Awal Perang Segitiga

4. Awal Perang Segitiga

Setelah Belanda terpaksa mengundurkan diri dari daerah-daerah di Jawa Barat, TII dengan cepat mengadakan perluasan daerah kekuasaannya daerah Periangan Timur sebagian besar dikuasai TII dengan pembagian kekuasaan sebagai berikut :

- Bataliyon III menguasai daerah Ciamis Selatan dan Utara. - Bataliyon II masuk dan menguasai Garut, sementara - Bataliyon IV menguasai daerah Tasikmalaya.

Tiga daerah kabupaten inilah yang dijadikan basis utama MI dan TII, dan akhirnya menjadi basis Negara Islam Indonesia, setelah agustus nanti. Untuk menetapkna administrasi pemerintah, maka di Jawa Barat dibentuk struktur daerah-daera yang telah dikuasai oleh MI. - Daerah satu (D.I) : Yaitu daerah-daerah yang telah dikuasai oleh MI dan TIIde

facto maupun de yure pmerintahannya, rakyatnya, maupun hukumnya adalah Islam, meliputu Ciamis selatan, barat dan utara, Garut timur dan Ciamis Utara sebelah timur dan sekitarnya.

- Daerah dua (D.II) : Daerah yang hanya de yure milik MI, rakyatnya kebanyakan mendukung MI, sedang secara de facto dikuasai oleh belanda, disini adan dua pemerintahan, Belanda dan MI secara bayangan. Ini seperti kota-kota kabupaten dan sekitarnya seperti : Cirebon, kuningan, indaramayu, dan sekitarnya.

- Daerah tiga (D.III) : Daerah yang dikuasai oleh musuh (belanda), hanya ada pengaruh-pengaruh kota dimasyarakat sana, yaitu ibukota propinsi bandung, Jakarta dan daerah perbatasan Jawa Barat, Jawa tengah, Cilacap dan Brebes.

Demikianlah posisi Majelis Islam dan TII yang semakin mantap menguasai sebagian besar daerah Jawa Barat.

Melalui Perjalanan yang cukup jauh. Apa yang disebut dengan “Long March”, Pasukan- pasukan Siliwangi akhirnya sampai keperbatasan Jawa Barat, Jelas sekali terlihat bahwa perjalana Long March Sliwangi ini, bukan perajalanan “Para Pahlawan Bangsa”, karena memang tidak ada nilai kepahlawanannya sama sekali. Lebih tepat bila dikatakan “Perjalanan Para Pengecut”, yang telah mengkhianati dan mengorbankan rakyatnya pada pihak musuh dan mereka sendiri masuk kedalam perangkap yang telah ia buat oleh musuh, kemudian diserang habis-habisan tanpa dapata mengadakan perlawanan, apalagi para pemimpinnya sudah menyerah.Dalam keadaan kalah perang inilah Siliwangi, berjalan jauh, kembali kepada rakyat yang telah dikhianatinya di

Jawa Barat. Sementara disana telah tegak dengan kokohnya “Para Pahlawaan Sejati” yang telah berhasil melindungi rakyatnya dari cengkraman penjajahan dan sekaligus

mengusir penjajah itu dari Jawa Barat. Mereka adalah Majelis Islam dan Tentara Islam Indonesia. Mereka telah merentangkan sistem pemerintahan Islam yang adil dan bijaksana, sehingga rakyat merasa tentram dan damai. Kedatangan pasukan Siliwangi di Jawa Barat dismbut dengan penuh rasa perasaudaraan oleh MI dan TII, mengingat bahwa, Siliwangi itu banyak yang berasal dari unsur Hizbullah dan Sabilillah, maka besar harapan MI, agar Siliwangi bisa meleburkan diri kedalam TII. Untuk itu pimpinan MI dan TII menyampaikan bebarapa Alternatif kepada pihak Siliwangi untuk menentukan sikap, diantaranya :

1. Silahkan masuk ke daerha-daerah de facto MI dan bersama-sama melawan belanda dengan status TII yang mencerminkan perlawanan rakyat (Ummat Islam), sementar pemerintah RI sudah menyerah kepada Belanda, dan tidak punya harga sama sekali di forum Internasional.

2. Kalau keberatan, silahkan masuk ke daerah-daerah yang belum de facto majelis Islam, dan bersama-sama melawan Belanda tanpa ada permusuhan dengan TII.

