KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DI BUNKEN KE
KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DI BUNKEN KENDARI PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945) SKRIPSI
Diajukan Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan (S1) Pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
OLEH DYAH WIJAYANTI
A1A209108
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemelihara seluruh alam raya, karena atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, telah memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas. Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan terhadap beberapa pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof.Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S. sebagai Rektor Universitas Halu Oleo
2. Prof. Dr. La Iru, SH., M.Si. sebagai Dekan Fakultas Kegururan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
3. Dra. Aswati M., M.Hum selaku pembimbing I dan Drs. Hayari, M.Hum selaku pembimbing II sekaligus Penasihat Akademik (PA) penulis, telah banyak membantu penulis untuk arahan dan masukan selama proses penulisan ini berlangsung.
4. Seluruh staf pengajar yaitu dosen-dosen di Prodi Pendidikan Sejarah, serta selaku staf administrasi Program Studi Pendidikan Sejarah yang senantiasa membantu penulis dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan saat ujian akhir penulis.
5. Para informan atau nara sumber, yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi atau data tentang penelitian yang penulis lakukan.
6. Teman-teman seangkatan program studi pendidikan sejarah UNM 2009 yang selama ini telah banyak memberikan penulis pengalaman, candaan serta kebersamaan selama masa perkuliahan dan di luar kampus. Teruntuk Ermi Apriliani, S.Pd, Enda Kusuma wardani, S.Pd, Mirnawati, S.Pd, Rahmawati, S.Pd, Dian Meutiah, S.Pd, Syahrul dan Helmy, serta teman_teman seangkatan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya. Serta teman-teman Makhluk Manis UKM Seni UNM yang banyak memberikan inspirasi dan semangat buat penulis.
7. Sahabat- sahabat penulis D’Saykow teruntuk Nurasia, Wahyuni, S.H, Evi Nur Qalby, S.Pd, Rizky Ulandari, Sumarni, Andi Rezky Amelia, Hardy Arfandi dan Muh Jamil. Terima kasih banyak untuk kalian semua yang telah banyak memberikan penulis ilmu tentang kehidupan, arti persahabatan dan tidak henti-hentinya memarahi penulis agar menyelesaikan kuliah secepatnya.
8. Sahabat-sahabat terbaik penulis: Emmy Fauziah, S.E., Dian Indrayani, S.Pd, Ferawati, S.Pd dan Sry Wahyuni, yang senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis, menyemangati penulis, menemani penulis dikala penulis sedang dirundung masalah dan tidak henti-hentinya memarahi penulis untuk cepat-cepat menyelesaikan tugas akhir, serta dengan setia dan sabar menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Terutama penulis ucapkan terima kasih, teruntuk Ayahanda Dr. Zainuddin Saenong, S.E.,M.S., serta ibunda Suryani Hafid tercinta yang telah mendidik dan membesarkan penulis hingga sekarang dengan penuh kasih sayang sehingga penulis tidak pernah merasakan kekurangan sedikit pun. Serta kakak Sasadara Hayunira, S.S yang banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi penulis dan adik Puspa Dewangga tersayang. Mereka banyak memberikan penulis semangat dan candaan selama ini. Penulis sangat bangga memiliki saudara seperti kalian. Permohonan maaf menjadi penutup dalam prakata ini. Penulis telah
berupaya dengan semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Selain itu hasil kerja ini masih mengandung banyak celah yang membutuhkan penyempurnaan pikir dari ide-ide segar selanjutnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bagian dari proses belajar, yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu sejarah, serta dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti hal yang sama. Shalawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, kebahagiaan dan karunia yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
Kendari, Juli 2014 Penulis, Dyah Wijayanti
ABSTRAK
DYAH WIJAYANTI. “Kehidupan Sosial Masyarakat di Bunken Kendari Pada Masa Pendudukan Jepang (1942- 1945)”, dibimbing oleh Dra. Aswati M., M.Hum. dan Drs. Hayari, M.Hum, selaku pembimbing I dan pembimbing II.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Bunken Kendari pada masa pendudukan Jepang, dan 2) Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat di Bunken Kendari pada masa pendudukan Jepang.
Penelitian ini menggunakan konsep pendudukan, konsep mobilisasi dan romusha , konsep sosial ekonomi dan konsep sosial budaya dalam membantu menjawab pertanyaan penelitian. Data utama dalam penelitian adalah data kesejarahan masa pendudukan Jepang yang ditunjang dengan informasi dari beberapa informan. Peneliti menggunakan metode sejarah menurut Helius Syamsuddin, yaitu heuristik, kritik sumber dan historiografi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Akibat adanya pekerja romusha mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat : 1) Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di daerah Teluk Kendari yang merupakan daerah perdagangan, keluar dan masuknya hasil dagangan ke wilayah luar dan dalam Kendari menjadi merosot. Barang-barang di pasar sangat sulit untuk ditemukan, walaupun ingin dibayar dengan harga mahal. Selain itu bahan makanan juga ikut merosot. Kesemua ini diakibatkan karena tidak adanya tenaga yang bekerja di pasar dan ladang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena banyak yang dikerahkan untuk kebutuhan perang. 2) Kehidupan sosial budaya masyarakat di Bunken Kendari, dimana masyarakat disuruh untuk tunduk kepada Jepang sehingga menunjukkan perbedaan strata sosial, yang membuat Jepang sebagai penguasa dan rakyat adalah bawahannya. Seni budaya Kendari juga tidak ada perkembangan. Pada waktu itu jarang terjadi keramaian dan pesta dimana rakyat dapat memunculkan seni tradisionalnya, seperti Tari Lulo, Tari Larianging, dan tari-tarian lainnya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah. Sebagai negara kepulauan, Indonesia termasuk negara yang subur dengan sumber daya alam yang dimilikinya, baik hasil bumi dan pertambangan. Kekayaan alam yang dimiliki mengundang banyak ancaman dari luar karena terdesaknya kebutuhan. Sumber daya manusia yang terus meningkat membuat kebutuhan semakin meningkat, namun tidak didukung oleh lingkungan yang memadai. Hal inilah yang mendorong negara luar untuk menguasai Indonesia.
