Tercerabut dari dunia luar

Tercerabut dari dunia luar

Di luar sebuah kota terpencil bernama Matale di Sri Lanka, terdapat vihara Aloka dimana Tipitaka Pali pertama sekali dituliskan pada abad ke-1 Sebelum Masehi. Pada tahun 1954, kepala vihara tersebut memutuskan untuk mendirikan sebuah perpustakaan internasional untuk kepentingan penelitian ilmu agama Buddha. Uang dalam jumlah besar berhasil dikumpulkan. Pangeran Sihanouk dari Cambodia meletakkan batu pertama dan, akhirnya, kompleks utamanya pun selesai dibangun.

Perpustakaan itu masih ada disana hingga hari ini; namun, sebuah buku pun tidak dapat dijumpai di dalamnya. Baik Bhikkhu kepala vihara maupun para Bhikkhu yang berada di bawah asuhannya tidak mengetahui sedikit pun ilmu perpustakaan. Letaknya pun bermil-mil jauhnya dari kota terdekat; dan, lagi, tak seorang pun di daerah setempat yang sanggup memanfaatkan perpustakaan tersebut.

Perpustakaan vihara tersebut dibangun tak lain tak bukan supaya semua orang yakin bahwa dua ribu seratus tahun yang lalu disana memang pernah berdiri Perpustakaan vihara tersebut dibangun tak lain tak bukan supaya semua orang yakin bahwa dua ribu seratus tahun yang lalu disana memang pernah berdiri

Suatu ketika saya didekati oleh seorang Bhikkhu senior Burma yang meminta saya untuk membantunya agar ia dapat pergi ke Amerika. Ia ingin mengumpulkan uang untuk membiayai sebuah ekspedisi ke bulan yang dapat membuktikan bahwa dahulu pernah ada seekor kelinci disana, seperti dikatakan dalam mitologi Buddhis. Walaupun saya mencurigai bahwa sebagian tujuannya adalah agar ia dapat melakukan perjalanan ke Barat dengan semua ongkos perjalanannya ditanggung oleh umat Buddhis yang murah hati, saya tidak meragukan keyakinannya bahwa ekspedisi ke ruang angkasa tersebut akan berhasil; dan, akan membantu memajukan agama Buddha.

Ketika pertama sekali anda pindah dan menetap ke Asia dan mulai mendengar para Bhikkhu mengatakan hal-hal seperti ini, anda bisa menjadi sedikit bingung; tetapi, perlahan-lahan anda pun akan terbiasa juga.

Pada tahun 1960-an seorang Bhikkhu asal Sri Lanka yang terkenal memiliki ide untuk mendirikan sebuah stupa raksasa di pintu masuk pelabuhan Colombo. Pembenaran untuk pendirian stupa ini adalah bahwa ‘kapal-kapal yang melewati Ceylon akan melihat cahaya di atas stupa tersebut dan mengetahui bahwa ini adalah sebuah negara Buddhis.’

Jutaan rupee dihabiskan untuk membangun stupa tersebut; dan, hingga akhir-akhir ini, ia masih termasuk stupa tertinggi yang dibangun manusia di Sri Lanka.

Sekarang ini stupa tersebut masih berdiri disana. Bagian stupa yang dulunya berwarna putih sekarang telah menjadi kotor dan tidak lagi dicat. Lampu di atas stupa tersebut telah lama hancur dan tak pernah diganti dengan yang baru; dan, bagian-bagian yang terbuat dari logam telah pula berkarat akibat air laut. Dengan hanya beberapa rupee saja, seorang pengunjung dapat menaiki stupa tersebut dan melihat bagian dalam kubahnya yang kosong. Disamping untuk hal tersebut dan juga untuk memberikan tempat bertengger bagi burung-burung Gagak Colombo yang begitu banyak, stupa tersebut tidak bermanfaat sama sekali.

Di puncak bukit Frazer Hill di Singapura dulu terdapat sebuah patung Buddha raksasa yang jelek sekali, yang dibangun oleh seorang Bhikkhu dari Thailand. Bila anda menyelipkan sebuah uang logam ke dalam patung tersebut, lidah patung dari semen yang panjang itu akan keluar masuk, dan matanya akan bersinar serta berkedip, sehingga menciptakan sebuah efek yang aneh dan sangat sulit untuk tidak menertawainya.

Barangkali Bhikkhu yang membangunnya itu bermaksud memberikan kelegaan dan hiburan untuk orang-orang Singapura yang merasa bosan; tetapi, saya kira itu bukan ide yang baik. Karena merasa kasihan, pemerintah kemudian membeli lahan tersebut pada tahun 1980-an dan menghancurkan patung itu.

