Jepang dan Tinggalan Bangunannya di Kendari

D. Jepang dan Tinggalan Bangunannya di Kendari

Jepang resmi menguasai wilayah Kendari pada tanggal 26 Januari 1942, termasuk Kendari Dua dan sekitarnya, atau disebut juga Bunken Kendari. Kendari pada masa sebelum pendudukan Jepang merupakan daerah yang cukup potensial dibidang ekonomi, selain karena daerah atau wilayahnya serta perdagangan yang terjadi, juga karena adanya pengaruh dari kerajaan lokal yaitu Kerajaan Laiwoi.

Penguasaan Jepang pada wilayah Bunken Kendari, terutama wilayah Teluk Kendari, dikarenakan Kendari dijadikan sebagai basis militernya dalam rangka mengamati wilayah timur Indonesia. Beberapa faktor yang mendorong Jepang memilih Bunken Kendari dan menjadikan Teluk Kendari menjadi daerah strategis dan menguntungkan Jepang dalam pendaratannya di Kendari, yaitu:

a. Pantai Teluk Kendari memiliki keadaan alam yang baik untuk melaksanakan pendaratan kapal-kapal amfibi Jepang.

b. Pengadaan logistik setempat sangat membantu dalam kegiatan militer Jepang.

c. Perairan tenang, laut dalam, ombak/gelombang yang sangat memungkinkan untuk membantu kelancaran pendaratan kapal-kapal perang Jepang.

d. Muara sempit dan terlindung (Oha,1995:51).

Selain itu alasan lain Jepang menganggap wilayah Bunken Kendari penting dalam pertahanan tentara Jepang adalah “Walaupun pusat pemerintahan di Bau-Bau, tetapi Kendari menjadi tempat pemusatan tentara dan alat-alat perang berat Jepang. Kedudukan bandara dan pelabuhan di Kendari lebih berarti bagi Selain itu alasan lain Jepang menganggap wilayah Bunken Kendari penting dalam pertahanan tentara Jepang adalah “Walaupun pusat pemerintahan di Bau-Bau, tetapi Kendari menjadi tempat pemusatan tentara dan alat-alat perang berat Jepang. Kedudukan bandara dan pelabuhan di Kendari lebih berarti bagi

Berdasarkan faktor tersebutlah, maka Jepang memilih Teluk Kendari sebagai basis militernya dalam rangka mengamati wilayah timur Indonesia. Selain dari segi politik, Kendari dianggap penting oleh Jepang dari segi perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari sebaran pilboks dan bungker di jalan-jalan utama atau pusat perekonomian. Sebaran tinggalan tersebut seakan mengamankan wilayah perekonomian dari Teluk Kendari yang merupakan pusat perdagangan pada masa itu menuju wilayah Kendari II yang dijadikan sebagai basis militer Jepang.

Pada awal perang, Jepang melaksanakan perang dengan cara ovensif dan agresif, kemudian pada tahap selanjutnya saat kedudukan Tentara Jepang semakin terancam, Jepang melaksanakan perang dengan siasat defensif (bertahan). Terdesaknya Jepang di wilayah jajahannya oleh sekutu terjadi sejak tahun 1943, dimana keadaan perang telah berubah yakni Jepang mulai terdesak oleh tentara sekutu disetiap daerah pendudukannya, termasuk di Bunken Kendari.

Pada awal tentara Jepang menduduki Bunken Kendari, Jepang mendapatkan kemenangan dari tentara Belanda, dan tidak banyak memperoleh hambatan. Menjelang tahun 1943 dan seterusnya Jepang mulai mendapatkan serangan dari tentara Amerika. Hal ini dijelaskan oleh Bhurhanuddin (1978:13), bahwa “Dalam menghadapi perang, Jepang menyadari bahwa kemenangan hanya akan dapat dicapai dengan bantuan sepenuhnya dari rakyat Kendari. Bantuan ini Pada awal tentara Jepang menduduki Bunken Kendari, Jepang mendapatkan kemenangan dari tentara Belanda, dan tidak banyak memperoleh hambatan. Menjelang tahun 1943 dan seterusnya Jepang mulai mendapatkan serangan dari tentara Amerika. Hal ini dijelaskan oleh Bhurhanuddin (1978:13), bahwa “Dalam menghadapi perang, Jepang menyadari bahwa kemenangan hanya akan dapat dicapai dengan bantuan sepenuhnya dari rakyat Kendari. Bantuan ini