Penguasaan wilayah Indonesia sangat terlihat dari kesejarahan yang telah terjadi yaitu sejak Belanda menguasai Indonesia, hingga Jepang sebagai negara tetangga. Penguasaan Jepang atas wilayah Indonesia merupakan masa pendudukan Jepang atas wilayah Indonesia yang terjadi pada saat Perang Dunia II yaitu pada tahun 1942-1945. Perang dunia II mulai berkecamuk sejak tanggal 1 September 1939 yaitu pada saat pendudukan Jerman di Polandia, hingga tanggal
14 Agustus 1945 yaitu pada saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat. Perang dunia II terjadi di tiga benua, yakni Afrika, Asia dan Eropa. Di benua Asia, Perang Dunia II dilakukan oleh Jepang yang sedang berkuasa dan ingin menguasai wilayah tetangganya yaitu Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk seluruh wilayah Indonesia yang berada di salah satu negara Asia Tenggara. Pendudukan Jepang di wilayah Indonesia salah satunya disebabkan 14 Agustus 1945 yaitu pada saat Jepang menyerah kepada tentara Amerika Serikat. Perang dunia II terjadi di tiga benua, yakni Afrika, Asia dan Eropa. Di benua Asia, Perang Dunia II dilakukan oleh Jepang yang sedang berkuasa dan ingin menguasai wilayah tetangganya yaitu Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk seluruh wilayah Indonesia yang berada di salah satu negara Asia Tenggara. Pendudukan Jepang di wilayah Indonesia salah satunya disebabkan
Persediaan sumber daya alam yang melimpah mendorong kehadiran Jepang di Indonesia yang pada awalnya mendapat sambutan yang cukup simpatik dari tokoh-tokoh pergerakan seperti Soekarno, Muhammad Hatta dan Sjahrir. Hal ini sebagai akibat dari semboyan yang dikeluarkan oleh Jepang yang dikenal dengan semboyan gerakan tiga A, yakni Jepang Pemimpin Asia, Jepang Cahaya Asia, dan Jepang Pelindung Asia.
Dalam penguasaannya untuk menguasai, Jepang mengerahkan angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut (kaigun) untuk menguasai kepulauan Indonesia. Penyerangan Jepang atas Indonesia pada mulanya menyerang daerah pertambangan yang terdapat di Kalimantan melalui Selat Makassar. Selain itu jalur Laut Maluku, Jepang menganggap penting dalam perhitungan strategis perang jangka panjang, dan Jepang memusatkan perhatiannya pada Morotai dan Kendari. Dalam strategi perang Jepang, Kendari mempunyai posisi yang amat penting.
Kendari yang berada di Indonesia timur, berada di bawah armada angkatan ke-2 Jepang yang bermarkas di Makassar. Penguasaan wilayah bagian timur Indonesia oleh Jepang merupakan bagian dari usaha Jepang untuk menghancurkan Sekutu. Oleh karena itu, Kendari menjadi tujuan kedua setelah Morotai menjadi Kendari yang berada di Indonesia timur, berada di bawah armada angkatan ke-2 Jepang yang bermarkas di Makassar. Penguasaan wilayah bagian timur Indonesia oleh Jepang merupakan bagian dari usaha Jepang untuk menghancurkan Sekutu. Oleh karena itu, Kendari menjadi tujuan kedua setelah Morotai menjadi
Kendari sebagai wilayah yang saat Jepang datang di Indonesia masih dalam penjajahan Belanda, menyambut baik kedatangan Jepang karena dianggap akan membebaskan penjajahan yang terjadi. Namun bagi Jepang, Kendari sebagai daerah yang kecil namun memiliki banyak hasil bumi dan pertambangan, namun menjadi daerah yang tidak terlalu penting bagi Belanda saat itu, sehingga membuat Jepang memusatkan perhatiannya untuk daerah ini.
Kedatangan Jepang di Kendari mendapat serangan oleh Belanda yang masih berada di Kendari. Namun perebutan kekuasaan dari tangan Belanda dengan mudah dilakukan oleh Jepang. Belanda yang sudah lama menguasai wilayah Kendari mengalami kekalahan menghadapi serangan militer Jepang yang agresif. Kekalahan Belanda ditandai dengan upacara penyerahan kekuasaan Belanda ke Jepang atas wilayah Kendari pada tanggal 26 Januari 1942 di Lapangan udara Kendari dua. Sejak saat itulah kekuasaan atas wilayah Kendari dipegang penuh oleh Jepang.
Setelah penyerahan kekuasaan oleh Belanda terhadap Jepang, Jepang saat itu kemudian menjadi penguasa di Kendari. Kekuasaan Jepang di Sulawesi Tenggara pada saat itu memaksa Raja Laiwoi sebelumnya Kerajaan Konawe, Kolaka dan Buton-Muna, sehingga pada akhirnya wilayah Afdeling Buton dan Laiwoi yang sekarang adalah Sulawesi Tenggara, masuk dalam kekuasaan pemerintahan militer Jepang. Dengan dikuasainya seluruh wilayah tersebut, maka Kendari dijadikan sebagai pusat penyerangan ke berbagai wilayah Indonesia
Timur, atas kepentingan tersebut maka Jepang membangun fasilitas militer seperti perbaikan dermaga, pelabuhan udara dan kubu-kubu pertahanan militer.
Dibidang pemerintahan umum, Jepang tidak melakukan perubahan dan tetap mempertahankan dan memakai system pemerintahan dualism Belanda dan pemerintahan Swapraja, dan disesuaikan dengan pemerintahan pendudukan militer Jepang. Perubahan sedikit terjadi pada Swapraja Laiwoi (Kendari), dimana Kapita yang merupakan pembesar kerajaan Laiwoi dijadikan Raja II sedangkan Raja Laiwoi menjadi Raja I. Pembagian wilayah bawahan tidak mengalami perubahan, yang diubah hanya nama kesatuan wilayah dan pejabat pemerintahan sipil. Afdeling menjadi Ken dengan Kepala Kenkanrikan. Onderafdeling menjadi Bunken dengan Kepala Bunken Kenkanrikan. Distrik/Onderdistrik menjadi Gun dengan Kepala Gunco, Kampung menjadi Son yang dikepalai Sonco. Walaupun Jepang mengatur pemerintahan sipil di Sulawesi Tenggara, jabatan Ken Kenkarikan dan Bunken Karikan dijabat oleh orang Jepang sedangkan Gunco dan Sonco dijabat oleh orang Indonesia, akan tetapi yang menonjol pada rakyat dalam system pemerintahan Jepang adalah kekuasaan dan kekerasan militer.
