Keadaan Demografis
B. Keadaan Demografis
Mengenai penduduk asli daerah Kabupaten Kendari belum memiliki data yang lengkap. Namun cerita-cerita rakyat dapat mengungkapkan mengenai penduduk asli Kabupaten Kendari. Tradisi Tolaki memberitakan bahwa penghuni- Mengenai penduduk asli daerah Kabupaten Kendari belum memiliki data yang lengkap. Namun cerita-cerita rakyat dapat mengungkapkan mengenai penduduk asli Kabupaten Kendari. Tradisi Tolaki memberitakan bahwa penghuni-
Tradisi Sulawesi Tenggara tentang kedatangan nenek moyang mereka mengandung dua versi. Versi daratan mengatakan bahwa mereka turun dari langit (Tolaki, Moronene), dari versi kepulauan adalah dari bambu, belum dapat dipastikan kapan wilayah Sulawesi Tenggara dihuni oleh manusia tetapi ada bekas-bekasnya yang menunjukkan bahwa daerah ini telah dihuni oleh manusia pada jaman prasejarah.
Dari pengamatan mengenai penduduk Sulawesi Tenggara sekarang ini dapat diduga bahwa penduduk daratan pada waktu itu dominan ciri mongoloidnya, sedangkan daerah kepulauan khususnya Muna mempunyai ciri melanosoid, tetapi pada orang Ndoke (tono peiku) ada kelihatan pula ciri melanesoid. “Dari Mekongga (Kolaka) didapatkan cerita bahwa zaman dahulu, daratan Sulawesi Tenggara pernah dihuni oleh Tokudiho yaitu orang-orang kecil, kemudian orang Ngalamboro yaitu orang- orang besar” (Burhanuddin, 1986:4).
Menurut Tamburaka (1989:4), dalam buku profil kependudukan dan keluarga berencana Provinsi Sulawesi Tenggara mengatakan bahwa: “Sulawesi Tenggara merupakan pertemuan ras-ras dalam proses persebaran/perpindahan bangsa-bangsa prasejarah yaitu ras mongoloid dari utara, ras austromelanesoid dari timur dan ras proto melayu dari barat/utara. Oleh karena itu, daratan Sulawesi Tenggara dan pulau-pulau disekitarnya memiliki kehidupan manusia flora dan faunanya”.
Orang Tolaki yang sekarang sebagai penghuni dataran Sulawesi Tenggara (Konawe dan Mekongga) merupakan pendatang terakhir dan hamper dapat dipastikan bahwa penghuni sebelum orang Tolaki adalah orang Moronene yang setelah datangnya orang Tolaki, terdesak ke selatan dan selanjutnya menyebar ke kepulauan Kabaena.
Suku Tolaki yang mendiami daratan Sulawesi Tenggara termasuk rumpun Mongoloid dan Proto Melayu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tamburaka (1989:6), yang mengatakan bahwa “Dilihat dari ciri antropologisnya baik Caphaly index, mata, rambut maupun warna kulit suku Tolaki memiliki kesamaan dengan ras mongoloid diduga berasal dari Asia Timur, mungkin dari Jepang untuk kemudian menyebar ke selatan melalui kepulauan Riukyu, Taiwan, Philipina, Sangir Talaud menyusur pantai timur ke Sulawesi Tenggara.
Ada juga yang mengatakan bahwa perpindahan pertama berasal dari Yunani (RRC) ke selatan melalui Philipina, Sulawesi Utara ke pesisir timur dan Halmahera. Pada saat itu memasuki daratan Sulawesi Tenggara mereka melalui Sungai Lasolo dan Sungai Konaweha yang dinamakan Andolaki. Proses persebaran di daratan Sulawesi Tenggara yang sebelumnya mereka berdiam sekitar Danau Matana, Danau Towuti dan bagian selatan dari kedua Danau tersebut pada negeri-negeri separti: Rahambuu, Alaaha, Andokia, Watumedongga, Tongauna negeri-negeri tersebut terletak di hulu sungai Konaweha dan Sungai lasolo sekarang.