Di Bunken Kendari kedudukan Jepang juga seperti daerah-daerah kekuasaan Jepang lainnya, sering mendapatkan serangan dari pesawat-pesawat

terbang Amerika, terutama pada tahun 1943 sampai Jepang menyerah”. Salah satu usaha Jepang dalam menduduki dan mempertahankan wilayah jajahannya adalah dengan membentuk romusha. Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, romusha merupakan tenaga kerja paksa di masa pemerintahan militer Jepang dengan pengerahan tenaga kerja secara paksa untuk membantu tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh Jepang. Pada awalnya, romusha dilaksanakan dengan sukarela, tetapi lama kelamaan dilaksanakan secara paksa. Bahkan, setiap desa diwajibkan untuk menyediakan tenaga dalam jumlah tertentu. Para tenaga romusha diperlakukan secara kasar oleh Balatentara Jepang. Mereka dipaksa untuk bekerja berat tanpa mendapatkan makanan, minuman, dan jaminan

kesehatan yang layak.

Sejak kedatangan Jepang ke wilayah Kendari, Kendari mengalami banyak perubahan. Perubahan sangat jelas terlihat akibat perekrutan romusha. Perubahan terjadi pada masyarakat, terutama perubahan pada kehidupan sosial ekonomi, maupun kehidupan sosial budaya masyarakat. Pemanfaatan tenaga rakyat bagi Jepang adalah sangat memungkinkan untuk dilaksanakan di Bunken Kendari. Hal ini di samping mudah untuk didapatkan, juga sangat efisien dalam pelaksanaannya. Untuk memperoleh tenaga kerja di Kendari tentara Jepang hanya Sejak kedatangan Jepang ke wilayah Kendari, Kendari mengalami banyak perubahan. Perubahan sangat jelas terlihat akibat perekrutan romusha. Perubahan terjadi pada masyarakat, terutama perubahan pada kehidupan sosial ekonomi, maupun kehidupan sosial budaya masyarakat. Pemanfaatan tenaga rakyat bagi Jepang adalah sangat memungkinkan untuk dilaksanakan di Bunken Kendari. Hal ini di samping mudah untuk didapatkan, juga sangat efisien dalam pelaksanaannya. Untuk memperoleh tenaga kerja di Kendari tentara Jepang hanya

Setiap Gunco (Kepala Distrik) dan Sunco (Kepala Kampung) diberikan tugas untuk membantu tentara Jepang di Bunken Kendari, terutama dalam mengumpulkan bahan makanan dan tenaga rakyat Kendari. Masyarakat yang dijadikan sebagai romusha pada awalnya diminta oleh kepala Distrik (Gunco) untuk bersedia bekerja pada tentara Jepang dalam membangun kubu-kubu pertahanan dengan janji akan diberi gaji secukupnya. Pengerahan tenaga masyarakat tersebut sangat menyiksa rakyat, sehingga rakyat hampir tidak mempunyai kesempatan bekerja untuk kepentingannya sendiri. Berbagai larangan dan kewajiban dipikulkan Jepang ke pundak rakyat untuk kepentingan pemerintahan dan kesuksesan perang. Adapun tenaga-tenaga yang diperlukan Jepang adalah mereka yang kuat untuk bekerja serta cocok dengan pekerjaan yang dilaksanakan.

Romusha dipekerjakan oleh Jepang guna membangun kubu-kubu pertahanannya di Kendari karena Kendari dijadikan sebagai basis komando yang juga merupakan tempat bengkel dan docking (maintenance) serta gudang perbengkelan/peralatan dari tentara Jepang, sehingga semua peralatan militernya dipusatkan di Kendari. Pada umumnya bangunan tinggalan masa penjajahan Belanda difungsikan kembali oleh Jepang. Pembangunan Jepang lebih memusatkan pada pembangunan kubu-kubu pertahanan.

Sebaran tinggalan masa pendudukan Jepang di Kendari dapat dilihat pada peta dibawah ini:

Peta 4.1. Sebaran tinggalan masa pendudukan Jepang di Kendari (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Jika melihat dari sebaran tinggalan-tinggalan masa pendudukan Jepang di Kendari, jelas terlihat bahwa fokus pembangunannya berada pada pembangunan kubu-kubu pertahanan militer. Fokus pembangunan pada pertahanan militer ini dikarenakan terdesaknya posisi Jepang pada saat itu. Pembangunan yang melibatkan jumlah romusha yang sangat banyak di Kendari ditunjukkan dari sisa tinggalan bangunan tersebut yang menyebar dari kelurahan Mata hingga di Ranomeeto, yaitu di kawasan TNI AU Ranomeeto.

