Pantai Bokek (Studi Deskriptif Pemanfaatan Objek Wisata Sungai Belawan Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang)

(1)

PANTAI BOKEK

(Studi Deskriptif Pemanfaatan Objek Wisata Sungai Belawan Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Antropologi

Disusun Oleh : Rikardo Hutauruk

040905021

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut World Tourism Organization, suatu badan yang berafiliaisi dengan Perserikatan Bangsa-bangsa, kepariwisataan adalah industri terbesar di dunia. World Travel and Tourism Council sebuah organisasi yang berada di Brusell dan terdiri atas pimpinan eksekutif dari perusahaan-perusahaan besar yang mewakili semua sektor usaha pariwisata dunia membiayai suatu penelitian yang dibuat oleh Wharton Economic Forecasting Association yang memperkirakan jumlah produksi bruto perjalanan dan pariwisata dalam tahun 1993 mendekati US$ 3,2 triliun, atau sekitar 6% dari Produksi Nasional Dunia Bruto (World’s Gross National Product), sehingga membuat kepariwsataani tumbuh dua kali lipat kecepatan pertumbuhan GNP. Terdapat 127 juta orang yang bekerja dalam industri ini di seluruh dunia. Pariwisata adalah pendorong kesempatan bekerja yang besar. Untuk setiap $ 1 juta penerimaan yang timbul dari industri ini tercipta 20.000 pekerjaan baru. Sekitar 31 % dari pengeluaran total dunia dalam dunia dalam masyarakat Eropa; Amerika Serikat dan Kanada menyumbang sekitar 30 % dari pengeluaran total.

Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang-orang yang melakukan perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan-perusahaan yang melayani mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau menyenangkan (lunkberg,1997).


(3)

Seorang wisatawan didefenisikan sebagai seseorang yang berada jauh dari tempat tinggalnya ( jarak jauhnya ini berbeda-beda ). Pariwisata dalam konteks ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek, dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (Pendit, 2003: 14).

Didalam dunia pariwisata diperlukan biaya-biaya yang digunakan oleh wisatawan, biaya-biaya tersebut disebut dengan ekonomi pariwisata Ekonomi pariwisata mengukur jumlah perjalanan ini dan konsekuensi ekonominya yang langsung maupun tidak langsung akibat pengaruhnya. Defenisi-defenisi dan metode-metode pengumpulan informasi pariwisata sangat berbeda dan masih terus berubah. Kepariwisataan memiliki beberapa dimensi lain selain ekonomi, diantaranya kompleks interaksi dan akibat-akibatnya yang terjadi sebelum, selama, dan setelah sesuatu perjalanan pariwisata.

Sebelum mengkaji lebih lanjut mengenai pariwisata dan memperkirakan pengaruhnya terhadap perekonomian, lingkungan fisik dan sosial, maka terlebih dahulu perlu dibuat defenisi yang tepat. Frechting menyatakan bahwa definisi-defenisi untuk penelitian kepariwisataan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Harus benar dan tidak bernilai meragukan serta harus secara jelas mendefenisikan tentang sesuatu aktivitas yang berbeda dengan seluruh aktivitas lainnya. Yakni harus tidak ada keraguan mengenai apa yang mencakup atau tidak mencakup dalam suatu kategori.


(4)

2. Mempermudah proses pengukuran yang konsisten dan obyektif.

3. Pembuatan definisi yang mengacu pada penelitian-penelitian terpenting mengenai perjalanan wisata dan penggunaan bahasa sehari-hari (linguistik) untuk mempermudah perbandingan antara hasil-hasil yang dicapai dengan hasil penelitian.

Prinsip-prinsip diatas kurang mendapat perhatian dalam penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan hingga dewasa ini. Dalam kenyataannya jumlah defenisi mengenai kepariwisataan yang sekarang ini ada hampir sama banyaknya dengan jumlah pengkajian fenomena kepariwisataan yang telah di lakukan oleh Frechtling, ditemukan empat puluh tiga defenisi yang berbeda untuk tiga istilah, yaitu traveler, tourist, dan visitor. Penemuan tersebut di atas menunjukkan kurangnya koordinasi dalam penelitian-penelitian mengenai perjalanan dan hal ini menghanbat perbandingan-perbandingan antara data penelitian perjalanan.

“Dunia kepariwisataan memiliki beberapa faktor-faktor atau dampak-dampak negatif maupun dampak positif, dimana dalam pembentukan kepariwisataan memerlukan perencanaan yang didalam dunia pariwisata tersebut harus disertai dengan pertimbangan-pertimbangan (Happy Manurung:2002).”

Berdasarkan pendapat tersebut maka Dampak negatif dan positif pembentukan kepariwisataan itu diuraikan antara lain:

Dampak negatif :

1. Terjadinya tindakan-tindakan susila disekitar tempat pariwisata. 2. Penyakit –penyakit HIV semakin berkembang.

3. Keadaan alam yang semakin berubah membuat ekosistem alam terganggu.


(5)

Dampak positif :

1. Menambah pendapatan masyarakat sekitar objek pariwisata. 2. Membuka lapangan kerja.

3. Membuat tempat atau lokasi pariwisata semakin berkembang. 4. Menambah pendapatan devisa Negara.

Dari semua paparan dampak pembentukan kepariwisataan tersebut membuat gambaran bahwa kepariwisataan adalah sesuatu kegatan yang perlu perencanaan seperti yang telah dikatakan oleh Frechtling.

Pada bagian ini penulis ingin mendeskriptifkan bagaimana pengolahan sarana wisata alam yang menekankan sektor wisata sederhana yang artinya pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sektor wisata alam digunakan dalam kepariwisataan. ketertarikan penulis membahas permasalahan ini dilihat dari kemampuan objek wisata ini mendatangkan para wisatawan dosmestik untuk menikmati objek wisata tersebut. Penulis memiliki pandangan bahwa Pantai Bokek ini sebagai objek pariwisata yang perlu dikembangkan, dengan demikian objek wisata Pantai Bokek dapat sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat.

Objek wisata yang dibahas dalam penulisan ini adalah suatu objek wisata pemandian yang berada di antara perbatasan kota Medan dengan kabupaten Deli serdang yaitu lebih dikenal dengan nama “Pantai Bokek’. Penamaan tempat ini sampai penulis membahas permasalahan ini belum menemukan keabsahan nama tempat ini, akan tetapi sebagian besar orang yang datang ketempat wisata ini menyebutkan tempat ini dengan ‘Pantai Bokek”.


(6)

Pantai bokek ini adalah sebuah tempat wisata yang mengandalkan objek wisata alam, dimana sarana yang didapatkan di tempat ini sangat sederhana berupa tempat perteduhan yaitu gubuk atau biasanya disebut dengan gubuk kitik-kitik (kecil), toilet darurat, tempat jajanan atau makanan ringan dan beberapa warung kopi beserta kedai tuak. Dengan adanya fasilitas di tempat pemandian ini banyak sekali orang yang datang sehingga membuat ketertarikan penulis membahas lokasi objek wisata ini. Tempat pemandian Pantai Bokek berada di sungai Belawan Desa Tanjung Selamat Kecamatan Tuntungan kabupaten Deli serdang.

