PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA

(1)

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI

BURSA EFEK INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

NOVITA DIAN PERMATASARI NIM. F0305014

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI

BURSA EFEK INDONESIA

Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji

skripsi.

Surakarta, 27 Mei 2009

Disetujui dan diterima oleh

Pembimbing

Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak NIP. 131 843 290


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.

Surakarta, 13 Juni 2009

Tim Penguji Skripsi

1. Sri Suranta, SE, M.Si, Ak.

NIP 13216300

Ketua (………..)

2. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons),

Ph.D, Ak

NIP 131 843 290

Pembimbing (………..)

3. Drs. Santoso Tri Hananta, M.Si, Ak.

NIP 132086156


(4)

MOTTO

Tak Ada Rahasia untuk Menggapai Sukses,

Sukses itu Dapat Terjadi Karena Persiapan,

Kerja Keras dan Mau Belajar dari Kegagalan


(5)

PERSEMBAHAN

Aku Persembahkan Skripsi ini untuk:

”My Lovely Family”

Trimakasih untuk Semangat, Motivasi dan Kasih Sayangnya


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan

rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari

bantuan banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis

dengan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak sebagai

berikut :

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku pembimbing

skripsi atas semua kritik dan sarannya yang sangat membantu penulis

untuk mencapai hasil yang terbaik. Trimakasih untuk deadlinenya setiap

minggu, karena sangat membantu kelancaran penulisan skripsi ini. Pak Djoko the best lah.


(7)

4. Kedua Orangtuaku, kalian adalah satu-satunya alasan kenapa aku bisa

bertahan sampai sejauh ini. Trimakasih untuk semua do`a, kasih sayang,

dan dukungannya selama ini.

5. Keluargaku (kedua kakakku, mbah `ung, mbah putri, bu end,

sepupu-sepupuku, bu `dhe, pak `dhe, om dan tante), trimakasih untuk dukungan

dan do`a dari kalian. Especcially for my nice, Via...jangan nakal ya, cepet

gede dan ga nyusahin mbah uti lagi.

6. Temen-temenku yang slalu buatku betah di kos, para kawanan Rotterdam:

Dede, Gata, Fika, Mbak Widhie, Nita, Hana, Puri, Lala, Pipit, Ayu..I will

miss you all.

7. Temen-temen seperjuanganku, The DjoKo`s Family: Laras, Anggi, Uli,

Mari. Akhirnya slese juga kita melewati hari-hari penuh dengan revisi,

revisi, dan revisi. Bersama kalian skripsi yang terlihat sangat sulit pada

awalnya, jadi menyenangkan dan terasa mudah saat menjalaninya.

8. Sahabatku, del, yan, ndien, thanks 4 everythings.

9. Buat `Fee, ga lupa juga ni aku ucapin trimakasih untuk semuanya. Tanpa

kamu, aku ga mungkin jadi seperti ini, tangguh dan ga cengeng. Ayo cepet

wisuda ya, jangan lama-lama di Kampus.

10.Para Urgent Kempong, mas bagus, mas bayu, mas eko, mas havids, mas

agus, mba novita, dina, trijun, yoga, arif, cahya, hendrawan, sapto,

trimakasih untuk kebersamaannya, aku bisa melewatkan masa-masa

terburukku saat ga lulus kompre dengan kalian dan bergelut dengan


(8)

11.Temen-temen Akuntansi `05, especially dian “mio”, trimakasih untuk

gosip-gosipnya selama ini..hehehe...semoga kita bisa jadi akuntan handal

dan bermoral. Amien.

12.Dosen-dosen favoritku, Pak Hanung, Pak Lardi, Pak Djoko, Trimakasih

bapak-bapak sudah berbagi ilmu dengan kami. Tapi ga ketinggalan juga,

seluruh dosen-dosen akuntansi, trimakasih untuk semuanya.

13.Buat “temennya” Laras, trimakasih untuk download-anannual reportnya.

14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu (Thanks a lot)

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis meminta maaf atas kekurangan yang terjadi dan demi kesempurnaan

skripsi ini penulis mengharap kritik dan saran yang membangun demi terciptanya

karya yang sempurna.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan di kemudian hari.

Surakarta, Mei 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ………..

ABSTRACT ………...

HALAMAN PERSETUJUAN ………...

HALAMAN PENGESAHAN ………...

HALAMAN MOTTO ………...

HALAMAN PERSEMBAHAN ………....

KATA PENGANTAR ………....

DAFTAR ISI ………..

DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR GAMBAR ………...

BAB I. PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang Masalah ………...

B. Perumusan Masalah ………..

C. Tujuan Penelitian ………..

D. Manfaat Penelitian ………

E. Sistematika Penulisan ………...

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...

A. Landasan Teori………...

1. Peran Laporan Tahunan ………..

ii iii iv v vi vii viii xi xiv xv 1 1 5 6 6 7 8 8 8


(10)

2. Latar Belakang dan Faktor Pendorong Tanggung Jawab

Lingkungan Hidup ………...

3. Definisi Pengungkapan ………...

4. Environmental Disclosure………..

5. Corporate Governance ………...

B. Kerangka Teoritis...

C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis...

BAB III. METODE PENELITIAN ………...

A. Desain Penelitian...

B. Populasi dan Sampel...

C. Data dan Metode Pengumpulan Data...

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya...

E. Metode Analisis Data...

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………...

A. Analisis Deskriptif Data...

1. Seleksi Sampel ...

2. Statistik Deskriptif ...

B. Pengujian hipotesis ...

1. Logistic Regression ...

2. Analisis Regresi Berganda ...

3. Uji beda t dan ANOVA ...

C. Pembahasan Hasil Analisis ...

BAB V. PENUTUP...

12 15 18 21 24 25 31 31 31 32 32 37 41 41 41 42 48 48 49 51 55 61


(11)

A. Kesimpulan...

B. Saran ...

C. Keterbatasan...

D. Rekomendasi...

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

61

62

63


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman 3. 1 3. 2 4. 1 4. 2 4. 3 4. 4 4. 5 4. 6 4. 7a 4. 7b 4. 8a 4. 8b 4. 8c 4. 9

Indonesian Environmental Reporting Indeks (IER)...

Keterangan Persamaan Regresi Berganda...

Populasi dan Klasifikasi Industri...

Sampel dan Klasifikasi Industri...

Perusahaan dengan Environmental Disclosure...

Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian...

Hasil Logistic Regression...

Hasil Analisis Regresi Berganda...

Hasil Uji Beda T Group Statistic...

Hasil Uji Beda T Independent Sample Test…...

Hasil Anova Levene`s Test of Equality of Error

Variance ...

Hasil ANOVATest of Between-Subjects Effects…...

Hasil ANOVAPost Hoc Test ...

Ringkasan Hasil Pengujian ………..

36 40 41 42 42 46 49 50 52 52 53 53 54 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2. 1

2. 2

Model Stakeholder...

Hubungan antara Corporate Governance dan

Environmental Disclosure...

10


(14)

ii PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR

BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI

BURSA EFEK INDONESIA ABSTRAKSI

Novita Dian Permatasari F 0305014

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance

terhadap environmental disclosure. Variabel corporate governance yang digunakan adalah proporsi dewan komisaris independen, latar belakang belakang

culture atau etnis presiden komisaris, latar belakang pendidikan presiden komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komite audit independen, dan jumlah rapat komite audit. Penelitian ini juga menggunakan tipe industri dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Pengungkapan informasi lingkungan hidup diukur dengan menggunakan Indonesian Environmental Reporting Index

yang dikembangan oleh Suhardjanto, Tower, dan Brown (2007).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 90 perusahaan untuk semua industri pada periode 2007. Metode pemilihan sampel menggunakan metode random berbasis alokasi porposional. Berdasarkan sampel, terdapat 48% perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi lingkungan hidup. Pengujian dilakukan dengan menggunakan logistic regression, regresi berganda, uji beda t, ANOVA.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi

environmental disclosure adalah proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture presiden komisaris. Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol juga mempengaruhi environmental disclosure.

