Akibat Penggunaan Zat Berbahaya dalam Makanan bagi Kesehatan a Formanlin

d Pewarna kuning Metanil Zat pewarna kuning metanil adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan cat berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Penyalahgunaan pewarna kuning metanil untuk pewarna makanan telah ditemukan antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok dan berpandar. Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna kuning metanil antara lain makanan berwarna kuning mencolok dan cenderung berpendar serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen.

2. Akibat Penggunaan Zat Berbahaya dalam Makanan bagi Kesehatan a Formanlin

Bahaya formalin jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan, bisa menyebabkan luka bakar, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi, dan bahaya kanker pada manusia. Bila tertelan sebanyak 2 sendok makan saja atau 30 mL formalin bias menyebabkan kematian. Gejala yang ditimbulkan jika formalin tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah, diare, kemungkinan terjadi perdarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi, kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu, juga bisa menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. b Boraks Bahaya boraks jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan bisa menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi mata dan kerusakan ginjal. Jika boraks 5-10 gram tertelan oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. Efek akut dari boraks bias menyebabkan badan berasa tidak enak, Universitas Sumatera Utara mual, nyeri hebat pada perut bagian atas, perdarahan gastro-enteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam dan sakit kepala. c Rhodamin B Rhodamin B juga berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Akibatnya yang ditimbulkan bisa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati. Jika tertelan selain menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, cirinya air seni akan berwarna merah atau merah muda. Penyalahgunaan rhodamin B untuk pewarna pangan telah banyak ditemukan pada panganan seperti kerupuk, terasi, dan beberapa jajanan yang berwarna merah. d Pewarna Kuning Metanil Methanil Yellow Kuning Metanil akan berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan bisa iritasi pada saluran pernapasan, gangguan pada mata dan bahaya kanker pada kandung dan saluran kemih. Apabila tertelan, bisa menyebabkan mual, muntah , sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. B. Fungsi dan Peranan BPOM dalam Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahnun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departeman, Balai Pengawasan Obat dan Makanan Balai POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen LPND yang bertanggung jawab kepada Presiden. Universitas Sumatera Utara Adapun fungsi dai Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM adalah sebagai berikut: a. Pengaturan, regulasi dan standarisasi b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik c. Evaluasi produk sebelum diijinkan beredar d. Post marketing vigilance termasuk sampling dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi, menyediakan dan menegagkan hukum e. Pra audit dan pasca audit iklan dan produksi f. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan g. Komunikasi, informasi dan edukasi public termasuk peringatan publik. Badan pengawas obat dan makanan mempunyai unik pelaksana teknis yang berkedudukan di daerah dengan nama Balai Besar POM. Kedudukan, tugas dan fungsi Balai Besar POM diatur berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 05018 SK KBPOM tanggal 17 Mei 2001. Adalah sebagai berikut: Unit Pelaksana Teknis di lingkungan badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan Universitas Sumatera Utara b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum f. Pelaksanaan sertifikat produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan i. Pelaksanaan urutan tata usaha dan kerumahtanggaan j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya 54 . C. PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN D. UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN KONSUMEN AKIBAT PENGGUNAAN ZAT BERBAHAYA DALAM MAKANAN 54 Badan POM, Op Cit hal 1 Universitas Sumatera Utara Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak- hak konsumen. Dalam hal penyelesaian sengketa konsumen, dibeberapa Negara pada umumnya dibentuk suatu badan atau lembaga khusus, seperti di Inggris, Hongkong, dan Swedia dikenal lembaga yang disebut “Small Claim Court” Peradilan Konsumen Kecil, di Belanda lembaga peradilan dikenal dengan nama “Chillen Commissie” Komisi Penyelesaian Konsumen Kecil. Di Indonesia sesuai dengan undang-undang yang berlaku, penyelesaian konsumen dapat ditempuh melalui peradilan, misalanya peradilan umum maupun diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Jadi para pihak dapat memilih secara sukarela penyelesaian sengketa konsumennya, bias melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Sehubungan dengan penyelesaian sengketa konsumen ini, penjelasan Pasal 45 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahaun 1999 menyatakan: “ Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang in” 55 55 Rachmadi Usman, Op Cit, hal 223 Universitas Sumatera Utara Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 dihubungkan dengan penjelasannya. Sehingga upaya melindungi konsumen sebagai pemakai akhir dari produk suatu barang atau jasa membutuhkan berbagai aspek hokum agar benar-benar dapat terlindungi dan adil 56 1. Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan . Maka dapat disimpulkan penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut: Kewenangan menyelesaikan sengketa konsumen melalui pengadilan yang berada ditangan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku dilingkungan tersebut. Pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha melalui pengadilan menurut Pasal 46 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 meliputi: a. seseorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan. b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hokum atau yayasan , yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. d. Pemerintah dan atau instansi terkait apabila barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit. 56 Husni Syawal, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Mandor Maju, Bandung, 2000, hal 36 Universitas Sumatera Utara Pada klasifikasi pertama yaitu seorang konsumen atau ahli warisnya tidak ada hal yang terlalu istimewa, namun pada klasifikasi yang kedua, gugatan ini adalah yang mencakup kepentingan orang banyak yang mempunyai kesamaan kepentingan, dalam hal ini adalah kesamaan dalam akibat penggunaan dan jual beli obat. Ada juga yang menyatakan Class Action. Menurut Mas Achmad Santoso, pakar hukum lingkungan, berpendapat bahwa: “Class Action adalah gugatan perdata yang diajukan oleh sejumlah orang sebagai perwakilan kelas mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga korban” 57 1. Sulit menentukan orang yang merasa dirugikan. . Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa Class Action adalah beberapa orang yang mengajukan gugatan dimana merasa dirugikan oleh suatu produk sehingga menuntut ganti rugi di pengadilan bukan untuk diri sendiri akan tetapi juga untuk semua orang yang telah mengalami kerugian yang sama, namun kesulutan cara ini adalah: 2. Kalau gugatan diterima, pengadilan harus membuka daftar tempat orang yang merasa dirugikan oleh hal yang sama mendaftarkan diri. 3. Memakan waktu lama dan biaya mahal. 57 Mas Achmad Santoso, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Class Action, Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan, Jakarta, 1997, hal 10 Universitas Sumatera Utara Dalam perkara Class Action semua objek atau individu yang mempunyai tuntutan hak tidap perlu berlaku sebagai pihak cukup diwakili oleh kelompok. Hambatan untuk melakukan hal seperti itu dalam pengadilan Indonesia adalah adanya ketentuan bahwa individu yang mewakili kepada pihak lain harus disertai dengan istilah Class Action. Kemudian klasifikasi ketiga adalah lembaga swadaya masyarakat dan keempat adalah pemerintah dan atau instansi terkait. Mereka baru akan menggugat pelaku usaha jika ada keruian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit. 2. Penyelesain Sengketa diluar Pengadilan Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dapat dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dikenal dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK yang dibentuk dan di atur dalam undang-undang perlindungan konsumen, dimana tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha. Didalam ketentuan Pasal 23 UUPK dikatakan bahwa dalam hal pelaku usaha tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka dibrikan hak untuk menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui BPSK bukanlah suatu keharusan untuk ditempuh oleh konsumen sebelum pada akhirnya diselesaikan melalui pengadilan. Untuk mengakomodasi kewenangan yang diberikan oleh undang-undang perlindungan konsumen kepada BPSK. Selaku lembaga yang bertugas untuk Universitas Sumatera Utara menyelesaikan persengketaan konsumen diluar pengadilan, UUPK memberi kewenangan kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan tertentu yang dikenakan bagi pelaku usaha, dalam UUPK penyelesaian sengketa konsumen sebagai mana dimaksud pada pasal 45 ayat 2 UUPK ini tidak menutupi kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa, pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua beleh pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau BPSK. Namun saat ini akan dibahas mengenai BPSK. Menurut Pasal 52 UUPK, BPSK mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c. M elakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undangundang ini; e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; Universitas Sumatera Utara h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli danatau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undangundang ini; i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen; j. Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan; k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan 58 . Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen BPSK membentuk majelis, dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil terdiri dari sedikit-dikitnya 3 tiga orang yang mewakili semua unsure dan dibantu oleh seorang panitera 59 58 Undang-undang No. 8 Tahun 1999, Pasal 52 . Menurut ketentuan dalam Pasal 54 ayat 4 UUPK, ketentuan teknis dari pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen diatur tersendiri oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan, yang jelas BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan kepadanya dalam jangka waktu 21 dua puluh satu hari terhitung sejak gugatan diterima oleh BPSK. Lembaga penyelesaian diluar Universitas Sumatera Utara pengadilan, yang dilaksanakan melalui BPSK ini memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yamg memiliki perselisihan dengan pelaku usaha. Sifat penyelesaian sengketa yang cepat dan murang yang memang dibutuhkan oleh konsumen terutama konsumen perorangan tampaknya sudah cukup terakomodasi dalam undang-undang perlindungan konsumen. Sanksi administrative merupakan suatu hak khusus yang diberikan oleh UUPK, yaitu Pasal 60 kepada BPSK atau tugas dan atau kewenangan yang diberikan oleh UUPK ini kepada BPSK untuk menyelesaikan persengketaan konsumen diluar pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 60 ayat 2 jo Pasal 60 ayat 1 UUPK, sanksi administrative yang dapat dijatuhkan oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setinggi-tingginya Rp 200.000.000,- dua ratus juta rupiah terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap: 1. Tidak dilaksanakannya pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha kepada konsumen dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis maupun perawatan kesehatan atau pemberian santunan atau kerugian yang diderita konsumen; 2. Terjadinya kerugian sebagai akibat kegiatan produksi iklan yang dilakukan oleh pelaku usaha periklanan; 3. pelaku usaha yang tidak dapat menyediakan fasilitas jaminan baik