Masyarakat Kendari yang sejak awal menyambut baik kedatangan Jepang yang sudah melepaskan mereka dari penjajahan Belanda, ternyata tidak berlangsung lama merasakan kesenangan. Kesengsaraan kembali dirasakan oleh mereka akibat seluruh perintah Jepang saat itu ditujukan untuk kepentingan perang untuk mencapai kemenangan melawan Sekutu. Oleh karena itu, setelah menguasi Kendari, Jepang dengan segera membangun pertahanannya di Kendari. Kendari dengan cepat diatur dan dibenahi oleh Jepang sebagai kota yang Masyarakat Kendari yang sejak awal menyambut baik kedatangan Jepang yang sudah melepaskan mereka dari penjajahan Belanda, ternyata tidak berlangsung lama merasakan kesenangan. Kesengsaraan kembali dirasakan oleh mereka akibat seluruh perintah Jepang saat itu ditujukan untuk kepentingan perang untuk mencapai kemenangan melawan Sekutu. Oleh karena itu, setelah menguasi Kendari, Jepang dengan segera membangun pertahanannya di Kendari. Kendari dengan cepat diatur dan dibenahi oleh Jepang sebagai kota yang
Adapun kegiatan yang menonjol dalam pemerintahan Jepang adalah pengerahan tenaga rakyat dengan cuma-cuma untuk kepentingan perang Jepang. Rakyat dikerahkan untuk membuat kubu-kubu pertahanan, pembuatan lapangan terbang, pertanian produksi, bekerja di pertambangan, mengangkut keperluan perang Jepang, dan lain-lain. Jepang telah memperlihatkan bagaimana usaha untuk melawan Sekutu dengan mengerahkan tenaga rakyat setempat. Berdasarkan kenyataan ini jelaslah bahwa intensitas pendudukan Jepang di seluruh Nusantara dirasakan berbeda-beda, demikian penetrasi kekuasaan dan kebudayaan Jepang tidak merata, daerah periferi yang masuk dalam wilayah front pertempuran sudah jelas mengalami kekejaman suasana peperangan daripada daerah yang relatif tenteram.
Selain itu perintah Jepang tidak hanya dikerahkan untuk kepentingan perang, akan tetapi juga untuk memperoleh hasil bumi dan pertambangan yang melimpah. Wilayah Kendari yang menjadi basis komando tentara Jepang dalam menguasai wilayah Indonesia bagian timur dan memiliki banyak hasil sumber daya alam yang melimpah, menjadikan Kendari sangat penting bagi tentara Jepang. Sehingga dengan demikian pertahanan tentu menjadi keharusan bagi
Jepang untuk menjaga wilayah Kendari dan perlawanan terhadap serangan Sekutu yang mengancam.
Selain itu masyarakat juga dijadikan pekerja paksa di perkebunan untuk menghasilkan ekonomi yang meningkat. Dengan kondisi tersebut tentu mempengaruhi kondisi sosial masyarakat setempat, kehidupan masyarakat tentu mengalami tekanan-tekanan akibat perbuatan militer Jepang.
Setiap tempat yang dikuasai oleh militer Jepang dipandang penting untuk diungkapkan kembali, termasuk Kendari. Hal ini tentu merupakan usaha untuk mendeskripsikan bagaimana militer Jepang memperlakukan orang-orang yang mereka kerahkan untuk membantunya di medan perang. Keberadaan kubu-kubu pertahanan Jepang di Kendari yang sampai hari ini masih bisa dilihat, membuktikan bahwa wilayah ini pernah menjadi bagian dari kekuasaan militer Jepang yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam penceritaan sejarah.
Pengungkapan ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pendudukan Jepang atas masyarakat di Kendari. Dengan menceritakan kembali dinamika pendudukan Jepang di Kendari, dapat menambah informasi bagi para pemerhati sejarah Jepang di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Kendari.
Berbagai tulisan mengenai militer Jepang pada perang dunia II di berbagai tempat di tanah air akhir-akhir ini mulai bermunculan. Semua ini barangkali adalah gambaran bahwa setiap rakyat di daerah tertentu pernah merasakan dan melihat langsung perlakuan militer Jepang. Tentu hal tersebut perlu ada apresiasi dari berbagai kalangan supaya sejarah Indonesia tidak terlihat berat sebelah.
Pengapresiasian seperti ini dapat diwujudkan dengan sebuah karya ilmiah seperti yang penulis akan ungkapkan dengan judul: “Kehidupan Sosial Masyarakat di Bunken Kendari Pada Masa Pendudukan Jepang (1942-1945 )”. Tulisan ini juga merupakan bagian dari usaha untuk mengungkapkan kembali apa yang pernah dirasakan oleh masyarakat Kendari pada masa pendudukan Jepang. Berbagai perlakuan militer Jepang hanya bisa diketahui dari mereka yang merasakannya.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini dititik beratkan pada tulisan tentang kehidupan sosial masyarakat pada masa pendudukan Jepang di Bunken Kendari pada tahun 1942-1945. Dalam hal ini sebagai batasan penelitian penulis menjelaskan terlebih dahulu tentang kondisi alam dan lingkungan daerah Kendari. Selain itu akan memaparkan beberapa tinggalan bangunan Jepang yang masih dapat ditemukan dibeberapa wilayah Kendari. Selanjutnya penelitian ini tidak memaparkan tentang peranan tokoh tertentu, akan tetapi lebih menjelaskan kondisi sosial masyarakat Kendari selama masa pendudukan militer Jepang berlangsung.