Di sebelah kiri jalan utama ke utara, untuk keluar dari Rangoon, terdapat sebuah vihara Buddhis yang sangat aneh dan tak dapat dilihat dimanapun juga. Ia kelihatannya sebagai pencampuran dari Gereja St Peter’s di Roma, Lunar Park dan sebuah pengalaman LSD dalam semen. vihara itu begitu anehnya; dan, ia menampilkan selera yang demikian menyeramkan sehingga, barangkali, ada manfaatnya juga untuk Di sebelah kiri jalan utama ke utara, untuk keluar dari Rangoon, terdapat sebuah vihara Buddhis yang sangat aneh dan tak dapat dilihat dimanapun juga. Ia kelihatannya sebagai pencampuran dari Gereja St Peter’s di Roma, Lunar Park dan sebuah pengalaman LSD dalam semen. vihara itu begitu anehnya; dan, ia menampilkan selera yang demikian menyeramkan sehingga, barangkali, ada manfaatnya juga untuk

Proyek-proyek dan monumen-monumen religius yang tidak realistis, memboroskan uang, yang tidak dipikirkan dengan baik, atau bahkan yang tak pernah diselesaikan sudah demikian lazimnya sehingga ini perlu dijelaskan. Mengapa para Bhikkhu acapkali terlibat dalam upaya-upaya yang tak berguna itu?

Seorang umat awam Theravada tidaklah mungkin sampai berfikir untuk mendirikan sebuah patung Buddha dari semen yang tingginya dua ratus kaki, serta yang memerlukan sebuah eskalator untuk menaikkan orang hingga ke pangkuan patung Buddha tersebut—sebuah patung yang diperlengkapi dengan lingkaran cahaya lampu merah cerah di belakang kepalanya. Umat awam umumnya terlalu sibuk untuk Seorang umat awam Theravada tidaklah mungkin sampai berfikir untuk mendirikan sebuah patung Buddha dari semen yang tingginya dua ratus kaki, serta yang memerlukan sebuah eskalator untuk menaikkan orang hingga ke pangkuan patung Buddha tersebut—sebuah patung yang diperlengkapi dengan lingkaran cahaya lampu merah cerah di belakang kepalanya. Umat awam umumnya terlalu sibuk untuk

Sementara itu, ada banyak Bhikkhu yang tidak memiliki banyak kesibukan lain kecuali memikirkan berbagai hal yang muluk-muluk yang singgah di benak mereka. Lebih jauh lagi, mereka pun yakin akan selalu mendapatkan dukungan finansial dari para umat; dan, para Bhikkhu tersebut tak akan pernah diminta

oleh pengadilan untuk mempertanggungjawabkan usulan mereka, seberapapun bodoh atau tak pentingnya usulan tersebut. Tak ada seorang pun yang akan berfikir untuk meragukan keputusan seorang Bhikkhu, apalagi menghambat keinginannya. Di dalam tradisi Theravada, ada diajarkan bahwa para Bhikkhu tidak memiliki tanggungjawab kecuali untuk diri mereka sendiri. Konsep ini lebih-lebih lagi menjadi sebuah dorongan bagi para Bhikkhu untuk mewujudkan sebuah impian menjadi kenyataan.

Kalau rencana luar biasa mereka ternyata menjadi kenyataan, atau menjadi bangkrut atau tak pernah

diselesaikan, maka sang Bhikkhu dapat saja berjalan diselesaikan, maka sang Bhikkhu dapat saja berjalan

Memang beberapa orang Bhikkhu telah melakukan hal itu dan jumlah mereka pun mulai meningkat perlahan; namun, secara rata-rata pendidikan dan gaya hidup para Bhikkhu tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mengetahui ataupun peduli dengan keadaan-keadaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-sehari. Dari sejak mereka masuk ke vihara, segala sesuatu telah dipersiapkan untuk mereka di mangkuk perak; dan, dalam beberapa kasus yang memang terjadi, ini bukan sekedar gaya bahasa saja.

Sekalipun pendidikan keBhikkhuan menyentuh masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan riil, masalah-masalah tersebut pun akan disajikan oleh para Bhikkhu dengan cara yang paling halus dan teoritis. Tentu saja, disiplin-disiplin ilmu seperti sosiologi, antropologi, kerja sosial, konseling, dan lain-lain dapat memberikan dasar pemahaman yang Sekalipun pendidikan keBhikkhuan menyentuh masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan riil, masalah-masalah tersebut pun akan disajikan oleh para Bhikkhu dengan cara yang paling halus dan teoritis. Tentu saja, disiplin-disiplin ilmu seperti sosiologi, antropologi, kerja sosial, konseling, dan lain-lain dapat memberikan dasar pemahaman yang

