Akhirnya KPK, PSII

2. Akhirnya KPK, PSII

Ternyata Abi Kusno, Aruji Kartawinata, Wonodoamiseno dkk, belum siap mental untuk menghadapi resiko daripada pelaksanaan sikap hijrah itu. Semangat hijrahnya yang menggebu-gebu pada beberapa belakangan ini dengan melakukan tindakan tegas kepada setiap penantangnya seperti skorsing yang dijatuhkan kepada H. Agus Salim, Moh. Room dkk dari barisan penyadar, ternyata kandas setelah melihat kenyataan betapa sulit dan rumitnya perjalanan ini. Tindakan dan kecurigaan dari pemerintahan Belanda terhadap partai politik yang berhaluan non kooperasi yang demikian yang semakin hari semakin ketat dan menurunnya kuantitas anggota-anggota PSII yang merosot sangat drastis akibat pengaruh propokasi dari orang-orang barisan penyadar, adalah merupakan faktor- faktor pendorong Abu Kusno cs berputar haluan, meningkatkan politik hijrah beralih kepada garis parlementer, pada tahun 1938. Abi Kusno mempelopori terbentuknya GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Dia berusaha merangkul bekas-bekas musuhnya yang menentang hijrah, diantaranya Mr. Sukiman yang menjadi ketua PII (Partai Islam Indonesia) dan H. Agus Salim dengan barisan penyadarnya, untuk masuk bergabung dalam GAPI, sebagai suatu federasi Partai Politik Indonesia yang tujuannya untuk parlemen yang benar-benar representatif. Tindakan Abi Kusno itu sama sekali diluar pengetahuan SM. Kartosuwiryo, yang saat itu menjabat sebagai wakilnya (Wakil Presiden PSII). Setelah mengetahui akan hal ini, Pak Karto berusaha menegur Abi Kusno agar menarik kembali langkahnya yang telah menyimpang dari garis hijrah kebenaran. Namun Abi Kusno tidak menanggapinya, bahkan ia membujuk

Kartosuwiryo agar mau merobah haluan, dengan alasan bahwa hijrah itu adalah salah satu taktik perjuangan saja bukan prinsip, sehingga bisa berubah menurut tuntunan situasi dan kondisi. Maka untuk situasi semacam ini, demi penyelamatan dan mempartahankan partai dan kesulitan dan kebangkrutan, perlu adanya perubahan taktik / siasat SM. Kartosuwiryo menolak mentah-mentah ajakannya, karena menurut pendiriannya bahwa, hijrah bukanlah sekedar taktik melainkan suatu prinsip yang tidak bisa dirubah-rubah dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Perjuangan islam tanpa hijrah adalah batal, sebab tanpa hijrah akan terjadi percampuran antara hak dan bathil dalam suatu wadah perjuangan, yang mengakibatkan gugurnya haq (kebenaran) tersebut. Karena itu hijrah harus dipertahankan apapun resiko yang harus dihadapi, menyimpang dari hijrah sama halnya dengan menyimpang dari islam, begitu tegar dan kokoh pendirian SM. Kartosuwiryo dalam mempertahankan prinsip perjuangan, yaitu sikap hijrah, meskipun dia harus menghadapi mayoritas pengurus elite PSII yang akan berakibat ancaman pemecatan terhadap dirinya dari PSII. Padahal dalam satu atau dua tahun yang telah lalu, pihak yang tampak akrab dan mesra sama-sama berada dalam kubu, mempertahankan Poitik hijrah secara terperinci dalam brosurnya yang terdiri dari dua jilid yang berjudul “Sikap Hijrah PSII”, pihak Abi Kusno kawan-kawanya memberikan dukungan penuh atas usaha ini. Bahkan dalam kata pengantar yang ditandatangani oleh Abi Kusno sebagai presiden dan Aruji Kartawinata sebagai sekretaris PSII. Pada jilid ke dua, dia membuat pernyataan bahwa pandangan-pandangan, pendapat-pendapat dan gagasan-gagasan tentang penafsiran sikap hijrah PSII yang diuraikan dalam brosur ini telah dibicarakan panjang lebar dengan presiden terpilih Dewan Pimpinan Partai dan Komite Ekslusif Partai sebelum dan sesudah (Brosur) ditulis oleh pengarang. Namun pada saat itu, tegasnya pada tahun 1938, mereka terlibat dalam pertengkaran dan perselisihan pendapat yang cukup sangat sengit, tentang perlu dirubahnya atau tidak hijrah ini, Abi Kusno telah menggunakan wewenang selaku presiden partai. Dengan tindakan mengeluarkan dari PSII, karena telah dianggap membangkang terhadap pemerintahan-pemerintahan puncak pimpinan untuk merobah haluan dan menarik kembali, serta mengkritik penyebaran brosur tersebut yang mengandung pikiran-pikiran yang bersifat anakronisme. Keputusan mengeluarkan SM. Kartosuwiryo dan beberapa dukungannya termasuk Kyai Yusuf Tadjid dan Kamran Hidayatullah, yang saat itu menjadi pemimpin bagian pemuda PSII, diambil Komite Eksklusif Partai pada 30 Januari 1939, kemudian

