Sikap SM. Kartosuwiryo Terhadap perjuangan Nasional

1. Sikap SM. Kartosuwiryo Terhadap perjuangan Nasional

Tidak ada tanda-tanda SM. Kartosuwiryo terlibat dalam pergerakan nasional menjelang kemerdekaan yang diprakarsai Jepang, sikap hijrahnya yang mendarah daging, membuatnya tidak berminat sama sekali untuk ikut bergabung dalam MIAI, yang kemudian atas campur tangan Jepang, berubah menjadi Masyumi dan akhirnya masuk menjadi anggota BPUPKI yang dibentuk atas restu dan prakarsa Jepang, sebab menurut pendirinya BPUPKI adalah salah satu wadah yang berfungsi untuk mencampur-adukkan haq dan bathil. Disana dudukkan tokoh-tokoh Muslim dan non muslim yang terdiri dari kelompok sekuler dan sosialis komunis, bahkan golongan yang kedua ini menduduki posisi mayoritas dalam komposisi panitia penyelidik tersebut. Sudah barang tentu dari sidangnya nanti akan menghasilkan suatu idiologi campuran dan UUD campuran, yaitu dasar islam dan non islam (Jahiliyah), atau mungkin tidak ada warna islamnya sama sekali. SM. Kartosuwiryo yang melihat gerakan politik nasionalis muslim yang berhaluan parlementer dengan kacamat wahyu meyakini bahwa akhirnya mereka gagal dan masuk perangkap kaum sekuler yang lihai dan licik (kaum munafiq). Sebagaimana firman Allah dalam Alquran dibeberapa surat dan ayat , yang telah dibahas di muqodimah dan artikel ini. Dan keyakinannya ini akhirnya menjadi kenyataan, tatkala 19 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi RI, tanpa ada warna Islam sama sekali, sebab sehari kemudian Piagam Jakarta yang diadakan sebagai pengawal Pancasila dan UUD 45 untuk menuju Islam dihapus oleh Panitia Persiapan, disusul dengan dibentuknya Tidak ada tanda-tanda SM. Kartosuwiryo terlibat dalam pergerakan nasional menjelang kemerdekaan yang diprakarsai Jepang, sikap hijrahnya yang mendarah daging, membuatnya tidak berminat sama sekali untuk ikut bergabung dalam MIAI, yang kemudian atas campur tangan Jepang, berubah menjadi Masyumi dan akhirnya masuk menjadi anggota BPUPKI yang dibentuk atas restu dan prakarsa Jepang, sebab menurut pendirinya BPUPKI adalah salah satu wadah yang berfungsi untuk mencampur-adukkan haq dan bathil. Disana dudukkan tokoh-tokoh Muslim dan non muslim yang terdiri dari kelompok sekuler dan sosialis komunis, bahkan golongan yang kedua ini menduduki posisi mayoritas dalam komposisi panitia penyelidik tersebut. Sudah barang tentu dari sidangnya nanti akan menghasilkan suatu idiologi campuran dan UUD campuran, yaitu dasar islam dan non islam (Jahiliyah), atau mungkin tidak ada warna islamnya sama sekali. SM. Kartosuwiryo yang melihat gerakan politik nasionalis muslim yang berhaluan parlementer dengan kacamat wahyu meyakini bahwa akhirnya mereka gagal dan masuk perangkap kaum sekuler yang lihai dan licik (kaum munafiq). Sebagaimana firman Allah dalam Alquran dibeberapa surat dan ayat , yang telah dibahas di muqodimah dan artikel ini. Dan keyakinannya ini akhirnya menjadi kenyataan, tatkala 19 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi RI, tanpa ada warna Islam sama sekali, sebab sehari kemudian Piagam Jakarta yang diadakan sebagai pengawal Pancasila dan UUD 45 untuk menuju Islam dihapus oleh Panitia Persiapan, disusul dengan dibentuknya