dalam bentuk suku cadang maupun pemeliharaanya serta pemberian jaminan atau garansi yang telah ditetapkan sebelumnya baik berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan atau jasa. 59 Gunawan Widjaja, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 77 Universitas Sumatera Utara Ketentuan ini memperjelas bahwa BPSK memang tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Ini sejalan dengan ketentuan Pasal 47 UUPK yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen. Walaupun demikian Undang-undang No. 8 Tahun 1999 guna menegakkan kesepakatan hokum sesuai proporsinya telah meberikan hak dan kewenangan kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang tidak memberikan ganti rugi kepada konsumen yang telah mengkonsumsi makanan yang mengandung zat berbahaya. Dari banyaknya kasus pengaduan yang tercatat, menunjukkan bahwa hak konsumen di Indonesia belum mencukupi hak yang harus diterima oleh konsumen yang terkandung dalam UU perlindungan konsumen. Bertambahnya pengaduan yang tercatat oleh YLKI salah satu penyebabnya adalah banyaknya konsumen yang memberi pengaduan atas ketidak puasannya terhadap barangjasa yang digunakan kepada pihak pelaku usaha namun konsumen harus mengikuti prosedur yang panjang untuk mendapatkan kepuasan pelayanan bagi konsumen. Padahal menurut pasal 5 UU Perlindungan Konsumen ayat 7” Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”. Pada kenyataanya para konsumen belum mendapatkan apa yang terkandung dalam pasal tersebut. Dan seringkali pengaduan konsumen diabaikan oleh pelaku usaha yang memicu para konsumen untuk melapor kepada YLKI. Universitas Sumatera Utara Selain hal tersebut di atas sering dalam kasus keracunan makanan, si korban konsumen enggan untuk melaporkan kejadian yang meninmpanya kepada pihak yang berwenang. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah bahwa konsumen berpikiran jika kasus tersebut dilaporkan maka akan banyak biaya lagi yang dikeluarkan untuk menyelesaikan kasus tersebut dan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga sering konsumen mengabaikannya jika terjadi masalah yang merugikan konsumen seperti keracunan makanan. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP Setelah memaparkan uraian-uraian diatas secara keseluruhan maka sebagai penutup dari penulisan skripsi ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang kemudian diikuti dengan beberapa saran penulisan yang diharapkan dapat berguna dan bermanfaat. A. KESIMPULAN 1. Terhadap kegiatan usaha penjualan makanan ini maka produsen harus memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana yang telah dituangkan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen dan segala ketentuan yang mengatur kegiatan usaha penjualan makanan yang berlaku di dalam negara Republik Indonesia. 2. Mengingat kedudukan konsumen yang relatif lemah dibandingkan produsen maka konsumen memperoleh hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas kerugian yang dari dalamnya, dimana perlindungan hukum kepada konsumen makanan ini diarahakan untuk mencapai tujuan : a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung keterbukaan informasi serta menjamin kepastian hukum. b. Melindungi konsumen pada khususnya dan seluruh produsen. c. Meningkatkan kualitas makanan yang beredar di dalam masyarakat, agar masyarakat dapat mengkonsumsi makanan tersebut. d. Memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dari praktek produsen yang merugikan konsumen melalui penipuan terhadap produk makanan yang di produksinya. Universitas Sumatera Utara 3. Peranan pemerintah sangat diperlukan untuk memberi perlindungan kepada konsumen makanan yang beredar tersebut. Dengan membuat suatu kebijakan dalam upaya pengendalian dan pengawasan serta pembinaan dan penyuluhan, termasuk juga dalam hal pemberian informasi melalui promosi agar tidak menyesatkan konsumen fungsinya dalam hal ini pengaturan, regulasi, standarisasi, evaluasi produk sebelum di ijinkan beredar, pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produk distributor, penyelidikan dan penegakan hukum sehingga pemerintah juga melakukan pengawasan, komunikasi, informasi dan edukasi melalui badan yang terkait. 4. Perlindungan hukum sebagai akibat dari penggunaan makanan yang mengandung zat berbahaya yang menyebabkan kerugian bagi konsumen. Maka konsumen dapat meminta ganti rugi kepada produsen makanan tersebut melalui upaya hukum yaitu upaya hukum secara litigasi pengadilan maupun diluar pengadilan sedangkan upaya hukum di luar pengadilan dapat melalui BPSK. B. SARAN Dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen terhadap makanan yang beredar di dalam masyarakat maka menjadi hal yang sangat mendukung bahwa konsumen itu mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan sehingga diharapkan. 1. Sosialisasikan melalui informasi yang sebanyak-banyaknya kepada konsumen. 2. Badan-badan yang terkait dalam hal penegakan hukum konsumen ini sangat diharapkan sumbangsinya dalam pelaksanaan tugasnya yang dilakukan dengan Universitas Sumatera Utara penuh rasa tanggung jawab, sehingga untuk memberikan upaya perlindungan konsumen terhadap makanan yang beredar di dalam masyarakat dapat dilakukan dengan hati-hati dan tidak berlebihan yang dapat merugikan atau menghentikan pengembangan usaha makanan yang ada di wilayah indonesia. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Dokumen yang terkait

PERLIDMENGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 16

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 4 20

PENUTUP PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 16

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 7

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 1

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 18

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 22

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM) Chapter III V

0 0 30

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 4

FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA FIRJAT ANGGRAINI SULWAN PUSADAN ROSNANI LAKUNNA Abstrak - FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DA

0 0 14