1.2 Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka permasalahan yang diajukan adalah bagaimana pengolahan kepariwisataan dilakukan ditempat wisata Pantai Bokek. Permasalahan ini diuraikan ke dalam dua pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap objek pariwisata Pantai Bokek?

2. Bagaimana bentuk pengolahan kepariwisataan di objek pariwisata Pantai Bokek ?

1.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di objek wisata Pantai Bokek sungai Belawan Desa Tanjung Selamat Kecamatan Tuntungan Kabupaten Deli Serdang. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pada ketertarikan oleh penulis atas


(7)

fenomena yang terjadi akibat adanya lokasi objek wisata, yaitu dampak negatif dan karena kurangnya promosi daerah-daerah pariwisata.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pengolahan kepariwisataan, perencanaan kepariwisataan dilakukan di objek wisata pantai bokek. Secara khusus, penelitian ini mendeskripsikan bagaimana pengolahan kepariwisataan yang dilakukan di pantai bokek serta bagaimana ketertarikan wisatawan untuk datang ketempat wisata tersebut.

Manfaat penelitian, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan ilmu khususnya Antropologi, dalam pengolahan kepariwisataan. Secara praktis, dapat memberikan masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam pengolahan serta pengembangan kepariwisataan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini yang digunakan dalam pandangannya yaitu pandangan konigtif. Dimana pandangan konigtif tersebut menjelaskan tentang sistem pengetahuan manusia yang memiliki kebudayaan. Pembangunan merupakan salah satu bagian pengetahuan manusia yang berbudaya untuk memenuhi serta melanjutkan kehidupannya. Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk hidup dan mahluk sosial saling berhubungan dalam menciptakan tindakan-tindakan terhadap lingkungannya (Parsudi Suparlan,1985), Brown (1965) dan Malinowsky (1933) menjelaskan bahwa perkembangan kajian ekologi manusia keseluruhan berkaitan dengan hal material, dimana dijelaskan


(8)

dan dilihat keberagaman yang ada saling terintegrasi dan menyesuaikan antara satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk perubahan yang kompleks secara fungsional.

Pembangunan merupakan suatu usaha responsif manusia terhadap lingkungannya. Apakah itu lingkungan sosial, ekonomi ataupun lingkungan alamnya. Pembangunan itu berarti juga sebagai usaha yang dilakukan secara sadar dan mendasar untuk menciptakan kondisi yang lebih baik. Esensi dari pembangunan itu adalah menciptakan (sesuatu yang berguna) yang belum ada menjadi ada dan meningkatkan yang telah ada. Dan tujuan akhir dari pembangunan itu adalah bagi manusialah subjek dan objek pembangunan tersebut (Astrid, 1984).

Dengan dilakukannya pembangunan oleh manusia membuat kepariwisataan merupakan bagian dari pembangunan dan kepariwisataan merupakan sektor pemacu pembangunan. Kepariwisataan adalah bagian ataupun sektor usaha yang membidangi pariwisata, yang dimana pariwisata tersebut membuat pendapatan yang sangat besar dalam pembangunan.

Sesuai perkembangan, kepariwisataan seharusnya bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam tambahan, perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata. Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf perkembangan ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang


(9)

masuk dalam pendapatan untuk wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata. Pada waktu yang sama, ada nilai-nilai yang membawa serta dalam perkembangan kepariwisataan. Sesuai dengan panduan, maka perkembangan pariwisata dapat memperbesar keuntungan sambil memperkecil masalah-masalah yang ada (Happy Marpaung, 2002).

Menurut TAP MPR No. ll/ 1993 Tentang GBHN menyatakan serta mengamanatkan bahwa pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sector lin yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan Negara serta penerimaan devisa meningkatkan melalui pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional. Pembangunan pariwisata harus merupakan pembangunan berencana serta menyeluruh sehingga pada akhirnya dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial dan kultural. Disamping itu rencana tersebut harus memberikan kerangka perencanaan untuk mendorong dan mengendalikan pembangunan pariwisata sehngga dampak positif dapat dimaksimalkan dan dampak negatif diminimalkan.

Dengan adanya pembangunan pariwisata pada beberapa daerah berarti sumber-sumber yang biasanya digunakan penduduk setempat sekarang harus dibagi dengan para wisatawan, hingga situasi demikian ini tidak dapat menimbulkan benih-benih sakit hati, khususnya pada msyarakat setempat tang merasa tidak diuntungkan secara langsung oleh adanya kegiatan pariwisata itu. Meningkatnya benih-benih dendam tersebut dapat terjadi pada saat sumber-sumber yang disebut sebagai sumber-sumber milik umum (common resources) harus


(10)

dibagi atau sepenuhnya tidak bisa digunakan oleh penduduk setempat (Butler R.W, 1974).

Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan).

Pada dasarnya kebudayaan memiliki unsur-unsur yang terjalin dan saling berhubungan satu dengan yang lainya. Adapun mengenai unsur-unsur kebudayaan menurut Koenjtaraningrat, bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, 5. Sistem Mata Pencaharian, 6. Sistem Religi, dan 7. Kesenian (Koentjaraningrat, 1996: 80-8).

Kebudayaan fisik meliputi semua benda atau objek fisik hasil karya manusia, seperti rumah, gedung bersejarah, perkantoran, jalan, jembatan, jalan, mesin-mesin, dan sebagainya. Oleh karenanya, sifatnya pun paling konkrit, mudah diraba dan diobservasi. Kebudayaan fisik merupakan hasil dari aktivitas sosial manusia (Maran, 2007: 49).


(11)

Seperti yang diketahui, bahwa antropologi sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Dimana antropologi memiliki beberapa sub bidang ilmu di dalamnya. Salah satu sub bidang ilmu dalam antropologi adalah antropologi pariwisata. Hubungan antropologi dan pariwisata adalah membahas dua hal utama yaitu relevansi teori-teori antropologi dalam melihat berbagai masalah dalam pariwisata dan masalah kedudukan peneliti dalam proses representasi. Pokok pembahasan mencakup masalah-masalah pembentukan tradisi, identitas dan hubungan antar suku bangsa, politik, pariwisata, stereotipe dan pengalaman, serta masalah penulisan dan otoritas etnografi.

Relevansi teori-teori antropologi dalam menjelaskan gejala pariwisata dan relevansi kajian pariwisata bagi perkembangan teori-teori antropologi akan diperlihatkan melalui pembahasan yang mencakup permasalahan permasalahan yang muncul di kalangan wisatawan, dalam industri pariwisata, maupun di masyarakat daerah tujuan wisata itu sendiri. Konsep-konsep dan teori-teori mengenai perjalanan (the journey), the Other, identitas, rekacipta budaya, dan asimilasi yang akan digunakan untuk mengkaji.

Hubungan antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai asset dalam dunia pariwisata. Kajian teori dan konsep-konsep antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek budaya masyarakat sebagai asset pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai dari aspek budayanya.

Antropologi pariwisata memiliki fokus pada masalah pariwisata dari segi sosial budaya. Adapun sosial budaya disini adalah sistem sosial, dan sistem


(12)

budaya yang berkembang antara pariwisata. Pariwisata merupakan perjumpaan antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi. Dimana sistem sosial dan sistem budaya setempat sebagai variabel yang dipengaruhi (MH. Graburn, 1975).