Langkah-langkah yang diambil untuk merumuskan berbagai hal yang dianggap urgen yang berhubungan dengan fokus penelitian penulis yakni:
1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Bunken Kendari pada masa pendudukan Jepang?
2. Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat di Bunken Kendari pada masa pendudukan Jepang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Bunken Kendari pada masa pendudukan Jepang.
2. Untuk mengetahui kehidupan sosial budaya masyarakat di Bunken Kendari pada masa pendudukan Jepang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang keilmuan dan dapat pula memberikan sumbangsih pemikiran kepada pemerintah, serta dapat memberikan kontribusi terhadap proses pemahaman akan sejarah bagi masyarakat luas. Adapun manfaat dalam bidang keilmuan khususnya sejarah dan ilmu lainnya, yaitu:
1. Penelitian ini dapat menambah data dan memperkuat sejarah yang pernah terjadi.
2. Dapat menyelamatkan data sejarah khususnya masa pendudukan Jepang di Bunken Kendari dan Indonesia pada umumnya.
3. Mampu memberikan informasi untuk pengembangan penelitian sejarah selanjutnya dan aspek keilmuan lainnya.
Manfaat lain yang ingin dicapai bagi pemerintah dan masyarakat dari penelitian ini, yaitu:
1. Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Kendari dalam menetapkan kebijakan pembangunan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Kota Kendari.
2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai sejarah dan diharapkan dapat menumbuhkan rasa simpati, empati, dan memperkuat jati diri bangsa yang mengarah pada kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian bangunan bersejarah.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pendudukan
Ketika menguasai Indonesia, kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dikenal dengan istilah pendudukan Jepang. Istilah pendudukan Jepang berdasarkan atas kenyataan yang dialami penduduk Indonesia. Dimana Jepang merupakan salah satu negara yang ada di Asia Timur dan satu-satunya negara Asia yang pernah berkuasa di Indonesia. Untuk menguasai Indonesia, Jepang mengerahkan balatentaranya sehingga masa kekuasaan Jepang di Indonesia disebut dengan Pendudukan Jepang di Indonesia.
Istilah pendudukan dan penjajahan merupakan dua kata yang berbeda, namun dalam menjalankan politik tersebut memiliki kesamaan, yaitu sama-sama berusaha menguasai daerah lain dengan menggunakan berbagai cara dan taktik. Penjajahan adalah suatu sistem pemerintahan suatu negara terhadap negara lain. Secara sederhana, perbedaan penjajahan dan pendudukan dapat dilihat dari cara pelaksanaannya. Penjajahan dilakukan dengan jalan membentuk pemerintahan jajahan atau dengan menanamkan pengaruh dalam semua bidang kehidupan daerah yang dijajah (Masheriyo, 2007:1). Sedangkan pendudukan adalah suatu daerah yang dikuasai oleh daerah lain dengan cara menggunakan kekuatan militer.
Dalam artikata blog disebutkan dua pengertian Pendudukan yaitu: 1) proses, cara, perbuatan suatu daerah atau Negara menduduki (merebut dan menguasai) suatu daerah lain; 2) suatu daerah atau wilayah yang diduduki (direbut dan Dalam artikata blog disebutkan dua pengertian Pendudukan yaitu: 1) proses, cara, perbuatan suatu daerah atau Negara menduduki (merebut dan menguasai) suatu daerah lain; 2) suatu daerah atau wilayah yang diduduki (direbut dan
Dapat disimpulkan bahwa ketika berkuasa di Indonesia, Jepang menganut sistem pendudukan. Pendudukan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh suatu daerah atau negara untuk menguasai dan merebut daerah atau negara lain dengan menggunakan kekuatan tentara militer. Pernyataan tersebut sesuai dengan tulisan Sutrisno (1976/1977:271-272 dalam Abidin, 2013:10), bahwa setelah Jepang mulai berkuasa di Indonesia, ditetapkan UU No.1 tentang pemerintahan balatentara yang berbunyi bahwa balatentara Jepang untuk sementara melangsungkan pemerintahan militer di daerah yang telah diduduki. Dengan demikian pada masa kekuasaan Jepang di Indonesia, pemerintahan dipegang oleh balatentara militer Jepang.
Adapun konsep pendudukan yang diterapkan Jepang selama masa kekuasaannya menunjukkan bentuk Militerisme. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang No.1 tanggal 7 Maret 1942 yang dikeluarkan oleh Letnan Jendral Hitoshi Himamura yang isinya antara lain: “balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan militer untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya agar mendatangkan keamanan yang sentosa dengan segera (Tamburaka, 2005:323)”. Dengan demikian, kekuasaan Jepang di Indonesia dipegang oleh pemerintahan Adapun konsep pendudukan yang diterapkan Jepang selama masa kekuasaannya menunjukkan bentuk Militerisme. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang No.1 tanggal 7 Maret 1942 yang dikeluarkan oleh Letnan Jendral Hitoshi Himamura yang isinya antara lain: “balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan militer untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya agar mendatangkan keamanan yang sentosa dengan segera (Tamburaka, 2005:323)”. Dengan demikian, kekuasaan Jepang di Indonesia dipegang oleh pemerintahan
Kata militerisme berasal dari kata dasar militer yang berarti tentara, yaitu sebuah organisasi dalam suatu negara yang menjadi alat bagi pemerintahan untuk menjaga ketahanan sebuah negara dari serangan asing. Menurut Dahlan (2011:175 dalam Abidin, 2013:11) bahwa militerisme yaitu penguasaan dan pengaruh golongan militer yang teramat besar sampai mendesak dan menjepit rakyat umum, paham yang menghendaki supaya kaum militer berkuasa. Militer merupakan organisasi bentukan negara untuk menjaga keamanan dan stabilitas suatu Negara dengan berbagai cara, termasuk tindak kekerasan jika diperlukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusni Sulang (2010:1 dalam Abidin, 2013:11), militer merupakan alat negara atau aparat diadakan untuk menindas segala gangguan yang dipandang mengganggu bahkan mengancam kelangsungan penyelenggaraan negara.
