Kebenaran Sejati Dimensi Teologis

72 percobaan telah sampai pada kesimpulan bahwa kondisi-kondisi tertentu harus diamati selama mengadakan percobaan itu. 47 Sebelum pada kesimpulan bahwa Kebenaran adalah Tuhan, Gandhi mencoba mendefinisikan bahwa Tuhan adalah Kebenaran. Menurutnya, Tuhan adalah Kebenaran dan kasih. Tuhan adalah etika dan moralitas. Tuhan adalah tidak menakutkan. Tuhan adalah sumber cahaya dan kehidupan, namun dia adalah melebihi semua ini. Tuhan adalah hati nurani, bahkan dia adalah ateismenya orang ateis. Dia melebihi kata-kata dan akal. Dia adalah Tuhan yang personal buat mereka yang merasa kehadirannya. Dia merupakan perwujudan bagi mereka yang memerlukan sentuhannya. Dia adalah intisari yang paling murni. Dialah Tuhan bagi mereka yang menaruh keyakinan. Dia adalah segalanya bagi semua makhluk. Dia ada di dalam diri kita, tetapi tetap dia ada di atas dan di luar kita. Dia sangat menderita. Dia penyabar, tapi juga menakutkan. Buat dia kebodohan bukanlah merupakan alasan. Tetapi, secara keseluruhan dia Maha Pengampun karena dia senantiasa memberi kesempatan kepada manusia untuk menunjukkan penyesalan. Dia adalah Demokrat Terbesar yang dikenal di seluruh dunia, karena dia membiarkan kita tak terkekang dan bebas menentukan pilihan antara yang jahat dan yang baik. Dia pun Tiran Terbesar yang pernah ada, karena dia seringkali menyingkirkan cangkir dari bibir kita dan seakan-akan atas kemauan sendiri. Kita tinggal menggunakan kesempatan yang terlalu kecil itu untuk menunjukkan bukti kepadanya. Karena itu, menurutnya, dalam agama Hindu ini semua disebut sebagai Tuhan yang aneh. 48 47 Ibid., h. 83-84. 48 Ibid., h. 67. 73 Secara samar-samar Gandhi mengaku merasakan bahwa segala sesuatu selalu berubah-ubah dan selalu mengalami kematian. Yang mendasari semua perubahan itu adalah sesuatu kekuatan hidup yang tidak berubah-ubah yang menyatukan semua itu yang menciptakan, memusnahkan, dan menciptakan kembali segala sesuatu. Kekuatan atau jiwa itu adalah Tuhan dan karena tidak ada barang lain yang saya lihat. Keyakinan yang kuat tidak tergoyahkan yang hidup adalah satu-satunya yang diperlukan untuk mencapai tingkat spiritual penuh yang dapat dijangkau oleh manusia. Tuhan sebenarnya tidaklah di luar urusan duniawi kita. Karena itu, bukti lahiriah tidak banyak gunanya, kalau memang ada gunanya, kita pasti gagal merasakannya melalui indera kita karena dia lebih dari itu. Kita dapat merasakannya jika kita menarik diri kita dari indera kita. Musik ilahi tampak hentinya akan mengalun dalam diri kita, tetapi perasaan kita yang gaduh akan menelan bunyi musik yang halus itu yang bunyinya tidak sama dan jauh lebih tinggi daripada apa pun yang dapat kita rasakan atau dengar dengan indera kita. Gandhi berusaha sungguh-sungguh untuk dapat menatap Tuhan dengan jalan memberikan pelayanan kepada umat manusia karena dia tahu bahwa Tuhan itu tidak ada di surga juga tidak ada di bawah, melainkan ada di dalam diri setiap orang. 49 Tuhan itu bukan seorang pribadi. Tuhan adalah kekuatan. Dia adalah sari kehidupan. Dia suci dan kesadaran tanpa cela. Dia abadi, tetapi anehnya semua orang tidak akan dapat memetik manfaat dari atau berlindung di bawah kehadirannya yang meliputi segalanya. Kekuatan hidup yang kita 49 Ibid., h. 68. 