Smith (1981:475) mengatakan bahwa :

“Anthropology has important contributions to offer to the study of tourism, especially through … basic ethnography … as well as the acculturation model and the awareness that tourism is only element in culture change.”

Secara singkat pendapat tersebut dapat diartikan sebagai peran penting antropologi dalam kajian mengenai wisata, dimana peran antropologi terfokus pada penggunaan etnografi dalam melihat fenomena pariwisata dan melihat bentuk akulturasi dan perubahan kebudayaan sebagai bentuk kesadaran dalam pariwisata.

Antropologi membandingkan cara hidup, budaya dari suatu kelompok manusia dengan manusia lainnya dan yang menyangkut segala sesuatu tentang manusia. Penelitian dasar antropologi pada pariwisata adalah bertujuan untuk lebih memahami berbagai macam tindakan-tindakan wisatawan dalam konteks budaya yang berbeda . selain itu kajian antropologi pada pariwisata adalah untuk menyingkap cara yang digunakan wisatawan untuk memberikeuntungan kepada daerah tujuan wisata dalam upaya mengembangkan dunia wisata. Para antropolog juga ingin mengetahui pengaruh dari tindakan orang-orang yang ada di daerah tuan rumah terhadap wisatawan-wisatawan itu sendiri.

Pariwisata sendiri adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan. Hal ini membuktikan bahwa ini erat hubungannya dengan antropologi.


(13)

sebagai calon wisatawan sebagai dasar atau awal usaha pemenuhan kebutuhan yang benar-benar mereka inginkan. Hal ini diciptakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya (Sukadijo, 1996: 2).

Ada berbagai pendapat dalam mendefinisikan kata pariwisata tersebut, namun hal yang paling penting adalah kita harus memandang pariwisata secara menyeluruh berdasarkan scope (cakupan) atau komponen yang terlibat dan mempengaruhi pariwisata antara lain:

1. Wisatawan

2. Setiap wisatawan ingin mencari dan menemukan pengalaman fisik dan psikologis yang berbeda – beda antara satu wisatawan dengan wisatawan lainnya. Hal inilah yang membedakan wisatawan dalam memilih tujuan dan jenis kegiatan di daerah yang dikunjungi.

3. Industri Penyedia Barang dan Jasa

4. Orang – orang bisnis atau investor melihat pariwisata sebagai suatu kesempatan untuk mendatangkan keuntungan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan.

5. Pemerintah Lokal.

6. Masyarakat setempat, masyarakat lokal biasanya melihat pariwisata dari faktor budaya dan pekerjaan karena hal yang tidak kalah pentingnya bagi masyarakat lokal adalah bagaimana pengaruh interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal baik pengaruh yang menguntungkan maupun yang merugikan.


(14)

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa pariwisata merupakan gabungan dari sejumlah fenomena yang muncul dari interaksi antara wisatawan, industri penyedia barang & jasa, pemerintah lokal, dan masyarakat setempat dalam sebuah

proses untuk menarik dan melayani wisatawan (http://madebayu.blogspot.com/search/label/definisi pariwisata dan wisatawan).

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek wisata dan daya tarik wisata. Objek wisata dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Sementara wisatawan sendiri adalah orang-orang yang melakukan perjalanan wisata (Pendit, 2003: 14).

Urry (1990:2) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan yang terencana untuk melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lainnya dan menetap di tempat tersebut sebagai bagian dari perjalanan yang dilakukan.

Pariwisata dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu proses perjalanan mencari pengalaman, pengetahuan atas suatu wilayah dan berdiam dalam jangka waktu tertentu, sedangkan Grunewald (2006) menawarkan suatu konsep definisi atas wisata dengan menjelaskannya sebagai suatu kegiatan perjalanan dari satu wilayah menuju wilayah lainnya yang berbeda dengan daerah tempat tinggal, kota maupun negara asal. Konsepsi wisata yang dipaparkan sebelumnya membentuk suatu landasan mengenai diskusi wisata berkaitan dengan potensi.

Adapun jenis-jenis pariwisata itu sendiri adalah: Wisata Budaya, Wisata Kesehatan, Wisata Olahraga, Komersial, Wisata Industri, Wisata Politik, Wisata konvensi, Wisata sosial, Wisata Pertanian, Wisata maritim (bahari), Wisata Cagar


(15)

Alam, Wisata Buru, Wisata Pilgrim dan Wisata Sejarah. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah wisata sejarah (Marpaung, 2002: 19)

Keselarasan antara alam dan lingkungan sangat dibutuhkan antara satu dengan yang lain, dimana di dalamnya terkandung sistem nilai yang disebut kebudayaan, yang dimana budaya merupakan hasil pola pikir manusia yang dituangkan ke dalam tingkah lakunya sehari-hari yang menjadi pedoman bagi dirinya yang berasumsikan larangan dan peraturan yang memberikan sanksi bila dilanggar, yang semuanya diwujudkan dalam mengelola lingkungan mereka

(Spreadly, 1972). Sejalan dengan pengertian tentang pembangunan bahwa hal tersebut

merupakan suatu responsif terhadap lingkungannya telah dilakukan di tempat pemandian Pantai Bokek tersebut. Pengelolahan sungai belawan ini dijadikan sebagai suatu objek wisata alam oleh manusia (pengelola wisata) merupakan suatu bentuk pembangunan. Suatu responsif yang dilakukan manusia membuat pantai bokek tersebut sebagai bagian dari pembangunan. Dengan demikian pembangunan yang dilakukan merupakan pembangunan dalam kepariwisataan.

Pada objek wisata pantai bokek ini yang ditekankan dalam pembangunan ialah memberikan keuntungan bagi wisatawan dan masyarakat sekitar pantai bokek. Seperti yang telah diutarakan di atas oleh Happy Manurung bahwa tujuan kepariwisataan adalah memberikan keuntungan baik wisatawan dan juga masyarakat sekitar daerah pariwisata. Pariwisara yang ada di pantai bokek dapat memberikan kehidupan standar kepada warga sekitar melalui keuntungan ekonomi yang di dapat oleh tempat wisata sehingga sampai penulis membuat


(16)

laporan ini menunjukkan bahwa pantai bokek tersebut memiliki peranan bagi masyarakat sekitar dan wisatawan.

Antara pariwisata dengan kebudayaan memiliki hubungan yang dapat dijelaskan berdasarkan dari cerita. Dimana hubungan antara pariwisata dan kebudayaan berawal dari rasa ingin tahu seseorang. Perasaan ini yang mendorong orang untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan penyimpulan bahwa makin banyak orang melakukan perjalanan, makin bertambah pula pengetahuan serta pengalamannya. Kemudian berlanjut pada bertambahnya ‘kekayaan’ intelegensia dan jiwanya. Hal inilah yang dinamakan emansipasi seseorang (Pendit, 2003: 195).

Konferensi Pariwisata Internasional yang disponsori oleh Perserikatan Bnagsa Bangsa (PBB) (Roma, 22 Agustus-5 September 1963) telah memberikan tekanan akan pentingnya arti nilai sosial dan budaya kepariwisataan, dimana hubungan yang dihasilkan selalu merupakan faktor dan cara yang paling utama untuk menyebarkan ide-ide dan pengertian tentang kebudayaan satu dan yang lainnya.

