Mahatma Diri Dimensi Politis

96 antikekerasan. Dengan konsep seperti ini, Gandhi mencoba menciptakan sebuah lingkup kemanusiaan universal di mana tiap-tiap kelompok, baik kaum penguasa maupun kaum tertindas, saling mengakui sebagai manusia yang sama derajat dan harkatnya sebagai manusia, bahkan menghidupkan kembali potensi kebaikan orang lain dalam kehidupan manusia . 75 Menurut Gandhi, manusia perlu mengendalikan diri karena peradaban dalam makna kata yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang menghendaki dilipatgandakannya kebutuhan, melainkan menghendaki pembatasan segala kebutuhan dengan sengaja dan sukarela. Hanya dengan cara demikian akan dapat diperoleh kebahagiaan dan kepuasan sejati yang akan meningkatkan kemampuan manusia dalam mengabdi kepada Tuhan. 76 Hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh manusia modern yang menggunakan tolak ukur tingkat kesejahteraan manusia dengan mengukurnya berdasarkan tingkat besarnya konsumsi. Manusia modern justru berasumsi bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi kebutuhan hidup, manusia berarti lebih kaya dan sejahtera . Gandhi sendiri menegaskan bahwa manusia memerlukan keserasian dan kenyamanan fisik pada tingkat tertentu, namun jika melebihi tingkat itu, ia akan menjadi hambatan bagi manusia. Karena itu, cita-cita manusia menciptakan dan memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas, hanya merupakan khayalan dan jerat belaka. Pemuasan kebutuhan fisik dan intelektual manusia pada titik tertentu harus dihentikan sepenuhnya sebelum ia berubah menjadi nafsu keserakahan fisik dan intelektual. Manusia perlu 75 Suratno, “ Mahatma Gandhi 1869-1948 dan Konsepnya tentang Manusia Ideal,” h. 118 76 Mohandas Karamchand Gandhi, Semua Manusia Bersaudara, h. 127. 97 mengatur keadaan fisik dan budayanya agar tidak menjadi hambatan dan ini seharusnya menjadi tujuan bagi pemusatan seluruh tenaga manusia. 77 Selain sebagai makhluk individu dan makhluk Tuhan, manusia juga adalah makhluk sosial karena ia hanya dapat hidup dengan komunikasi bersama sesamanya. Sesama dalam filsafat Gandhi bermakna religius, di mana keterpautan seseorang dengan yang lainnya bersifat religius dan merupakan tanggung jawab yang bersifat religius pula. Sesama juga berarti dari asal mula yang sama, nasib keterlemparan yang sama dan memiliki Tuhan yang sama. Semua manusia menurut Gandhi merupakan ciptaan Tuhan yang sama sehingga semua manusia bersaudara . 78 Dengan asumsi seperti di atas, menurut Gandhi, manusia harus memiliki tingkat kedewasaan sosial yang tinggi. Tidak ada satu kebajikan tunggal pun yang akan mengarah atau akan merasa puas dengan kesejahteraan seseorang saja. Sebaliknya tidak ada kejahatan yang secara langsung maupun tidak, pasti akan mempengaruhi orang lain. Yang dimaksud kedewasaan sosial oleh Gandhi adalah kesadaran bahwa seluruh umat manusia merupakan kesatuan manunggal, sebagai ciptaan Tuhan yang satu. Tentu saja terdapat perbedaan suku, bangsa dan harkat serta martabat namun demikian saling menghormati merupakan kewajiban seluruh umat manusia. Manusia juga harus mencintai alam, tempat di mana ia hidup. Sekalipun dalam alam cukup terdapat daya tolak, tetapi alam itu hidup berkat daya tarik. Alam dapat menjadi lestari berkat adanya rasa sayang timbal balik. Manusia hidup bukan karena penghancuran. Rasa cita diri mendorongnya untuk 77 Ibid., h. 132. 78 Ibid., h. 69. 98 mementingkan orang lain pula. Masyarakat dapat hidup rukun karena adanya rasa saling mengindahkan di kalangan warganya. Pada suatu saat, hukum masyarakat harus diperluas manusia agar mencakup seluruh alam semesta . Manusia antropokosmoteosentris dengan kedewasaan sosial dan mencintai alamnya menyadari bahwa kepentingan menyelamatkan umat manusia dari kerusakan fisik bumi dan atmosfer akan lebih mendorong manusia untuk melakukan transformasi sosial dan budaya ke arah kemanusiaan yang semakin tinggi. Semakin jauh ke depan, akan semakin terasa keperluan untuk mengurangi kadar pemakaian kekuasaan dan kekerasan, dalam segala rupa untuk menyelesaikan beragam problem manusia di zaman modern ini. Dengan demikian, akan semakin besar pula kesadaran dan pengendalian diri kemanusiawian umat manusia. Konsep manusia yang bersifat antropokosmoteosentris dimaksudkan Gandhi sebagai salah satu