disetujui oleh kongres partai pada bulan Januari 1940, tetapi mereka di cabut keanggotaannya menolak keputusan tersebut. SM. Kartosuwiryo berpendirian bahwa PSII bukanlah lembaga milik pribadi Abi Kusno dan kelompoknya, tetapi lembaga milik Allah, sebagai wadah perjuangan dalam mendhohirkan Mulkiyyah (Struktur Kerajaan Allah) di muka bumi ini, karena itu lembaga ini harus diselamatkan dari pengkhianatan oknum pimpinannya yang telah menyimpang dari rel Sabillillah, garis yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Maka atas prakarsa SM. Kartosuwiryo dibentuknya suatu komite tantangan. Komite Pertahanan Kebenaran PSII (PKP PSII), karena dimaksudkan untuk menggebrak didalam PSII, komite mengabaikan resolusi pemecatan ketika ternyata ini tidak mungkin dilakukan,mereka pada rapat umum komite di Malangbong pada 24 Maret 1940. Diputuskan untuk membentuk partai yang bebas, sebagai upaya penyelamatan politik hijrah, yang merupakan amanah Allah, amanah Rasulullah dan amanat ummat yang telah diputuskan dalam kongres-kongres partai pada tahun-tahun yang silam. Partai yang baru ini, yang juga biasa disebut PSII kedua. Dimana SM. Kartosuwiryo diangkat sebagai ketuanya, diharapkan bisa berkembang menjadi PSII yang sebenarnya untuk mempertahankan dan merealisir nilai-nilai dan tujuan islami yang menjadi ciri khas PSII yang telah dirancangkan oleh pendirinya, HOS. Cokroaminoto, terutama dimaksudkan untuk merealisasikan politik hijrah lebih kongkrit lagi, sebagaimana telah diputuskan dengan kongres partai yang diadakan di Surabaya pada tahun1937. Oleh karena itu PSII Abi Kusno Cokro Suyoso sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk mengemban amanah suci ini, sebab mereka terdiri dari pengkhianat-pengkhianat yang telah mengkhianati perjuangan islam yang sesungguhnya. Dan menodai nilai-nilai islam yang pada mulanya telah mereka sepakati bersama. Dengan demikian mereka tidak lagi berhak memakai nama Syarekat Islam Indonesia (PSII), sebab telah bergeser dari Al-Islam, hal ini tampak lebih jelas sekali Abi Kusno memindahkan corak perjuangan Islam kepada corak nasional, seperti terlibat dalam GAPI, yang sudah tidak ada identitas Islamnya lagi. Upaya SM. Kartosuwiryo ini rupanya mendapat dukungan yang lebih besar dari masyarakat yang masih konsekwen dengan Islam, ini bisa dilihat dengan perkembangan yang cukup pesat, dari dua cabang saja yang pada saat baru berdirinya KPK PSII, telah meningkat menjadi dua puluh dua cabang pada Maret 1940, bahkan boleh dikatakan dimana ada cabang PSII Abi Kusno, disitu akan berdiri pula cabang PSII kedua yang tetap konsekwen dengan politik hijrah.