Masa Penjajahan Belanda Yang Ke Dua Kali

5. Masa Penjajahan Belanda Yang Ke Dua Kali

Setelah Jepang menyerah dan harus segera meninggalkan Indonesia, maka tentara sekutu bersiap-siap untuk mengambil alih Indonesia dari tangan Jepang. Tentara sekutu yang diwakili oleh Inggris masuk ke Indonesia pada tanggal 20 september 1945, melalui Jakarta dan Surabaya, dengan maksud segera memulangkan tentara Jepang ke Negaranya sendiri. Namun rakyat Indonesia, terutama umat islamnya, yang sedang demam kemerdekaan, kehadiran menentang tentara sekutu. Maka pada tanggal 10 november 1945, bung Tomo dengan gema kalimah “Allahu Akbar, Allahu Akbar”, berhasil menggerakkan ummat islam di Surabaya untuk melawan sekutu, yang menjadi marak setelah rakyat menculik, lalu membunuh seorang jenderal sekutu yang bernama Malaby pada hari sebelumnya. Arek-arek surabya ternyata bukan imbangan bagi tentara sekutu yang sudah professional itu, dan mereka pun lebih leluasa di indonesia. belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan yang selalu ditunggu-tunggunya itu, mereka pun kembali masuk ke indonesia dengan membonceng kepada sekutu, setelah pihak sekutu meninggalkan indonesia, maka dengan ambisi kolonialnya, Belanda mencengkramkan kuku penjajahan di negeri ini untuk kali yang ke dua. Belanda menuduh kepada Negara RI yang di proklamirkan pada tanggal 17 agustus 1945 itu tidak syah, karena merupakan bikinan jepang yang sudah takluk kepada sekutu, Republik yang masih muda dengan angkatan perang yang masih relatif lemah itu, ternyata tidak berdaya menghadapi tentara belanda yang sudah berpengalaman itu. tentara jepang tidak mau menyerahkan persenjataaannya kepada pihak republik, kecuali yang disebut secara paksa oleh rakyat yang sudah merasa muak dengan penjajahan, sebab jepang takut kalau-kalau dituduh oleh sekutu menghidupkan dan membantu Republik, padahal itu bertentangan dengan penjajahan dengan perjanjian Setelah Jepang menyerah dan harus segera meninggalkan Indonesia, maka tentara sekutu bersiap-siap untuk mengambil alih Indonesia dari tangan Jepang. Tentara sekutu yang diwakili oleh Inggris masuk ke Indonesia pada tanggal 20 september 1945, melalui Jakarta dan Surabaya, dengan maksud segera memulangkan tentara Jepang ke Negaranya sendiri. Namun rakyat Indonesia, terutama umat islamnya, yang sedang demam kemerdekaan, kehadiran menentang tentara sekutu. Maka pada tanggal 10 november 1945, bung Tomo dengan gema kalimah “Allahu Akbar, Allahu Akbar”, berhasil menggerakkan ummat islam di Surabaya untuk melawan sekutu, yang menjadi marak setelah rakyat menculik, lalu membunuh seorang jenderal sekutu yang bernama Malaby pada hari sebelumnya. Arek-arek surabya ternyata bukan imbangan bagi tentara sekutu yang sudah professional itu, dan mereka pun lebih leluasa di indonesia. belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan yang selalu ditunggu-tunggunya itu, mereka pun kembali masuk ke indonesia dengan membonceng kepada sekutu, setelah pihak sekutu meninggalkan indonesia, maka dengan ambisi kolonialnya, Belanda mencengkramkan kuku penjajahan di negeri ini untuk kali yang ke dua. Belanda menuduh kepada Negara RI yang di proklamirkan pada tanggal 17 agustus 1945 itu tidak syah, karena merupakan bikinan jepang yang sudah takluk kepada sekutu, Republik yang masih muda dengan angkatan perang yang masih relatif lemah itu, ternyata tidak berdaya menghadapi tentara belanda yang sudah berpengalaman itu. tentara jepang tidak mau menyerahkan persenjataaannya kepada pihak republik, kecuali yang disebut secara paksa oleh rakyat yang sudah merasa muak dengan penjajahan, sebab jepang takut kalau-kalau dituduh oleh sekutu menghidupkan dan membantu Republik, padahal itu bertentangan dengan penjajahan dengan perjanjian