Kata Kunci: corporate governance, komisaris independen, komite audit independen, environmental disclosure.


(15)

iii THE EFFECT OF CORPORATE GOVERNANCE, ETHNIC, AND EDUCATIONAL BACKGROUND ON ENVIRONMENTAL DISCLOSURE:

(An Empirical Study on Public Companies Listed in Indonesian Stock Exchange)

ABSTRACT Novita Dian Permatasari

F 0305014

The purpose of this study is to examine relationship between corporate governance and its environmental disclosures. Corporate governance aspect uses the proportion of independent commissioner, the commissioner president`s ethnic background, the commissioner president`s educational background, the number of commissary chamber meeting, the proportion of independent audit committee, and the number of audit committee meeting as the independent variable. This study also investigates industry type and firm size as control variable. Companies’ environmental disclosures are measured by using the Indonesian Environmental Reporting index that developed by Suhardjanto, Tower and Brown (2007).

Under proportional random sampling method, 90 Indonesian listed companies’ annual reports are selected. From the sample, there is fourty eight percent (48%) disclosed environmental information. This study employed a hypothesis test using logistic regression, multiple regression, t-test, and ANOVA.

Analysis of statistical results the proportional of independent commissioner, the commissioner president`s ethnic background are as significant predictors to environmental disclosure. The firm size as control variable also effects to environmental disclosure.

Keywords: Corporate governance, independent commissioners, independent audit committee, environmental disclosure.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

A. Latar Belakang Masalah

Pada beberapa tahun terakhir ini, Indonesia mengalami permasalahan pencemaran lingkungan seperti halnya negara-negara yang lain (Suratno, Darsono, dan Mutmainah, 2006). Perusahaan dan industri lebih mengutamakan konsep maksimalisasi laba yang berorientasi pada kepentingan pemilik modal yang menyebabkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya alam dan manusia sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia (Anggraini, 2006).

Gejala-gejala pencemaran lingkungan ini dapat dilihat dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir bandang di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk Jawa Tengah dan daerah-daerah lainnya di Jawa dan Sumatera, serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan munculnya banjir lumpur bercampur gas sulfur di daerah Sidoarjo Jawa Timur merupakan bukti rendahnya perhatian perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktifitas industrinya (Ja`far, 2006).

Permasalahan lingkungan menjadi perhatian yang serius, baik oleh konsumen, investor, maupun pemerintah. Pada umumnya, para investor lebih


(17)

tertarik pada perusahaan yang menerapkan manajemen lingkungan yang baik dan tidak mengabaikan masalah pencemaran lingkungan (Ja`far, 2006). Adanya kepentingan bisnis untuk menunjukkan reputasi, kredibilitas, dan value added

bagi perusahaan dimata stakeholder menjadi dorongan perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan dalam annual report mereka. Eipstein dan Freedman (1994) menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap informasi lingkungan yang dilaporkan dalam annual report.

Penerapan pengungkapan lingkungan hidup memberikan keuntungan yang lebih. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Pflieger, Fischer, Kupfer, dan Eyerer (2005) yang menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan dapat mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab dimata masyarakat. Dengan pertanggungjawaban itu pula dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana perusahaan memberikan konstribusi positif maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya (Belkoui, 2000).

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaporan lingkungan hidup (environmental disclosure) telah mengalami peningkatan secara signifikan sejak empat dekade terakhir (Bates, 2002; Welford, 1998). Secara umum, penelitian-penelitian mengenai environmental disclosure difokuskan pada hubungannya dengan kualitas environmental disclosure (Cunningham dan D. Gadenne, 2003;


(18)

Gamble, 1995; Belal, 2000), hubungan environmental disclosure dengan strategi perusahaan (Niskanen dan Terhi Nieminen, 2001; Solomon dan Linda Lewis, 2002; Elkinton, 1994), dan perbandingan pelaporan environmental disclosure

antar negara (Nyquist, 2003; Atkinton, 1999).

Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan hidup (Suhardjanto, 2008), akibatnya banyak perusahaan yang tidak mengungkapkan aktivitas lingkungan hidupnya (Anggraini, 2006). Corporate governance yang baik menjadi salah satu faktor pendorong yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan hidup (Eng dan Mak, 2003). Corporate governance merupakan kunci atau alat untuk mengawasi kinerja perusahaan oleh stakeholder termasuk investor. Adanya

corporate governance yang baik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan, sehingga tanggung jawab lingkungan hidup akan diungkap dalam annual report.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji keterkaitan antara mekanisme corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan hidup, yaitu Eipstein dan Freedman (1994), Belkoui (2000), Komar (2004), Simon dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), serta Haniffa dan Cooke (2005).

Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap environmental disclosure. Penelitian Chen dan Jaggi (1998) menunjukkan terdapat hubungan positif antara proporsi dewan komisaris independen dengan environmental disclosure.


(19)

Karakteristik personal presiden komisaris juga mempengaruhi environmental disclosure. Hal ini dijelaskan oleh penelitian Haniffa dan Cooke (2005), yang menunjukkan adanya hubungan antara pengungkapan informasi lingkungan dengan faktor dominan presiden komisaris pribumi yang menduduki jabatan tersebut.

Latar belakang pendidikan presiden komisaris yang berasal dari bisnis (keuangan) juga menjadi variabel penentu. Presiden komisaris yang mempunyai latar belakang pendidikan keuangan atau bisnis biasanya berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki, meskipun bukan menjadi suatu keharusan bagi seseorang yang akan masuk dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, akan lebih baik jika anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi (Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra, 2006).

Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk mengawasi jalannya perusahaan akan efektif bila masing-masing anggota dewan aktif hadir dalam pertemuan dewan komisaris (corporate governance guidelines, 2007). Pertemuan dewan komisaris ini dilakukan baik secara internal maupun eksternal sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya.

Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan (Forker, 1992). Dengan adanya komite audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan (Simon dan Wong, 2001). Dalam menjalankan tugasnya, komite audit minimal mengadakan pertemuan 4 kali dalam satu tahun (corporate governance


(20)

guidelines, 2007). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja komite audit sehingga hasilnya dapat maksimal.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Haniffa dan Cooke (2005). Perbedaannya adalah aspek corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini ditambahkan dengan variabel jumlah rapat dewan komisaris dan keberadaan komite audit serta jumlah rapat komite audit. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa komite audit merupakan komite yang membantu peran dewan komisaris dalam perusahaan. Perbedaan lainnya yaitu, proksi variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan 1 ukuran, yaitu skor indeks, sedangkan dalam penelitian sebelumnya menggunakan indeks dan content analysis.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance

dalam hal ini mengenai proporsi dewan komisaris independen, latar belakang etnis (culture) dan latar belakang pendidikan presiden komisaris serta komite audit dengan environmental disclosure. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Corporate Governance, Etnis, dan Latar Belakang Pendidikan terhadap Environmental Disclosure: Studi Empiris Pada Perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah corporate governance yang terdiri dari (1) proporsi dewan komisaris independen, (2) latar belakang culture atau etnic presiden komisaris, (3) latar


(21)

belakang pendidikan presiden komisaris, (4) jumlah rapat dewan komisaris, (5) proporsi komite audit independen, dan (6) jumlah rapat komite audit mempengaruhi environmental disclosure.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai hubungan antara corporate governance, budaya serta latar belakang pendidikan dan environmental disclosure.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk: 1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi

khususnya mengenai corporate governance dengan environmental disclosure

di Indonesia.

2. Bagi perusahaan, dapat memberikan masukan dalam perbaikkan dalam penerapan corporate governance dan pelaporan aktivitas lingkungan hidup dalam annual report.

3. Bagi stakeholder seperti investor, kreditor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, dapat menjadi acuan tambahan dalam menganalisis informasi yang disajikan oleh perusahaan berkenaan dengan corporate governance dan environmental disclosure dalamannual report.

4. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penentuan kebijakan lingkungan hidup.


(22)

5. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur dalam bidang ilmu akuntansi.

E. Sistematika Pembahasan Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan sistematika pembahasan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan tinjauan pustaka yang memuat landasan teori yang terkait dengan topik penelitian; kerangka teoritis; serta penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian

Berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.

Bab IV : Analisis dan Pembahasan

Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis; dan pembahasan hasil analisis.

Bab V : Penutup

Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian; saran; dan rekomendasi bagi peneliti selanjutnya.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Setelah kita membahas pendahuluan di Bab I, pada Bab II ini akan diterangkan mengenai landasan teori, kerangka teoritis, serta penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Landasan Teori

Pada landasan teori dalam penelitian ini akan dijabarkan mengenai peran laporan tahunan, latar belakang dan faktor pendorong tanggung jawab lingkungan hidup, definisi pengungkapan, environmental disclosure, dan corporate governance.

1. Peran Laporan Tahunan

Tujuan utama suatu laporan tahunan adalah memberikan informasi yang relevan bagi pembuatan keputusan (Naim dan Rakhman, 2000). Informasi yang diungkap dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Ciri-ciri dasar informasi akuntansi adalah informasi tersebut tersedia untuk umum dengan sedikit atau sama sekali tanpa biaya bagi mereka yang ingin memperoleh dan menggunakan informasi tersebut.

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan tahunan berguna bagi pemakai. Terdapat tujuh karakteristik kualitatif pokok menurut PSAK No.1 Tahun 2004, yaitu:


(24)

Da pat Dipahami

Informasi harus dapat dipahami dan dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian pemakai.

Rel

evan

Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaanya.

Ke

andalan

Informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independen dengan metode pengukuran yang sama.

Da

pat diperbandingkan

Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan-perusahaan lainnya pada periode yang sama.

Te

pat waktu

Informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.

Net

ral

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu.

Le

ngkap

Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif diatas dan memenuhi standar pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan, tujuan laporan tahunan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban


(25)

(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan terhadap annual report: 1. Para pemilik perusahaan,

2. Manajer perusahaan,

3. Para kreditor, bankir, investor, dan 4. Instansi pemerintah.

Menurut Donaldson (1995:68) pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

laporan tahunan perusahaan dapat dijelaskan dengan gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Model Stakeholder

Dalam model stakeholder ini dijelaskan bahwa pihak-pihak yang

diperhatikan oleh perusahaan tidak hanya orang-orang atau kelompok-kelompok yang dipengaruhi atau mempengaruhi perusahaan dalam hal transaksi ekonomi,

FIRM

Political Group

Customer

Community Supplier

Employees Investor

Trade Associations Goverment


(26)

akan tetapi juga orang-orang atau kelompok-kelompok yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan, dan operasi perusahaan secara tidak langsung.

Laporan tahunan memiliki keunggulan dibandingkan dengan sumber informasi lain (Astuti, 1999), yaitu:

a. Memberikan informasi tentang sebuah perusahaan secara spesifik. b. Memuat laporan keuangan yang pada umumnya telah diaudit oleh

auditor independen dan memperoleh jaminan kewajaran. Informasi dari sumber lain tidak diperiksa oleh pihak yang independen dan diberi pendapat sehingga informasi tersebut mempunyai tingkat keandalan yang lebih rendah.

c. Laporan yang dipublikasikan bisa diperoleh dengan biaya yang rendah mengingat perusahaan yang go public wajib memberikan laporan tahunan.

d. Bapepam mempunyai peraturan tentang kewajiban menerbitkan laporan tahunan dengan batas waktu tertentu, sedangkan sumber lain tidak ada peraturan yang pasti.

Keunggulan lainnya, bahwa annual report mempunyai kredibilitas tinggi (Zeghal dan Ahmed, 1999) sehingga banyak digunakan oleh stakeholder dalam pembuatan keputusan. Hal lain menyebutkan bahwa, laporan tahunan merupakan sumber informasi yang pasti bagi para stakeholder (Deegan dan Rankin, 1997), memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi penyebaran distribusi secara luas (Adams and Harte, 1998), menawarkan deskripsi menajemen pada suatu periode tertentu (Neimark, 1992), dan lebih banyak dapat diakses untuk tujuan penelitian (Woodward, 1998).

Laporan tahunan merupakan media bagi manajemen perusahaan untuk memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan merupakan sarana pertanggungjawaban kepada publik atas sumber daya yang dikelolanya (Yustina, 2003). Hal ini merupakan implementasi dari teori agensi. Teori agensi


(27)

membahas hubungan antara pemberi kerja (prinsipal) dengan penerima mandat/kerja (agen). Prinsipal memberi fasilitas dan dana untuk menjalankan operasi perusahaan, sedangkan manajemen berkewajiban mengelola dana dan fasilitas tersebut. Prinsipal memperoleh hasil berupa pembagian laba, sedangkan manajemen memperoleh gaji, bonus, dan kompensasi lainnya (Astuti, 1999). Selain itu, sebagai pertanggungjawaban agen terhadap prinsipal, agen wajib memberikan laporan hasil kinerja dan pengelolaan sumber daya perusahaan kepada prinsipal.

2. Latar Belakang dan Faktor Pendorong Tanggung Jawab Lingkungan Hidup Dekade 1960-an dipandang sebagai kebangkitan aktivis lingkungan hidup. Pada masa ini, orang-orang menjadi lebih peduli kepada kelestarian lingkungan hidup. Dampak industri terhadap kualitas udara, air, dan tanah menjadi sorotan masyarakat. Peraturan Pemerintah untuk melindungi sumber daya dan mengawasi pelepasan limbah berbahaya. Berbagai standar ditetapkan untuk mengawasi operasi dan usaha. Dunia usaha diminta untuk mengendalikan emisi karbon dan merencanakan, mengembangkan serta mengimplementasikan rencana pengurangan polusi (Freedman, 1989).

Untuk konsep akuntansi lingkungan sendiri, sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi bisnis saja (Djogo, 2006).


(28)

Banyak perusahaan industri dan jasa berskala besar di dunia yang kini menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan efek perlindungan lingkungan (environmental protection) (Djogo, 2006).

Berry dan Rondinelly (1998), mengungkapkan ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Regulatory demand

Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQM secara efektif, misalnya dengan penggunaan teknologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology.

2. Cost Factors

Adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konseksensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan.

3. Stakeholders Forces

Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha


(29)

untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif.

4. Competitive requirements

Semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam kriteria dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem manajemen perusahaan.

Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances (Hartman dan Stafford, 1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggungjawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar.

Menurut Gray, Kouhy, dan Lavers (1995), latar belakang perlunya pengungkapan informasi sosial dan lingkungan hidup adalah: (1) munculnya masalah-masalah sosial di lingkungan perusahaan karena ketidakpuasan terhadap kebijakan masyarakat sosial; (2) untuk meminimalisasi munculnya masalah lingkungan perusahaan yaitu dengan cara meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial dan dengan menggunakan salah satu media yang bisa digunakan untuk pengungkapan sosial adalah laporan tahunan.

Alasan dan motif perusahaan melakukan pengungkapan informasi lingkungan juga diungkapkan De Villers (1998) dalam penelitiannya mengenai

environmental disclosure, yaitu:

1. Jika perusahaan tidak mengungkapkan secara sukarela, dikhawatirkan akan menjadi kebijakan pemerintah yang bersifat wajib. 2. Sebagai legitimasi atas kegiatan yang telah dilakukan perusahaan. 3. Untuk mengalihkan perhatian dari isu lain.