Kebudayaan nampak dalam tingkah laku dan hasil karya manusia (culture in act and artifact). Manifestasi kebudayaan itulah yang diharapkan kepada wisatawan untuk dinikmati sebagai atraksi wisata. Dengan kata lain, di belakang manifestasi kebudayaan terdapat nilai kebudayaan yang dapat dijual (Soekadijo, 1996: 288-289).

Dokumen UNESCO (United nations educational, Scientific and Culture Organizatio) Nomor E/ CONF. 47/8, mengandung gagasan-gagasan yang menyatakan bahwa perhatian khusus harus diberikan dengan jalan serasi untuk


(17)

mempelajari dan meneliti faktor-faktor kebudayaan dalam pariwisata. Pentingnya faktor kebudayaan ditinjau dengan segala daya upaya untuk memajukan pariwisata internasional maupun untuk memperluas penyebaran ide-ide dan pengertian tentang kebudayaan antar negara.

Pariwisata yang berhubungan dengan penelitian etnografi, sebagai antropolog tidak boleh mengabaikan wisatawan selama penelitian lapangan dan tidak juga boleh mengabaikan keseriusan pariwisata sebagai suatu akademisi penelitian yang berhubungan untuk mengambil peran aktif dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata sebagai disiplin ilmu penelitian antropologi. Pemahaman melalui pendekatan secara interpretatif adalah aspek penting dalam mempelajari pariwisata sebagai suatu karya etnografi.

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Tipe penelitian

Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci tentang pengolahan pariwisata di Pantai Bokek dan ketertarikan wisatawan dosmestik terhadap objek wisata Pantai Bokek.

1.6.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskripsi, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai Pantai Bokek sebagai objek wisata.


(18)

Penulis tertarik dalam meneliti tentang Pantai Bokek sebagai suatu objek wisata yang memiliki pengaruh dalam dunia kepariwisataan yang selama ini terus berkembang.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, pengetahuan tentang Pantai Bokek ataupun ungkapan yang ada pada pihak-pihak terkait yang diteliti mengenai segala suatu yang berkaitan dengan upaya dan peran serta perkembangan Pantai Bokek, justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

Dalam mengadakan penelitian ini data yang digunakan di bagi atas dua kelompok yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan, melalui observasi dan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui berbagai sumber seperti : buku, literature, jurnal, tesis, laporan penelitian, skripsi, serta bahan-bahan relevan lainnya.

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan metode observasi (pengamatan) dan wawancara mendalam. Observasi yang digunakan adalah observasi non partisipasi yang dilakukan untuk mengamati tentang : keadaan pariwisata pantai bokek, sarana pariwisata pantai bokek, pengunjung pantai bokek dan pengusaha yang berusaha di pantai bokek. Observasi juga dilengkapi dengan kamera photo untuk mengabadikan hal-hal yang tidak terobservasi di lapangan. Di samping itu, hasil photo yang dilakukan dapat dijadikan sebagai penegasan data di lapangan.

Wawancara mendalam ditujukan untuk menggali informasi yang didapatkan dari informan. Informan terbagi atas tiga jenis yaitu informan awal,


(19)

informan kunci dan informan biasa. Informan awal dalah orang yang pertama kali memberitahukan tentang keadaan wisata pantai bokek kepada penulis. Dalam penelitian ini yang menjadi informan awal adalah pemerintah, wisatawan serta pengusaha tempat pariwisata. Sedangkan untuk informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala desa, pengusaha objek wisata alam pantai Bokek dan beberapa tokoh masyarakat.

Wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan kunci untuk memperoleh imformasi tentang : sejak kapan wisata alam Pantai Bokek beroperasi dan bagaimana pengolahan wisata alam pantai bokek tersebut.

Untuk wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana pandangan pengunjung beserta masyarakat sekitar tentang ketertarikan pengunjung (wisatawan) untuk menikmati wisata alam Pantai Bokek tersebut. Informan biasa adalah pengunjung wisata alam Pantai Bokek dan masyarakat sekitar yang tinggal dikawasan pantai bokek. Di dalam pengambilan informan dilakukan secara snow ball sampling atau bola salju. Di mana informan didapat melalui petunjuk informan yang pertama. Wawancara mendalam digunakan dengan pedoman wawancara dan di bantu dengan tape recorder sebagai alat rekam untuk merekam hasil wawancara sehingga dapat menghindari kelupaan dalam menulis laporan.

1.7 Analisis Data

Analisis data merupakan sebuah pengkajian di dalam data yang mencakup perilaku objek, atau pengetahuan yang teridentifikasi. Hasil pengumpulan data penelitian akan dianalisis secara kualitatif. Beberapa hal yang dilakukan dalam


(20)

analisa data yaitu : pemilihan, pemilahan, kategorisasi dan evaluasi data. Data yang diperoleh tersebut dianalisis menggunakan teknik analisis domain.

Teknik analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum, namun relative utuh tentang objek penelitian. Dengan kata lain, analisis hasil penelitian ini hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran penelitian seutuhnya dari pengolahan kepariwisataan wisata alam pantai bokek. Sesungguhnya analisis data dilakukan mulai pada saat meneliti atau selama proses pengumpulan data berlangsung sampai penulisan laporan penelitian selesai.

Dapat dikatakan bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data ini diperlakukan sebagaimana adanya, tanpa dikurangi, ditambahi ataupun diubah, sehingga tidak akan mempengaruhi keaslian data-data tersebut. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan hasil wawancara.


(21)

BAB II

LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah

Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25

keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu

Perbaungan.

Sebelum

Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini merupakan dua pemerintahan

yang berbentuk Kerajaan (Kesultanan) yait

Dalam masa pemerintahan

Sumatera Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara

spontan menuntut agar NST


(22)

masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional.

Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan NRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tidak bersedia.

Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari

UUD RIS diubah sehingga sesuai denga

tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) Afdeling, salah satu diantaranya Deli en Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribukota Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota Medan, Bovan Deli beribukota Pancur Batu, Serdang beribukota Lubuk Pakam, Padang Bedagai beribukota Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin oleh Kontelir.

Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur

tanggal

Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) Kewedanaan yaitu Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei / Kota Tebing Tinggi pada waktu itu ibukota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota


(23)

Medan meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang dan Bedagei.

Pada tanggal

menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-Undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD).

Tahun demi tahun berlalu setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati dan ditetapkanlah bahwa Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang

adalah tanggal

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986. Demikian pula pergantian pimpinan di daerah inipun telah terjadi beberapa kali.

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan

yang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Utara

da

dan 902 Kampung. Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena


(24)

kota Medan, Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km².

Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun

yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dar

Tahun

Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah

dengan lahirnya Kabupaten bar

Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka luas wilayahnya sekarang menjadi 2.394,62 km² terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar

mencapai 3,34% dari luas


(25)

(Sumber : 2011)

Sebelum Perang Dunia II atau tepatnya sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17-8-1945, Kabupaten Deli Sedang adalah merupakan daerah Kesultanan Deli dan Serdang. Kesultanan Deli berkedudukan di Medan dan Kesultanan Serdang berkedudukan di Perbaungan. Kedua wilayah tersebut dalam masa penjajahan adalah merupakan Karesidenan Sumatera Timur sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kekuasaan kesultanan berakhir dan struktur pemerintah disesuaikan dengan pemerintah Indonesia dan kesultanan Deli dan Serdang dijadikan daerah kabupaten Deli Serdang.