Sebagai negara penjajah yang pernah menguasai Indonesia, Jepang menganut sistem kemiliteran untuk mempermudah usahanya dalam menguasai Negara lain. Perombakan sistem militer Jepang terjadi sebagai akibat dari dampak restorasi meiji. Selain itu, Jepang mengambil kebijakan wajib militer bagi semua lapisan masyarakat yang sudah berumur 20 tahun. Seperti yang dikatakan Tanaya (2008:3), bahwa pada tahun 1872 diadakan permulaan wajib militer umum sebagai langkah untuk menciptakan angkatan perang baru. Kemiliteran tidak lagi dimonopoli oleh golongan samurai. Tujuan dari kebijakan wajib militer ini merupakan salah satu langkah persiapan untuk membantu angkatan perang Jepang Sebagai negara penjajah yang pernah menguasai Indonesia, Jepang menganut sistem kemiliteran untuk mempermudah usahanya dalam menguasai Negara lain. Perombakan sistem militer Jepang terjadi sebagai akibat dari dampak restorasi meiji. Selain itu, Jepang mengambil kebijakan wajib militer bagi semua lapisan masyarakat yang sudah berumur 20 tahun. Seperti yang dikatakan Tanaya (2008:3), bahwa pada tahun 1872 diadakan permulaan wajib militer umum sebagai langkah untuk menciptakan angkatan perang baru. Kemiliteran tidak lagi dimonopoli oleh golongan samurai. Tujuan dari kebijakan wajib militer ini merupakan salah satu langkah persiapan untuk membantu angkatan perang Jepang
Berdasarkan beberapa sebab di atas, dapat dilihat pada praktek pendudukan Jepang di Indonesia dalam rangka menguasai seluruh wilayah nusantara, meliputi beberapa aspek penting seperti: menguasai perdagangan, menguasai sumber kekayaan alam, pembangunan kekuatan militer dan perasaan sebagai bangsa istimewa. Menguasai perdagangan termasuk perdagangan di Sulawesi Tenggara. Keinginan membangun kekuatan militer dibeberapa daerah, antara lain telah dibangun sarana dan prasarana militer, seperti pangkalan udara, benteng dan lain- lain. Dari semua tindakan tersebut, hal lainnya didorong oleh semboyan Hakko Ichiu. Semboyan ini merupakan perasaan sebagai bangsa istimewa sehingga mempunyai hasrat untuk mengusai bangsa lain, termasuk menyebarkan kekuasaan Jepang di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Tenggara pada khususnya.
B. Konsep Mobilisasi dan Romusha
1. Mobilisasi
Secara umum istilah mobilisasi dapat diartikan dalam berbagai konteks. Misalnya dalam konteks pembangunan, istilah mobilisasi sering digunakan untuk tujuan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan berbagai program pembangunan. Dalam konteks ekonomi, istilah mobilisasi biasanya diidentikkan dengan kegiatan pengerahan massa yang bertujuan untuk melancarkan suatu gerakan politik tertentu.
Menurut Fukutake (1989:19), bahwa “dalam suasana perang, konsep mobilisasi biasanya diarahkan pada kegiatan pengerahan orang untuk dijadikan tentara”. Dalam hal ini, pengerahan tentara biasanya dimaksudkan untuk meningkatkan sistem pertahanan dari suatu angkatan bersenjata yang dikendalikan oleh suatu kekuatan politik. Mobilisasi orang atau pekerja untuk tujuan perang biasanya berlangsung relatif cepat. Dengan kata lain, mobilisasi dilakukan untuk mempertahankan suatu pekerjaan.
Upaya mobilisasi disini lebih dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan dan daya serang tentara Jepang dalam menghadapi tentara sekutu. Upaya mobilisasi tersebut juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang selama berada di Indonesia. Adapun penerapan konsep mobilisasi romusha oleh tentara Jepang sebagaimana yang dikemukakan oleh Fukutake (1989:114), bahwa tenaga manusia direkrut untuk bekerja bagi negara di bawah sebutan romusha. Dalam rangka mempermudah tercapainya tujuan-tujuan ekonomi mereka, Jepang dengan berbagai macam cara berusaha menarik masyarakat pedesaan kearah kerjasama yang lebih positif. Usaha yang paling nyata tampak dalam bidang propaganda, pendidikan dan mobilisasi massa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tampak bahwa mobilisasi massa merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh tentara Jepang untuk mewujudkan tujuan-tujuan ekonominya. Selain tujuan-tujuan militer yang dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan dan kekuatan tentara Jepang dalam melawan tentara sekutu. Penerapan konsep mobilisasi dalam penelitian ini erat kaitannya dengan romusha pada masa pendudukan Jepang.
Dalam mobilisasi romusha, ada beberapa pertimbangan yang diambil oleh tentara Jepang sekaligus membagi sistem mobilisasi itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan Kurasawa (1993:126), bahwa dalam mengatur romusha, pemerintah Jepang melakukan perbedaan yang jelas antara mereka, yang dikirim jauh dari rumah mereka dengan kontrak yang relatif berjangka waktu panjang dan mereka yang ditempatkan untuk bekerja diwilayah yang berdekatan selama jangka waktu yang relatif pendek.
Mobilisasi yang dijalankan oleh tentara pendudukan Jepang sebagaimana yang dikemukakan oleh Aiko Kurasawa bahwa antara pekerja yang dipekerjakan jauh dengan yang dipekerjakan di wilayahnya sendiri tetaplah dapat dipisahkan. Artinya bahwa keduanya tetaplah disebut mobilisasi romusha yang pada awalnya mereka bekerja pada industri-industri Jepang, walaupun dengan gaji yang sedikit. Namun dalam perkembangan selanjutnya, dengan mempertimbangkan bahwa banyaknya kebutuhan Jepang akan tenaga kerja dan semakin terdesaknya kedudukan Jepang dalam perang pasifik, sehingga para romusha dikerahkan tenaganya untuk bekerja mati-matian tanpa menerima imbalan gaji.