4. Untuk meningkatkan citra publik.


(30)

6. Untuk meningkatkan keuntungan kompetitif.

7. Adalah hak bagi para shareholders dan stakeholders. 8. Keuntungan politik.

9. Dorongan untuk mengkomunikasikan kepada khalayak tentang hal-hal yang dilakukan perusahaan.

10. Untuk menjelaskan pola pengeluaran.

Berkembangnya wacana business and society telah menyingkirkan paradigma lama bahwa organisasi adalah mesin, sebagaimana disimpulkan oleh Morgan (1987). Evan dan Freedman (dalam Triyuwono, 1997) melontarkan paradigma baru, bahwa organisasi (sebagaimana halnya dengan manusia), selain memiliki hak juga memiliki kewajiban terhadap lingkungan.

3. Definisi Pengungkapan

Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (Naim dan Rakhman, 2000). Sedangkan menurut Hendriksen (1990), pengungkapan adalah penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian pasar modal secara optimal. Pengungkapan laporan tahunan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi yang ditempuh, metode persediaan, jumlah saham yang beredar dan sebagainya. Suwardjono (2005), pengungkapan berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dinyatakan melalui statementkeuangan utama.

Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Guthrie dan Matthews (1990), menyatakan bahwa tujuan pengungkapan adalah sebagai


(31)

ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan pertanggungjawaban terpisah.

Berdasarkan tujuan Securities Exchange Commission (SEC) membagi pengungkapan dalam 2 kategori, yaitu protective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor dan informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Walk, Francis, dan Tearney, 1989).

Terdapat 4 prinsip dalam akuntansi: (1) historical cost principle, (2)

revenue recognition principle, (3) matching principle, dan (4) full disclosure principle. Full disclosure diartikan sebagai penyediaan semua informasi yang dianggap cukup penting dalam mempengaruhi penilaian dan keputusan yang diambil pemakai laporan keuangan.

Hendriksen dan Breda (2001), konsep full disclosure mewajibkan agar laporan tahunan didesain dan disajikan sebagai kumpulan potret dari kejadian ekonomi yang mempengaruhi perusahaan untuk suatu periode dan berisi cukup informasi, sehingga stakeholder paham dan tidak salah tafsir terhadap laporan tahunan tersebut. Selanjutnya, dikatakan pula bahwa pengertian full disclosure

harus mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Cukup (Adequate)

Artinya bahwa informasi minimum laporan tahunan harus disajikan. 2. Wajar (Fair)


(32)

Pengungkapan menjelaskan bahwa ada aturan etis tentang perlakuan sama kepada semua pemakai annual report.

3. Penuh (Full)

Laporan tahunan harus mencakup semua kelengkapan penyajian informasi.

Ada 2 sifat dari pengungkapan, yaitu: pengungkapan yang didasarkan pada ketentuan atau standar (required/regulated/mandatory disclosure) dan pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Perusahaan bersedia melakukan pengungkapan sukarela, meski menambah cost perusahaan, untuk memenuhi tekanan masyarakat (misalnya dalam kasus lingkungan) atau untuk meningkatkan citra publiknya.

Oleh karena sifatnya yang masih sukarela, maka banyak perusahaan yang enggan untuk menambah luas disclosure. Alasan-alasan mengapa perusahaan enggan menambah disclosure menurut Hendriksen (2001) adalah sebagai berikut:

1. Disclosure akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang saham.

2. Disclosure yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada serikat pekerja dalam hal tawar menawar upah.

3. Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure akan menyesatkan mereka.

4. Tersedianya sumber-sumber informasi lain selain annual report yang tersedia dengan biaya yang lebih mahal.

5. Kurangnya pengetahuan kebutuhan investor juga merupakan alasan disclosure terbatas.

Meskipun demikian, pengungkapan akan tetap dilakukan oleh perusahaan karena manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan perusahaan. Selain itu, pengungkapan tambahan ini diharapkan mampu menanamkan kepercayaan


(33)

investor dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan tersebut.

4. Environmental Disclosure

Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali utama terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab manajemen tidak terbatas pada pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan.

Environmental disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan (Suratno dkk, 2006). Zhegal dan Ahmed (1990) mengidentifikasi pelaporan lingkungan meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam dan pengungkapan lain yang berhubungan dengan lingkungan.

Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan bertujuan sebagai media untuk mengkomunikasikan realitas untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politis (Hayuningtyas, 2007). Pertangggungjawaban lingkungan hidup juga merupakan respon terhadap kebutuhan informasi dari kelompok-kelompok yang berkepentingan (interest groups) seperti serikat pekerja, aktivis lingkungan hidup, kalangan religius dan kelompok lain (Guthrie dan Parker, 1990).


(34)

Environmental disclosure merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan (Hadi, 2006). Melalui pengungkapan lingkungan hidup pada laporan tahunan, masyarakat dapat memantau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosialnya. Dengan cara demikian, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis (Parsons, 1996).

Pengungkapan informasi lingkungan hidup perusahaan masih bersifat

voluntary, unaudited dan unregulated (Mathews, 1984). Namun demikian, beberapa institusi telah menawarkan model yang bisa dijadikan pedoman.

1) Institute of Chartered Accountants in England and Walls (ICAEW)

Merupakan organisasi profesi para akuntan di Inggris dan Wales ini mengeluarkan rekomendasi pada tema lingkungan yang perlu diungkap dalam

annual report, yaitu:

a. Kebijakan lingkungan oleh perusahaan.

b. Identitas para direktur dilengkapi dengan rincian tanggung jawab mereka pada lingkungan.

c. Tujuan lingkungan perusahaan.

d. Informasi aksi lingkungan yang telah dilakukan, termasuk rincian asal dan jumlah pengeluaran dalam aktivitas lingkungan.

e. Dampak utama bisnis terhadap lingkungan, dan bila memungkinkan disertai dengan pengukuran kinerja lingkungan terkait.

f. Kepatuhan terhadap aturan dan petunjuk industri yang berkaitan dengan lingkungan termasuk bila memungkinkan eco-audit scheme


(35)

dari masyarakat Eropa dan rincian yang berkaitan dengan pendaftaran dan persetujuan Standar Inggris tentang “SM Lingkungan 7750”.

g. Risiko lingkungan yang signifikan yang tidak disyaratkan untuk diungkap dalam kewajiban kontinjensi.

h. Laporan audit eksternal pada aktivitas lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan termasuk yang terkait dengan tempat-tempat tertentu.

2) Global Reporting Initiative’s (GRI)

GRI merekomendasikan beberapa aspek lingkungan yang harus diungkap dalam annual report. Ada 30 item yang direkomendasikan oleh GRI dan terdiri dari 9 aspek. Kesembilan aspek tersebut adalah:

a. Material b. Energi c. Air

d. Keanekaragaman hayati e. Emisi dan limbah f. Produk dan jasa

g. Ketaatan pada peraturan h. Transportasi

i. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menjaga lingkungan.

Pentingnya pengungkapan informasi lingkungan (environmental disclosure) berkaitan dengan adanya kontrak (perjanjian) sosial (social contract). Kontrak antara perusahaan dengan masyarakat, baik yang sifatnya eksplisit maupun implisit yang timbul karena interaksi perusahaan dengan lingkungan, membawa konsekuensi perusahaan harus bertanggung jawab tidak hanya terhadap


(36)

kesejahteraan pemegang saham, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan lingkungan hidup (Belkaoui, 2000).

Banyak kasus yang telah terjadi berkenaan dengan lingkungan hidup yang belum diungkap dalam annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia. Diantaranya adalah kasus pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont. PT Newmont, Nusa Tenggara menggunakan teknologi yang berbahaya di laut, yaitu pembuangan tailing ke laut (Submarine Tailing Disposal), yang terbukti telah mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Bahkan hasil survei KLH yang dilakukan bulan September 2004 di daerah Tongo Sejorong, Benete dan Lahar, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan sekitar 76 – 100% responden nelayan menyatakan bahwa pendapatan mereka menurun setelah Newmont membuang tailingnya ke Teluk Senunu, yang besarnya mencapai 120.000 ton

tailing perhari, atau 60 kali besarnya tailing Newmont di Teluk Buyat (WALHI, 2005). Itulah sebabnya mengapa perusahaan perlu melakukan pengungkapan informasi lingkungan.