1. Atau letakkan senjata, kemudian menjadi rakyat biasa dibawah perlindungan TII.

Menghadapi alternatif ini pasukan Siliwangi terpecah menjadi 3 bagian, sesuai dengan latar belakang ideologi masing-masing, yang berasal dari Hizbullah dan masih mempunyai ruhul Islam, mereka memilih point pertama, bergabung dengan TII, seperti kadir Salihat beserta pasukannya. Ada juga yang memilih point ke dua, (tidak mau bergabung kepada TII), dan ini yang terbanyak, mereka yang berideologi nasionalis sekuler (PNI, Pesindo) diantaranya pasukan-pasukan dibawah pimpinan M.

Rifai, Aag Kunaefi, Nasukhi, Amir Mahmud, Sueb dan Umar Wirahadi Kusuma, yang lainnya point ketiga, yaitu meletakkan senjata dan menjadi rakyat biasa. Demikianlah tampak sekali kebesaran jiwa pimpinan Majelis Islam ini, bijaksana dan toleransi, tidak ada sama sekali niat untuk memusuhi atau menganggap musuh terhadap pasukan Siliwangi, bahkan menganggapnya sebagai kawan seperjuangan dalam menghadapi penjajah. Namun ternyata pasukan Siliwangi dan Nasionalis Sekuler (kafir) ini tidak menghargai atas kebaikan pimpinan TII, mereka masuk ke daerah de facto majelis Islam, kemudian memeras dan merampas hak-hak rakyat dengan penuh kesombongan dan kecongkakan dan mereka pun mulai berani menampakkan sikap-sikap permusuhan terhadap TII. Puncak permusuhan dan pengkhianatan mereka itu terjadi pada hari selasa, 25 januari 1949 di desa Antralina kec. Ciawi, daerah tasikmalaya Utara-barat, mereka menyerang dari belakang terhadap markas TII, sehingga puluhan Anggota TII gugur akibat pengkhianatan mereka. Pasukan TII pun akhirnya mengadakan perlawanan terhadap mereka, untuk membalas pengkhianatan mereka. Terjadilah pertempuran yang cukup sengit antara kedua belah pihak pada hari itu juga. Setelah melihat adanya pengkhianatan besar dari pasukan Siliwangi yang sudah tidak bisa ditolerir lagi, maka MS. Kartosuwiryo selaku imam dan selaku Panglima Tertinggi TII Mengeluarkan maklumatnya, dengan kode “Maklumat Militer No. 1” tertanggal

25 januari 1949 yang isinya antara lain : Setelah mengingat dan menimbang beberapa hal, kemudian memutuskan bahwa divisi Siliwangi (TNI) yang kemudian disebut sebgaia tentara Liar (TL), dianggap sebagai penghalang revolusi Islam Indonesia, yang harus dihadapi dengan tindakan Militer. Untuk itu diperintahkan kepada seluruh angkatan perang Negara Islam Indonesia untuk melakukan tindakan :

a. Melucuti tentara liar itu,

b. Merampas harta benda hak kesatua (dari gerombolan golongan itu), yang perlu untuk kepentingan Negara Islam Indonesia. Tentara Islam pun dikerahkan untuk melaksanakan ma’lumat tersebut, melucuti dan merampas persenjataan beserta seluruh perlengkapan pasukan Siliwangi. Ternyata pasukan Siliwangi yang dalam keadaaan grogi tak berdaya menghadapi tindakan militer TII, hanya dalam beberapa minggu saja kekuatan Siliwangi sudah bisa ditundukkan. Sebagian ditangkap dan ditawan, dan yang lain ada yang berlindung dan bergabung kepada pemerintahan Negara Boneka bikinan Belanda, yaitu Negara Pasundan.

Peristiwa 25 januari yang kemudian dik kenal dengan “pristiwa antralina”itu di nyatakan sebagai awal perang segi tiga,TII melawan Belanda (negara pasundan),TII

melawan siliangi (TNI),sementara TNI masih bermusuhan dengan Blanda.Belanda setelah mengalami kekalahan dan melihat kekuatan islam,berniat untuk mengundurkan diri dari kancah pertempuran,supaya tidak terlibat panjang berhadapan dengan tentara islam,tapi cukup dengan menggunakan point-pointnya (negara-negara bonekanya),termasuk RI yang sudah menyerah pun sedang dipersiapkan untuk menjadi point mereka guna menghadapi kekuata islam,dengan melalui perundingan Room-Royen.