatkan dan mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Konflik yang di bahas dalam Tesis ini ialah perbedaan pandangan antara Komisi Pemilihan Umum Lampung dengan Gubernur Lampung dalam menetapkan pelaksanaan waktu pemilihan Gubernur Lampung.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. Rozali. 2011. Pelaksanaan Otonomi Luas : Dengan Kepala Daerah Secara Langsung. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Efriza.2012.Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik . Alfabeta. Bandung Fisher, Simon, dkk., 2001, Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk

Bertindak, The British Council Indonesia, Jakarta.

Gahral Adian, Donny, 2010, Demokrasi Substansial: Risalah Kebangkrutan Liberalisme, Depok: Koekoesan.

Hadi, Sutrisno. 1998. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Hardjowirogo, Marbangun. 1989. Manusia Jawa. Haji Masagung. Jakarta Hidayat, Imam, 2002, Teori-teori Politik, PA.NurulAbyadh dan Pustaka Pelajar,

Yogyakarta

Hoffer, Eric , 1998, Gerakan Massa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Minnery, John R., (1985). Conflict management in urban planning, Gower Publishing Company Limited, England.

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya Ilmiah. Kencana. Jakarta

Plano, Jack C, dkk, 1994, Kamus Analisa Politik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannh. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta

Prihatmoko, Joko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. LP2I Press. Semarang.


(2)

Rauf, Maswadi, 2001, Konsensus dan Konflik Politik , DIKTI, Jakarta

Ross, Marc Howard Ross, (1993). The management of conflict: interpretations and interests in comparative perspective, Yale university press.

Sahih Gatara, A.A. dan Dzulkiah Said, Mohamad, 2011, Sosiologi Politik: Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian, Bandung: CV Pustaka Setia. Sarundajang. 2012. Pilkada Langsung : Problematika dan Prospek. Kata Hasta

Pustaka. Jakarta

Suaib, Eka. 2010. Problematika Pemutakhiran Data Pemilih Di Indonesia. Koekoesan. Depok.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung

Suharizal. 2011. Pemilukada : Regulasi, Dinamika, Dan Konsep Mendatang. Rajawali Pers. Jakarta

Surbakti, Ramlan, 1992, Memahi Ilmu Politik, Jakarta: PT Grasindo.

Urbaningrum,Anas,Ranjau-RanjauReformasi :PotretKonflik Politik PascaKejatuhan Soeharto, 1998, Rajawali Press, Jakarta.

Walton, Richard E. 1987. Managing Conflict. New York: Addison-Wesley. Wilmot, W. W., dan J. L. Hocker. 2001. Interpersonal Conflict #6. New York:

McGraw-Hill.

Wijono, Sutarto, 2012, Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta: Kencana. Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan).

Bandung: Mandar Maju.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.

Zein, M. Harry Mulya, 2004, Pilkada Langsung dan Arus Balik Demokrasi, Media Indonesia, Tanggal 31 Desember.

Skripsi dan Tesis:

Hardinata, 2012. “Elit Lokal Dalam Pemilukada” (Studi Perbandingan Strategi Dua Kandidat Dalam Pemilukada Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2010) Tesis Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.


(3)

Feraera, Andrealius, 2014. “Faktor-Faktor Penyebab Konflik Dalam Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Lampung Tahun 2013” Skripsi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.

Betin, Elina, 2007, “Faktor-Faktor Penyebab Konflik Internal Partai Demokrat Dalam Proses Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah Di Kota Bandar Lampung” Skripsi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.

Jurnal dan artikel :

Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi Volume 7, nomor 2, April 2008: 47

R. Siti Zuhro. 1993, “Demokrasi Suatu Tinjauan Teoritis”, Jurnal Ilmu Politik 14. Sulistyaningsih, Tri, dan Hijri, Yana Syafriyana, 2006, Pemahaman Masyarakat Multikulturalisme dalam Pengelolaan Konflik Sosial dan Politik (Studi pada Masyarakat Multi Etnik di Kota Malang), Jurnal Publica FISIP UMM, Edisi VII.

Haris, Syamsuddin, 2005, Mengelola Potensi Konflik Pilkada, Kompas tanggal 10 Mei.

Darmawan, 2010, “Bentuk Resolusi Konflik Dalam Pilkada”, Jurnal Politika, volume 1.

Lianto, 2010, “Aktualisasi Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow Bagi Peningkatan Kinerja Individu Dalam Organisasi”, Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma Pontianak.

Rizal, 2013, “Konflik Pilkada Dalam Era Demokrasi”, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.

Wahyudi, 2009, “Model Resolusi Konflik Pilkada”, Jurnal Universitas

Muhamadyah Malang, volume 12.