Mulai Tahun 1945 daerah kabupaten Deli Serdang, secara berkesinambungan telah dipimpin oleh Bupati Deli Serdang selama periode 1945 sampai saat ini tercatat sampai sebelas orang Bupati KDH yang telah memimpin Kabupaten Deli Serdang.

Daerah kabupaten Deli Serdang juga merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena devisa negara yang berasal dari hasil bumi Kabupaten Deli Serdang yang sangat potensial seperti karet, tembakau dan kelapa sawit. Peranan daerah Kabupaten Deli Serdang dalam pembangunan saat menonjol. Melalui pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru telah kelihatan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diberbagai sektor di Deli Serdang, dimana sektor pertanian dan perkebunan menjadi pemeran utama dalam meningkatkan pendapatan para petani di Kabupaten Deli Serdang.

Sejalan dengan lanjutnya pembangunan, maka pembangunan di bidang politik pun berjalan cukup mantap, stabil dan dinamis, dengan adanya kerjasama yang harmonis antara kekuatan sosial politik di kawasan ini merupakam modal


(26)

yang tidak terhitung nilainya dalam mewujudkan demokrasi Pancasila. Azas persatuan dan kesatuan selalu menjiwai pemerintah daerah Deli Serdang sehingga kestabilan politik tetap mantap dan terkendali.

2.2 Letak dan Keadaan Geografi

Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 2057’’ Lintang Utara, 3016’’ Lintang Selatan dan 98033’’ – 99027’’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut.
Kabupaten Deli Serdang secara administratif menempati area seluas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan, 2 perwakilan dengan 379 Desa dan 15 Kelurahan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan berjumlah 1.463.031 Jiwa.

Wilayah Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

2.3 Visi dan Misi Kabupaten Deli Serdang

Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Deli Serdang 2001 – 2005, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Program Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang meliputi empat arah pembangunan, yaitu: 1) arah kebijakan mempertahankan persatuan dan kesatuan serta meningkatkan kehidupan demokrasi; 2) arah kebijakan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan; 3) membangun kesejahteraan


(27)

masyarakat dan ketahanan budaya daerah Kabupaten Deli Serdang; dan 4) meningkatkan kapasitas daerah dan memberdayakan masyarakat. Keempat bagian dari program pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari visi dan misi daerah Kabupaten Deli Serdang, yang visinya berbunyi: "terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulai, cinta tanah air, kesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin”.

Program Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang meliputi empat arah pembangunan, yaitu: 1) arah kebijakan mempertahankan persatuan dan kesatuan serta meningkatkan kehidupan demokrasi; 2) arah kebijakan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan; 3) membangun kesejahteraan masyarakat dan ketahanan budaya daerah Kabupaten Deli Serdang; dan 4) meningkatkan kapasitas daerah dan memberdayakan masyarakat. Keempat bagian dari program pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari visi dan misi daerah Kabupaten Deli Serdang, yang visinya berbunyi: "terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulai, cinta tanah air, kesadaran hukum dan lingkungan.


(28)

2.4 Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki jumlah penduduk terbesar. Data pertumbuhan penduduk mulai dari tahun 2001-2005 di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 1. Peningkatan Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang

2001 2002 2003 2004 2005

Deli Serdang 2021021 jiwa 2041121 jiwa 2054707 jiwa 1523881 jiwa 1569638 jiwa Sumber : BPS,Sumatera Utara dalam angka 2003 dan 2006 (data diolah penulis)

Dari data pada tabel dapat dilihat pertambahan penduduk dari tahun 2001-2002 ada sebanyak 20.100 orang (sebesar 0,99 %). Kemudian bertambah lagi sebanyak 13.586 orang (sebesar 0,66%) pada tahun 2003. Pada Mulai dari tahun 2001-2003 tingkat pertumbuhan penduduk mencapai 0,83 % per tahun. Tahun 2003 jumlah penduduk menurun. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2003 Kabupaten Deli Serdang mengalami pemekaran wilayah, sehingga sebagian penduduk dikategorikan menjadi penduduk kabupaten yang baru,yaitu Kabupaten Serdang Bedagai.

Jumlah Penduduk Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2006 sebesar 1.634.115 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,58 % per tahun terhitung mulai dari tahun 1990-2000. Rasio pertumbuhan laki-laki terhadap perempuan sebesar 101,05 %, dimana jumlah laki-laki sebanyak 288.956 orang, dan perempuan sebanyak 268.830 orang. Kepadatan penduduk mencapai 654 Jiwa/Km2.


(29)

2.5 Organisasi Masyarakat

Organisasi masyarakat merupakan suatu wadah yang dapat menjembatani perkenalan antar masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Bokek, adapun organisasi masyarakat tersebut, meliputi : organisasi kepemudaan, serikat tolong menolong, pengajian dan lain sebagainya.

Organisasi kepemudaan yang terdapat di kawasan Pantai Bokek adalah organisasi yang menaungi kegiatan kepemudaan di wilayah tersebut, adapun organisasi kepemudaan tersebut berupa Karang Taruna.

Organisasi lainnya adalah serikat tolong-menolong yang memfokuskan pada hubungan antar masyarakat dan membawahi kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan kelahiran, perkawinan dan kematian, dimana dalam setiap kegiatan tersebut seluruh anggota masyarakat turut berpartisipasi. Begitu juga dengan organisasi lainnya yang berbasis pada kegiatan keagamaan, seperti kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, yang juga turut berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan masyarakat.

Organisasi masyarakat yang terdapat di kawasan Pantai Bokek memegang peran penting dalam menyelenggarakan dan menyukseskan kegiatan wisata di daerah tersebut, hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa daerah objek wisata tersebut berada disekitar tanah mereka dan mereka yang berperan serta dalam setiap kegiatan.


(30)

BAB III

WISATA PANTAI BOKEK

Objek wisata atau daerah tujuan wisata merupakan hal penting dalam terselenggaranya suatu kegiatan wisata, potensi-potensi yang dimiliki suatu wilayah pada umumnya berbeda dengan wilayah lainnya dan hal inilah yang menjadikan suatu wilayah menjadi daerah tujuan wisata semakin menarik.

Pada bab ini akan dideskripsikan mengenai potensi-potensi yang ditawarkan dan dimiliki oleh objek wisata Pantai Bokek. Potensi tersebut perlu dikembangkan untuk semakin memperkenalkan objek tujuan wisata tersebut dan menjadikannya objek wisata yang menarik dimata wisatawan.

3.1 Pantai Bokek

Pantai Bokek merupakan istilah yang berkembang di masyarakat untuk merujuk pada lokasi pemandian yang terdapat di Desa Tanjung Selamat, Deli Serdang. Wilayah yang disebut dengan istilah pantai tersebut merupakan suatu wilayah yang terdapat aliran sungai Belawan, yaitu aliran sungai yang bermuara di Belawan.