74 sebut Tuhan, dengan cara yang sama dapat ditemukan jika kita tahu dan menuruti hukumnya untuk menemukan Dia dalam diri kita. Ada demikian banyak memang definisi mengenai Tuhan karena manifestasinya juga begitu banyak. Manifestasi ini telah membuat Gandhi heran, kagum, dan sesaat telah memesonanya. Tetapi, Gandhi mengatakan hanya mengagungkan Tuhan sebagai Kebenaran. Gandhi sepertinya menerima teori agama Jain tentang banyak sisi dari Kebenaran anekantvada. Dari sini muncul keperluan bagi keterbukaan pikiran dan pencarian jiwa. Dalam keadaan kritis, Gandhi mempercayakan pada suara-dalam inner-voice, yang ia percaya telah dihubungkan pada panggilan Kebenaran melalui praktik yang lama secara terus-menerus. Menurutnya, pengetahuan ilahi tidak dapat dipinjam dari buku-buku, tapi harus direalisasikan dalam diri kita. Buku memang merupakan suatu bantuan, tetapi seringkali dapat merupakan hambatan. 50 Menurut pengertian yang benar-benar ilmiah, kata Gandhi, Tuhan memang merupakan dasar dari segala yang baik dan juga yang jahat. Dialah yang menggerakkan belati seorang pembunuh dan Dialah yang menggerakkan pisau seorang ahli bedah. Meski demikian, Gandhi mengakui tidak pernah menemukan makna ganda Tuhan dalam hubungannya dengan Kebenaran sebab kaum ateis pun tidak berkeberatan mengenai perlu adanya kekuatan dari Kebenaran. Untuk menemukan Kebenaran, para ateis tidak merasa ragu untuk membantah adanya Tuhan, sesuatu yang hanya wajar dilihat dari segi pandangan mereka. Gandhi menyadari bahwa banyak orang meragukan keberadaan Tuhan, 50 Ibid., h. 70. 75 sementara Gandhi menilai tidak seorang pun dapat menyangkal nilai-nilai dasar dari tindakan etis Kebenaran. Karena secara epistemologi cabang filsafat ilmu Kebenaran tampaknya lebih pasti daripada Tuhan, Gandhi mengubah posisi dasarnya dari Tuhan adalah Kebenaran menjadi Kebenaran adalah Tuhan. Namun, Gandhi mengakui ada kesulitan besar, yaitu bahwa jutaan orang menyebutkan nama Tuhan dan atas namanya melakukan berbagai kekejaman demi Kebenaran. Ini tidak berarti bahwa para ilmuwan juga tidak melakukan kekejaman dengan mengatasnamakan Kebenaran. Dengan demikian, menurut Gandhi, sarana satu-satunya yang harus digunakan ialah antikekerasan ahimsa jika manusia ingin menemukan Kebenaran dan Tuhan. Kebenaran secara sangat baik dilayani oleh cinta. Bila tindakan seseorang didorong oleh cinta kepada semua makhluk di alam semesta, tindakan-tindakan itu akan sangat menunjang bagi kebaikan tertinggi. Dengan demikian, cinta adalah kebajikan utama. Kebenaran adalah kebaikan tertinggi. Karena manusia adalah makhluk yang dapat salah, mereka tidak yakin untuk mengetahui Kebenaran Sejati. Definisi Kebenaran tersimpan di relung hati setiap manusia. Kebenaran adalah sesuatu yang kita percaya adalah benar pada saat ini dan itulah Tuhan kita. Bila seseorang mengagumi kebenaran relatif ini, pasti akan memperoleh Kebenaran Sejati atau Tuhan pada waktunya nanti. Gandhi juga mengaku merasa belum menemukannya, tetapi tetap berusaha mencarinya. Dia bersedia mengorbankan hal-hal yang paling dicintainya untuk melakukan pencarian ini bahkan bila pengorbanan itu menuntut jiwanya sekalipun Gandhi berharap bahwa