BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
pembahasan.
A. Latar Belakang Masalah
Pada beberapa tahun terakhir ini, Indonesia mengalami permasalahan pencemaran lingkungan seperti halnya negara-negara yang lain Suratno, Darsono,
dan Mutmainah, 2006. Perusahaan dan industri lebih mengutamakan konsep maksimalisasi laba yang berorientasi pada kepentingan pemilik modal yang
menyebabkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya alam dan manusia sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya mengganggu
kehidupan manusia Anggraini, 2006. Gejala-gejala pencemaran lingkungan ini dapat dilihat dari berbagai
bencana yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir bandang di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tanah longsor di Desa Sijeruk Jawa Tengah dan
daerah-daerah lainnya di Jawa dan Sumatera, serta kebakaran hutan di beberapa hutan lindung Kalimantan. Bahkan munculnya banjir lumpur bercampur gas
sulfur di daerah Sidoarjo Jawa Timur merupakan bukti rendahnya perhatian perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktifitas industrinya Ja`far, 2006.
Permasalahan lingkungan menjadi perhatian yang serius, baik oleh konsumen, investor, maupun pemerintah. Pada umumnya, para investor lebih
tertarik pada perusahaan yang menerapkan manajemen lingkungan yang baik dan tidak mengabaikan masalah pencemaran lingkungan Ja`far, 2006. Adanya
kepentingan bisnis untuk menunjukkan reputasi, kredibilitas, dan value added bagi perusahaan dimata stakeholder menjadi dorongan perusahaan untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan dalam annual report mereka. Eipstein dan Freedman 1994 menemukan bahwa investor
individual tertarik terhadap informasi lingkungan yang dilaporkan dalam annual report.
Penerapan pengungkapan lingkungan hidup memberikan keuntungan yang lebih. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Pflieger, Fischer,
Kupfer, dan Eyerer 2005 yang menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan dapat mendatangkan sejumlah keuntungan,
diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab
dimata masyarakat. Dengan pertanggungjawaban itu pula dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana perusahaan memberikan konstribusi positif
maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya Belkoui, 2000.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaporan lingkungan hidup environmental disclosure telah mengalami peningkatan secara signifikan sejak
empat dekade terakhir Bates, 2002; Welford, 1998. Secara umum, penelitian- penelitian mengenai environmental disclosure difokuskan pada hubungannya
dengan kualitas environmental disclosure Cunningham dan D. Gadenne, 2003;
Gamble, 1995; Belal, 2000, hubungan environmental disclosure dengan strategi perusahaan Niskanen dan Terhi Nieminen, 2001; Solomon dan Linda Lewis,
2002; Elkinton, 1994, dan perbandingan pelaporan environmental disclosure antar negara Nyquist, 2003; Atkinton, 1999.
Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi lingkungan hidup Suhardjanto, 2008,
akibatnya banyak perusahaan yang tidak mengungkapkan aktivitas lingkungan hidupnya Anggraini, 2006. Corporate governance yang baik menjadi salah satu
faktor pendorong yang memunculkan akuntansi pertanggungjawaban lingkungan hidup Eng dan Mak, 2003. Corporate governance merupakan kunci atau alat
untuk mengawasi kinerja perusahaan oleh stakeholder termasuk investor. Adanya corporate governance yang baik akan meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas perusahaan, sehingga tanggung jawab lingkungan hidup akan diungkap dalam annual report.
Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji keterkaitan antara mekanisme corporate governance terhadap pengungkapan informasi lingkungan
hidup, yaitu Eipstein dan Freedman 1994, Belkoui 2000, Komar 2004, Simon dan Wong 2001, Eng dan Mak 2003, serta Haniffa dan Cooke 2005.
Proporsi dewan komisaris independen merupakan variabel yang sering digunakan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap environmental
disclosure. Penelitian Chen dan Jaggi 1998 menunjukkan terdapat hubungan positif antara proporsi dewan komisaris independen dengan environmental
disclosure.
Karakteristik personal
presiden komisaris
juga mempengaruhi
environmental disclosure. Hal ini dijelaskan oleh penelitian Haniffa dan Cooke 2005, yang menunjukkan adanya hubungan antara pengungkapan informasi
lingkungan dengan faktor dominan presiden komisaris pribumi yang menduduki jabatan tersebut.
Latar belakang pendidikan presiden komisaris yang berasal dari bisnis keuangan juga menjadi variabel penentu. Presiden komisaris yang mempunyai
latar belakang pendidikan keuangan atau bisnis biasanya berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki, meskipun bukan menjadi suatu keharusan bagi
seseorang yang akan masuk dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, akan lebih baik jika anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi
Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra, 2006. Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk mengawasi jalannya perusahaan
akan efektif bila masing-masing anggota dewan aktif hadir dalam pertemuan dewan komisaris corporate governance guidelines, 2007. Pertemuan dewan
komisaris ini dilakukan baik secara internal maupun eksternal sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya.
Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan berfungsi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan Forker, 1992. Dengan adanya komite
audit, perusahaan akan lebih meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas
perusahaan Simon dan Wong, 2001. Dalam menjalankan tugasnya, komite audit minimal mengadakan pertemuan 4 kali dalam satu tahun corporate governance
guidelines, 2007. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja komite audit sehingga hasilnya dapat maksimal.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Haniffa dan Cooke 2005. Perbedaannya adalah aspek corporate governance yang digunakan dalam
penelitian ini ditambahkan dengan variabel jumlah rapat dewan komisaris dan keberadaan komite audit serta jumlah rapat komite audit. Hal ini dilakukan
dengan alasan bahwa komite audit merupakan komite yang membantu peran dewan komisaris dalam perusahaan. Perbedaan lainnya yaitu, proksi variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan 1 ukuran, yaitu skor indeks, sedangkan dalam penelitian sebelumnya menggunakan indeks
dan content analysis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance
dalam hal ini mengenai proporsi dewan komisaris independen, latar belakang etnis culture dan latar belakang pendidikan presiden komisaris serta komite
audit dengan environmental disclosure. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas,
peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Corporate Governance, Etnis, dan Latar Belakang Pendidikan terhadap Environmental
Disclosure: Studi Empiris Pada Perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia”.
B. Rumusan Masalah