Penggunaan istilah pantai merupakan ungkapan masyarakat setempat mengenai kondisi aliran sungai yang luas seperti hamparan pantai walaupun pada kenyataannya pantai tersebut merupakan aliran sungai seperti sungai-sungai yang ada pada umumnya.


(31)

Munculnya Pantai Bokek sebagai salah satu objek wisata dimulai pada tahun 1998 ketika kondisi perekonomian Indonesia mengalami kemunduran secara global, pada masa itu masyarakat membutuhkan dan menginginkan kehadiran suatu daerah tujuan wisata yang mudah dijangkau, murah dan dapat dinikmati semua lapisan masyarakat. Hal ini kemudian terjawab dengan kehadiran Pantai Bokek yang dapat menyuguhkan keindahan alam, wisata air dengan harga yang sesuai dengan kantong masyarakat.

Pada perkembangannya, Pantai Bokek berubah dari objek tujuan wisata milik masyarakat sekitar menjadi objek tujuan wisata masyarakat luas hal ini semakin didukung dengan kemudahan akses dalam mencapai lokasi Pantai Bokek.

Penamaan Pantai Bokek erat dengan kondisi perekonomian masa itu (pada tahun 1998) yang mengalami kemunduran secara mendunia, dan mengakibatkan sungai tersebut mendapatkan penamaan berupa Pantai Bokek yang didefinisikan sebagai daerah tujuan wisata bagi mereka yang memiliki keuangan secara pas-pasan atau dalam masyarakat, istilah keuangan pas-pas-pasan tersebut diartikan sebagai bokek.


(32)

Lokasi wisata Pantai Bokek (Sumber : penulis)

Wilayah Pantai Bokek merujuk pada dua wilayah administratif, yaitu Kotamadya Medan dan Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, namun hal itu tidak menjadikan wilayah Pantai Bokek menjadi lahan pertarungan perebutan wilayah karena pembagian wilayah yang seimbang. Lokasi Pantai Bokek yang merupakan aliran sungai membagi dua wilayah administratif, sehingga secara kasat mata dapat dilihat apabila masuk dari wilayah Kotamadya Medan maka diseberang sungai merupakan wilayah Kabupaten Deli Serdang, begitu juga dengan sebaliknya.

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, berhadapan dengan lokasi Pantai Bokek dari arah Kota Medan yang tepatnya terletak di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan.


(33)

Pantai Bokek sebagai objek tujuan wisata memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan memperkuat posisi Pantai Bokek sebagai daerah tujuan wisata, adapun potensi tersebut dapat dideksripsikan sebagai potensi wisata air, fasilitas, aksesibilitas.

3.2.1 Wisata Air

Wisata air dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan air dalam konteks wisata, dalam hal ini objek wisata Pantai Bokek merupakan salah satu objek tujuan wisata air yang terdapat dalam kawasan administratif Kabupaten Deli Serdang selain itu kegiatan wisata di Pantai Bokek yang berorientasi pada air menjadikannya sebagai kegiatan wisata air.

Adapun hal yang ditawarkan oleh objek wisata Pantai Bokek adalah aliran sungai yang tidak terlalu deras sehingga cocok untuk dinikmati dengan berenang atau sekedar duduk menikmati suasana tenang yang ditawarkan melalui penyewaan pondok-pondok maupun tikar. Suasana masyarakat sekitar yang memanfaatkan air dalam kehidupan mereka sehari-hari juga menjadi fokus perhatian pada objek wisata Pantai Bokek dan hal ini menambah nilai sebagai daerah tujuan wisata.

Namun pada kenyataan dilapangan, kondisi tersebut berubah sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat, seperti pembuangan limbah rumah tangga ke aliran sungai, pengerukan pasir sungai sebagai bahan bangunan, cuci kendaraan besar (truk). Hal ini menyebabkan potensi pengembangan wisata Pantai Bokek mengalami kemunduran, dikarenakan semua pihak merasa memiliki bagian pada lingkungan sekitar Pantai Bokek.


(34)

Pengembangan wisata air di kawasan Pantai Bokek dapat dimulai dengan proses awal sosialisasi kepada masyarakat mengenai potensi yang terdapat di Pantai Bokek dan dampaknya pada masa depan apabila potensi ini dapat dikembangkan lebih lanjut, selain itu peran pemerintah, usaha wisata dan pihak lain perlu untuk menambah nilai objek wisata tersebut, dalam bentuk promosi wisata daerah atau dalam bentuk lainnya.

Sedikitnya objek wisata air yang dapat diakses oleh masyarakat, seperti harga tiket masuk kola berenang yang dinilai terlalu mahal dapat menjadi modal dasar pengembangan wisata air Pantai Bokek, dan hal ini menjadi peluang yang besar dalam proses pengembangannya.

3.2.2 Fasilitas

Berbicara mengenai fasilitas tidak lepas dari aspek sarana pendukung yang ditawarkan oleh pengelola objek wisata, dalam hal pengelolaan objek wisata Pantai Bokek fasilitas yang ditawarkan beragam jenisnya, seperti penyewaan pondok-pondok, tikar/alas, sarana parkir kendaraan dan penyediaan makanan-minuman.

Fasilitas yang ditawarkan oleh pihak pengelola memiliki harga yang sesuai dengan kondisi keuangan wisatawan yang berkunjung, seperti penyewaan pondok peristirahatan yang tidak berdasarkan waktu (sewa jam) melainkan sewa berdasarkan sampai wisatawan keluar dari lokasi wisata. Hal ini sangat memberi nilai lebih kepada wisatawan mengingat sewa yang disesuaikan dengan keinginan wisatawan.


(35)

Fasilitas pondok yang disediakan oleh pengelola wisata (Sumber : penulis)

Selain fasilitas pondok, pihak pengelola juga memberikan fasilitas tikar/alas bagi wisatawan apabila ingin sekedar duduk-duduk tanpa menyewa pondok. Dengan sistem penyewaan yang sama seperti pondok menjadikan fasilitas sewa tikar/alas menjadi pilihan yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung.

Fasilitas peristirahatan yang ditawarkan oleh pihak pengelola, seperti pondok dan tikar juga didukung dengan terdapatnya fasilitas parkir kendaraan yang mencukupi, sehingga wisatawan yang berkunjung dapat memarkirkan kendaraannya dengan baik dan aman. Aspek baik dan aman merupakan aspek pendukung kegiatan wisata, hal ini tampak pada pengelolaan dan keamanan parkir. Fasilitas parkir tersebut tidak lepas dari kondisi sekitar yang masih terdapat lahan-lahan kosong pinggiran sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan parkir.


(36)

Untuk dapat memberikan dampak pengelolaan yang baik, pihak pengelola menyediakan makanan-minuman yang dijual kepada wisatawan, hal ini untuk memudahkan wisatawan yang ingin berkunjung dan tidak memberatkan wisatawan membawa makanan-minuman dari rumah sendiri. Aspek efisiensi menjadi dasar dalam penyediaan beragam fasilitas pendukung oleh pihak pengelola objek wisata Pantai Bokek.

Penjualan makanan-minuman di lokasi wisata Pantai Bokek (Sumber : penulis)

Adapun bentuk fasilitas penyewaan pondok-pondok dan tikar dilokasi Pantai Bokek berkisar antara 10 ribu rupiah hingga 15 ribu rupiah dan harga penyewaan tersebut tidak berdasarkan waktu sewa melainkan berdasarkan wisatawan.