Baru empat bulan perjanjian itu berlangsung, Belanda telah membuat pengkhianatan, dengan melancarkan agresi militernya yang pertama, pada bulan juli pada tahun ini juga. Menghadapi agresi militer ini republik tidak dapat berbuat banyak, Akhirnya mereka ditekan oleh belanda untuk menandatangani perjanjian baru, yaitu “Perjanjian Rnville”, pada januari 1948. Dengan perjanjian Renville ini akan terlihat jelas bahwa, ternyata pimpinan republik ini terdiri dari para pengecut, tak punya harga diri dan mengabaikan tanggung jawab sama sekali. Pimpinan RI sampai hati menyerhkan sebagian besar rakyat wilayah bangsa indonesia kepada pihak penjajah, untuk ditindas dan diperas, sebab isi perjanjian Renville ini diantaranya adalah :

- Wilyah RI hanya Yogya dan sekitarnyayang terdiri dari 7 karesidenan yang biasa disebut dengan daerah demokrasi “Van Mook”. - Ibukota RI harus dipindahkan dari Jakarta ke Yogya. - Seluruh kesatuan TNI dan gerilya lainnya harus ditarik dan kantong-kantongnya

untuk menuju ke Yogyakarta. Akibat dari naskah Renville ini, maka RI memboyong seluruh aparatur pemrintahannya dan perlengkapan administrasi negara dari Jakarta ke Yogyakarta, maka harus menarik satuan-satuan gerilyanya dari berbagai daerah untuk menghimpun di Yogyakarta. Dalam hal ini termasuk revisi Siliwangi yang mengawasi Jawa barat harus meninggalkan daerah dan rakyatnya. secara logika dengan tindakannya ini berarti Siliwangi telah mengkhianati rakyat Jawa barat yang untuk menuju ke Yogyakarta. Akibat dari naskah Renville ini, maka RI memboyong seluruh aparatur pemrintahannya dan perlengkapan administrasi negara dari Jakarta ke Yogyakarta, maka harus menarik satuan-satuan gerilyanya dari berbagai daerah untuk menghimpun di Yogyakarta. Dalam hal ini termasuk revisi Siliwangi yang mengawasi Jawa barat harus meninggalkan daerah dan rakyatnya. secara logika dengan tindakannya ini berarti Siliwangi telah mengkhianati rakyat Jawa barat yang

Setelah pimpinan republik dan satuan-satuan tentara berkumpul di Yogyakarta, timbul rasa was-was dan khawatir terhadap kemungkinan belanda pada suatu saat akan mengepung dan menyerah mereka, karena memang Belanda sudah tidak bisa dipercaya lagi untuk bisa dan teguh memegang janji, sebagaimana dengan tindakannya dalam agresi militer pertama yang mengkhianati naskah perjanjian Linggar Jati. Untuk menghadapi kemungkinan ini, maka dengan siasat militer yang diketuai Soekarno-Hatta, yang beranggotakan antara lain : Jendral Sudirman, A.H Nasution, TB. Simatupang, mengadakan musyawarah yang memutuskan untuk bergerilya mengadakan perlawanan dengan sekuat tenaga, bahkan untuk Soekarno-Hatta telah disiapkan tempatnya di daerah Sami Galih, Yogyakarta. Keputusan untuk bergerilya ini dikuatkan pula dengan pertemuan yang dihadiri oleh Hamengkubuwono ke IX. Sudirman dan Soekarno-Hatta pada bulan Mei 1948 yang memutuskan bahwa pemerintah akan segera meninggalkan Yogya dan bergerilya, apalagi Belanda melancarkan serangan ke pusat pemerintahan Republik di Yogyakarta.