“khitah perjuangan Islam yang benar”, yang telah dijabarkan dalam assunnah, yaitu garis-garis Hijrah dan Jihad. Kemudian bersama-sama Muhammad Natsir dan kawan- kawannya. SM. Kartosuwiryo ikut membentuk “Masyumi Baru” pada november 1945, dalam organisasi ini, yang akhirnya menjadi paratai politik, dan menduduki jabatan sekretaris umum, sementara jabatan ketua dipegang oleh Muhammad Natsir. Masyumi Baru ini dimasukkan untuk mengganti masyumi lama yang dibentuk pada masa jepang, dan diharapkan akan menjadi satu-satunya wadah politik dan perjuangan bagi semua kelompok islam, anggaplah ini merupakan salah satu untuk menciptakan Wahdatul Ummah (Kesatuan Umat Islam). Guna menghadapi kekuatan golongan sekuler, sehingga akan tampak jelas bahwa Masyumi berjalan diatas garis perjuangan islam. Sementara ini mereka telah terlibat dalam perjuangan yang bertolak kebangsaan (Ashobiyah)yang tidak dibenarkan oleh islam. Padahal tokoh-tokoh islam ini mau berdiri sendiri tanpa tergantung pada lembaga sekuler. Maka cukup mempunyai potensi yang besar daripada potensi yang dimiliki kaum sekuler, maka mempunyai dukungan masayang besar, karena memang mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Disamping itu mereka juga mempunyai kekuatan militer yang cukup besar, yaitu Hizbullah dan Sabilillah. Ini rupanya yang menjadi sarana SM. Kartosuwiryo yang telah merangkul orang-orang Masyumi untuk menghimpun seluruh kekuatan umat Islam, demi mentegakkan Daulah Islamiyah. Soekarno Presiden RI, melihat Masyumi baru ini sebagai ancaman yang berbahaya bagi kekuatan Republik. Maka Soekarno berusaha merangkul Masyumi untuk ikut duduk dalam kursi kabinet. Tentu saja kursi-kursi yang tidak terlalu memegang peranan, termasuk SM. Kartosuwiryo pun melalui PM. Amir Syafrudin pernah ditawari kursi wakil menteri pertahanan, namun tawaran itu ditolaknya melalui sepucuk surat yang disampaikan kepada soekarno, sikap Hijrahnya pula yang mendasari penolakannya tersebut. tetapi tokoh Masyumi lainnya seperti : Syarifudin Prawira Negara, Moh. Room dan lain-lainnya menerima tawaran tersebut dan duduklah mereka dalam kabinet republik. SM. Kartosuwiryo merasa kecewa dengan sikap-sikap tokoh-tokoh Masyumi ini dan masih mau mengikat diri kepada lembaga sekuler yang ternyata darah nasionilnya lebih besar daripada darah islamnya,

sehingga tidak bisa ditarik kegaris Islam yang sebenarnya. akhirnya SM. Kartosuwiryo mengambil keputusan untuk menjauhi Masyumi dan kembali ke Malangbong dengan tidak memegang jabatan sekretaris umum dan komisaris Masyumi Jawa Barat, dan mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kembali pasukan gerilya Islam Di daerah ini. Pada tahun 1947 beliau mendirikan Dewan Pertahanan Umat Islam (DPUI) di Garut, dan Majelis Umat Islam (MUI) di Tasikmalaya. Atas nama Masyumi, kedua organisasi ini direncanakan untuk memperdalam dan mengkoordinasi perjuanagn Islam ( Umat Islam) masyarakat Islam setempat melawan belanda, organisasi perjuangan gerilya disarankan sangat perlu, mengingat keadaannya dalam 3 minggu sesudah mereka mengadakan aksi militer besarnya, apa yang disebut “aksi polisionil pertama”. Belanda menduduki kota-kota utama di Prianagn seperti Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Dengan kedua organisasi ini, SM. Kartosuwiryo berusaha memurnikan perjuangan islam , dengan menarik semua kesatuan-kesatuan yang terdiri dari Sabililah, Hizbullah dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang selama ini telah bergabung kedalam organisasi yang bernama Perjuangan Pembelaan Nasional (PPN) merupakan federasi semua partai politik dan organisasi gerilya yang beroperasi di priangan. Selain oraganisasi Islam, yang masuk kedalam federasi ini organisasi- organisasi lain, seperti : PKI, PNI, PARKINDO, SOBSI, BTI. Dengan usaha SM. Kartosuwiryo ini, maka kekuatan Islam berada dalam kubu tersendiri, terpisah dan kekuatan non Islam (Sekuler dan Komunis), Tampaklah dengan Jelas mana Sabilillah (Jalan Allah) dan mana pula Sabili thought (jalan Syaitan).