Kesenian yang ada pada Masyarakat Nias

2.3.5 Kesenian yang ada pada Masyarakat Nias

Masyarakat Nias mempunyai kesenian yang beragam. Kesenian tersebut berupa seni suara, musik, dan seni rupa, serta tari-tarian (audio visual). Sebagian besar kesenian masyarakat Nias adalah Tari-tarian. Salah satu tarian yang terkenal adalah Tari Perang Nias.

Dahulu suku Nias terkenal dengan suku yang suka berperang. Hal ini dibuktikan dengan masyarakat Nias yang mempunyai tradisi memenggal kepala musuhnya dan memamerkannya sambil keliling desa. Semakin banyak kepala manusia yang dipenggal, maka orang tersebut semakin disegani. Tetapi tradisi itu tidak ditemukan lagi di Pulau Nias sejak masuknya pengaruh agama Kristen di sana (sekitar tahun 1930an). Kebiasaan berperang dahulu pun akhirnya dibuat menjadi tari-tarian (Yas Harefa 4 Februari 2012). Tari tersebut adalah tari Faloaya atau tari perang Nias. Tari tersebut cukup terkenal di luar maupun dalam negeri. Tari tersebut berasal dari Nias Selatan, khususnya daerah Bawomataluo. Tari tersebut

Selain itu, tari perang lain yang lumayan terkenal setelah Faloaya, yaitu tari Baluse. Tari tersebut adalah tari yang berasal dari Nias bagian utara, dimana tari tersebut menggambarkan kisah Ono Niha yang sedang berperang dengan memakai tombak. Tari ini dibuat sebagai penyemangat bagi Ono Niha. Tari ini dilakukan oleh pria.

Ada juga tari-tarian yang dilakukan oleh wanita, yaitu tari Ya’ahowu, Tari Moyo dan tari tuwu. Ketiga tari ini adalah tari tradisional yang bersifat sebagai tari penyemangat (tuwu), tari sapaan (Ya’ahowu) dan pengesahan jabatan (moyo). Ketiga tari tersebut biasanya dibawakan oleh sekelompak wanita yang terdiri dari 6-8 orang dimana masing-masing membentuk formasi yang saling berhadap-hadapan.

Selain itu, ada juga tari yang dilakukan bersama-sama, yaitu tari Maena. Tari ini adalah tari pengakraban, dilakukan bersama-sama secara serentak dalam suatu acara. Tari ini dilakukan oleh masyarakat umum, tidak terbatas usia dan bebas (siapapun bisa melakukannya). Gerakan yang utama dalam tari-tarian ini adalah gerakan kaki yang diayunkan. Tari ini dipedomani oleh beberapa orang sambil melantunkan syair dalam bahasa Nias dan di respon oleh yang ikut melakukan tari tersebut.

Masyarakat Nias juga mempunyai kesenian tradisional di bidang musik. Alat musik yang ada di Nias biasanya dipakai dalam upacara adat. Pada upacara kebesaran, pesta perkawinan dan kematian, Aramba (Gong), Faritia (canang) dan Göndra (gendang), Fondrahi/tutu (tambur) dibunyikan berhari-hari sebelum pesta berlangsung agar masyarakat dan desa tetangga mendengarnya. Alat musik Lagia (Alat musik yang mempunyai senar dan digesek), Ndruri (sejenis aerophone), Doli-doli (sejenis idiophone), dan Surune (sejenis aerophone) sering dibunyikan oleh masyarakat pada saat mereka sedang santai, kesepian ataupun sedang sedih agar mereka dapat terhibur (Yas Harefa 4 juni 2012).

Selain itu, masyarakat Nias juga mempunyai kesenian yang visual (seni rupa), seperti ornamen-ornamen kayu dan Gowe (ukiran yang terbuat dari batu). Ukiran ini biasanya diletakkan di dalam rumah, maupun di perkarangan rumah. Selain itu dahulu terdapat juga ornamen-ornamen yang berbentuk lukisan, biasanya dilukis di langit-langit rumah, ataupun di tiang rumah di daerah Nias. Namun sekarang lukisan-lukisan ciri khas Nias tersebut sudah jarang kita temui karena kondisi rumah masyarakat Nias terutama di Gunungsitoli sudah berubah sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Lukisan-lukisan tersebut hanya kita dapat pada rumah adat Nias yang masih ada di Nias, contohnya di daerah desa Tumöri, ataupun di wilayah museum pusaka Nias.

Pada kesempatan kali ini, penulis memfokuskan untuk meneliti salah satu kesenian musik di Nias, yaitu seperangkat Aramba. Seperangkat Aramba tersebut terdiri dari Göndra (membranophone), Faritia (idiophone) dan Aramba (idiophone) dimana alat musik ensambel tersebut dipakai pada upacara perkawinan dan sebagai pengiring tari-tarian.