Sosialisasi Norma Demokrasi UE di Maroko Untuk Membentuk Identitas Kolektif UE

A. Sosialisasi Norma Demokrasi UE di Maroko Untuk Membentuk Identitas Kolektif UE

Berdasarkan pemaparan fakta-fakta yang ditemukan dalam bab II dan bab III penulis melihat bahwa Uni Eropa (UE) berupaya membangun kembali identitasnya sebagai promotor demokrasi di negara-negara tetangganya di kawasan Mediterania Selatan setelah Revolusi Arab, termasuk di Maroko. Adapun komitmen UE terhadap identitasnya tersebut ditunjukkan dengan mendukung proses demokratisasi yang berlangsung di Maroko, setelah Berdasarkan pemaparan fakta-fakta yang ditemukan dalam bab II dan bab III penulis melihat bahwa Uni Eropa (UE) berupaya membangun kembali identitasnya sebagai promotor demokrasi di negara-negara tetangganya di kawasan Mediterania Selatan setelah Revolusi Arab, termasuk di Maroko. Adapun komitmen UE terhadap identitasnya tersebut ditunjukkan dengan mendukung proses demokratisasi yang berlangsung di Maroko, setelah

Upaya pembangunan kembali identitas UE sebagai promotor demokrasi ini ditegaskan oleh pernyataan Presiden Komisi Eropa periode 2009-2014, José Manuel Barroso, pada bulan Maret 2012:

“I think it is our duty to say to the Arab peoples that we are on their side! From Brussels, I want to specifically say this to the young Arabs that are now fighting for

freedom and democracy: We are on your side.” “Saya rasa ini adalah tugas kami untuk menyatakan kepada masyarakat Arab bahwa

kami ada di pihak mereka! Dari Brussels, saya secara khusus ingin menyatakan hal ini kepada para pemuda Arab yang sekarang tengah berjuang untuk kebebasan dan

demokrasi: Kami ada di pihak mereka.” 160 Pernyataan ini menunjukkan bahwa UE telah mengakhiri dilemanya

antara mendukung demokratisasi atau stabilisasi di kawasan Mediterania Selatan, serta membentuk kembali nilai-nilai dan kepentingan UE. 161 Di

Maroko, pergeseran identitas UE ini ditegaskan salah satunya dalam dokumen UE untuk program Partnership for Democracy and Shared Prosperity with

160 Timo Behr, “The European Union‟s Mediterranean Policies after the Arab Spring: Can the Leopard Change its Spots?,” Amsterdam La w Forum , Vol. 4, No. 2 (Spring 2012), hlm. 82 161

Ibid Ibid

Di Maroko, UE memiliki agenda untuk mendukung proses demokratisasi di tiga bidang politik Maroko yaitu pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi. Agenda ini didorong oleh kepentingan baru UE pasca Revolusi Arab di negara-negara Mediterania Selatan, yaitu mendorong transisi demokrasi di negara-negara tersebut. Adapun kepentingan ini terbentuk dari identitas yang ingin dibentuk kembali oleh UE, yaitu sebagai

promotor demokrasi. Hal ini sesuai dengan asumsi Wendt 162 bahwa kepentingan satu aktor (UE) terhadap aktor lain (Maroko) selalu ditentukan

oleh identitas aktor (UE).

Identitas UE sebagai promotor demokrasi sendiri didasarkan pada norma demokrasi yang dianut oleh UE. Merujuk pada asumsi Farrell 163 ,

penulis melihat bahwa norma demokrasi yang dianut oleh UE menyusun perilaku UE terhadap Maroko sehingga perilaku UE tersebut sesuai dengan identitasnya sebagai aktor yang pro demokrasi. Adapun kemudian, Maroko melaksanakan program-program ENP yang mendorong demokratisasi di tiga bidang yang menjadi fokus penelitian ini. Sesuai dengan asumsi Wendt

mengenai identitas 164 , Maroko melaksanakan program-program ENP tersebut

162 Trine Flockhart, “Socialization and Democratization: a Tenuous but Intriguing Link,” Socializing Democratic Norms: The Role of International Organizations for the Construction of

Europe, ed. Trine Flockhart, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm.12-13 163 Ibid , hlm. 13-14

164 Ibid , hlm. 14 164 Ibid , hlm. 14

Oleh karena identitas UE didasari oleh norma demokrasi, dan UE menginginkan Maroko untuk memahami identitas baru tersebut (agar terbentuk identitas kolektif antara UE dan Maroko), maka UE perlu melakukan transfer norma demokrasi tersebut ke Maroko. Agar transfer norma demokrasi terlaksana, maka perlu dilakukan sosialisasi norma demokrasi tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Risse, bahwa sosialisasi norma spesifik dilakukan agar identitas kolektif yang didasarkan pada norma tertentu

dapat terbentuk. 166 Merujuk juga pada pendapat Sedelmeier , menurut penulis, norma-norma demokrasi UE telah berdifusi dan tersosialisasi kepada

Maroko, sehingga terbentuk identitas kolektif antara keduanya.

Lebih lanjut menurut penulis, bentuk sosialisasi norma yang dilakukan oleh UE adalah seperti yang diasumsikan oleh Risse, yaitu dengan tekanan

165 Ibid , hlm. 13 166 Ulrich Sedelmeier, “Collective Identity,” Contemporary European Foreign Policy , ed. Walter

Carlsnaes, Helene Sjursen, dan Brian White (London: SAGE Publication Ltd, 2004), hlm. 124 Carlsnaes, Helene Sjursen, dan Brian White (London: SAGE Publication Ltd, 2004), hlm. 124

dalam bidang pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi. Adapun hal ini juga diperkuat dengan perubahan kepercayaan dari aktor domestik di Maroko, yaitu pemerintah dan organisasi masyarakat sipil Maroko, kepada UE sehingga pada akhirnya mau mendukung dan berusaha mengatur reformasi ini.