konvensiyang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen. Dengan demikian, segala asas dan atau kaidah hukum positif kita berlaku pula pada
hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumen. Terhadap hubungan hukum antar tata hukum itu, Undang-undang
Perlindungan Konsumen mengaturnya dalam Pasal 64 yang berbunyi: “ Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan
melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara
khusus dan atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang- undang ini.”
12
A. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UUPK telah diberikan suatu defenisi konsumen,
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Rumusan mengenai konsumen ini sangat beraneka ragam, seperti halnya di Perancis, defenisi
konsumen mengandung dua unsur, yaitu 1 konsumen hanya orang, dan 2 barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga. Di
Spanyol, pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, bahwa konsumen diartikan tidak hanya individu orang, tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi
pembeli atau pemakai terakhir. Dalam Undang-undang perlindungan konsumen
12
Undang-undang No. 8 Tahun 1999, Pasal 64
Universitas Sumatera Utara
India dinyatakan, konsumen adalah setiap orang pembeli atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk
mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial
13
Pengertian konsumen bukan hanya beraneka ragam, tetapi juga merupakan pengertian yang luas, seperti yang dilukiskan secara sederhana oleh mantan
Presiden Amerika Serikat, Jhon F. Kennedy dengan mengatakan, “Consumers by defenition Include us all”
.
14
1. Setiap orang
. Meskipun beraneka ragam dan luas, dapat juga diberikan unsur tehadap definisi konsumen, yaitu:
Disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berperan sebagai pemakai barang dan atau jasa. Istilah “orang” sebetulnya tidak membatasi pengertian
konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, namaun konsumen juga harus mencakup badan usaha, dengan makna luas daripada badan hukum. Dalam UUPK
digunakan kata “pelaku usaha”. 2.
Pemakai Konsumen memang tidak sekedar pembeli, tetapi semua orang
perorangan atau badan usaha yang mengkonsumsi jasa dan atau jasa barang. Jadi yang paling penting terjadinya transaksi konsumen berupa peralihan barang
dan atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. 3.
Barang dan atau jasa Undang-undang Perlindungan Konsumen UUPK mengartikan barang
sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
13
Ibid, hal 3
14
Ibid, hal 2
Universitas Sumatera Utara
maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dipergunakan, dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasar. Dalam perdagangan yang semakin kompleks dewasa ini, syarat
itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. 5.
Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mahluk hidup lain ransaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan mahluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak
sekedar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang dan atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain diluar diri sendiri dan keluarganya.
6. Barang dan atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit untuk menetapkan
batas-batas seperti itu. Dalam pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah
pembeli, penyewa, nasabah penerima kredit lembaga jasa perbankan atau asuransi penumpang angkutan umum atau pada pokok langganan dari pada
pengusaha
15
15
Az. Nasution, Konsumen Dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal 68
. Pengertian masyarakat ini tidaklah salah, sebab secara yuridis, dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat subjek-subjek hukum
dalam hukum perikatan yang bernama pembeli, penyewa, peminjam-pakai, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Konsumen sebagai alih bahasa dari consumer , secara harafiah berarti seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa seseorangsesuatu
perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu juga suatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
Ada pula yang memberikan arti lain, yaitu konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa
16
a. Undang-undang Barang
. Dalam hukum positif kita, terlihat pengertian konsumen digunakan
berbagai istilah-istilah, beberapa diantaranya yaitu:
Dari Undang-undang Barang ini, terlihat dua hal: 1.
Rakyat yang ingin dijaga kesehatan atau keselamatan tubuhnya dan keamanan jiwanya dari barangatau jasa yang mutunya kurang atau tidak
baik. 2.
Mengatur tentang mutu, susunan barang dan bungkusan barang dagangan. Pengaturan mutu, susunan bahan dan pembungkusan barang tentulah
ditujukan pada pelaku usaha yang mempunyai kegiatan mengenai pembuatan atau pembungkusan barang tersebut.
b. Undang-undang Kesehatan
Undang-undang kesehatan ini menggunakan istilah konsumen untuk pemakai, pengguna barang dan atau jasa pemanfaatan jasa kesehatan. Untuk
maksud itu digunakan berbagai itilah, antara lain istilah setiap orang, masyarakat. c.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
16
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Diadit Media, Jakarta Pusat, 2002, hal 69
Universitas Sumatera Utara
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat berbagai istilah yang perlu diperhatikan, antara lain istilah pembeli, penyewa, penerima hibah,
peminjam pakai, peminjam dan sebagainya. d.
Penyelenggaraan studi baik yang bersifat akademis, maupun tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan perundang-undangan
tentang perlindungan konsumen, antara lain : 1.
Badab Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman BPKN, menyusun batasan tentang konsumen akhir, yaitu pemakai akhir dari
barang yang digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan.
2. Batasan konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali. 3.
Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Departemen Perdagangan
Republik Indonesia, berbunyi konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk
diperdagangkan
17
Sebagai suatu konsep, konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun yang lalu di berbagai Negara dan sampai saai ini sudah puluhan Negara
memiliki undang-undang atau peraturan yang khusus memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sejalan dengan
.
17
Az. Nasution, Op. Cit, hal 10
Universitas Sumatera Utara
perkembangan itu, berbagai Negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen,
maka dalam Garis-garis Besar Haluan Negara senantiasa dicantumkan perlunya dilakukan perlindungan kepada konsumen. Sebagaimana disebutkan dimuka
melalui Tap MPR Nomor IIMPR1993 tetap mencantumkan pentingnya perlindungan kepada konsumen. Hal ini merupakan salah satu bukti konsisten
untuk tetap memperjuangkan kepentingan konsumen Indonesia. Alasan yang dikemukakan untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur dan melindungi kepentingan konsumen dan disebutkan sebagai berikut:
1. Konsumen memerlukan pengaturan tersendiri, karena dalam suatu hubungan
hukum dengan penjual, konsumen merupakan pengguna barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk di produksi atau untuk diperdangkan.
2. Konsumen memerlukan sarana atau acara hukum tersendiri seperti acara
hukum tindak pidana korupsi dengan adanya hal tersebut dapat sebagai upaya melindungi konsumen untuk memperoleh haknya.
Dari pengertian mengenai konsumen, ada hal yang penting yang menjadi pokok keperluan konsumen, yaitu bahwa konsumen memerlukan produk yang
aman bagi kesehatan tubuh atau keamanan jiwa, serta pada umumnya untuk kesejahteraan keluarga atau rumah tangganya, karena hal itu diperlukan kaidah-
kaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk konsumen bagi konsumsi manusia, dilengkapi dengan informasi yang benar, jujur, dan
bertanggungjawab.
Universitas Sumatera Utara
B. Latar Belakang Lahirnya Hukum Perlindungan Konsumen