Selain fasilitas pondok dan tikar serta makanan-minuman yang disediakan oleh pihak pengelola objek wisata Pantai Bokek, juga disediakan fasilitas penyewaan ban/pelampung bagi mereka yang berminat untuk berenang di lokasi wisata Pantai Bokek.


(37)

3.2.3 Aksesibilitas

Aksesibilitas dalam hal ini merupakan suatu proses wisatawan dalam mencapai tujuan wisata, pada umumnya aksesibilitas berkaitan dengan aspek transportasi dan akomodasi yaitu kendaraan untuk mencapai daerah tujuan wisata dan harga yang diberikan untuk kendaraan tersebut agar dapat mencapai daerah tujuan wisata dengan cepat, murah dan aman.

Menurut Ismayanti (2010:123) faktor penting dalam penyediaan sarana transportasi dalam kegiatan wisata harus mempertimbangkan beberapa hal penting, yaitu : aspek waktu dan jarak, biaya, pembangunan prasarana dan sistem transportasi serta kenyamanan.

Penggunaan istilah cepat, murah dan aman merupakan tiga aspek dasar yang harus dipenuhi dalam pengadaan sarana transportasi dan akomodasi yang mendukung aksesibilitas objek wisata, dalam konteks daerah objek wisata Pantai Bokek terdapat angkutan umum yang menjadi sarana transportasi dan dengan harga Rp. 3.000.- sekali jalan. Adapun angkutan umum yang melayani rute perjalanan menuju lokasi Pantai Bokek menurut pengamatan penulis, adalah angkutan umum dengan nomor trayek 60, trayek 130, trayek 57 dan trayek 38 yang langsung atau melewati lokasi Pantai Bokek.

Akses jalan yang rusak menghambat pengembangan potensi wisata Pantai Bokek walaupun pada sisi lain akses transportasi menuju Pantai Bokek dapat dikatakan dilintasi oleh kendaraan umum dengan durasi yang cepat dan membuka peluang proses pengembangan wisata Pantai Bokek.


(38)

Sebagai salah satu objek tujuan wisata, Pantai Bokek memiliki beberapa kekurangan dari segi lingkungan, yaitu kondisi jalan yang rusak, air sungai yang terkadang keruh. Kondisi lingkungan yang dipengaruhi keadaan waktu itu menyebabkan pengembangan potensi wisata Pantai Bokek menjadi kendala yang cukup berarti.

Permasalahan kondisi air keruh dan pemanfaatan air yang mengalir di lokasi wisata Pantai Bokek untuk mencuci mobil-mobil berat penangkut pasir merupakan permasalahan penting yang perlu diatasi segera untuk dapat mengembangkan potensi objek wisata Pantai Bokek.

Penyucian mobil/truk pengangkut pasir (Sumber : penulis)

Pengembangan usaha pariwisata membutuhkan kerjasama antar pihak-pihak yang terkait, seperti kerjasama antar masyarakat setempat dengan pihak-pihak pemerintah. Tujuan kerjasama ini untuk membuka peluang usaha pariwisata yang lebih menjanjikan.

Pada sisi lain, peran kerjasama antar dua pihak (masyarakat-pemerintah) bertujuan untuk mengelola lokasi wisata sesuai dengan tujuan dasar pariwisata, yaitu memberi suasana dan pengalaman baru bagi wisatawan, sehingga peran


(39)

Beberapa bentuk kerjasama yang dapat mendukung kegiatan wisata dalam konteks objek wisata Pantai Bokek, adalah perizinan usaha wisata yang merupakan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah dalam mengelola usaha objek wisata, selain itu peran pemerintah juga penting dalam memberi efek kenyamanan dan keamanan objek wisata, seperti perbaikan akses transportasi menuju lokasi objek wisata dan dari lokasi objek wisata. Untuk memperoleh efek kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung, perlu proses sosialisasi kepada masyarakat setempat tentang bagaimana cara pengelolaan usaha wisata.

Peran pemerintah dalam pengembangan potensi wisata perlu untuk ditingkatkan mengingat fokus pengembangan pariwisata oleh pemerintah hanya berorientasi pada tarian dan upacara yang menjadi bagian dari budaya, hal ini dijelaskan oleh Smith (1977:2) : “Destination activities that stimulate tourism include visits to native homes and villages, observations of dances and ceremonies.” Tipikal kegiatan wisata yang berorientasi pada ritual dan seni menjadi mati seiring dengan perkembangan waktu, hal ini dikarenakan terjadinya benturan dalam kegiatan ritual dan seni dengan kondisi sosial, kultural dan agama yang berdampak pada stagnantasi wisata.

3.4 Pengembangan Potensi Wisata

Pengembangan potensi suatu lokasi wisata merupakan proses panjang yang membutuhkan korelasi kerjasama antar masyarakat dan kemampuan untuk meningkatkan perkembangan kehidupan secara ekonomi dan sosial. Selain itu, penguatan nilai-nilai agama, adat-istiadat dan pandangan serta nilai yang berlaku di dalam masyarakat tersebut.


(40)

Ismayanti (2010:144) menambahkan, bahwa dalam proses pengembangan potensi wisata pada suatu daerah diperlukan adanya usaha pelestarian nilai-nilai budaya dan lingkungan hidup yang kedepannya dapat meningkatkan kelangsungan usaha pariwisata yang berkaitan dengan tata ruang dan rencana induk pembangunan pariwisata daerah.

Pengembangan potensi wisata Pantai Bokek memerlukan usaha panjang agar dapat masuk dalam tahap pengembangan lebih lanjut. Hal ini tampak pada kondisi objek wisata Pantai Bokek yang masih melakukan proses penguatan nilai-nilai agama dan adat-istiadat untuk dapat menangkal dampak negatif yang terjadi dari adanya objek wisata di wilayah tersebut.

3.5 Bentuk Pengolahan Objek Wisata Pantai Bokek

Beberapa pengolahan yang dilakukan oleh masyarakat dan pengelola objek wisata Pantai Bokek adalah sebagai wujud dari pengelolaan pariwisata. Adapun bentuk-bentuk pengolahan objek wisata Pantai Bokek adalah peningkatan pengolahan wisata berbasis air, lokasi wisata Pantai Bokek yang erat kaitan dengan aliran air memberi peluang terhadap pengembangan wisata yang berbasis pada penggunaan aliran air, dalam hal ini masyarakat dan pengelola melakukan usaha pemandian, penyewaan ban/pelampung kepada wisatawan untuk dapat menikmati objek wisata Pantai Bokek, hal ini dapat ditingkatkan dengan mengadakan fasilitas wisata berbasis air lainnya, seperti lokasi pemandian yang tertata baik, arung jeram, dan lain-lain.


(41)

Pantai Bokek (Sumber : penulis)

Pengolahan objek wisata lainnya adalah dengan menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata, seperti fasilitas MCK, fasilitas ibadah, fasilitas keamanan, dan fasilitas lainnya.

Pengolahan objek wisata yang berhubungan dengan fasilitas juga turut memberi peluang bagi masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam meningkatkan fasilitas yang ada.