Dokumen :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke-Dua Atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah


(4)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Peraturan Daerah Lampung Nomor 18 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun 2013.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 270/2305/SJ tanggal 6 Mei 2013. Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Lampung Nomor

75/Kpts/KPU-Prov-008/2012 tanggal 11 September 2012 tentang Penetapan Hari Pemungutan Suara Pemilihan Gubernur Tahun 2013. Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Lampung Nomor

44/Kpts/KPU-Prov-008/2013 tanggal 2 September 2013 tentang Penetapan Hari Pemungutan Suara Pemilihan Gubernur Tahun 2013. Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Lampung Nomor

55/Kpts/KPU-Prov-008/2013 tanggal 2 Desember 2013 tentang Penetapan Hari Pemungutan Suara Pemilihan Gubernur Tahun 2014. Website:

Sumber: Diolah dari http://otda.kemendagri.go.id/otda/Pilkada-2013.pdf, diakses pada 15 September 2014.

http://lampung.tribunnews.com/ surat-amalsyah-ke-kpu-lampung, diakses pada 16 September 2014

www.radarlampung. co.id./read/berita-utama/anggaran-pilgub-rp0, diakses pada 16 September 2014

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/10/02/mb9ow6-gubernur-lampung-pilgub-dipercepat-dengan-kpud-baru, diakses pada 20 September 2014 http://www.republika. co.id/-pilgub-belum-jelas-baliho-betebaran, diakses pada 18 September 2014


(5)

http://www.radarlampung.co.id/read/politika/pilgub-simalakama,diakses pada 16 September 2014

Error! Hyperlink reference not valid., diakses pada 19 September 2014 http://www.berdikarionline.com, diakses pada 19 September 2014

http://www. infosatu.com/sugar-grup-dan-pwi-di-balik-pencalonan-ridho, diakses pada 19 September 2014

http://www.tempo.co/read/news/2014/01/23/078547822/Jadwal-Pilgub-Molor-Calon-Gubernur-Lampung-Mundur di akses 29 Agustus 2014

http://www.pelita.or.id/ baca.php?id=20754, diakses pada 12 Desember 2014 Error! Hyperlink reference not valid., diakses pada 4 Desember 2014

http://www.KPU-lampungprov.go.id/SK_TAHAPAN.pdf, diakses pada 4 Desember 2014

http://lampung. tribunnews.com/surat-amalsyah-ke-kpu-lampung, diakses pada 4 Desember 2014

http://politik.kompasiana.com/2012 /12/13/kpu-teracam-disegel--516507 diakses pada 4 Desember 2014

http://rakyatlampung.co.id /new/berita-utama/-gubernur-desak-KPU-lampung-diganti, diakses pada 4 Desember 2014

http://lampost.co/berita/kpu-minta-berunding-dengan-gubernur, diakses pada 4 Desember 2014

http://www.radarlampung. co.id./read/berita-utama/anggaran-pilgub-rp0, diakses pada 4 Desember 2014

http://www.teraslampung.com/2014/03/dr-rudi-ada-skenario-besar-dan.html, diakses pada 21 Desember 2014

http://www.radarlampung.co. id /read/politika/62914-kpu-dituding-incar-proyek-rp610-m, diakses pada 14 Desember 2014

http://lampungku.com /politik/dr-rudy-saya-prihatin-atas-yang-terjadi-di-lampung, diakses pada 4 Desember 2014

http://hariansenator.com /v1/berita-utama/627-tahapan-pilgub-diulang?device=html diakses pada 21 Desember 2014

http:// lampost.co/berita/kpu-minta-berunding-dengan-gubernur, diakses pada 4 Desember 2014


(6)

http://www. Suarapembaruan .comhome/tolak-pilkada-dipercepat- gubernur-, diakses pada 2 Januari 2015

http://www.radarlampung. co.id./ read/berita-utama/anggaran-pilgub-rp0, diakses pada 29 Desember 2014

http://www.radarlampung.co.id/read/politika/66887-akhir- nya-ada-kepastian-dana-pilgub, diakses pada 5 Januari 2015

http://www.antaranews. com/pemilu/berita /4 21202/ lampung-jadi-model-penggabungan-pilgub-dan-pemilu, diakses pada 5Januari 2014

http://www.tribunnews.com/regional/2014 /05 /05/kpu-lampung-dpt-dan-c6-pileg-dan-pilgub-lampung-sama, diakses pada 2 Januari 2014

http://www.radarlampung.co.id/read/politika/65798-idi-belum-jadwalkan-tes-kesehatan 2 Januari 2015

http://lampost.co/berita/ 100-an-orang -tuntut-kpu-lampung-mundur, diakses pada 4 Januari 2015

http://lampungtvnews.com/?p=36, diakses pada 5 Januari 2015

http://www.koraneditor.com/utama /3163 -kpu-pemprov-dprd-buruk-komunikasi, diakses pada 2 Januari 2015

http://rakyatlampung. co.id /new /berita-utama/-gubernur-desak-KPU-lampung-diganti, diakses pada 7 September 2014

http://www.antaranews. com/berita/419364/surat-perpanjangan-jabatan-komisioner-kpu-se-lampung-diduga-ilegal, diakses pada 5 Januari 2015 http://lampost.co.berita/aktivis-kump- ulkan-koin-pilgub-lampung -2013, diakses pada 6 Oktober 2014)

http://politik.kompasiana.com/ 2012/ 10/25 /polemik -pilgub-lampung- mulai - libatkan – massa - 504226.html, diakses pada 10 Oktober 2014).

Sumber http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20130928/polemik-pelaksanaan-pilgub-lampung.html#ixzz3RdVQcGJO diakses 13 Februari 2015 Pukul 21.42 WIB