dia dapat memberikannya. Tetapi, selama 76 belum dapat menyadari Kebenaran Sejati ini, selama itu pula Gandhi mengakui berpegang pada kebenaran relatif sebagaimana dia pahami ini. Konseptor negara India ini menyatakan sungguh bukanlah seorang negarawan yang mengenakan pakaian orang suci. Tetapi karena Kebenaran adalah kearifan yang paling tinggi, kadang-kadang tindakannya tampak seakan-akan konsisten dengan kenegarawanan yang paling tinggi. Namun, Gandhi berharap tidak memiliki kebijakan dalam diri kecuali kebijakan dari Kebenaran dan ahimsa. Dia bahkan tidak akan mengorbankan Kebenaran dan ahimsa untuk pembebasan negara atau agamanya sekalipun. Itu semua dengan mengatakan bahwa kedua hal itu memang tidak dapat dikorbankan. Menurut Gandhi, Kebenaran adalah penggambaran tepat tentang Tuhan. Maka tidaklah keliru apabila setiap orang mengikuti Kebenaran menurut petunjuk dan cahaya yang mereka miliki. Kewajiban setiap orang adalah bahkan mencari petunjuk tentang Kebenaran. Kemudian apabila dalam perjalanan mencari dan mengikuti Kebenaran itu seseorang melakukan kekeliruan tetapi ia tetap bersungguh-sungguh dengan Kebenaran, secara otomatis dia akan mengoreksi dirinya. Gandhi akhirnya mengatakan dia hanyalah seorang pencari kebenaran. Gandhi telah mulai menemukan jalan untuk mendekatinya. Dia juga telah berusaha tanpa henti untuk menemukannya. Menurutnya, menemukan Kebenaran sepenuhnya sama dengan menemukan diri sendiri dan tujuan hidupnya adalah untuk mencapai kesempurnaan. Dengan sedih Gandhi juga 77 menyadari ketidaksempurnaannya, tapi justru di sana terletak kekuatan yang dia miliki, karena jarang orang memahami keterbatasannya sendiri. 51

2. Agama Kemanusiaan

Agama yang dimaksud Gandhi bukanlah agama Hindu, melainkan agama yang melebihi Hindu, yang dapat mengubah watak seseorang dan yang mengikat seseorang secara mutlak pada Kebenaran dalam dirinya dan yang sifatnya menyucikan. Agama yang merupakan unsur permanen dalam watak manusia yang tidak memperhitungkan berapa pun harganya untuk dapat mengungkapkannya sepenuh-penuhnya serta membuat jiwa sangat gelisah sampai dapat menemukan dirinya, mengenal Penciptanya, dan menghargai hubungan yang sebenarnya antara Sang Pencipta dan dirinya sendiri. 52 Agama ini meliputi setiap perbuatan kita. Di sini agama bukan berarti sekterianisme atau yang terkungkung pada satu aliran saja. Namun, suatu peraturan moral yang tertib untuk seluruh dunia. Agama adalah sesuatu yang tidak kurang nyata karena memang tidak dapat dilihat. Agama seperti ini melebihi agama-agama Hindu, Islam, Kristen, dan sebagainya, tetapi tidak menggantikan agama-agama itu, malah berjalan serasi serta membuat agama- agama itu lebih realistis. 53 Agama yang dipahami Gandhi bukan agama yang terpenjara. Paling tidak ia memberi tempat bagi makhluk Tuhan. Sifatnya tahan terhadap keangkaraan dan keangkuhan suku, agama, dan warna kulit. Gandhi tidak sependapat dengan mereka yang percaya bahwa kelak hanya akan ada satu agama di muka 51 Ibid., h. 85. 52 Ibid., h. 65. 53 Ibid., h. 69. 