Perkiraan itu pun akhirnya menjadi kenyataan, menjelang Shubuh, ahad 19 desember 1948, pasukan khusus Belanda menduduki lapangan udara Maguwo yang sekarang bernama Adi Sucipto dan beberapa jam kemudian, ibukota republik Yogya diduduki Belanda. Soekarno-Hatta sebagai pimpinan republik menjadi kecut dan panik menghadapi kenyataan itu, tekadnya untuk melawan dan bergerilya, serta semangat yang pantang mundur yang telah diumumkan dihadapan para pimpinan militer, menjadi lumer di telan sifat pengecutnya yang sangat memalukan, Soekarno merasa ragu dengan kekuatan militernya untuk mampu menjalankan kehidupan di hutan belantara. Maka dalam sidang yang diadakan di gedung agung yogya, Soekarno memutuskan untuk “menyerah” saja dan yang memilih jalan gerilya. Berkibarlah bendera putih, menggantikan dwi warna, sebagai tanda penyerahan tanpa syarat kepada pihak penjajahan belanda. Soekarno-Hatta pun ditangkap beserta ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan beberapa menteri kabinet. Pimpinan militer menjadi kecewa dengan perubahan sikap Soekarno-Hatta yang secara tidak langsung telah meremehkan pihak militer, apalagi dengan pernyataan “menyerah” yang berarti menyerahkan negeri dan rakyatnya kepada pihak penjajah, sekaligus menghancurkan nilai-nilai proklamasi 45. Dalam kekecewaannya ini, jenderal Sudirman walaupun dalam Perkiraan itu pun akhirnya menjadi kenyataan, menjelang Shubuh, ahad 19 desember 1948, pasukan khusus Belanda menduduki lapangan udara Maguwo yang sekarang bernama Adi Sucipto dan beberapa jam kemudian, ibukota republik Yogya diduduki Belanda. Soekarno-Hatta sebagai pimpinan republik menjadi kecut dan panik menghadapi kenyataan itu, tekadnya untuk melawan dan bergerilya, serta semangat yang pantang mundur yang telah diumumkan dihadapan para pimpinan militer, menjadi lumer di telan sifat pengecutnya yang sangat memalukan, Soekarno merasa ragu dengan kekuatan militernya untuk mampu menjalankan kehidupan di hutan belantara. Maka dalam sidang yang diadakan di gedung agung yogya, Soekarno memutuskan untuk “menyerah” saja dan yang memilih jalan gerilya. Berkibarlah bendera putih, menggantikan dwi warna, sebagai tanda penyerahan tanpa syarat kepada pihak penjajahan belanda. Soekarno-Hatta pun ditangkap beserta ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan beberapa menteri kabinet. Pimpinan militer menjadi kecewa dengan perubahan sikap Soekarno-Hatta yang secara tidak langsung telah meremehkan pihak militer, apalagi dengan pernyataan “menyerah” yang berarti menyerahkan negeri dan rakyatnya kepada pihak penjajah, sekaligus menghancurkan nilai-nilai proklamasi 45. Dalam kekecewaannya ini, jenderal Sudirman walaupun dalam