Beberapa tahun yang lalu, saya mengunjungi Wat Tamprabhat, vihara yang terkenal sebagai pusat rehabilitasi untuk para pengguna obat terlarang di luar kota Bangkok. Sangatlah menyentuh sekali melihat kepedulian yang sungguh-sungguh dari kepala vihara terhadap anak-anak muda yang telah mendatangi beliau untuk meminta tolong. Tak perlu diragukan lagi bahwa beliau pun telah menolong banyak sekali nyawa orang. Pada bagian ujung vihara yang agak jauh terdapat beberapa patung Buddha besar dari semen yang tingginya menjulang ke atas dan melebihi Beberapa tahun yang lalu, saya mengunjungi Wat Tamprabhat, vihara yang terkenal sebagai pusat rehabilitasi untuk para pengguna obat terlarang di luar kota Bangkok. Sangatlah menyentuh sekali melihat kepedulian yang sungguh-sungguh dari kepala vihara terhadap anak-anak muda yang telah mendatangi beliau untuk meminta tolong. Tak perlu diragukan lagi bahwa beliau pun telah menolong banyak sekali nyawa orang. Pada bagian ujung vihara yang agak jauh terdapat beberapa patung Buddha besar dari semen yang tingginya menjulang ke atas dan melebihi

Bila anda membersihkan debu yang melekat pada salah satu jendela ruangan konferensi tersebut, dan lalu mengintip ke dalamnya, anda akan melihat bahwa isinya kosong—kecuali debu, tumpukan kursi dan kain gordin yang telah sobek tetapi yang dahulunya bergelantungan di atas panggung. Ruangan konferensi ini tak pernah lagi dipakai selama bertahun-tahun lamanya dan, sama seperti patung- patung Buddha di dekatnya, ruangan itu pun perlahan-lahan akan hancur. Tampaknya ketika kepala vihara tersebut memenangkan Penghargaan Magsaysay untuk Pelayanan Sosial pada tahun 1974, beliau menghabiskan seluruh uang yang diterimanya untuk membangun patung-patung Buddha dan ruangan konferensi itu.

Saya mengenal sebuah organisasi Buddhis di Colombo yang dahulu pernah menerbitkan sebuah buku tentang agama Buddha, yang ditulis dengan cukup baik, sebanyak lima puluh ribu eksemplar. Ketika saya pergi untuk mengambil beberapa eksemplar buku tersebut pada tahun 1970-an, saya melihat masih banyak bungkusan berisi buku tersebut Saya mengenal sebuah organisasi Buddhis di Colombo yang dahulu pernah menerbitkan sebuah buku tentang agama Buddha, yang ditulis dengan cukup baik, sebanyak lima puluh ribu eksemplar. Ketika saya pergi untuk mengambil beberapa eksemplar buku tersebut pada tahun 1970-an, saya melihat masih banyak bungkusan berisi buku tersebut

Kebetulan belum lama ini saya mengunjungi tempat ini lagi; dan, saya sangat yakin bahwa kebanyakan dari buku-buku itu masih berada disana. Hanya bedanya sekarang buku-buku itu telah begitu dipenuhi debu, jamur dan barang-barang sampah yang dibuang ke sana selama bertahun-tahun. Motif di belakang penerbitan buku-buku itu tentu saja baik; tetapi, sangat jelas sekali bahwa memang tidak pernah dipikirkan berapa banyak dari buku-buku itu yang mungkin dapat terbeli oleh anggota masyarakat; dan, bagaimana sebaiknya buku-buku itu didistribusikan.

Arthur Kostler menulis bahwa ketika ia tengah mengadakan perjalanan melalui Uni Soviet di tahun

1930-an, kontras antara laporan-laporan yang mengagumkan tentang panen-panen yang berlimpah dan pekerja-pekerja yang begitu bahagia, yang dibacanya di koran-koran, dan kemelaratan serta kemiskinan yang disaksikannya sendiri dimana-mana menyebabkannya merasakan bahwa kenyataan yang sebenarnya tidaklah riil, ia laiknya seperti mimpi. Membaca jurnal-junral Theravada dan bacaan-bacaan 1930-an, kontras antara laporan-laporan yang mengagumkan tentang panen-panen yang berlimpah dan pekerja-pekerja yang begitu bahagia, yang dibacanya di koran-koran, dan kemelaratan serta kemiskinan yang disaksikannya sendiri dimana-mana menyebabkannya merasakan bahwa kenyataan yang sebenarnya tidaklah riil, ia laiknya seperti mimpi. Membaca jurnal-junral Theravada dan bacaan-bacaan

Saya mengenal sebuah vihara Sri Lanka di Barat yang mengalami perpecahan pendukungnya. Persengketaan yang terjadi sungguh pahit dan sengit —bahkan bila kita melihatnya dengan standar Sri Lanka sekalipun. Namun, tatkala laporan berkala vihara edisi berikutnya terbit, tidak ada kesan sedikitpun bahwa telah terjadi sebuah persengketaan di dalam kepanitiaan vihara tersebut, apalagi mengenai kasus yang disidangkan, ataupun kejadian saling-memaki dan perkelahian yang terjadi di ruang bakti sala.