upaya mencari kebenaran. Asumsinya, kehidupan manusia adalah proses untuk mencoba dan belajar dari kesalahan dengan mawas diri dan disiplin yang kuat. 79 Manusia bergerak maju selangkah demi selangkah menuju pada sifat antropokosmoteosentris. Manusia model ini diyakini akan mampu mengantisipasi peradaban manusia yang senantiasa menuntut perubahan nilai-nilai sosial dan budaya. Terlebih bila dikaitkan dengan melaju kencangnya transformasi iptek. Manusia pada permulaan kehadirannya di bumi, tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan hewan yakni saling memangsa dan hingga kini kita masih bisa melihat kebuasan- kebuasan manusia. Dengan kemajuan ipteknya, dunia modern telah 79 Ibid., h. 117. 99 melahirkan manusia-manusia seperti kelompok Nazi Jerman, militer-fasis Jepang, komunis China, Eropa Timur dan Soviet, dan berbagai kekuasaan totaliter di belahan benua lainnya yang telah menistai kemanusiaan mereka dengan kekejaman yang tidak berperi kemanusiaan. Dari anggapan dasar bahwa manusia pada hakikatnya baik, dapat ditarik kesimpulan, Gandhi ingin menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia kehadirannya tidak merupakan ancaman terhadap eksistensi manusia yang lain. Oleh karena itu, manusia antropokosmoteosentris harus selalu menekankan aspek hubungan yang harmonis antara sesama manusia dan alamnya. Yang paling menarik dari konsep manusia seperti di atas adalah keluasan, keterpaduan, dan kesatuannya. Inilah ajaran dan warisan bahwa kejahatan dari manusia tidak dapat dibinasakan. Kejahatan dari manusia adalah kejahatan bersama dan harus dipecahkan bersama-sama pula. Tetapi manusia terkadang tidak siap untuk tugas bersama karena ia tidak menyadari dirinya dan tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Kalau sudah begitu, tugas manusia adalah kembali kepada hati nuraninya sendiri agar kehidupan dunia menjadi damai. 80 Sayangnya, dalam konsep manusia ini Gandhi tidak mengidentifikasi lingkungan pribadi manusia dengan lingkungan suci. Gandhi juga tidak menjauhkan diri dari kegiatan masyarakat sekuler. Ini menjadi kontradiktif karena pada kesempatan lain Gandhi terkadang memandang bahwa struktur sosial dan budaya manusia pada dasarnya adalah sekuler, dalam arti bahwa 80 Ibid., h. 85. 100 praanggapan-praanggapannya yang paling mendasar adalah tidak religius, akan tetapi ia seringkali menggunakan klise religius sebagai dukungan. Akhirnya seperti yang dibilang Gandhi, manusia berakhir menjadi seperti apa yang dipikirkannya, maka demikian juga dengan India, asalkan tetap memegang teguh kebenaran dengan menggunakan enam kebajikan tertingginya. Akan tetapi di sisi lain Gandhi sendiri mengakui bahwa secara politis pertempurannya sesungguhnya sudah kalah. Tanpa berpuas diri, kasihan pada diri sendiri, ia hadapi kebenaran bahwa hanya tinggal satu. Gandhi harus menyerahkan jiwanya bagi India, nyatanya ia dibunuh oleh seorang saudaranya yang justru gagal diyakinkannya. Dari paparan di atas, apakah konsep mahatma diri yang bersifat antropokosmoteosentris ini akan dapat direalisasikan ataukah akan sia-sia saja, Gandhi sendiri tidak pernah putus keyakinannya, hingga meninggalkan kesan pada sesamanya maupun musuhnya serta membangkitkan padanya suatu tanggapan cinta-kasih serta kebenaran yang ingin dicapai manusia. Sikap ini tidak dapat dimengerti dalam konteks pragmatisme sebab yang menjadi pokok masalah adalah kesetiaan manusia pada kebenaran, bukan dampak nyata pada sesamanya. Konsep mahatma diri yang bersifat antropokosmoteosentris memang harus dilihat apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bukan sekedar idealisme yang sering dianggap utopis dan asketis, tetapi harus dipandang sebagai ajaran yang esensial, yang niscaya diperlukan jika manusia ingin memulihkan kembali hati nuraninya dalam menghadapi perubahan peradabannya yang sarat dengan problema. 101

3. Harmoni Kuasa