78 bumi ini. Oleh sebab itu, dia tetap berusaha untuk menemukan sebuah faktor bersama dan untuk membangkitkan toleransi secara timbal balik. Gandhi memaknai agama bukan secara formal atau secara adat, melainkan sesuatu yang mendasari semua agama, yang akan membawa kita bertemu muka dengan Sang Pencipta. “Saya belum pernah melihat-Nya, begitu juga saya tidak mengenal- Nya. Saya telah ikut menerima keyakinan dunia akan Tuhan, dan karena keyakinan saya itu tidak tergoyahkan, saya memandang keyakinan itu menjadi pengalaman. Namun, karena dapat dikatakan bahwa melukiskan keyakinan sebagai suatu pengalaman sama dengan merusakkan Kebenaran, maka barangkali lebih tepat dikatakan bahwa saya tidak dapat memberi ciri kepada keyakinan saya kepada Tuhan .” 54 Setiap agama mungkin masih memerlukan simbol khusus. Namun, jika simbol lalu dibuat menjadi semacam jimat yang dipuja-puja atau menjadi alat untuk menunjukkan kehebatan agama yang satu terhadap yang lain, atau pemujaan kepada agama melebihi pemujaan kepada Tuhannya, Gandhi menyarankan simbol itu hanya cocok untuk dibuang saja. Menurutnya, pangkal tolak semua agama adalah beriman kepada Tuhan. 55 Agama itu ibarat jalan yang berbeda-beda, namun menuju ke titik yang sama. Dengan begitu, tentu tidaklah menjadi masalah apabila setiap orang menempuh jalan yang berbeda-beda selama masih memiliki tujuan yang sama. Menurut Gandhi, Tuhan telah menciptakan berbagai keyakinan yang berbeda- beda sebagaimana Ia telah menyediakan penganutnya masing-masing. Dengan demikian, Gandhi menyatakan tidak mungkin secara diam-diam dia mempunyai pikiran bahwa keyakinan sesamanya kurang baik dibanding dengan keyakinan Gandhi sehingga berharap bahwa ia akan meninggalkan 54 Ibid., h. 65. 55 Ibid., h. 70. 79 keyakinan atau agamanya itu untuk memeluk agama Gandhi. Dia justru hanya bisa berharap dan berdoa semoga setiap sahabat sejati yang setia hidup bahagia dan tumbuh matang dalam lindungan agamanya sendiri sebab di rumah Tuhan terdapat bagian rumah dan semua sama kudusnya. Sebagaimana halnya setiap manusia itu seharusnya saling menghargai seperti antara sanak saudara sendiri. Penghormatan Gandhi sendiri terhadap agama orang lain sama dengan terhadap agamanya sendiri. Oleh karena itu, tidak mungkin ada gagasan untuk berpindah agama. Setelah mempelajari lama dan seksama serta melalui pengalaman, Gandhi akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa 1 semua agama itu benar, 2 semua agama itu memiliki beberapa kesalahan di dalamnya, 3 semua agama itu bagi Gandhi sama berharganya sebagaimana agamanya sendiri yaitu Hindu. 56 Gandhi percaya bahwa semua agama besar di dunia ini “sedikit banyak” benar. Dia mengatakan “sedikit banyak” karena percaya bahwa segala sesuatu yang telah disentuh oleh tangan manusia––karena fakta bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna—lalu menjadi tidak sempurna. Sempurna sesungguhnya memang satu sifat khusus yang dimiliki oleh Tuhan, dan keadaan itu tidak dapat dilukiskan dan tidak dapat diterjemahkan. Dia percaya betul bahwa setiap manusia dapat berusaha menjadi sempurna. Kita semua perlu mengejar kesempurnaan, tetapi apabila keadaan itu tercapai, lalu tidak dapat dilukiskan atau diceritakan oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, Gandhi harus mengakui bahwa kitab-kitab Weda, Alquran, atau Injil pun semua merupakan sabda Tuhan yang tidak sempurna dan karena 56 Ibid., h. 69.