Surga Dunia Dimensi Teologis
86
ketika manusia masih hidup di dunia. Bila perjalanan spiritualnya sempurna, maka ia akan mengalami moksa setelah kematian menjemputnya. Atau, bila ia
tidak dilahirkan kembali, maka perjalanan spiritualnya dilanjutkan setelah kematiannya.
65
Istilah “svarga” juga diserap ke dalam bahasa Jawa menjadi “swagra”. Menurut kamus Bahasa Jawa yang disusun oleh Balai Pustaka Yogyakarta,
surga merupakan alam kenikmatan tempanya para sukma orang-orang yang hidupnya penuh dengan kebajikan. Surga juga tempat para dewa. Karena itu,
juga disebut khayangan. Dalam pengertian semula, surga itu adanya ya sekarang ini. Tidak menunggu hancur leburnya alam semesta. Sekarang ini
para dewa bertempat tinggal di surga. Para sukma orang-orang yang berprilaku penuh dengan kebajikan ada di surga.
66
Terlepas dari apakah Gandhi menyetujui konsep surga yang disebutkan di atas ataupun malah tidak, ia sepertinya lebih menyetujui bahwa jalan ataupun
cara menentukan segalanya karena apa pun yang akan dituju, dicapai, dan dihasilkan oleh manusia akan sesuai dengan apa yang dia diperbuat,
diusahakan, dan diperjuangkannya. Inilah yang dalam agama Hindu disebut dengan karma. Suatu perbuatan dan buah atau balasan dari perbuatan akan
setimpal. Karena hanya percaya pada satu jalan atau cara yakni ahimsa, Gandhi
akan menerapkannya pada semua tujuannya baik moksa, Tuhan, kemerdekaan India, Kebenaran, realisasi jiwa, Keadilan, ataupun surga. Dan seperti sudah
kita ketahui sebelumnya bahwa jalan dan tujuan inilah yang kadang-kadang
65
Ibid., h. 14.
66
Ibid., h. 13.
87
oleh Gandhi dipertukarkan satu sama lainnya. Jalan adalah tujuan dan tujuan adalah jalan. Maka itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa surga yang
dipahami Gandhi juga adalah suatu waktu, tempat, dan keadaan yang terbebas dari kekerasan ahimsa dan surga ini bersifat profan duniawi. Gandhi
bahkan mengatakan, apabila praktik ahimsa menjadi universal, Tuhan akan memerintah di dunia seperti yang dilakukannya di surga
.
67
Dengan demikian, Gandhi di sini sesungguhnya ingin menyatakan bahwa surga tidaklah melulu bersifat adiduniawi dan tidak berlaku bagi para
penduduk bumi yang masih hidup. Baginya, surga yang diimpi-impikan oleh sebagian umat manusia itu bisa dirasakan dan direalisasikan kalau mereka
berpegang teguh pada Kebenaran dengan jalan ahimsa secara universal. Artinya, ahimsa harus menjadi suatu prinsip dan hukum yang mendasari
kesatuan seluruh kehidupan. Manusia juga harus memegang teguh kepada kebenaran satyagraha baik di dunia sosial maupun politik sekalipun pada
saat-saat yang membahayakan. Setiap orang harus dengan seluas-luasnya mempergunakan kemungkinan-kemungkinan yang terkandung di alam
sekitarnya sendiri untuk mencapai kesempurnaan tanpa mencampuri atau menguasai sumber daya alam dan manusia orang lain demi kepentingan
ekonomi semata swadesi. Menjadikan ahimsa sebagai jalan hidup untuk merealisasikan kebenaran. Menjadi pribadi yang berjiwa agung dengan
menghidupi ajaran ahimsa bukan untuk merebut kekuasaan, melainkan untuk mengubah hubungan-hubungan yang tidak adil agar tercipta keseimbangan
hidup bermasyarakat. Pencarian akan kebenaran sesungguhnya sama dengan
67
Thomas Merton, Gandhi tentang Pantang Kekerasan, h. 37
88
pencarian akan Tuhan. Kebenaran adalah Tuhan. Tuhan ada karena Kebenaran ada. Tujuan akhir manusia adalah mencapai Tuhan dan seluruh aktivitasnya
harus dibimbing oleh tujuan ini. Ini hanya dapat dilakukan melalui pelayanan kepada semua orang.
Semangat antikekerasan lahir dari suatu kesadaran batin tentang kesatuan spiritual di dalam dirinya. Keseluruhan konsep Gandhi tentang antikekerasan
tidak akan dapat dipahami apabila hanya dipikirkan sebagai suatu cara untuk mencapai persatuan serta bukan sebagai buah persatuan jiwa yang telah
tercapai sebelumnya. Kehidupan spiritual seseorang adalah tidak lain daripada kehidupan semua orang yang dimanifestasikan ke dalam dirinya.
Ketika setiap orang sudah dapat mengatur dan memerintah secara personal dirinya sendiri dengan bimbingan Kebenaran, maka aturan dan pemerintahan
sosial mungkin tidak diperlukan lagi. Keadaan-keadaan itulah yang diharapkan Gandhi sehingga surga dunia memang nyata.
Gandhi adalah orang pertama dalam sejarah manusia yang memperluas prinsip antikekerasan dari tingkat perorangan personal ke tingkat sosial dan
politik struktural sehingga lebih bersifat universal.
“
Beberapa teman mengatakan kepada saya bahwa kebenaran dan antikekerasan tidak mempunyai tempat dalam politik dan urusan duniawi.
Saya tidak menyetujuinya. Saya tidak memerlukannya hanya sebagai alat untuk kebahagiaan perorangan. Memperkenalkan dan menggunakannya
dalam kehidupan sehari-hari sudah lama merupakan upaya saya.
”
68
Dalam konteks pemikiran Gandhi ini, surga di sini bisa dipahami sebagai wujud kebahagiaan personal juga sosial ataupun parsial juga universal.
Kebahagiaan personal bisa berupa tercapainya Kebenaran di dalam diri setiap
68
Mohandas Karamchand Gandhi, Semua Manusia Bersaudara, h. 103
89
manusia, sementara kebahagiaan sosial bisa berupa tercapainya Keadilan bagi seluruh umat manusia. Kebahagiaan sosial atau universal tidak akan tercapai
jika kebahagiaan personal dan parsial belum dicapai atau didapatkan. Apabila itu terjadi, surga dunia hanyalah angan-angan belaka.