Latar Belakang Lahirnya Hukum Perlindungan Konsumen

B. Latar Belakang Lahirnya Hukum Perlindungan Konsumen

Petaka yang menimpa konsumen Indonesia sering sekali terjadi. Selama beberapa dasawarsa sejumlah peristiwa penting yang menyangkut keamanan konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, mencuat kepermukaan sebagai keprihatinan nasional yang tidak kunjung mendapat perhatian dari sisi perlindungan konsumen, padahal saat ini kurang lebih 210 juta penduduk Indonesia tidak akan mungkin dapat meninggalkan predikat konsumen. Diundangkannya UUPK pada tanggal 20 April 1999 oleh Pemerintahan transisi Kabinet Reformasi Pembangunan Presiden B.J. Habibie tampaknya diiringi dengan harapan terwujudnya wacana baru hubungan konsumen dengan pelaku usaha produsen, distributor, pengecer pengusaha, perusahaan dan sebagainya dalam milenium baru. Kritik dan berbagai keluhan terhadap berbagai pihak terhadap penegakan hukum dan perlindungan hukum bagi yang lemah menjadi referensi utama dalam perumusan norma-norma perlindungan konsumen dalam undang-undang baru itu. Seperangkat norma-norma hukum baru, termasuk perumusan tindakan pidana delik baru berusaha menjawab kekaburan norma-norma perlindungan konsumen dan institusi-institusi perlindungan konsumen. Sebelumnya berlakunya UUPK, konsumen dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan hukumnya dengan memanfaatkan instrumen-instrumen pokok hukum perdata, hukum pidana, hukum dagang, hukum acara perdata, hukum acara pidana, hukum internasional, meskipun secara empiris itu tidak begitu meningkatkan martabat konsumen, apalagi mengayomi konsumen. Konsumen masih tetap berada pada posisi yang lemah. Tetapi itu tidak berarti Universitas Sumatera Utara konsumen tidak dilindungi sama sekali, betapapun lemahnya instrument- instrument hukum pokok. Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Secara universal berbagai hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lebih lemah dalam hubungan dengan pengusaha, baik secara ekonomis, tingkat pendidikan maupun kemampuan daya bersaing. Kedudukan konsumen ini, baik yang bergabung dalam suatu organisasi, apalagi secara individu, tidak seimbang dibandingkan dengan kedudukan pengusaha. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut dibutuhkan perlindungan konsumen. Adapun pokok-pokok dan pedomannya telah termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR Nomor IIMPR1993 . Disamping itu beberapa materi tertentu secara seporadis termuat di dalam peraturan perundang-undangan sebenarnya ditujukan untuk keperluan lain dari mengatur dan atau melindungi kepentingan konsumen sejalan dengan batasan hukum konsumen. Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan pada hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka yang berkedudukan seimbang demikian, maka mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak Universitas Sumatera Utara seimbang. Merupakan kenyataan bahwa kedudukan konsumen yang berjumlah besar baik secara kelompok maupun individu sangat lemah dibandingkan dengan para penyedia barang atau jasa swasta maupun pemerintah publik. Di Negara- negara yang sekarang ini disebut Negara-negara maju telah menempuh pembangunan melalui tiga tingkat: unifikasi, industrialisasi dan Negara kesejahteraan. Pada suatu waktu, dalam posisi tunggal sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi yang menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang lebih kuat dalam banyak hal, maka hal perlindungan konsumen selalu penting untuk dikaji. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materil maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin majunya teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efesiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung maupun tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai segera dicari solusianya, terutama Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen. Universitas Sumatera Utara Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus kepada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak tepuji yang berawal dari etika buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya. Beranjak dari situasi yang sedemikian komplit maka perlindungan terhadap konsumen juga membutuhkan pemikiran yang luas pula. Hal ini sangat penting, kepentingan konsumen pada dasarnya sudah ada sejak awal sebelum barang atau jasa diproduksi selama dalam proses produksi sampai saat distribusi sehingga sampai ditangan konsumen sebenarnya merupakan wujud dari ekonomi kerakyatan 18 “..... Perlindungan perdagangan ditujukan untuk memperlancarkan arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produk dan daya . Dalam praktek perdagangan yang merugikan konsumen, diantaranya penentuan harga barang dan hal-hal yang tidak patut, pemerintah harus secara konsisten berpihak kepada konsumen yang pada umumnya orang kebanyakan. Dalam hubungan ini, penjabaran perlindungan terhadap konsumen juga dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No. II MPR1993, Bab IV, huruf F butir 4a, yaitu: 18 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Intrumen-intrumen Hukumnya. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000, hal 2 Universitas Sumatera Utara saing, meningkatkan pendapatan produsen terutama produsen hasil pertanian rakyat dan pedagang, melindungi kepentingan konsumen....” 19 1. Tidak jelasnya norma-norma perlindungan konsumen . Komitmen melindungi kepentingan konsumen konsumen akhir, bukan konsumen pedagang rupanya masih menjadi huruf-huruf mati melalui Tap MPR Nomor IIMPR1993, karena tidak peraturan perundang-undangan pelaksanaanya yang memang ditujukan untuk itu. Ketidakjelasan itu bukanlah karena belum adanya penelitian dan pengkajian norma-norma perlindungan konsumen macam apa yang sesuai dengan situasi dan konsumen Indonesia, bahkan sebagian besar konsumen Indonesia enggan mengadukan kerugian yang dialaminya walaupun konsumen telah dirugikan oleh produsen pengusaha. Keengganan ini bukanlah karena mereka konsumen tidak sadar hukum, bahkan mereka sadar hukum ketimbang sebagian daripada para penegak hukumnya sendiri, keengganan para konsumen lebih didasarkan pada: 2. Praktek peradilan kita yang tidak lagi sederhana, cepat dan biaya ringan 3. Sikap menghindar konflik walaupun hak-haknya sebagai konsumen dilanggar pengusaha. Dari segala kondisi yang telah dikemukakan maka jelaslah bahwa posisi konsumen itu lemah sehingga ia harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat, sekalipun tujuan hukum itu memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat 20

C. Hak dan Kewajiban Konsumen

Dokumen yang terkait

PERLIDMENGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 16

PENDAHULUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 4 20

PENUTUP PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 16

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 7

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 1

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 18

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 22

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM) Chapter III V

0 0 30

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya Dikaitkan Dengan Undang – Undang Perlindungan Konsumen (Studi di BPOM)

0 0 4

FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA FIRJAT ANGGRAINI SULWAN PUSADAN ROSNANI LAKUNNA Abstrak - FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DA

0 0 14