Pembentukan TII Dan Majelis Islam (MI)

2. Pembentukan TII Dan Majelis Islam (MI)

Akibat persetujuan Renville yang ditandatangani pada bulan Januari 1948, maka kekuatan republik ditarik dari kantong-kantong gerilya, untuk berhimpun di Yogya. Termasuk devisi Siliwangi yang menguasai Jawa Barat pun ditarik ke Yogya. Lalu Jawa barat menjadi kosong tidak ada yang menguasai dan melindungi rakyatnya. Belanda sudah siap mengambil alih untuk menancapkan kuku penjajahannya kembali. Menghadapi saat kritis di jawa barat ini. SM. Kartosuwiryo yang memimpin Hizbullah dan Sabillillah, termasuk Oni Qital yang saat itu menjadi komandan sabillillah, di daerah pegunungan sekitar ttasikmlaya, guna menjawab (membahas), kegentingan situasi politik (tidak perlu berhimpun di Yogya), demi mempertahankan dan meluindungi rakyat jawa barat yang mayoritas muslim, dari cengkraman Belanda. Mereka pun bersepakat perlu mengadakan pertemuan yang lebih luas dan lebih Akibat persetujuan Renville yang ditandatangani pada bulan Januari 1948, maka kekuatan republik ditarik dari kantong-kantong gerilya, untuk berhimpun di Yogya. Termasuk devisi Siliwangi yang menguasai Jawa Barat pun ditarik ke Yogya. Lalu Jawa barat menjadi kosong tidak ada yang menguasai dan melindungi rakyatnya. Belanda sudah siap mengambil alih untuk menancapkan kuku penjajahannya kembali. Menghadapi saat kritis di jawa barat ini. SM. Kartosuwiryo yang memimpin Hizbullah dan Sabillillah, termasuk Oni Qital yang saat itu menjadi komandan sabillillah, di daerah pegunungan sekitar ttasikmlaya, guna menjawab (membahas), kegentingan situasi politik (tidak perlu berhimpun di Yogya), demi mempertahankan dan meluindungi rakyat jawa barat yang mayoritas muslim, dari cengkraman Belanda. Mereka pun bersepakat perlu mengadakan pertemuan yang lebih luas dan lebih

- Merubah ideologi Islam dalam bentuk Kepartaian menjadi bentuk kenegaraaan yang konkrit . - Membekukan Masyumi Jawa Barat. - Membentuk Majelis Islam (MI)sebagai pemerintahan dasar ummat Islam di Jawa

Barat, maka seluruh organisasi Islam harus bergabung ke dalamnya. - Membentuk tentara Islam Indonesia (TII) yang merupakan peleburan dari Hizbullah dan Sabilillah. Untuk memimpin TII ini, diangkatlah R. Oni Qital, nama lengkapnya Raden Rohani Qital sebagai Panglima pertama, dengan tugas merencanakan suatu struktur yang konkrit bagi tentara Islam yang baru didirikan. Mula-mula TII yang berjumlah lebih kurang 4000 (empat ribu) orang dibentuk menjadi empat batalyion, yaitu :

- Bataliyon I dipimpin oleh Danu M. Hasan - Bataliyon II dipimpin oleh Zaenal Abidin - Bataliyon III dipimpin oleh Nur Lubis - Bataliyon IV dipimpin oleh Adah JaelaniTita Praja.

Sementara komandan, resimen dipegang oleh Oni Qital Sendiri, Bataliyon Nur lubis bertugas di daerah kec. Cikoneng dan ci haur beuti, sebagai daerah modal pertama bagi NII. Selain tentara islam yang sebenarnya, dibentuk pula korps-korps khusus seperti, PADI (Pahlawan Darul Islam) dan BARIS (Barisan Rakyat Islam). Untuk mengetahui keadaan musuh, baik kekuatannya maupun kelemahannnya, dibentuk Pasukan Polisi Rahasia (Intelijen ) yang bernama Mahdiyyin yang berarti terpimpin secara benar, semua pasukan-pasukan khusus ini langsung dipimpin oleh Oni, yang diangkat sebagai Amirul Jaisy (Kepala Tentara). Pada akhir Konferensi di Cisayong, juga di bahas tentang pentingnya mengangkat seorang imam, yang merupakan syarat utama dalam melaksanakan syari’ah Islam. Ada dua sistem yang digunakan dalam pemilihan ini, yaitu : Musyawarah dan Istikhoroh (memohon petunjuk dari Allah), dengan Shalat dua rakaat, akhirnya para peserta yang tidak kurang seribu ulama (pemimpin- pemimpin islam)sepakat untuk memilih