2. Romusha
Pada masa pendudukannya di Indonesia, pemerintah militer Jepang menguasai daerah-daerah yang sangat potensial bagi kemakmurannya. Dalam kaitan ini, Gede Putra Agung, dkk, mengemukakan bahwa pada pertengahan bulan Juli 1994, pemerintahan militer Jepang mengerahkan tenaga pemuda di masing-masing perbekalan di tiap-tiap daerah untuk menjadi tenaga sukarela yang Pada masa pendudukannya di Indonesia, pemerintah militer Jepang menguasai daerah-daerah yang sangat potensial bagi kemakmurannya. Dalam kaitan ini, Gede Putra Agung, dkk, mengemukakan bahwa pada pertengahan bulan Juli 1994, pemerintahan militer Jepang mengerahkan tenaga pemuda di masing-masing perbekalan di tiap-tiap daerah untuk menjadi tenaga sukarela yang
Sebagai akibat terdesaknya Jepang di setiap daerah pendudukannya, maka perekrutan romusha semakin meningkat pula. Hal ini mendorong pemerintah militer Jepang berusaha untuk mendapatkan tenaga-tenaga yang lebih dari sebelumnya. Dalam usaha untuk mendapatkan tenaga-tenaga yang lebih dari sebelumnya. Dalam usaha untuk mendapatkan tenaga romusha tersebut, maka Jepang menghadapi masalah yang cukup berat, yakni rasa benci masyarakat terhadap sistem romusha. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sagimun (1989:51) bahwa tentara Jepang membutuhkan tenaga kasar yang membuat lubang-lubang parit dan goa-goa pertahanan. Namun tenaga tersebut sudah sukar untuk didapatkan karena rakyat merasa takut untuk menjadi romusha.
Untuk mengatasi semakin sulitnya tentara Jepang memperoleh tenaga kerja, maka sejak tahun 1943, Jepang mulai melancarkan propagandanya. Dimana dalam setiap kampanyenya, romusha mendapat bermacam-macam pengertian seperti prajurit atau pahlawan bekerja yang digambarkan pula sebagai orang-orang yang sedang menunaikan tugasnya untuk memenangkan perang Asia Timur Raya. Oleh Jepang disebut sebagai tugas suci untuk membela bangsa-bangsa di Asia dari orang-orang kulit putih (Notosusanto, 1984:39).
Dari beberapa konsep romusha yang telah dikemukakan di atas, tampak bahwa semua memiliki unsur yang sama, yaitu kerja yang tentunya adalah untuk kepentingan penjajah Jepang. Walaupun pada awalnya kerja yang dilakukan untuk kepentingan Jepang tersebut memiliki aturan-aturan tertentu yang tidak terlalu Dari beberapa konsep romusha yang telah dikemukakan di atas, tampak bahwa semua memiliki unsur yang sama, yaitu kerja yang tentunya adalah untuk kepentingan penjajah Jepang. Walaupun pada awalnya kerja yang dilakukan untuk kepentingan Jepang tersebut memiliki aturan-aturan tertentu yang tidak terlalu
Selain itu pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah militer Jepang telah memobilisasi atau mengerahkan tenaga para pemuda untuk dijadikan sebagai tenaga kerja dalam memenuhi ambisi tentara pendudukan Jepang untuk memenangkan perang Asia Timur Raya. Hasil-hasil kekayaan alam Indonesia yang melimpah, jumlah penduduk Indonesia yang banyak serta memiliki etos kerja dan sikap ramah. Tentunya sangat dibutuhkan oleh pemerintah militer Jepang dalam rangka memperluas wilayah kekuasaannya.
C. Konsep Sosial Ekonomi
Dalam membahas mengenai sosial ekonomi tidak terlepas dari masalah kemasyarakatan, sebab masyarakat merupakan objek struktur sosial ekonomi. Sosial mempunyai pengertian yaitu yang berkenaan atau berhubungan dengan manusia baik secara individu antara yang satu dengan yang lainnya (masyarakat). Secara epistemology kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos dan
nomos yang berarti “aturan” dalam rumah tangga (Sukirno, 1989:17). Rumah tangga yang dimaksud adalah bukan hanya meliputi rumah keluarga, organisasi, daerah, wilayah, tetapi dapat juga merupakan rumah tangga Negara atau kawasan.
Sedangkan aturan yang dimaksud dalam ekonomi adalah dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Poerwadarminta (1987:855), yaitu yang menyangkut produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan atau pemanfaatan uang, tenaga, waktu dan sebagainya yang berharga.
Berdasarkan dari pengertian di atas baik pengertian tentang sosial maupun tentang ekonomi apabila melihat objek pengenaan antara sosial dan ekonomi yang saling berkaitan. Mengkaji tentang masalah sosial sesungguhnya telah termasuk didalamnya kajian tentang aspek-aspek ekonomi masyarakat bersangkutan. Hal ini dapat juga ditafsirkan bahwa kajian tentang keadaan sosial dan ekonomi adalah dua sisi kajian yang sulit dipisahkan. Hal tersebut dikemukakan secara tegas oleh Sukirno (1989 : 48). Pemisahan antara fenomena ekonomi dan non ekonomi merupakan hal yang tidak mungkin apabila berhadapan dengan problem-problem pembangunan yang erat.
Sebagian besar ahli ekonomi mula-mula mengira bahwa suatu masyarakat akan dapat membangun ekonominya dengan cepat, apabila telah dicukupi dan dipenuhi syarat-syarat yang khusus diperlukan dalam bidang ekonomi. Akan tetapi pengalaman mereka yang berniat untuk mengadakan pembangunan ekonomi dalam masyarakat-masyarakat yang baru, mulai dengan pembangunan, terbukti bahwa syarat-syarat ekonomis saja tidak cukup untuk melancarkan pembangunan (Soekanto, 1990:334).