5. Corporate Governance

Ada dua teori utama yang terkait dengan corporate governance, yaitu

stewardship theory dan agency theory (Chinn, 2000). Stewardship theory

dibangun atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggungjawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain,


(37)

stewardship theory memandang manajemen dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.

Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson (2000), memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ”agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya agency theory menjadi tumpuan dalam

corporate governance, hal ini disebabkan pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks, 2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan

stakeholder(Kaihatu, 2006).

Prinsip-prinsip corporate governance menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah: (1) perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, (2) persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham, (3) peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan, (4) keterbukaan dan transparansi, dan (5) akuntabilitas dewan komisaris.


(38)

Salah satu aspek penting dalam corporate governance adalah Dewan Pengurus Perseroan atau Board of Directors. Indonesia menganut two board system, yang berarti bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris (Herwidayatmo, 2000). Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi

independent directors pada single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan komisaris pada two-board system. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang ada pada perusahaan-perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris. Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan komisarisnya. Barry (1999) menyatakan bahwa komisaris independen dapat membantu memberikan kontinuitas dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Selanjutnya, komisaris independen membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut.

Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Keberadaan komisaris independen dalam susunan dewan komisaris akan meningkatkan


(39)

keefektifan dewan komisaris (John dan Senbet, 1998). Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan pertemuan rutin baik itu internal maupun eksternal dengan pihak lain. Hal ini tentu saja agar kelangsungan perusahaan dapat terjaga (corporate governance guidelines, 2007)

Karakteristik personal seorang presiden komisaris mempengaruhi praktek

disclosure (Alhabsi, 1994). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chuah (1995), pemikiran seorang presiden komisaris dipengaruhi oleh latar belakang ras dan

culture, serta latar belakang pendidikan dan tipe organisasi dimana dia bekerja. Peran pengawasan yang dilakukan dewan komisaris perusahaan-perusahaan di Indonesia belum memadai (Herwidayatmo, 2000). Untuk itu diperlukan suatu komite untuk membantu tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite ini disebut Komite Audit. Pada bulan Mei tahun 2000 telah diterbitkan surat edaran oleh Bapepam kepada para emiten/perusahaan untuk memiliki komite audit. Tugas dan fungsi komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan. Berdasarkan strukturnya, komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga anggota dan salah satu diantaranya adalah komisaris independen sekaligus merangkap sebagai ketua, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak independen. Dalam tugasnya membantu dewan komisaris untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan, maka komite audit dituntut harus independen. McMullen (1996), keberadaan anggota komite audit independen dalam komite audit akan meningkatkan transparansi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Agar tugas


(40)

dan tanggung jawabnya berjalan dengan baik, komite audit harus rutin mengadakan pertemuan atau rapat internal.

B. Kerangka Teoritis

Penelitian ini menggunakan environmental disclosure dengan proksi skor IER sebagai variabel dependen, dan corporate governance sebagai variabel independen, serta tipe industri dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel.

V. Independen

Variabel Kontrol

Variabel Dependen

Gambar 2.2

Hubungan antara corporate governance dan environmental disclosure

C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Proporsi Dewan Komisaris Independen

(X1) Latar belakang culture

atau etnic presiden komisaris (X2) Latar belakang pendidikan presiden

komisaris (X3) Jumlah Rapat dewan

komisaris (X4) Proporsi komite audit

independen (X5) Jumlah Rapat komite

audit (X6)

 Ukuran perusahaan (X7)

 Tipe Industri (X8)

Environmental Disclosure : Skor IER1 (Y)


(41)

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji hubungan antara corporate governance dengan environmental disclosure. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara corporate governance dengan

environmental disclosure. 1

Variabelcorporate governance yang digunakan dalam penelitian ini ada 6, yaitu proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture atau etnic

presiden komisaris, latar belakang pendidikan presiden komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi anggota komite audit independen, dan jumlah rapat komite audit. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan 2 variabel kontrol, yaitu : ukuran perusahaan dan tipe industri. Berikut adalah hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini :

1. Proporsi dewan komisaris independen dan environmental disclosure

Peran utama dewan komisaris adalah terkait dengan fungsi kontrol (Pound, 1995). Dewan komisaris independen merupakan alat untuk mengawasi perilaku manajemen untuk meningkatkan pengungkapan informasi sukarela dalam laporan tahunan perusahaan (Rosenstein dan Wyatt, 1990). Dalam penelitian Chen dan Jaggi (1998), menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Leftwich, Watt dan Zimmerman (1981), Fama dan Jansen (1983), Forker (1992). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

1

IER adalah Indonesian Environmental Reporting Indeks, yaitu indeks yang digunakan untuk membobot environmental disclosure dalam annual report yang merupakan hasil penelitian dari Suhardjanto, Tower, dan Brown (2007).


(42)

H1 : Terdapat hubungan positif antara proporsi dewan komisaris independen dan environmental disclosure.

2. Latar belakang culture atau etnic presiden komisaris dan environmental disclosure

Latar belakang etnis (culture) presiden komisaris direpresentasikan dengan loyalitas kelompok etnik yang berada pada kelompok yang terdiri dari kumpulan orang-orang yang mempunyai pola tingkah laku normatif (Cohen, 1974). Hal ini penting untuk mengakui bahwa nilai yang mungkin berbeda antara kelompok-kelompok yang ada dalam suatu negara (Spector dan Solomon, 1990), terutama ketika beberapa kelompok etnik memilih untuk menjaga identitas kelompoknya (Sendut, 1991).

Indonesia merupakan negara dengan banyak ras dan salah satu yang mempunyai kontribusi besar dalam dunia bisnis di Indonesia adalah etnis Tionghoa (Kusumastuti dkk, 2006). Etnis Tionghoa dinilai memiliki etos kerja tinggi, memiliki filosofi bisnis yang menjadi ciri khasnya, yaitu hemat dan disiplin bila dibandingkan dengan orang pribumi sendiri (Sugiyono, 2007). Dengan adanya budaya dan etos kerja yang tinggi dapat meningkatkan kinerja dalam hal ini adalah kinerja presiden komisaris (Setyawan, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:


(43)

H2 : Terdapat hubungan antara latar belakang etnis atau budaya (etnic/culture) presiden komisaris dan environmental disclosure.

3. Latar belakang pendidikan presiden komisaris dan environmental disclosure

Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh presiden komisaris berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki (Ahmed and Nicholls, 1994). Akan lebih baik jika seorang presiden komisaris memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi karena seorang presiden komisaris harus memiliki kemampuan untuk mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis (Bray, Howard, dan Golan, 1995).

Santrock (1995) menyatakan bahwa pendidikan universitas membantu seseorang dalam kemajuan karirnya, di mana seseorang berpendidikan tinggi akan memiliki jenjang karir lebih tinggi dan lebih cepat. Dari uraian di atas, maka dapat dikembangan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Terdapat hubungan antara latar belakang pendidikan presiden komisaris dan environmental disclosure.

4. Jumlah rapat dewan komisaris dan environmental disclosure

Sesuai dengan corporate governance guidelines yang ditetapkan 12 September 2007, dewan komisaris harus memiliki skedul atau jadwal rapat tetap


(44)

dan dapat dilakukan rapat tambahan sesuai dengan kebutuhan serta dilakukan pada saat yang tepat. Hal ini untuk mengetahui apakah operasi perusahaan telah sesuai dengan kebijakan dan strategi perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Brick dan Chidambaran (2007), menunjukkan bahwa semakin banyak rapat yang diselenggarakan dewan komisaris akan meningkatkan kinerjanya. Dari argumen tersebut di atas, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H4 : Terdapat hubungan positif antara jumlah rapat dewan komisaris dan environmental disclosure.