Tinggalan bangunan yang menyebar dari kelurahan Mata hingga Ranomeeto yang dapat dilihat dari sebarannya di peta, yaitu Baterai dan meriam yang terletak di kelurahan Mata; gudang persenjataan, bungker dan bangunan yang dimiliki Belanda namun difungsikan kembali pada masa pendudukan Jepang di daerah Teluk Kendari; pilboks terletak di Kota Kendari; dan tinggalan yang Tinggalan bangunan yang menyebar dari kelurahan Mata hingga Ranomeeto yang dapat dilihat dari sebarannya di peta, yaitu Baterai dan meriam yang terletak di kelurahan Mata; gudang persenjataan, bungker dan bangunan yang dimiliki Belanda namun difungsikan kembali pada masa pendudukan Jepang di daerah Teluk Kendari; pilboks terletak di Kota Kendari; dan tinggalan yang

Tinggalan yang terdapat di kelurahan mata dan Teluk Kendari, serta yang berada di Kota Kendari, bentuk tinggalannya dapat dilihat pada gambar berikut:

Foto 4.1. Meriam dalam Baterai Jepang di Kel.Mata (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Foto 4.2. Bungker di Rujab Danrem 143/HO di Kota Lama (Teluk Kendari) (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Foto 4.3. Pilboks di Lepo-Lepo (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Tinggalan yang terdapat pada kawasan TNI AU Ranomeeto cukup padat dan beragam. Tinggalannya ada yang masih dapat diidentifikasi maupun yang sudah tidak dapat diidentifikasi. Tinggalan yang dapat diidentifikasi berupa bungker , baterai, sumur, kolam, ruang bersekat seperti penjara dan struktur bangunan yang hanya berupa dinding maupun sisa pondasi.

Foto 4.4. Struktur Bangunan yang memiliki bekas sekat ruang (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Foto 4.5. Sumur dan Kolam (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Foto 4.6. Bungker Jepang (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Foto 4.7. Baterai (Dok. Dyah Wijayanti, 2014)

Gambar diatas menunjukkan beragam tinggalan bangunan masa pendudukan Jepang di wilayah Kendari II. Selain tinggalan yang terdapat di Kendari Dua, terdapat pula tinggalan berupa pilboks yang menyebar disepanjang jalan dari Teluk Kendari menuju Kendari II.

Kesemua foto tinggalan masa pendudukan Jepang tersebut merupakan tinggalan bangunan Jepang di daerah Teluk Kendari. Jika melihat dari keseluruhan tinggalan yang terdapat di wilayah Teluk Kendari maupun wilayah Kendari keseluruhan, sudah sangat jelas, dalam waktu hanya sekitar 3,5 tahun menduduki Indonesia Jepang tentunya mengerahkan masyarakat yang cukup besar dalam pembangunannya.

Akibat fokus pembangunan tersebut, tentu akan terdapat pengaruh pada sosial kehidupan masyarakat Kota Kendari, baik sosial ekonomi, maupun sosial budaya masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dikarenakan tekanan dalam kerja paksa yang diterapkan Jepang yaitu romusha, serta tidak adanya kepedulian terhadap kesehatan masyarakat yang tenaganya telah digunakan untuk bekerja. Dalam keadaan perang yang semakin gawat, maka usaha untuk mempersiapkan pertahanan di Bunken Kendari sangat dibutuhkan oleh tentara Jepang.

Selain pengerahan romusha yang dipusatkan pada pembangunan kubu- kubu pertahanan militer Jepang, di Bunken Kendari juga dijadikan sebagai daerah untuk memenuhi kebutuhan dalam perang dengan penyediaan bahan pangan melalui produktifitas yang tinggi. Hal ini berpengaruh pada sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Terutama daerah Teluk Kendari yang merupakan daerah perdagangan pada masa itu sangat merasakan dampaknya. Hal ini sangat berakibat pada mata pencaharian penduduk yang mengalami kegoncangan. Usaha perekonomian baik dalam sistem produksi maupun distribusi dikuasai atau dimonopoli oleh Jepang, mengakibatkan usaha di bidang perdagangan lumpuh total. Selain itu berdampak pada sosial budaya yang berkembang pada masyarakat saat itu.