Selain itu diperlukan pula perubahan-perubahan masyarakat yang dapat menetralisasi faktor-faktor kemasyarakatan yang mengalami perkembangan. Hal tersebut dapat memperkuat atau menciptakan faktor-faktor yang mendukung Selain itu diperlukan pula perubahan-perubahan masyarakat yang dapat menetralisasi faktor-faktor kemasyarakatan yang mengalami perkembangan. Hal tersebut dapat memperkuat atau menciptakan faktor-faktor yang mendukung
Perubahan sosial ekonomi masyarakat terjadi sesuai dengan pengertian dari sistem ekonomi. Dimana sistem ekonomi merupakan cara individu atau masyarakat untuk memilih dari berbagai alternatif dalam memenuhi hidupnya dengan menggunakan berbagai sumber daya alam untuk diproduksi, yang jumlahnya terbatas, untuk memproduksi berbagai macam jenis barang serta berbagai golongan penduduk. Winardi (1996:177) mengemukakan bahwa ekonomi merupakan sebuah tindakan yang digunakan untuk menunjukkan setiap tindakan atau proses yang bersangkut paut dengan penciptaan barang-barang atau kerja manusia. Secara spesifik istilah tersebut digunakan untuk mencirikan produksi barang-barang serta jasa yang dihasilkan dengan pengetahuan teknik yang berlaku.
Perbuatan atau perilaku yang dipandang bersifat ekonomi adalah perbuatan atau perilaku yang erat kaitannya dengan cara-cara manusia mencari nafkah hidupnya, yaitu bagaimana suatu keluarga, suku, bangsa, negara memproduksi dan mendistribusi pangan, sandang, perumahan, jasa dan barang-barang lain yang dibutuhkan oleh manusia dan bagaimana mereka menghimpun atau menghasilkan kekayaannya demi mencapai kesejahteraan.
Sehubungan dengan hal tersebut, sebagaimana yang dikatakan Marshall (dalam Gunadi, 1981:1) antara lain: ekonomi adalah suatu studi tentang manusia sebagaimana mereka hidup dan berbuat serta berpikir dalam urusan kehidupan Sehubungan dengan hal tersebut, sebagaimana yang dikatakan Marshall (dalam Gunadi, 1981:1) antara lain: ekonomi adalah suatu studi tentang manusia sebagaimana mereka hidup dan berbuat serta berpikir dalam urusan kehidupan
Selain itu, perkembangan perekonomian di suatu daerah juga akan dipengaruhi oleh letak strategis. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Mubyarto (1991:31) bahwa perkembangan perekonomian tidak terlepas dari ekonomi desa. Beberapa dekade sebelumnya pertumbuhan penduduk, bantuan pemerintah dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditempuh pemerintah selama ini semuanya memberikan pengaruh pada irama kehidupan masyarakat setempat pada semua lapisan masyarakat dengan tingkat yang berbeda-beda dan konsep perkembangan ekonomi ini ada yang meningkat dan bergeser ke bawah.
Dengan demikian dari zaman dahulu, kala masalah ekonomi dapat dikatakan mengalami perkembangan, ini dapat dibuktikan pada masa kehidupan purba di Indonesia yang dikenal dengan zaman prasejarah. Dapat dikatakan pada zaman tersebut masih sulit dalam kehidupan sosial ekonomi mereka, namun bangsa Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi, khususnya masyarakat maritim yang mendiami pesisir pantai karena mereka telah menerima transpormasi atau ahli teknologi. Sebagaimana yang dikatakan Rostow (dalam Tamburaka, 1993:47) antara lain mengidentifikasi perkembangan ekonomi dalam lima tahap yaitu: 1) masyarakat tradisional, 2) prakondisi Take off, 3) Take off, 4) pendewasaan, 5) zaman konsumsi besar-besaran. Sejalan dengan ungkapan tersebut, dalam perkembangan suatu bangsa atau daerah apabila tingkat perekonomiannya lebih tinggi daripada yang dicapai sebelumnya dengan kata lain Dengan demikian dari zaman dahulu, kala masalah ekonomi dapat dikatakan mengalami perkembangan, ini dapat dibuktikan pada masa kehidupan purba di Indonesia yang dikenal dengan zaman prasejarah. Dapat dikatakan pada zaman tersebut masih sulit dalam kehidupan sosial ekonomi mereka, namun bangsa Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi, khususnya masyarakat maritim yang mendiami pesisir pantai karena mereka telah menerima transpormasi atau ahli teknologi. Sebagaimana yang dikatakan Rostow (dalam Tamburaka, 1993:47) antara lain mengidentifikasi perkembangan ekonomi dalam lima tahap yaitu: 1) masyarakat tradisional, 2) prakondisi Take off, 3) Take off, 4) pendewasaan, 5) zaman konsumsi besar-besaran. Sejalan dengan ungkapan tersebut, dalam perkembangan suatu bangsa atau daerah apabila tingkat perekonomiannya lebih tinggi daripada yang dicapai sebelumnya dengan kata lain
Hal ini berarti tahap-tahap perekonomian di suatu daerah akan mengalami perkembangan pada tiap fase. Masyarakat yang bermukim di pesisir pantai akan mengalami sistem perekonomiannya di bidang pertanian didukung oleh kesuburan tanah, sedangkan masyarakat yang mengembangkan perekonomiannya di laut didukung oleh fasilitas yang dipergunakan laut.
Istilah sosial ekonomi membawa kepada dua persoalan yang saling berkaitan. Pertama adalah bahwa manusia itu merupakan makhluk bersahabat tidak menyendiri, seperti dalam ungkap an klasik Inggris yang terkenal “no man on ” yang artinya tidak ada manusia seperti sebuah pulau yang hidup menyendiri. Kedua adalah manusia merupakan makhluk ekonomi, artinya manusia mungkin hidup tanpa makan, minum, berpakaian dan perumahan. Sebagaimana yang diungkapkan Dagun (1992:42 dalam Asrianto, 2005:15) bahwa kedua hal tersebut
dalam kegiatan manusia “melalui kerja kegiatan manusia mengungkapkan diri sebenarnya atau sepenuhnya. Kerja sebagai kegiatan memproduksi barang-barang material tetapi juga mem punyai ciri sosial”.