5. Proporsi komite audit independen dan environmental disclosure

Komite Audit mempunyai fungsi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dan sebagai sistem pengendalian (Collier, 1993). Komite audit indepeden tidak terafiliasi dengan perusahaan atau komite lainnya, sehingga kinerjanya dapat dipercaya (McMullen, 1996).

Penelitian Forker (1992) menyatakan bahwa keberadaan komite audit independen meningkatkan kualitas kontrol perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simon (2001) bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Terdapat hubungan positif antara proporsi komite audit independen dan environmental disclosure.


(45)

Dalam menjalankan tugasnya, komite audit minimal mengadakan rapat 4 kali dalam satu tahun (corporate governance guidelines, 2007). Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan kinerjanya agar sesuai dengan tugas dan fungsinya. Selain tercantum dalam corporate governance guidelines, dalam audit committee charter tahun 2005 dinyatakan bahwa semakin banyak rapat komite audit yang dilakukan akan meningkatkan kinerja komite audit. Dari uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis seperti berikut:

H6 : Terdapat hubungan positif antara jumlah rapat komite audit dan environmental disclosure.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada Bab III berikut ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan macam hubungan tertentu, pengaruh atau menetapkan perbedaan kelompok atau independensi dari dua atau lebih faktor dalam subjek yang diteliti (Sularso, 2003). Tujuan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh antara corporate governance, etnis, dan latar belakang pendidikan terhadap environmental disclosure dalam annual report

perusahaan-perusahaan yang telah listing di Bursa Efek Indonesia periode 2007.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2007, yaitu sebesar 380 perusahaan. Penggunaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai populasi karena perusahaan tersebut mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan kepada stakeholders, sehingga memungkinkan data laporan tahunan tersebut diperoleh dalam penelitian ini.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random berbasis alokasi proporsional untuk meyakinkan sampel representatif dari semua sektor industri (Haniffa dan Cooke, 2005), yaitu service, finance, dan manufacture termasuk


(47)

mining. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 90 perusahaan. Rosche (1975) dalam Sekaran (2003:295) menyatakan bahwa dalam analisis regresi berganda ukuran sampel hendaknya minimal sepuluh kali variabel dalam penelitian.

C. Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari laporan tahunan perusahaan tahun 2007. Laporan tahunan dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi, selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholder sebagai sumber utama informasi yang pasti (Deegan dan Rankin, 1997), memiliki potensial yang besar untuk mempengaruhi penyebaran distribusi secara luas (Adams and Harte, 1998), menawarkan deskripsi menajemen pada suatu periode tertentu (Neimark, 1992) dan dapat diakses untuk tujuan penelitian (Woodward, 1998).

Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari Indonesia Capital Market Directory (ICMD), IDX dan dari situs masing-masing perusahaan sampel.

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi variable-variabel penelitian dan pengukurannya.

a. Variabel Independen

Variabel independen terdiri dari proporsi dewan komisaris independen, latar belakang culture atau etnis presiden komisaris, latar belakang pendidikan


(48)

presiden komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komite audit independen, dan jumlah rapat komite audit.

1. Proporsi dewan komisaris independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuanya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Herwidayatmo, 2000). Indikator yang digunakan adalah indikator yang digunakan dalam penelitian Eng dan Mak (2005), yaitu persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.

2. Latar belakang culture atau etnicpresiden komisaris

Latar belakang culture presiden komisaris diukur dengan menggunakan

dummy variable. Indikator yang digunakan adalah dengan mengadopsi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra (2006), yaitu untuk presiden komisaris yang berasal dari pribumi dikode 1, etnis Tionghoa dikode 2, dan berasal dari negara lainnya dikode 3.

3. Latar belakang pendidikan presiden komisaris

Indikator yang digunakan untuk latar belakang pendidikan presiden komisaris adalah apabila presiden komisaris mempunyai latar belakang pendidikan keuangan atau bisnis dikode 1, sedangkan yang lain dikode 0. Indikator tersebut sesuai dengan penelitian Haniffa dan Cooke (2005).


(49)

4. Jumlah rapat dewan komisaris

Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan antara dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Indikator yang digunakan adalah jumlah rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam waktu satu tahun. Hal ini sesuai dengan corporate governance guidelines (2007) dan penelitian Brick dan Chidambaran (2007).

5. Proporsi komite audit independen

Komite audit independen merupakan anggota komite audit yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Indikator yang digunakan adalah persentase anggota komite audit yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran komite audit perusahaan, yaitu sesuai dengan penelitian Forker (1992), dan Simon (2001).

6. Jumlah rapat komite audit

Jumlah rapat komite audit merupakan rapat yang dilakukan oleh komite audit dalam perusahaan. Indikator yang digunakan adalah jumlah rapat komite audit yang diselenggarakan dalam jangka satu tahun, dan sesuai dengan audit committee charter (2005) dan corporate governance guidelines (2007).

b. Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah


(50)

diproksikan dengan menggunakan skor pengungkapan environmental disclosure

pada annual report perusahaan sampel. Skor diberikan pada tiap-tiap item pengungkapan aktivitas lingkungan hidup yang terdapat dalam annual report. Bobot skor yang digunakan adalah menggunakan Indonesian Environmental Reporting Index (IER) yang merupakan hasil penelitian dari Suhardjanto, Tower dan Brown (2007). Penggunaan skor ini dipilih karena bobot yang diberikan sesuai dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup pada perusahaan-perusahaan di Indonesia sehingga hasilnya akan lebih tepat dan akurat.


(51)

Berikut adalah tabel IER:

TABEL 3.1

Indonesian Environmental Reporting Indeks (IER)

No IER Items

IER Index (weighted)

1 Impact of Using Water 3.25

2 Incidents and Fines 3.05

3 Programs for Protection 2.27

4 Waste by Type 1.99

5 Impacts of Activities 1.91

6 Materials by Type 1.84

7 Environmental Expense 1.63

8 Discharges Water 1.58

9 Other Air Emissions 1.54

10 Withdrawals of Ground Water 1.44

11 Land Information 1.43

12 Volume of Water Use 1.41

13 Energy Consumption 1.29

14 Performance of Supplier 1.25

15 Impact of Discharges Water 1.05

16 Impacts of Transportation 1.05

17 Impacts of Products 0.95

18 Land for Extraction 0.84

19 Spills of Chemicals 0.76

20 Indirect Energy 0.67

21 Renewable Initiatives 0.59

22 Habitat Changes 0.42

23 Other Indirect Energy 0.41

24 Recycling Water 0.37

25 Hazardous Waste 0.36

26 Impermeable Surface 0.30

27 Affected Red List Species 0.30

28 Impact of Activities on Protected Areas 0.28

29 Wastes of Material 0.20

30 Direct Energy 0.19

31 Greenhouse Gas Emissions (GGEs) 0.14

32 Recycling Materials 0.10

33 Emissions of Ozone Depleting Substances 0.08

34 Other Indirect GGEs 0.02

35 Operations in Protected Areas 0.02


(52)

c. Variabel kontrol

Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan dan tipe industri.

1. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menggunakan proksi yang sama dengan penelitian

Suhardjanto (2008); Freedman dan Jaggi (2005), yaitu log total aset perusahaan. Total aset digunakan karena total aset berisi keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan baik yang lancar maupun tidak lancar, sehingga lebih menunjukkan ukuran perusahaan yang sebenarnya.

2. Tipe Industri

Perusahaan memberikan informasi sesuai dengan tipe industri yang menjadi usaha mereka (Dye dan Sridhar 1995). Klasifikasi industri yang digunakan didalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Suhardjanto (2008), yaitu:

1. Service dikode 1.

2. Finance dikode 2.

3. Manufacture (termasuk Mining) dikode 3.

E. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif, dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS release 16.


(53)

1. Statistik Deskriptif

Pengujian ini terdiri dari penghitungan mean, median, standar deviasi, maksimum, dan minimum dari masing-masing data sampel. Pengujian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut.

