Alat Musik yang Terdapat dalam Ensambel Aramba

3.2. Alat Musik yang Terdapat dalam Ensambel Aramba

3.2.1 Göndra

Göndra adalah alat musik tradisional Nias yang termasuk dalam golongan membranofon, dua sisi, yang berbentuk barel. Göndra tersebut memiliki 2 sisi yang diameternya sama dan dilapisi oleh membran yang terbuat dari kulit kambing, ataupun lembu yang telah diolah dan dikeringkan. Badan göndra dibuat dengan kayu dari pohon besar yang dikerok dan telah dikeringkan terlebih dahulu. Pembuatan Göndra Nias bisa kita dapat di daerah Nias tengah dan di Desa Ono Zikhö (Kabupaten Nias Utara).

53

Gambar 2: Göndra Dilihat dari Samping

Kedua sisi Göndra yang dilapisi oleh membran mempunya diameter 57cm, dimana dibagian bawah membran dilapisi oleh karet sebagai penahan suara biar agar terlalu gaung.

Göndra memiliki panjang 70cm dan lebar Göndra 60 cm 6 . Bentuk Göndra menyerupai bentuk Bedug yang ada di mesjid, hanya perbedaannya terletak pada pemukulnya dan ukurannya.

6 Perhitungan lebar,panjang dan diameter sisi göndra yang ada di Sabango, kotamadya Gunungsitoli. Pada dasarnya besar Göndra di setiap daerah dalam kebudayaan Nias sama.

54

Gambar 3: Göndra Dilihat dari Depan

Gambar 4: 55

Karet Pelapis Membran Göndra

Gambar 5: Pemukul Göndra (Bözi-bözi Göndra)

Göndra dimainkan dengan cara dipukul dengan 2 buah alat pemukul yang terbuat dari bambu yang panjangnya kurang lebih 50cm. Bambu tersebut ditipiskan dan dirapikan, agar

tidak melukai tangan si pemain. Ketebalan bambu tersebut disesuaikan dengan keinginan yang membuat dan yang memainkan, tapi rata-rata ketebalan yang ada berkisar 3-4 milimeter (Man Harefa 3 Juni 2012). Jika bambu tersebut terlalu tebal maka akan terasa memberatkan pemain untuk memukul göndra. Sebaliknya jika bambu tersebut terlalu tipis, maka suara yang dihasilkan tidak akan keras dan pemukul tersebut akan cepat patah. Pemukul gondra tersebut biasanya disebut masyarakat dengan nama bözi-bözi göndra yang artinya pemukul göndra. Sampai saat ini masyarakat Nias selalu membuat pemukul göndra dengan bambu dan bukan dengan kayu.

Cara memukul göndra dengan pemukul göndra tidak memerlukan tenaga yang ekstra (tidak perlu kuat). Hal ini karena bunyi yang dihasilkan göndra sudah cukup besar, apalagi jika dalam konteks mamözi aramba. Dinamika dalam bermain aramba juga diperlukan, walaupun hal ini tidak diajarkan secara formal, namun mayoritas masyarakat Nias yang memukul göndra biasanya tidak kuat. Selain itu, memukul göndra juga mempunyai teknik tersendiri, seperti memukul göndra dengan akurasi yang sesuai agar karakter bunyi yang dihasilkan lebih enak (Man Harefa 14 Juni 2012).

Pemukul göndra dipegang dengan cara digenggam. Menurut bapak Man Harefa (juni 20120 Banyak masyarakat luar terutama orang yang mempunyai pengetahuan musik barat menganggap memegang pemukul göndra sama seperti memegang stik drum. Hal tersebut menurut beliau adalah hal yang salah, karena cara memukul gondra adalah setengah di dorong sambil dipukul, bukan dipukul seperti memukul drum.

Gambar 6: Posisi Memegang Pemukul Göndra

Cara memegang pemukul Göndra tersebut di yakini akan berpengaruh dengan karakter bunyi Göndra yang akan dihasilkan. Karena menurut beliau suara Göndra yang diingankan itu adalah suara Göndra yang terasa bunyi sentuhan pemukul dengan membran Göndra tersebut (Man Harefa 6 juni 2012).

Dalam segi posisi, Göndra di letakkan dibawah tiang yang terbuat dari kayu simalambuo atau kayu duria (yang tingginya berkisar 200cm) dengan cara digantungkan. Terkadang Göndra juga di gantungkan di tiang-tiang di bagian luar rumah, sesuai dengan situasi, konsep acara dan posisi Göndra tersebut dipakai.