dengan mengangkat imam. Setelah melalui pertmbangan-pertimbangan yang cermat,musywarah sepakat memilih SM. Kartosuwiryo sebagai imam. Sebelum jalan istikhoroh ditempuh dua tahap. Tahapan pertama, memohon siapa orangnya, ternyata shurah(gambaran) yang ditunjukkan Allah, seperti yang diakui ustadz H. masduki, salah seorang peserta koferensi adalah gamabaran SM. Kartosuwiryo. Dan Tahap Kedua, Mohon petunjuk apakah dia itu termasuk orang yang ikhlas). Jawabannya adalah kalimat : Mukhlisun (termasuk golongan orang – orang yang ikhlas), dan tidak ada keraguan lagi, seluruh ulama yang hadir, mufakat untuk memilih dan mengangkat SM. Kartosuwiryo sebagai Imam untuk Ummat Islam di jawa Barat, dan akhirnya untuk seluruh indonesia. Jadi, jelaslah bahwa tampilnya beliau sebagai imam, bukan karena ambisi pribadi sebagaimana dituduhkan orang-orang sekuler (kafir,munafik). Karena toh diperbolehkan menolak, tentu beliau lebih suka menolak, kemudian memilih orang lain, tetapi dalam islam tidak ada kamus menolak tugas (amanat) dalam rangka menegakkan hukum Allah, kecuali harus menjawab : “Aku dengar dan aku taat”, sebagaiman termaktub dalam Al- Qur’an surat An Nuur ayat 51. Kemudian SM. Kartosuwiryo selaku Imam, berusaha menyempurnakan struktur dan administrasi lembaga MI, sebagai persiapan lahirnya Negara Islam Indonesia. Pada suatu Koferensi yang diadakan di ci jiho, desa pasir lamcang, kecamatan ci haur beti, Ciamis, 1 mei 1948, telah disusun rancangan konstitusi yang disebut “Qonun Asasi”, serta dibentuk Dewan Imamah (Dewan kabinet) dan Dewan Fatwa (Dewan Penasehat). Didalam Qonun asasi di tegaskan antara lain bahwa Negara Islam Indonesia adalah sebuah Negara yang berbentuk Jumhuriyah (republik Islam) yang dipimpin oleh seorang Imam, Hukum yang tertinggi adalah Al- Qur’an dan Al-Hadits Sokheh. Susunan Dewan Imamah yang pertama, yang dibentuk pada saat itu adalah sebagai berikut ini :

1. Imam merangkap Kuasa Usaha (Ketua Majelis Luar Negri) : SM. Kartosuwiryo

2. Ketua Majelis Pertahanan : R. Oni Qital

3. Wakil Ketua Majelis Pertahanan : Kamran Hidayatullah

4. Ketua Majelis Keuangan : Sanusi Partawijaya / Khadimuddin

5. Ketua Majeli Dalam Negeri : Sanusi Partawijaya

6. Ketua Penerangan : Tata Arsyad Susunan Dewan Imamah ini lebih disempurnakan lagi pada konfrensi selanjutnya. Terutama setelah Negara Islam Indonesia akan lebih lengkap dan sempurna. Langkah-langkah SM. Kartosuwiryo tentu saja bertentangan dengan

Tokoh-tokoh Masyumi yang telah mengikatkan diri dengan Republik Sekuler, dan otomatis terikat dengan peralihan renvile yang mengharuskan mereka berpindah ke Yogya. Mulai sat itulah SM. Katosuwiryo memisahkan diri dari Masyumi.