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan logistic regression,

analisis regresi berganda, uji beda t dan ANOVA. a. Logistic Regression

Logistic regression merupakan analisis untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya (Ghozali, 2003).

b. Analisis Regresi Berganda

Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Sebagai prasyarat pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Pengujian asumsi klasik meliputi:

1) Uji Normalitas

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat normal atau tidak. Hasil pengujian normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Sminorv. Kriteria pengujian apabila  value > 0.05 maka data berdistribusi secara


(54)

normal, sedangkan apabila  value < 0.05 data tidak berdistribusi normal. Hal ini didukung juga dengan tampilan grafik histogram dan

normal probability plot.

2) Uji Multikolineritas

Multikolineritas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang sempurna antara beberapa semua variabel independen dalam model regresi. Pendeteksiannya dilakukan dengan menggunakan toleransi value VIF (variance inflation factor). Jika nilai tolerance value 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolineritas.

3) Uji Autokorelasi

Uji ini untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang sempurna antara anggota-anggota observasi. Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi terdapat autokorelasi atau tidak, dapat diketahui melalui uji Durbin-Watson. Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

4) Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas berarti terdapat varian yang tidak sama dalam kesalahan pengganggu. Untuk menentukan heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot, titik yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(55)

Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e

Tabel 3.2

Keterangan Persamaan Regresi Berganda

Simbol Keterangan

Y : Skor IER (environmental disclosure) X1 : Proporsi dewan komisaris independen

X2 : Latar belakang culture atau etnic presiden komisaris, 1 = Pribumi, 2 = Tionghoa, 3 = Lainnya

X3 : Latar belakang pendidikan presiden komisaris, 1 = bisnis / keuangan, 0 = lainnya

X4 : Jumlah Rapat dewan komisaris X5 : Proporsi komite audit independen X6 : Jumlah Rapat komite audit X7 : Ukuran perusahaan

X8 : Tipe Industri, 1= Service, 2= Finance, 3= Manufacture

b0 : Konstan

b1– b8 : Koefisien regresi e : Error

c. Uji Beda T dan ANOVA

Uji beda t digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda, sedangkan anova digunakan untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua) (Ghozali, 2003).


(56)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab IV dalam penelitian ini akan membahas analisis data dan pembahasan hasil analisis.

A. Analisis Deskriptif Data

Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif. 1. Seleksi Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun 2007. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007. Pada tabel di bawah ini akan ditunjukkan mengenai jumlah populasi menurut klasifikasi industrinya:

Tabel 4.1

Populasi dan Klasifikasi Industri

Perusahaan

No Klasifikasi Industri Jumlah Persentase (%) 1 Industri Jasa 66 17.36 2 Industri Keuangan 67 17.63 3 Industri Manufaktur dan lainnya 247 65.00 Total 380 100.00

Berdasarkan teknik pengambilan sampel dalam BAB III, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 90 perusahaan, nama-nama perusahaan sampel dapat dilihat pada (lampiran 1). Jumlah sampel dan klasifikasi industri, dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut:


(57)

Tabel 4.2

Sampel dan Klasifikasi Industri Perusahaan

No Klasifikasi Industri Jumlah Total Persentase (%) 1 Service Industries 15 16.67 2 Finance Industries 17 18.89 3 Manufacture dan lainnya 58 64.44 Total 90 100.00

Terdapat perbedaan jumlah persentase antara populasi dan sampel pada sektor industri jasa dan keuangan diakibatkan keterbatasan data pada sektor jasa, sehingga diganti dengan perusahaan dari sektor industri keuangan.

2. Statistik Deskriptif

Environmental disclosure sebagai variabel dependen dalam penelitian ini diperoleh dari annual report masing-masing perusahaan sampel. Berdasarkan 90 perusahaan sampel tersebut, ternyata hanya ada 44 perusahaan yang mengungkap

environmental disclosure dalam laporan tahunannya atau sebesar 48.89% dari seluruh sampel yang digunakan. Tabel 4.3 akan menyajikan jumlah perusahaan sampel yang mengungkap environmental disclosure.

Tabel 4.3

Perusahaan dengan Environmental Disclosure Perusahaan

No Klasifikasi Industri Jumlah Total Persentase (%) 1 Service Industries 7 7.78 2 Finance Industries 4 4.44 3 Manufacture dan lainnya 33 36.67 Total 44 48.89

Kemudian dari 44 perusahaan tersebut, environmental disclosure akan dibobot dengan menggunakan indeks IER sesuai dengan pengungkapan informasi


(58)

lingkungan yang ada di dalam annual report. Daftar perusahaan dan bobot pengungkapan informasi lingkungan dapat dilihat pada (lampiran 2). Dari ke-44 perusahaan dengan environmental disclosure, sektor keuangan merupakan sektor dengan pengungkapan informasi lingkungan hidup lebih kecil dibanding dengan 2 sektor lainnya. Namun demikian, Bank Permata dalam annual reportnya telah mengungkapkan kegiatan lingkungannya dengan baik,

Untuk mengundang partisipasi karyawan, setiap departemen saling bersaing memperebutkan Green and Clean Award yang didasarkan pada prinsip 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) dan penghargaan diberikan kepada yang terbaik dan terburuk di setiap lokasi utama Permata Bank. Selama tahun 2007, Permata Bank juga melaksanakan berbagai acara termasuk bekerjasama dengan WWF dalam seminar interaktif `Permata Bank peduli Global Warming`, `Tips Gaya Hidup Hijau Ala Permata Bankers`, Eco-Bussiness Tourism yaitu kegiatan benchmarking ke perusahaan yang ramah lingkungan, in-house training OHSAS 18001:2007 dan SO 14001:2004 (Integrated EHS Management System) untuk mensosialisasikan penerapan OHSAS 18001:2007 di Permata Bank tahun 2008 dan Awareness Vendor dengan tema Green Building (AR Bank Permata, 2007).

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mengungkapkan informasi lingkungan rata-rata sebesar 5,40. Nilai rata-rata pengungkapan sebesar 5,40 berarti

environmental disclosure pada annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia masih sangat rendah karena skor total untuk environmental disclosure pada penelitian ini adalah 35. Dari 44 perusahaan dengan nilai rata-rata pengungkapan 5,40 ada 25 perusahaan yang mempunyai bobot pengungkapan di bawah rata-rata, sedangkan 19 perusahaan lainnya mempunyai bobot pengungkapan di atas rata-rata.


(59)

Nilai minimum environmental disclosure pada penelitian ini adalah 0,59 yaitu oleh PT Tira Austenite dan PT Adira Dinamika Muti Finance, yaitu berkenaan dengan aspek keanekaragaman hayati. PT Tira Austenite yang merupakan perusahaan dari sektor industri jasa menyatakan dalam annual reportnya mengenai pengungkapan program penghijauan seperti berikut ini,

Planting of trees in the areas arround in the company offices, to reflect the company`s concern for global warming and to conserve the environmental arround the company (AR PT Tira Austenite, 2007).

Item penghijauan ini juga merupakan item terbanyak kedua yang diungkap setelah item programs for protections dalam annual report perusahaan-perusahan di Indonesia. Terbukti dengan adanya 32 perusahaan yang mengungkapkan pada laporan tahunan. Hal ini disebabkan program penghijauan merupakan program lingkungan yang mudah dilakukan dan menggunakan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan item pengungkapan lainnya.

Nilai maksimum atau bobot tertinggi environmental disclosure sebesar 11,20 dilakukan oleh PT Inco dengan mengungkap 11 item dari 35 item pengungkapan dalam IER. Hal ini dikarenakan PT Inco merupakan perusahaan pertambangan yang aktivitas operasi utamanya bersinggungan langsung dengan alam, sehingga tanggung jawabnya terhadap lingkungan lebih tinggi.