Keterangan :

2 2 1 : Göndra dari depan 200cm 2 : Sanaha Göndra

150-180cm

Gambar 6: Posisi dan letak Göndra

Posisi Göndra digantungkan setinggi 150-180cm, agar orang yang memainkan Göndra tersebut merasa nyaman dan tidak terganggu. Pada umumnya Göndra digantungkan pada sebuah tiang yang disebut Sanaha Göndra. Panjang tiang tersebut biasanya sekitar 200cm,

dengan lebar sekitar 120cm 7 . Pada sanaha Göndra tersebut diukir ornamen-ornamen khas budaya Nias yang bewarna merah dan kuning. Bagi masyarakat Nias warna merah

melambangkan kekuasaan dan warna kuning melambangkan kemakmuran (Man Harefa 4 Juni 2012). Warna tersebut juga dipakai dalam bentuk ornamen dalam pakaian, lukisan ataupun benda-benda lain yang mempunyai ciri khas kebudayaan Nias.

1 Ket : 1: Gondra ; 2 : Sanaha Gondra NB : Warna coklat menunjukan warna asli kayu.

Gambar 7: Contoh Ornamen pada Sanaha Göndra

7 Terkadang göndra digantungkan di langit-langit rumah, tergantung situasi dan keinginan yang mengadakannya, biasanya ini dilakukan pada acara adat dirumah ono Niha.

Dalam masyarakat Nias, warna kuning dan merah bermakna bagi kebudayaannya. Warna merah menandakan keberanian dan warna kuning menandakan kebijaksanaan dan kekuasaan. Oleh sebab itu, Pada Sanaha Göndra, ornamen yang dibentuk diwarnai dengan warna kuning dan merah.

Orang yang memainkan Göndra disebut Samözi Göndra. Samözi Göndra terdiri dari dua orang, yaitu Sanaha dan Sanindra. Sanaha adalah orang yang memainkan Göndra dengan cara membuat ritme yang konstan dan berulang-ulang. Fungsi Sanaha adalah untuk menjaga tempo dan pulsa bagi Sanindra agar tidak berantakan. Sanindra adalah orang yang memainkan alat musik Göndra dengan cara berimprovisasi sambil menjadikan Sanaha sebagai pedoman dalam segi tempo dan pulsa. Pada umumnya variasi yang dibentuk oleh Sanindra tidaklah begitu sulit. Sanindra hanya menggunakan ritme-ritme sederhana, seperti ketukan ½ dan ¼ . Dalam permainan Göndra, Samözi Göndra tidak mengetahui rudiment 8

(single stroke, double stroke, paradidle) dan teknik tersebut tidak pernah diaplikasikan kedalam permainan Göndra.

Berikut contoh permainan Sanindra dan Sanaha bagian dasar yang ditranskripsikan penulis: Sanaha : R : xoxo xoxo xoxo xoxo

L : oxox oxox oxox oxox

Sanindra R : xoox xx xoox xx

L : xoxo oo xoxo oo

Ket : x :Pukul - : garis ritme ½ ketuk NB: dalam satu birama terdapat 4 ketuk

8 Rudinment adalah teknik dan pola dasar dalam permainan drum

0 : Berhenti (angkat) = : garis ritme ¼ ketuk

Posisi Samözi Göndra adalah dibawah Göndra yang digantungkan dan jarak Göndra dengan badan kurang lebih 50-80 cm, hal ini berguna agar lebih leluasa untuk memukul Göndra tersebut. Berikut ini contoh gambar yang menunjukan posisi dan jarak badan si pemain dengan Göndra.

Gambar 8: Posisi dan jarak badan dengan Göndra

3.2.2 Faritia

Faritia adalah alat musik yang terbuat dari logam, ataupun kuningan. Bentuk alat musik ini menyerupai Talempong dari padang, ataupun gamelan dari Jawa. Diameter faritia adalah 23cm, dimana ketebalannya mencapai 4cm dan bagian tengahnya menonjol (membulir). Alat musik ini termasuk kedalam kategori Idiophone yang dipukul. Faritia dipukul dengan menggunakan kayu simalambuo ataupun kayu duria yang telahdirapikan.

