Aspek-aspek Pemerolehan Bahasa Kedua.

pesantren secara tidak langsung membiasakannya untuk selalu menggunakan bahasa kedua yaitu bahasa Arab ataupun bahasa Inggris.

2.1.4 Aspek-aspek Pemerolehan Bahasa Kedua.

Cakrawala 2007 : 2 dalam artikelnya yang berjudul pemerolehan bahasa kedua menyebutkan bahwa ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk mempelajari bahasa kedua: 1. Kemampuan bahasa. Biasanya apabila seseorang memutuskan untuk mempelajari bahasa kedua secara formal, ia akan melalui tes kemampuan bahasa atau language aptitude test yang dilakukan oleh lembaga kursus bahasa untuk menilai kecakapanbakat bahasa yang dimiliki oleh orang tersebut. Tes ini terbukti cukup efektif untuk memprediksi siswa-siswa mana yang akan sukses di dalam pembelajaran bahasa kedua. Meskipun demikian masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kemampuan bahasa atau language aptitude itu sendiri. Apakah kemampuan bahasa itu merupakan suatu kesatuan konsep, suatu properti organik di dalam otak manusia atau suatu komplek faktor termasuk di dalamnya motivasi dan lingkungan. Penelitian mengenai kemampuan bahasa atau language aptitude sering dikritik karena tidak relevan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh para siswa di sekolah-sekolah bahasa yang harus berusaha sekuat tenaga untuk menguasai bahasa kedua terlepas dari apakah mereka memiliki bakat atau tidak untuk hal tersebut. Apalagi penelitian menemukan bahwa kemampuan bahasa atau language aptitude itu tidak dapat diubah. Universitas Sumatera Utara Tes kemampuan bahasa atau language aptitude test tidak dilakukan secara khusus di lingkungan pesantren. Untuk mengukur kemampuan mereka berbahasa Arab, para pengurus bahasa mengadakan perlombaan-perlombaan secara berkala. Seperti mengadakan cerdas cermat bahasa, perlombaan pidato dalam bahasa Arab, Mengadakan lomba baca berita dan iklan, Mengadakan perlombaan pidato dalam bahasa Arab yang dilakukan setiap setiap bulan secara bergantian. Dari perlombaan- perlombaan itu akan diketahui siapa saja santri yang mempunyai bakat dalam berbahasa. Dari hasil usaha mereka, para pengurus bahasa memberikan reward yang sesuai. 2. Usia. Sebagian besar masyarakat umum masih meyakini bahwa untuk belajar bahasa kedua akan lebih baik dilakukan ketika masih anak-anak. Belajar bahasa kedua ketika telah dewasa akan terasa lebih sulit. Tetapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai hal ini gagal untuk membuktikan kebenaran keyakinan masyarakat umum tersebut. Mereka yang mulai belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tetap dapat mencapai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai hal ini hanya mampu menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang belajar bahasa kedua ketika telah dewasa tidak mampu merubah aksen mereka seperti aksennya penutur asli, aksen orang dewasa adalah aksen bahasa pertama yang sulit untuk dirubah. Hal menarik yang dapat diambil dan penelitian-penelitian tersebut adalah jika Universitas Sumatera Utara program pembelajaran bahasa kedua yang diberikan berupa immersion pembelajaran bahasa kedua dengan terjun langsung di lingkungan penutur asli, orang dewasa cenderung lebih cepat memperoleh bahasa kedua dibandingkan dengan anak-anak, hal ini dikarenakan otak orang dewasa berfungsi lebih sempurna dibandingkan dengan otak anak-anak dan orang dewasa memiliki lebih banyak pengalaman berbahasa dibandingkan dengan anak-anak. 3. Strategi yang digunakan. Penggunaan strategi yang efektif sangat penting agar pembelajaran bahasa kedua dapat berhasil. Secara umum strategi pemerolehan bahasa kedua dibagi menjadi dua yaitu strategi belajar dan strategi berkomunikasi. Strategi belajar adalah strategi yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa kedua, seperti penggunaan kamus atau penggunaan TV kabel untuk menangkap siaran-siaran TV yang menggunakan bahasa kedua. Sedangkan strategi berkomunikasi adalah strategi yang digunakan oleh siswa kelas bahasa kedua dan penutur asli untuk dapat saling memahami ketika terjadi kebuntuan di dalam berkomunikasi di antara mereka karena kurangnya akses terhadap bahasa yang benar, misalnya dengan menggunakan mimik dan gerakan tangan. Strategi pemerolehan bahasa kedua yang dilakukan para santri dipesantren sanagat unik untuk diteliti. Karena mereka tidak dibolehkan menggunakan alat-alat elektronik seperti CD, TV kabel, Tape, dan yang lainnya secara pribadi, maka mereka berusaha dengan cara yang lain. Ide-ide cemerlangpun tumbuh dari mereka. Ada yang mulutnya selalu komat-kamit menghafal kosakata seperti membaca “mantra”, Universitas Sumatera Utara membuat kelompok-kelompok bahasa dengan teman-temannya, dan lain sebagainya. Kondisi tersebut membuat mereka lebih kreatif dalam memperoleh bahasa kedua. 4. Motivasi. Secara sederhana motivasi dapat diartikan sebagai mengapa seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu, berapa lama ia rela melakukan aktivitas tersebut dan sejauh mana usaha yang dilakukannya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai motivasi menunjukkan bahwa motivasi terkait erat dengan tingkat keberhasilan seseorang di dalam pembelajaran bahasa kedua. Pelajar yang memiliki motivasi yang kuat akan sukses dan kesuksesan yang diperolehnya itu akan semakin meningkatkan motivasinya. Motivasi bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, tetapi sangat dipengaruhi oleh umpan balik dan lingkungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah tehknik instruksi yang digunakan oleh guru.

2.1.5 Metode pemerolehan Bahasa Kedua.