Politik merupakan suatu persoalan yang melekat pada lingkungan hidup manusia. Sadar atau tidak, politik ikut mempengaruhi kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat, tidak peduli apakah kita ikut mempengaruhi proses politik atau tidak. Politik selalu berhubungan dengan kepentingan dan tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat public goal, bukan tujuan pribadi private goal. Politik juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang seorang. Dari uraian di atas teranglah bahwa dalam politik terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut adalah; negara state, kekuasaan power, pengambilan keputusan decision making, kebijaksanaan policy dan pembagian atau alokasi distribution. 81 Setiap manusia tidak dapat dipungkiri merupakan subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Dalam setiap kekuasaan selalu ada hubungan relationship. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial. Dengan asumsi tersebut, Gandhi mengakui bahwa manusia tidak mungkin bisa lepas dari hubungan kuasa semacam ini. Kekuasaan juga memiliki berbagai macam bentuk di antaranya kekuasaan sosial dan politik. Namun, perjuangan Gandhi dengan antikekerasannya terbukti merupakan suatu upaya untuk memberi pelajaran bahwa relasi kuasa haruslah seimbang agar tidak ada lagi relasi kuasa yang melahirkan kekerasan personal maupun struktural sehingga tercipta harmoni kuasa. 81 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996, h. 9. 102 Eksperimen-eksperimen Gandhi dengan kebenaran terutama dalam berpolitik bercorak agamais, nasionalis, dan humanis karena politik Gandhi tidak bisa dipisahkan dari agamanya. Dalam berpolitik Gandhi berpegang pada pertimbangan moral dan sebagai agamawan ia berpendapat bahwa tempatnya bukanlah di dalam gua atau biara, melainkan di tengah-tengah hiruk-pikuk perjuangan rakyat untuk hak-haknya dan untuk yang benar. Agama Gandhi membuat politis dan politiknya beragama. 82 Menurut Gandhi, moral, etika, dan agama adalah istilah-istilah yang bisa dipertukarkan. Suatu kehidupan moral tanpa referensi agama seperti sebuah rumah yang dibangun di atas pasir. Agama dipisahkan dari moralitas seperti tong kosong nyaring bunyinya. Moralitas mengandung kebenaran, ahimsa, dan pengekangan diri. Gandhi juga berpendapat bahwa dalam suatu penghayatan kehidupan spiritual yang sejati, seseorang tidak boleh mengotak- ngotakkan kehidupan ke dalam bagian-bagian yang saling terpisah, yaitu ekonomi, sosial, politik, dan agama. Seorang manusia yang sungguh-sungguh beragama tidak akan pernah menerima ketidakadilan di mana pun terjadi pengingkaran terhadap persamaan atau persaudaraan antarmanusia. Sebagai politikus berjiwa agamawan atau agamawan yang berpolitik, beserta segala kemampuan yang diperolehnya dari sikap pembuangan, Gandhi tidak bakal dapat mencapai apa yang dicapainya di Afrika Selatan dan India andaikata ia tidak mempunyai senjata yang unik dan ampuh yaitu satyagraha. Sebagai senjata dalam gerakan politiknya, satyagraha tidak sama dengan perlawanan diam-diam. Perlawanan diam-diam adalah senjata orang-orang 82 Mohandas Karamchand Gandhi, Semua Manusia Bersaudara, h. 86. 103 yang lemah yang dipergunakan karena mereka merasa dirinya lemah dan selama mereka masih merasa dirinya lemah. Ahimsa merupakan tuntutan minimal yang diminta dari manusia, sebab secara spiritual manusia itu bersifat ahimsa. Karena sebagai tuntutan minimal, manusia harus menyadari dirinya bahwa ia secara hakiki membutuhkan sikap itu. Ahimsa harus dijadikan sebagai keyakinan; artinya manusia harus percaya bahwa jalan ahimsa adalah satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan jiwanya. Dengan kata lain, ahimsa memerlukan suatu tindakan yang istimewa yakni suatu tindakan “iman”. Sebagai suatu keyakinan yang mendasar, ahimsa adalah nafas hidupnya, darah dagingnya dan kehidupan. Ini berarti ahimsa menuntut sikap batin yang menyeluruh dan utuh. 83 Paham antikekerasan harus digunakan untuk memengaruhi kekuatan politik tanpa mengalah pada pengaruhnya yang menyimpang. Tetapi pada saat ahimsa ini memikul kekuatan politik maka ahimsa menyangkal dirinya sendiri dan menjadi tercemar. Gandhi mengakui bahwa tidak mungkin suatu negara modern yang berdasarkan pada kekerasan untuk menahan kekuatan kekacauan baik dari dalam maupun dari luar, tanpa kekerasan apa pun. Menurut Gandhi, metode antikekerasan merupakan satu-satunya cara yang pantas untuk menghadapi orang lain yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang tidak seimbang. Cara yang sama ini juga pantas dipakai kalau seseorang mempertahankan kebenaran berdasarkan hawa nafsunya sendiri. Tujuan antikekerasan adalah mengubah, bukan memaksa seseorang supaya takluk. 83 Ibid., h. 37.