Alat musik ini dahulu adalah barang yang diimpor dari luar pulau Nias, yang semula hanya sebagai bahan barteran dalam sistem perdagangan. Ini membuktikan bahwa alat musik ini bukanlah alat musik yang asli buatan masyarakat Nias, namun dijadikan sebagai alat musik tradisional Nias. Menurut bapak Yas Harefa, Faritia ini adalah barang yang diimport dari Jawa sampai saat ini. Pada zaman dulu, jika ada yang ingin memiliki faritia, maka ono Niha akan memesannya kepada pedagang-pedagang dari luar pulau Nias sebelum mereka mengadakan transaksi (barter).

62

Gambar 9: Faritia dan Pemukulnya

Faritia ini juga disebut dengan golobe. Hal ini dikarenakan karena bunyi faritia yang saling sahut menyahut dan mengeluarkan bunyi seperti “Beng golo beng golo beng golo beng”. Lalu masyarakat Nias mengadaptasi bunyi itu menjadi nama faritia menjadi ”Golobe” (berasal dari kata golobeng).

Satu set faritia dimainkan oleh dua orang, dimana masing-masing memegang satu faritia. Cara memainkannya sangatlah sederhana, yaitu satu orang memukul faritia seperti membuat ketukan/ pulsa, dan satu lagi menyahutnya. Berikut contoh transkripsi dasar untuk memainkan faritia.

Faritia 1: x x x x x x x x Faritia 2 : 0x 0x 0x 0x 0x 0x 0x 0x

Keterangan : x :Pukul - : garis ritme ½ ketuk NB: dalam satu birama terdapat 4 ketuk

0 : Berhenti (angkat) = : garis ritme ¼ ketuk

Gambar 10:

Cara memukul dan memegang Faritia

Posisi bermain faritia adalah dengan memegang tali yang telah dipasang pada bagian atas faritia tersebut, lalu memukulnya dengan memakai kayu simalambuo ataupun kayu duria yang sudah dibentuk. Alat pemukul faritia ini biasanya disebut bözi-bözi golobe atau bözi- bözi Faritia. Faritia biasanya dimainkan sambil berdiri dan tidak pada posisi duduk.

3.2.3 Aramba

Aramba adalah salah satu yang termasuk dalam kategori idiofon yang dipukul, menyerupai faritia, hanya saja bentuknya lebih besar. Diameter aramba 56 cm dengan ketebalan 7 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu Simalambuo yang dilapisi kain dan karet. Aramba juga dikenal sebagai gong. Pemukul tersebut mempunyai tebal yang diameternya sekitar 2-3 cm. Pemukul aramba ini sengaja dibuat tebal agar bunyi yang dihasilkan aramba nantinya akan besar (Yas Harefa 10 Mei 2012).

Gambar 11:

Aramba Dilihat dari Depan

Keberadaan Aramba diyakini sama seperti keberadaan Faritia. Hal ini disebabkan kedua alat musik tersebut sama-sama terbuat dari bahan logam. Menurut bapak Yas Harefa (2 Februari 2012), zaman dahulu di pulau Nias tidak terdapat orang yang melakukan pembuatan berbahan logam, sehingga alat musik ini harus diimpor dari luar pulau Nias.

Gambar 12: Aramba Dilihat dari Samping Kiri

Dahulu aramba tunggal ini dipakai sebagai wadah untuk mengetahui batas lokasi kekuasaan seseorang. Hal ini disebabkan karena saking besarnya bunyi pukulan aramba. Jika aramba dipukul, maka bunyi yang bisa dikeluarkan bisa melewati bukit dan lembah. Sejauh mana pukulan aramba terdengar, maka sejauh itu pula wilayah yang akan didapatkan/ dikuasai. Selain itu Aramba juga berguna sebagai tanda bahwa adanya sebuah desa atau banua di sekitar daerah tersebut. Dahulu setiap jam 6 sore aramba dibunyikan untuk memberitahukan masyarakat Nias yang lagi dihutan atau yang sedang mengembara bahwa di

Gambar 13: Pemukul Aramba

Dalam permainan mamözi aramba, aramba ini dipakai sebagai pedoman untuk mengetahui awal ketukan. Cara memainkannya mudah, hanya cukup menghitung dua atau empat ketuk (tergantung kesepakatan pemainnya) dan memukulnya setiap ketukan pertama. Aramba yang dipakai bisa hanya satu, dan bisa juga dua ataupun tiga. Dalam masyarakat Nias, semakin banyak kita menggunakan Aramba, berarti yang mengadakan kegiatan mamözi Aramba tersebut semakin tinggi derajatnya. Hal ini disebabkan karena Aramba adalah salah satu benda yang tergolong mahal dan spesial bagi ono Niha pada zaman dahulu.