Beberapa saat yang lalu saya membaca sebuah artikel yang ditulis dengan baik. Di dalam artikel tersebut terdapat sebuah argumentasi yang cukup meyakinkan bahwa hukuman mati bertentangan dengan ajaran Buddhis Theravada. Tetapi, artikel tersebut gagal menyebutkan bahwa di semua negara Theravada juga diberlakukan hukuman mati; dan, hal itu telah berlangsung selama berabad-abad lamanya. Walaupun demikian, di negara Theravada yang manapun juga, tidak pernah ada keberatan-keberatan yang disuarakan dari kalangan profesi hukum, Beberapa saat yang lalu saya membaca sebuah artikel yang ditulis dengan baik. Di dalam artikel tersebut terdapat sebuah argumentasi yang cukup meyakinkan bahwa hukuman mati bertentangan dengan ajaran Buddhis Theravada. Tetapi, artikel tersebut gagal menyebutkan bahwa di semua negara Theravada juga diberlakukan hukuman mati; dan, hal itu telah berlangsung selama berabad-abad lamanya. Walaupun demikian, di negara Theravada yang manapun juga, tidak pernah ada keberatan-keberatan yang disuarakan dari kalangan profesi hukum,

Saya kira kegagalan penulis artikel tersebut dalam menyebutkan fakta-fakta yang relevan ini disebabkan oleh ketakjujurannya. Bagi banyak penganut tradisi Theravada, yang benar itu hanyalah bersifat kebetulan terhadap teori dan tidaklah perlu untuk mengaitkan keduanya atau menjelaskan kontradiksi-kontradiksi di antara keduanya. Maka dari itu, sangatlah mungkin bagi para Bhikkhu Sri Lanka untuk memberikan ritual ke-Lima Sila itu kepada para tentara sebelum mereka pergi perang dan sungguh-sungguh tidak melihat adanya kontradiksi disana.

Para Bhikkhu Thailand dengan senang memberikan pemberkahannya pada acara pembukaan panti pijat di Bangkok; dan, hanya akan tersenyum tanpa peduli pada orang Barat yang memberi komentar bahwa yang dilakukannya itu boleh jadi bertentangan dengan semangat ajaran Buddha itu.

Dulu, saya mempunyai sebuah gambar yang diambil dari sebuah koran di Thailand. Gambar tersebut memperlihatkan Sangharaja negara tersebut pada waktu itu sedang memercikkan air suci ke atas pesawat pemboman Amerika di pangkalan angkatan Dulu, saya mempunyai sebuah gambar yang diambil dari sebuah koran di Thailand. Gambar tersebut memperlihatkan Sangharaja negara tersebut pada waktu itu sedang memercikkan air suci ke atas pesawat pemboman Amerika di pangkalan angkatan

Ada sebuah jurnal agama Buddha bernama World Buddhism yang telah diterbitkan di Sri Lanka selama kira-kira tiga puluh tahun lamanya. Jurnal ini memuat artikel-artikel tentang doktrin agama Buddha dan berita-berita seputar kegiatan-kegiatan Buddhis di seluruh dunia. Banyak sekali dari artikel-artikel ini yang ditulis dengan baik dan mereka sangat informatif sekali; tetapi, banyak di antaranya juga yang membuat anda bertanya-tanya apakah artikel- artikel itu perlu ditanggapi secara serius atau tidak.

Sebagai contoh, kita dapat membaca di sana bahwa yang menemukan benua Amerika sebenarnya adalah seorang Bhikkhu. Bhikkhu Narada menulis bahwa Jerman segera akan menjadi ‘Benteng Pertahanan Buddhis di Eropah’ (ini di awal tahun 1960-an). Dan, sudah barang tentu, banyak artikel Sebagai contoh, kita dapat membaca di sana bahwa yang menemukan benua Amerika sebenarnya adalah seorang Bhikkhu. Bhikkhu Narada menulis bahwa Jerman segera akan menjadi ‘Benteng Pertahanan Buddhis di Eropah’ (ini di awal tahun 1960-an). Dan, sudah barang tentu, banyak artikel

Beberapa laporan berita tersebut memuat sebuah kampanye untuk menjadikan Sarnath sebagai ibu kota India; sebuah usulan untuk membangun ‘Buddhist Peace Universities’ di semua ibu kota negara-negara Eropah; sebuah usulan untuk membentuk sebuah ‘Commonwealth of Buddhist Nations,’ dan sebuah kampanye untuk mendirikan sebuah ‘World Buddhist Army’

untuk membantu menyelesaikan persengketaan internasional.