Pemusatan penduduk di Sulawesi bagian Timur adalah di daerah-daerah Danau Matana, Mahalona dan Towuti, dan pusat gelombang persebaran penduduk Pemusatan penduduk di Sulawesi bagian Timur adalah di daerah-daerah Danau Matana, Mahalona dan Towuti, dan pusat gelombang persebaran penduduk
Proses perpindahan penduduk disebabkan oleh peperangan atau penyakit menular, artinya mereka menyabar ke utara masuk suku-suku bangsa di Sulawesi Tenggara (Tomampu, Tokulawi, Tobada dan lain-lain) untuk menduduki tempat sekarang. Adapun dugaan bahwa orang-orang Gorontalo pada zaman dahulu mendiami daerah pinggiran Teluk Tomini kebarat mendesak suku Toraja sedang menduduki daerahnya masing-masing ke timur laut membawah Tomori dan Tobungku menduduki daerahnya sekarang. Keselatan berangsur-angsur melalui aliran Sungai Lasolo dan Sungai Konaweha dan mungkin juga melalui pelayaran- pelayaran lokal membawa suku-suku bangsa Tolaki, Moronene, orang Buton, orang Muna dan penduduk pulau-pulau sekitarnya menduduki daerahnya masing- masing. Gelombang persebaran ini diperkirakan terjadi pada abad IX sampai abad XII.
Letak geografis dan keadaan alam suatu daerah sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduknya. Daerah pedalaman Kendari, pada umumnya penduduknya hidup dari bercocok tanam yaitu berkebun dan bersawah, serta berternak dan berburu. Sedangkan daerah pesisir pantai dan kepulauan penduduknya bermata pencaharian di laut, baik sebagai nelayan maupun sebagai Letak geografis dan keadaan alam suatu daerah sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduknya. Daerah pedalaman Kendari, pada umumnya penduduknya hidup dari bercocok tanam yaitu berkebun dan bersawah, serta berternak dan berburu. Sedangkan daerah pesisir pantai dan kepulauan penduduknya bermata pencaharian di laut, baik sebagai nelayan maupun sebagai
Dari berbagai jenis mata pencaharian yang telah disebutkan, system mata pencaharian tradisional bertani atau berladang adalah yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat. Dalam system mata pencaharian ini, tanah untuk suatu ladang penanaman padi dilakukan secara berpindah-pindah pada lokasi yang dipandang subur sehingga dapat menghasilkan produksi yang melimpah.
Keadaan perang membawa suatu situasi tersendiri bagi kehidupan perekonomian daerah jajahan, sebagaimana di Kendari, dalam keadaan perang rakyat dipaksa untuk tahan menderita agar dapat bertahan hidup. Hal ini disebabkan keterbatasan ruang gerak bagi mereka di dalam berbagai bidang kehidupan, seperti di dalam system mata pencaharian masyarakat. Akibat adanya tekanan dari pemerintahan militer Jepang di Kendari, rakyat yang dulunya dapat memenuhi kebutuhannya dengan mudah dan bahkan murah, namun pada masa pendudukan Jepang rakyat hidup tertindas.
Mata pencaharian rakyat dibatasi dan bahkan dihilangkan sama sekali. Rakyat hanya boleh bekerja untuk kepentingan tentara Jepang yaitu memenuhi kebutuhan pertahanan dan perekonomian Jepang demi kemenangan dalam perang. Pada masa pendudukan Jepang di Kendari, perdagangan dapat dikatakan lumpuh sama sekali, bahkan bahan kebutuhan hidup yang umumnya didatangkan dari luar dapat dikatakan hilang dari pasaran, bersamaan dengan hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat Kendari. Pelabuhan Kendari yang biasanya Mata pencaharian rakyat dibatasi dan bahkan dihilangkan sama sekali. Rakyat hanya boleh bekerja untuk kepentingan tentara Jepang yaitu memenuhi kebutuhan pertahanan dan perekonomian Jepang demi kemenangan dalam perang. Pada masa pendudukan Jepang di Kendari, perdagangan dapat dikatakan lumpuh sama sekali, bahkan bahan kebutuhan hidup yang umumnya didatangkan dari luar dapat dikatakan hilang dari pasaran, bersamaan dengan hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat Kendari. Pelabuhan Kendari yang biasanya
Selain keadaan-keadaan yang telah dibatasi di atas, Jepang juga dalam bidang pertanian menggalakkan penanaman tanaman untuk kepentingan bahan ekspor, seperti di Ambesea, tentara Jepang memerintahkan kepada penduduk untuk menanam kapas secara besar-besaran tanpa diberi upah. Hasil dari apa yang dikerjakan oleh rakyat tidak pernah dinikmatinya, namun hanya untuk keperluan Jepang dan untuk konsumsi di luar daerah.