Ciri sosial tersebut ditentukan oleh kehidupan psikis seseorang. Kehidupan psikis manusia itu dicirikan internal dan eksternal. Dalam kegiatan psikis eksternal terungkap ke dalam kegiatan relasi dengan objek luar. Sedangkan kegiatan psikis internal nampak dalam pikiran dan tindakan-tindakan dari pikiran manusia itu sendiri.
Untuk menghindari terjadinya jurang yang mendalam pada kegiatan sosial ekonomi, perlu menata cara-cara produksi. Cara produksi itu mempunyai sifat konkrit dalam menghasilkan kebutuhan akan makan, perumahan yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam perkembangan sosial senantiasa dirangkaikan dengan sejarah perkembangan dari semua unsur structural dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Manusia sosial ekonomi haruslah mampu melakukan kreatifitas yang berciri sosial dan ekonomi, guna membangun sistem ekonomi individu masing-masing dan masyarakat.
Dari konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa persoalan sosial ekonomi zaman sekarang, bukan berperan dalam gambaran teoritis saja, tetapi perlu sikap kritis dalam menanggapi semua gejala yang muncul. Karena itu, ilmu sosial ekonomi bukan ilmu utopia tetapi digolongkan sebagai ilmu empiris, maka kegiatan penyelidikan itu dibutuhkan. Kaum ilmuwan dalam bidang sosial ekonomi tidak terlepas dari melakukan penafsiran idealistik dalam mempelajari kecenderungan-kecenderungan perubahan yang berlangsung dalam dinamika masyarakat untuk menata perkembangan-perkembangan ekonomi suatu daerah atau bangsa.
Berdasarkan keseluruhan pengertian diatas, maka masalah ekonomi ditekankan pada adanya kondisi atas sesuatu keadaan tertentu dalam kehidupan sosial warga masyarakat. Kondisi atas keadaan tersebut sebenarnya merupakan hasil dari proses kehidupan manusia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum, dan kebutuhan sosial Berdasarkan keseluruhan pengertian diatas, maka masalah ekonomi ditekankan pada adanya kondisi atas sesuatu keadaan tertentu dalam kehidupan sosial warga masyarakat. Kondisi atas keadaan tersebut sebenarnya merupakan hasil dari proses kehidupan manusia yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum, dan kebutuhan sosial
D. Konsep Sosial Budaya
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat, tidak hanya terjadi pada perubahan sosial ekonomi tetapi terjadi pula pada perubahan sosial budaya masyarakat. Secara harfiah, kata “sosial” mempunyai satu pengertian, yaitu segala mengenai kemasyarakatan, perkampungan sosial yang bersifat dan bertujuan kemasyarakatan, atau suka memperhatikan kepentingan umum (Poerwadarminta, 1987:961). Untuk memenuhi tujuan kemasyarakatnnya, manusia melakukan berbagai aktivitas baik untuk memenuhi kebutuhan secara berkelompok maupun kebutuhan secara individual. Pemenuhan kebutuhan akan mendorong terjadinya perubahan sosial masyarakat, dimana telah terjadi perubahan dalam struktur masyarakat dan perubahan yang menyeluruh. Perubahan itu terjadi disekitar manusia dalam berbagai aspek.
Sehubungan dengan hal tersebut, Polak (1992:386) dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas” menyatakan bahwa perubahan sosial dalam struktur masyarakat yakni perubahan strukturil dan ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu. Keadaan tersebut apabila dalam waktu lama dimana masyarakat mengalami tekanan-tekanan dan kekecewaan menyebabkan timbulnya suatu revolusi dalam masyarakat tersebut.
Perubahan yang terjadi di sekitar kehidupan masyarakat dalam banyak hal selalu berakibat luas terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Cepat atau lambat
terjadinya perubahan sosial tergantung dari kuat tidaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk itulah sehingga Malinowski (dalam Aswati, 1989:11) mengemukakan bahwa sebab-sebab terjadinya perubahan sosial dan budaya oleh faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam dimaksudkan perubahan terjadi bersumber dari dalam masyarakat sendiri seperti: tumbuh dan kurangnya penduduk, adanya pemberontakan atau revolusi dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan faktor dari luar karena kebudayaan masyarakat yang dipelajarinya. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara kedua masyarakat itu mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik yang masing-masing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya.
Setiap masyarakat atau manusia selama hidupnya mengalami perubahan- perubahan. Perubahan hanya dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lalu. Seseorang yang tidak sempat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia, misalnya akan berpendapat bahwa masyarakat desa itu statis, tidak maju dan tidak berubah. Pernyataan demikian didasarkan pada pandangan sepintas yang kurang mendalam dan kurang teliti. Hal ini karena tidak ada suatu masyarakat yang berhenti pada satu titik tertentu sepanjang masa (Soekanto, 1990:333).
Dengan demikian sejarah bertujuan agar manusia sadar akan segala perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, sebab perubahan itu merupakan usaha manusia dalam menyempurnakan taraf hidupnya. Seperti pendapat
Soekanto (1990:333) yang mengemukakan bahwa: perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Tidak semua perubahan sosial dapat diterima oleh masyarakat karena berbagai alasan. Beberapa ahli berpendapat bahwa penolakan sosial akan terjadi apabila: 1) perubahan tersebut disertai dengan tekanan dari luar, 2) perubahan tersebut merupakan ancaman budaya bagi masyarakat setempat, 3) arah perubahan kurang jelas, bahkan menimbulkan konflik sosial, dan 4) tiada terdukungnya pola perubahan tersebut oleh sikap dan lingkungan sosial budaya yang ada (Zaini, 1996:214 dalam Asrianto, 2005:20).
Gilin (dalam Soekanto, 1990:336) mengemukakan bahwa perubahan- perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemu- penemu baru dalam masyarakat. Perubahan sosial menunjuk pada modifikasi- modifikasi pola-pola kehidupan manusia. Menurut Astrid (1983:170 dalam Asrianto, 2005:20) menyebutkan bentuk-bentuk perubahan sosial dalam masyarakat pada umumnya dikenal tiga jenis pembagian perubahan sosial, yaitu:
1) social evolution (evolusi sosial), 2) social mobility (mobilitas sosial), dan 3) social revolution (revolusi sosial).