- Pengkhianatan pihak Civil, yang tidak konsekuen dengan sikap dan strategi yang telah diputuskan bersama. - Sakitnya jendral Sudirman yang semakin parah. Sehingga sebagai panglima ia tidak dapat menyusun strategi yang akurat. - Perlengkapan dan kemampuan militer yang masih sangat lemah. Kalau toh sekarang ada hambatan sejarah tentang serangan umum 1 maret 1949 yang dipimpin oleh Soekarno sehingga bisa menguasai Yogya selama 6 jam, ini perlu dicek kebenarannya, sebab sebelum Soekarno menjadi presiden, peristiwa itu belum pernah terdengar dan tidak tercatat dalam sejarah. Memang dengan Kekuasaan, sejarah itu bisa dirubah dan diputarbalikkan menurut selera penguasa. Dengan peristiwa 19 desember 1948, pengamat sejarah yang jujur akan menilai dan mencatat”jatuhnya Republik sebagai Negara”, baik secara de fakto maupun de yure. De yure karena dengan berkibarnya bendera putih tanda menyerah, jatuhnya martabatnya sebagai Negara. Lalu Indonesia mengalami vacum, tidak ada pemerintahan yang sah. Tiga hari kemudian, tepatnya 22 Desember 1948, dari Bukit Tinggi, Sumatra Barat, terdengar pengumuman terbentuknya pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafrudin Prawira Negara, sebagai presiden merangkap menteri pertahanan. Perlu diingat, sesuai dengan pengakuan Syafrudin sendiri (wawancara Tempo no 43 thn XV, 21 Desember 1985), bahwa PDRI dibentuk atas dasar inisiatif sendiri beserta kawan-kawan. Bukan atas dasar mandat Soekarno baik hitam diatas putih ataupun secara lisan. Jadi Soekarno benar-benar menyerah 100% pada Belanda kala itu, tanpa memperdulikan jerih payah rakyat Indonesia yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaannya. Hal ini sangat mengecewakan Mr. Syafrudin, kekecewaannya bertambah segera setelah diketahui bahwa Soekarno tidak menghiraukan bahkan meremehkan PDRI. Ini terbukti setelah Soekarno memberikan mandat kepada Moh. Room dengan Van Royen dari pihak Belanda tanpa sepengetahuan apalagi persetujuan PDRI, padahal baik secara de facto maupun de yure, Soekarno bukanlah presiden lagi.perundinagn Room Royen berlangsung dan ditandatangani pada 7 Mei 1949, yang intinya antara lain Belanda segera menarik pasukannya dari Yogya karena republik sudah bersedia menjadi Negara boneka semacam negara pasundan dan yang lain- lainnya. Selanjutnya para pemimpin Republik yang ditawan, telah dikeluarkan karena - Pengkhianatan pihak Civil, yang tidak konsekuen dengan sikap dan strategi yang telah diputuskan bersama. - Sakitnya jendral Sudirman yang semakin parah. Sehingga sebagai panglima ia tidak dapat menyusun strategi yang akurat. - Perlengkapan dan kemampuan militer yang masih sangat lemah. Kalau toh sekarang ada hambatan sejarah tentang serangan umum 1 maret 1949 yang dipimpin oleh Soekarno sehingga bisa menguasai Yogya selama 6 jam, ini perlu dicek kebenarannya, sebab sebelum Soekarno menjadi presiden, peristiwa itu belum pernah terdengar dan tidak tercatat dalam sejarah. Memang dengan Kekuasaan, sejarah itu bisa dirubah dan diputarbalikkan menurut selera penguasa. Dengan peristiwa 19 desember 1948, pengamat sejarah yang jujur akan menilai dan mencatat”jatuhnya Republik sebagai Negara”, baik secara de fakto maupun de yure. De yure karena dengan berkibarnya bendera putih tanda menyerah, jatuhnya martabatnya sebagai Negara. Lalu Indonesia mengalami vacum, tidak ada pemerintahan yang sah. Tiga hari kemudian, tepatnya 22 Desember 1948, dari Bukit Tinggi, Sumatra Barat, terdengar pengumuman terbentuknya pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafrudin Prawira Negara, sebagai presiden merangkap menteri pertahanan. Perlu diingat, sesuai dengan pengakuan Syafrudin sendiri (wawancara Tempo no 43 thn XV, 21 Desember 1985), bahwa PDRI dibentuk atas dasar inisiatif sendiri beserta kawan-kawan. Bukan atas dasar mandat Soekarno baik hitam diatas putih ataupun secara lisan. Jadi Soekarno benar-benar menyerah 100% pada Belanda kala itu, tanpa memperdulikan jerih payah rakyat Indonesia yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaannya. Hal ini sangat mengecewakan Mr. Syafrudin, kekecewaannya bertambah segera setelah diketahui bahwa Soekarno tidak menghiraukan bahkan meremehkan PDRI. Ini terbukti setelah Soekarno memberikan mandat kepada Moh. Room dengan Van Royen dari pihak Belanda tanpa sepengetahuan apalagi persetujuan PDRI, padahal baik secara de facto maupun de yure, Soekarno bukanlah presiden lagi.perundinagn Room Royen berlangsung dan ditandatangani pada 7 Mei 1949, yang intinya antara lain Belanda segera menarik pasukannya dari Yogya karena republik sudah bersedia menjadi Negara boneka semacam negara pasundan dan yang lain- lainnya. Selanjutnya para pemimpin Republik yang ditawan, telah dikeluarkan karena