Item terbanyak yang diungkap dalam annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah mengenai programs for protections. Program for Protections merupakan seluruh program yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam menjaga lingkungan akibat aktivitas perusahaan-perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada 38 perusahaan yang mengungkap item


(60)

tersebut, diantaranya adalah PT Semen Gresik Tbk. PT Semen Gresik Tbk dalam

annual reportnya menyatakan,

In performing its environmental management activities, the following strategy has been implemented by the Company, to include:

• Environment Monitoring Program • Environment Management Program • Resources Conservation Program

• Implementing management system related to environment • Clean Development Mechanism (CDM) Implementation (AR PT Semen Gresik Tbk, 2007)

Belum lama ini telah diselenggarakan Konferensi Global Warming and Climate Change di Nusa Dua Bali yang berlangsung mulai tanggal 1 November sampai dengan 15 November 2007 dan diikuti oleh sebagian besar negara-negara di dunia untuk mengurangi efek pemanasan global yang terjadi. Ada beberapa poin penting dalam konferensi ini berkenaan dengan lingkungan hidup, diantaranya adalah kesediaan negara-negara peserta konferensi untuk mengurangi emisi gas yang ada. Indonesia sebagai salah satu negara peserta konferensi yang sangat concern dalam hal global warming tentu saja bersedia untuk mengurangi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya dalam annual report PT Inco,

Suatu contoh yang signifikan adalah keberhasilan kami dalam proyek bernilai $62 juta yang telah selesai pada tahun 2007 di mana kami telah berhasil menekan tingkat emisi debu yang keluar dari seluruh tanur listrik sesuai dengan mandat dari pemerintah (AR PT Inco, 2007).

Aspek dalam GRI 2002 yang sama sekali tidak diungkap dalam annual report perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah mengenai kegiatan transportasi.


(61)

Hal ini dimungkinkan karena aspek transportasi belum menjadi topik atau isu menarik bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan statistik deskriptif dari variabel independen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi dihitung menggunakan alat bantu perangkat statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4

Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian

Variabel Min Max Mean Std.deviasi

ED .59 11.20 5.40 2.62

Prop_DKI 25.00 100.00 42.93 15.06

Rapat_DK 2 77 9.23 12.06

Prop_KAI 25.00 100.00 55.61 22.92

Rapat_KA 1 104 10.26 13.27

Total_Asset 314 312,533,200 17,257,907 46,089,452 Ada sekitar 43% susunan dewan komisaris pada perusahaan-perusahaan di Indonesia terdiri dari anggota komisaris independen. Proporsi ini sudah baik karena berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam pada tanggal 1 Juli tahun 2000, bahwa proporsi dewan komisaris independen adalah 30% dari total anggota dewan komisaris. Komisaris independen mempunyai peranan penting dalam pengungkapan informasi lingkungan pada laporan tahunan. Ada 7 perusahaan (7,77%) yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen 25% dan hanya ada 2 perusahaan yang seluruh anggota dewan komisarisnya terdiri dari komisaris independen yaitu PT Aneka Tambang, dan Millenium Pharmacom International.


(1)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

pro_dki -.009 .029 .097 1 .755 .991

lb_lbc_pk -.384 .696 .304 1 .581 .681

lb_lbp_pk -.690 .755 .837 1 .360 .501

rapat_dk -.013 .026 .240 1 .624 .988

pro_ka -.007 .017 .174 1 .676 .993

rapat_ka .021 .028 .556 1 .456 1.021

ti .119 .463 .066 1 .797 1.127

Aset .000 .000 1.481 1 .224 1.000

Step 1a

Constant .646 1.836 .124 1 .725 1.907

pro_dki -.010 .029 .117 1 .732 .990

lb_lbc_pk -.366 .692 .279 1 .597 .694

lb_lbp_pk -.635 .722 .774 1 .379 .530

rapat_dk -.012 .026 .232 1 .630 .988

pro_ka -.007 .017 .166 1 .684 .993

rapat_ka .022 .027 .635 1 .425 1.022

Aset .000 .000 1.503 1 .220 1.000

Step 2a

Constant .830 1.682 .244 1 .622 2.294

lb_lbc_pk -.347 .695 .249 1 .618 .707

lb_lbp_pk -.697 .702 .987 1 .320 .498

rapat_dk -.015 .024 .413 1 .521 .985

pro_ka -.009 .016 .322 1 .571 .991

rapat_ka .021 .028 .603 1 .438 1.022

Aset .000 .000 1.588 1 .208 1.000

Step 3a

Constant .560 1.492 .141 1 .707 1.751

lb_lbp_pk -.734 .700 1.099 1 .294 .480

rapat_dk -.017 .023 .511 1 .475 .983

pro_ka -.009 .016 .349 1 .555 .991

rapat_ka .020 .028 .495 1 .482 1.020

Aset .000 .000 1.637 1 .201 1.000

Step 4a

Constant .162 1.250 .017 1 .897 1.176

lb_lbp_pk -.640 .676 .897 1 .344 .527

rapat_dk -.017 .023 .536 1 .464 .983

rapat_ka .022 .029 .599 1 .439 1.023

Aset .000 .000 1.995 1 .158 1.000

Step 5a

Constant -.483 .622 .603 1 .437 .617

lb_lbp_pk -.624 .670 .865 1 .352 .536

rapat_ka .017 .024 .509 1 .475 1.017

Aset .000 .000 1.682 1 .195 1.000

Step 6a

Constant -.606 .603 1.010 1 .315 .545

lb_lbp_pk -.697 .661 1.111 1 .292 .498

Aset .000 .000 1.777 1 .183 1.000

Step 7a

Constant -.396 .532 .553 1 .457 .673

Aset .000 .000 1.793 1 .181 1.000

Step 8a


(2)

90

LAMPIRAN 7

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

N

1 31

2 10

LBC_PK

3 3

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable:ED

F df1 df2 Sig.

.412 2 41 .665

Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + LBC_PK

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:ED

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 40.841a 2 20.421 3.289 .047

Intercept 805.073 1 805.073 129.659 .000

LBC_PK 40.841 2 20.421 3.289 .047

Error 254.576 41 6.209

Total 1577.917 44

Corrected Total 295.417 43


(3)

Multiple Comparisons

Dependent Variable:ED

95% Confidence Interval (I)

LBC_P K

(J) LBC_P K

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

2 -.2867 .90621 .946 -2.4903 1.9169

1

3 -3.8630* 1.50666 .037 -7.5267 -.1993

1 .2867 .90621 .946 -1.9169 2.4903

2

3 -3.5763 1.64032 .087 -7.5650 .4123

1 3.8630* 1.50666 .037 .1993 7.5267

Tukey HSD

3

2 3.5763 1.64032 .087 -.4123 7.5650

2 -.2867 .90621 1.000 -2.5487 1.9754

1

3 -3.8630* 1.50666 .042 -7.6239 -.1021

1 .2867 .90621 1.000 -1.9754 2.5487

2

3 -3.5763 1.64032 .105 -7.6709 .5182

1 3.8630* 1.50666 .042 .1021 7.6239

Bonferroni

3

2 3.5763 1.64032 .105 -.5182 7.6709

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 6.209. *. The mean difference is significant at the .05 level.


(4)

92

LAMPIRAN 8

T-Test

Group Statistics

Aset N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

1 27 5.9211 2.45746 .47294

ED

0 17 4.5712 2.73544 .66344

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Equal variances

assumed .214 .646 1.699 42 .097 1.34993 .79475 -.25394 2.95381

ED

Equal variances not


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE DI INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Empiris pada Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2013-2015)

3 30 146

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PUBLIK YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

2 8 82

Corporate Social Responsibility Disclosure: Pengaruh Good Corporate Governance dan Indikator Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Dagang di Bursa Efek Indonesia)

1 8 98

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, ETNIS, DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA

2 16 14

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP CORPORATE ENVIRONMENTAL DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 7

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia).

0 1 15

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Dibursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011).

0 2 19

HESTIN SRI WIDIAWATI S4309035

0 0 102

Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Corporate Governance Disclosure Studi Empiris Pada Perusahaan Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia

0 0 73

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, LATAR BELAKANG ETNIS, LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, DAN GENDER TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA PADA TAHUN 2013

0 1 13