Golongan Islam parlementer dan MIAI

1. Golongan Islam parlementer dan MIAI

Diluar jalur syarekat islam, ada beberapa organisasi islam yang didirikan, meskipun sesungguhnya tidak dibenarkan oleh islam adanya lebih dari satu jama’ah dalam waktu

dan tempat yang sama, namun demikianlah kenyataan sejarah sesuai dengan firman Allah dalam surat Al- mu’minun ayat 52 & 53 yang dalam istilah Al-Qur’an dan Al Hadits disebutkan diluar jama’ah adlah “Firqoh”, dan Firqoh itu dilarang dalam umat islam. Sebab firqoh itu akan menimbulkan bencana yang besar bagi umat islam seluruhnya. Diantaranya, sebuah organisasi sosisal islam yang didirikan pada tanggal

18 no vember 1912 di Yogyakarta, yaityu yang bernama “muhammadiyah”. Organisasi ini didirikan oleh pendirinya, yaitu K.H Ahmad Dahlan, atas saran yang dianjurkan oleh murid-muridnya dan beebrapa anggota budi utomo, untuk merelisir program sosial dan mendirikan suatu lembaga parlemen yang bersifat parlemen. Jadi muhammadiyah bukanlah organisasi politik yang mempunyai gagasan untuk menegakkan Daulah Islamiyah, Sebagai syarat berlakunya sistem secara keseluruhan, tapi ia sebagai syarat berlakunya sistem secara keseluruhannya, tapi ia hanya merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pendidikan saja, yang merupakan satu keping dari sistem Islam yang sempurna. Atas ajakan HOS Cokroaminoto, organisasi sempat masuk bergabung kedalam PSIIm, namun penggabungannya, rupanya tidak mau meninggalkan baju muhammadiyahnya. Setelah diberi peringatan berkali-kali, dan tidak ditanggapi maka pimpinan PSII mengadakan tindakan disiplin terhadap organisasi-organisasi ini, Muhammadiyah dikeluarkan dari PSII pada tahun 1927. Dalam bidang furu (cabang-cabang ‘ubudiyah)organisasi ini membawa faham aliran muhammad bin abdul wahab yang bersifat reformis (pembaharuan) menurut faham mereka, melaksanakan syarat tanpa mazhab tanpa melalui mazhab yang empat, dianggap sebagai mempermainkan dan merusak Syarikat itu sendiri, maka wajarlah kalau mereka memandang gerakan wahabi yang dilakukan muhammadiyah ini sebagai bahaya besar dan fitnah dalam Agama.

Mereka tergerak hatinya untuk mengadakan usaha-usaha membendung pengaruh gerakan tersebut, demi memperhatikan faham yang mereka sebut sebagai faham

ahlusunnah wal jama’ah, untuk keperluan ini pada tahun 1926 didirikanlah organisasi sosial yang bernama Nahdatul ‘Ulama yang kebangkitan para ulama, oleh pendirinya

yaitu K.H Hasyim Asari , seorang ulama yang memimpin pondok pesantren yang tersebar di tiap-tiap pelosok. Organisasi ini dalam waktu singkat berhasil meraih banyak anggota dari kalangan masyarakat awam,. yang sejak lama dicekoki dengan faham taklid buta. Dengan berdirinya Nahdatul Ulama (NU) ini, Ummat Islam tenggelam dalam pertentangan sengit antar sesamanya, hanya memperdebatkan masalah-masalah kecil saja. Sedangkan masalah-masalah besar dan prinsip seperti masalah aqidah, jihad dan daulah islamiyah mereka lupakan dan mereka tinggalkan, pertentangan-pertentangan ini akhirnya meningkat menjadi permusuhan. Orang-orang Muhamadiyah menganggap orang-orang NU sebagai musuh yang telah keluar dari sunnah, sebaliknya orang NU menganggap orang-orang Muhammadiyah adalah musuhnya bukan yang lain. Melihat kenyataan ini, para pemimpin dari kedua belah pihak merasa prihatin. Untuk itu mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh utusan-utusan kedua belah pihak, dari pertemuan yang diadakan di Cirebon itu, menghasilkan suatu permufakatan, untuk segera membentuk suatu wadah / federasi yang dapat menampung aspirasi dari kedua belah organisasi tersebut, maka pada tahun 1937, berdirilah Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang bersifat non politik. Ditekankan untuk meninggalkan masalah-masalah yang menjadi titik pertengkaran dan mengalihkan perhatiannya kepada masalah-masalah besar, yaitu aqidah dan menentang kedzoliman.

Pimpinan (MIAI), namun Abi Kusno Cokro Suryono yang saat itu menjadi ketua partai dan masih konsisten dengan sikap hijrahnya, menolak ajakan tersebut, bahkan ia balik mengajak mereka untuk bergabung saja kedalam PSII karena menurut pendiriannya, PSII- lah yang berhak disebut Al jama’ah, dan yang paling awal berdirinya dan yang lainnya adalah firqoh, yang dilarang dalam islam. Tetapi setelah kelompok Abi Kusno berputar haluan dari hijrah ke parlementer, dan setelah ia bergabung dalam GAPI, ajakan MIAI yang dulu ditolaknya sekarang diterimanya dengan kedua belah tangan terbuka, dengan motif untuk menciptakan Wahdatul Ummah (Persatuan Umat Islam). Maka pada tahun 1939, Abi Kusno cs resmi bergabung ke dalam MIAI menjadi satu-satunya wadah perjuangan politik ummat islam yang berhaluan parlementer.

Karena konsisten dengan konsep hijrahnya, tidak terdapat tanda-tanda bahwa SM. Kartosuwiryo beserta PSII keduanya, mempertimbangkan kemungkinan masuk ke dalam MIAI, sebab menurut pendapatnya betapapun besarnya persatuan umat islam, kalau tanpa hijrah, maka tidak ada harganya sama sekali dalam perjuangan islam.