Anathapindika dan Asoka

Anathapindika dan Asoka

Umat awam terpenting yang menjadi murid Buddha adalah seorang bankir dan saudagar kaya dari Savatthi bernama Sudatta. Walaupun Sudatta adalah nama aslinya, ia biasa dipanggil dengan Anathapindika—sebuah nama julukan yang artinya ‘pemberi makan orang-orang miskin.’ Ia dipanggil demikian karena bantuan materi yang diberikannya dengan sangat murah hati kepada orang-orang miskin dan gelandangan di Savatthi; dan, agaknya ia telah banyak berbuat untuk mereka itu, lebih dari yang biasa dilakukan orang lain, karena bila tidak demikian adanya tentulah ia tidak akan mendapatkan panggilan seperti itu. Tentu saja Anathapindika juga sangat bermurah hati kepada Sangha.

Komenteri-komenteri Theravada acapkali menyinggung dan memuji-muji pemberian- pemberiannya kepada para Bhikkhu yang diduga sebanyak seratus delapan puluh juta dalam hitungan emas; tetapi, kisah-kisah mengenai bantuan yang Komenteri-komenteri Theravada acapkali menyinggung dan memuji-muji pemberian- pemberiannya kepada para Bhikkhu yang diduga sebanyak seratus delapan puluh juta dalam hitungan emas; tetapi, kisah-kisah mengenai bantuan yang

Para penganut tradisi Theravada zaman dahulu tampaknya telah memangkas biografi Anathapindika sehingga mengubahnya dari seorang umat awam yang mempunyai kesadaran sosial yang tinggi menjadi seorang penganut Theravada yang baik yang kepedulian utamanya adalah menghambur-hamburkan kekayaannya untuk Sangha.

Bila Anathapindika adalah umat awam Theravada yang sangat khas; maka, Asoka adalah seorang raja penganut tradisi Theravada yang khas. Tetapi, pernyataan ini perlu diberi penjelasan karena ternyata ada dua orang raja yang bernama Asoka; yakni, Asoka dalam sejarah dan Asoka dalam tradisi Theravada.

Raja Asoka dalam sejarah itu sekarang ini cukup dikenal baik oleh siapapun yang mengenal sejarah agama Buddha ataupun sejarah India. Karena sangat dikejutkan oleh penderitaan yang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakannya yang ekspansionistis, akhirnya ia meninggalkan peperangan dan mencoba memerintah kerajaannya dengan prinsip-prinsip agama Buddha. Raja Asoka membangun rumah sakit, Raja Asoka dalam sejarah itu sekarang ini cukup dikenal baik oleh siapapun yang mengenal sejarah agama Buddha ataupun sejarah India. Karena sangat dikejutkan oleh penderitaan yang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakannya yang ekspansionistis, akhirnya ia meninggalkan peperangan dan mencoba memerintah kerajaannya dengan prinsip-prinsip agama Buddha. Raja Asoka membangun rumah sakit,

menganjurkan toleransi beragama dan memanusiawikan sistim pemerintahan dan sistim peradilan. Tetapi, Asoka dalam sejarah tersebut, yakni Asoka yang sesungguhnya, tidaklah diketahui sampai prasasti-prasastinya yang demikian banyak itu dapat dimaknai dan diterjemahkan pada abad ke-19.

Sebelum itu, Raja Asoka yang dikenal oleh para penganut tradisi Theravada adalah Asoka yang dikenal dalam tradisi yang kehidupan dan perbuatan- perbuatannya dikisahkan dalam Mahavamsa, Dipavamsa, Samantapasadika dan beberapa karya lainnya. Dan betapa berbedanya Raja Asoka ini! Secara mengejutkan, kitab-kitab Theravada tidak menyebutkan sama sekali proyek kesejahteraannya, kepeduliannya kepada rakyatnya sebagai seorang kepala pemerintahan, visinya untuk terciptanya sebuah masyarakat spiritual atau, bahkan, tentang perpindahannya ke agama Buddha yang cukup dramatis itu.

Asoka tersebut, sesuai dengan tradisi, digambarkan sebagai seorang penganut tradisi Theravada awam; yakni, seseorang yang menghabiskan waktunya Asoka tersebut, sesuai dengan tradisi, digambarkan sebagai seorang penganut tradisi Theravada awam; yakni, seseorang yang menghabiskan waktunya

Tetapi, tidak disebutkan sama sekali perbuataan baik yang dilakukannya kepada siapapun, selain kepada para Bhikkhu. Sekali lagi, di tangan para penyunting teks-teks Theravada, seorang manusia luar biasa yang benar-benar peduli dengan kesejahteraan spiritual, moral dan material umat manusia direvisi dan disunting menjadi seorang manusia yang tidak melakukan apapun terhadap siapapun, kecuali kepada para Bhikkhu. Kenyataan ini telah menjadi norma sepanjang sejarah Theravada.

Segala kebajikan sosial dibajak dan dibelokkan ke arah kepentingan Sangha.