Perbaikan terhadap fasilitas pendukung kegiatan wisata juga merupakan pengolahan objek wisata, seperti perbaikan jalan dan transportasi menuju lokasi wisata Pantai Bokek, menjaga kelestarian alam sekitar objek wisata, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga kondisi sungai hal ini sejalan dengan pendapat Travis (dalam Picard, 2006:157) yang mengatakan bahwa :


(42)

“Memfokuskan hampir seluruh perhatian kepada segi-segi ekonomi pariwisata boleh-boleh saja, tetapi hal itu tidak lagi berlaku ketika persaingan meningkat pada waktu krisis ekonomi, dan ketika orang sudah menyadari bahwa, kecuali bila mutu pengalaman wisata dan mutu lingkungan daerah tujuan wisata dapat dipertahankan, masa depan seluruh industri pariwisata terancam.”

Pernyataan Travis ini menekankan pada penjagaan lingkungan sekitar objek wisata maupun yang objek wisata berbasis alam itu sendiri, dengan terganggunya lingkungan objek wisata maka hal tersebut dapat mengancam keberlangsungan objek wisata dan masyarakat sekitarnya.


(43)

BAB IV

ANALISIS DAMPAK WISATA

Fenomena wisata dan objek wisata semakin berkembang dengan didukung oleh perkembangan zaman dan teknologi serta semakin mendorong manusia untuk melakukan perjalanan dari suatu objek ke objek yang lain. Dalam antropologi, kajian wisata disebut dengan antropologi pariwisata dengan fokus terletak pada pemahaman mengenai pariwisata dalam sudut pandang sosial dan budaya (antropologi) hal ini sangat penting untuk mendudukkan pengertian dan membangun suatu pengetahuan terhadap pariwisata.

Proses pendeskripsian dalam bab ini dimulai dengan pendeksripsian mengenai hubungan antara pariwisata dan antropologi dan konsep antropologi pariwisata, hal ini untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan wisata Pantai Bokek dari sudut pandang antropologi. Proses pendeksripsian lebih lanjut mengenai dampak yang ditimbulkan dari adanya lokasi wisata Pantai Bokek menjadi fokus perhatian dalam pendeskripsian ini.

4.1. Pariwisata dan Antropologi

Pengertian mengenai pariwisata dan antropologi adalah dua hal yang berbeda, namun dalam konteks ini kedua hal tersebut akan dijelaskan sebagai suatu landasan fundamental dalam penelitian ini, pariwisata adalah salah satu upaya untuk menyajikan suatu sejarah agar lebih menarik adalah dengan mengemasnya sebagai salah satu unsur dari perilaku pariwisata.


(44)

Pariwisata sendiri adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan atau manusia sedangkan antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia berdasarkan pengertian secara harfiah, antro adalah manusia, hal ini membuktikan bahwa ini erat hubungannya dengan antropologi. Dimana kita dituntut untuk belajar mengetahui apa yang diinginkan orang-orang sebagai calon wisatawan sebagai dasar atau awal usaha pemenuhan kebutuhan yang benar-benar mereka inginkan. Hal ini diciptakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya (Sukadijo, 1996: 2).

Pariwisata dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha objek, dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait, dimana wisata merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tari wisata (Pendit, 2003: 14). Seperti yang diketahui, bahwa antropologi sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Dimana antropologi memiliki beberapa sub bidang ilmu di dalamnya. Salah satu sub bidang ilmu dalam antropologi adalah antropologi pariwisata.

Definisi mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,


(45)

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang keseluruhannya diperuntukkan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

Hakikatnya kebudayaan memiliki unsur-unsur yang terjalin dan saling berhubungan satu dengan yang lainya. Adapun mengenai unsur-unsur kebudayaan menurut Koenjtaraningrat, terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua karakteristik suku bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, 5. Sistem Mata Pencaharian, 6. Sistem Religi, dan 7. Kesenian (Koentjaraningrat, 1996: 80-8).

Pemahaman antropologi yang memuat unsur-unsur manusia, pengetahuan, mata pencaharian, religi, hubungan sosial dan teknologi menjadi suatu kelengkapan yang dapat menjelaskan suatu kebudayaan secara utuh, yang dalam hal ini hubungan antropologi dan pariwisata adalah membahas dua hal utama yaitu relevansi teori-teori antropologi dalam melihat berbagai masalah dalam pariwisata dan masalah kedudukan peneliti dalam proses representasi. Pokok pembahasan mencakup masalah-masalah pembentukan nilai-nilai tradisi, identitas dan hubungan antar suku bangsa, politik, pariwisata, stereotipe dan pengalaman, serta masalah penulisan dan etnografi.

Hubungan antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai asset dalam dunia pariwisata. Kajian teori dan konsep-konsep antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek budaya masyarakat sebagai asset pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai dari aspek budayanya.


(46)

Kajian antropologi dalam pariwisata dapat menjadi nilai tambah dalam kegiatan wisata, selain memberikan pemahaman mengenai wisata juga memberikan pandangan dari sudut lain mengenai kegiatan wisata dari aspek sosial, budaya. Kemampuan menjelaskan wisata dalam konteks sosial, budaya belum menjadi suatu hal yang penting, namun antropologi dapat menjadi penghubung dari hal tersebut, dimana kegiatan wisata tidak sekedar mengunjungi objek wisata melainkan memberikan pemahaman dan gambaran mengenai sosial dan budaya objek wisata tersebut.

4.2 Konsepsi Antropologi Pariwisata

Antropologi pariwisata memiliki fokus pada masalah pariwisata dari segi sosial budaya. Adapun sosial budaya disini adalah sistem sosial, dan sistem budaya yang ada dan yang berkembang. Kegiatan pariwisata dapat merupakan pertemuan antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi serta menjadi suatu kompleksitas, dimana sistem sosial dan sistem budaya setempat sebagai variabel yang dipengaruhi.

Antropologi membandingkan cara hidup, budaya dari suatu kelompok manusia tertentu dengan manusia lainnya dan berkaitan dengan segala sesuatu tentang manusia. Penelitian dasar antropologi pada pariwisata adalah bertujuan untuk lebih memahami berbagai macam tindakan-tindakan wisatawan dalam konteks budaya yang berbeda . selain itu kajian antropologi pada pariwisata adalah untuk menyingkap cara yang digunakan wisatawan untuk memberi keuntungan kepada daerah tujuan wisata dalam upaya mengembangkan dunia


(47)

wisata. Para antropolog juga ingin mengetahui pengaruh dari tindakan orang-orang yang ada di daerah tuan rumah terhadap wisatawan-wisatawan itu sendiri.

Korelasi teori‐teori antropologi dalam menjelaskan gejala pariwisata dan

relevansi kajian pariwisata bagi perkembangan teori‐teori antropologi

diperlihatkan melalui pembahasan yang mencakup permasalahan‐permasalahan

yang muncul di kalangan wisatawan, seperti deskripsi dalam industri pariwisata, maupun di masyarakat daerah tujuan wisata itu sendiri.

Korelasi antara antropologi dan pariwisata terdapat dalam hubungan ilmiah yang saling menjelaskan satu sama lain, kajian-kajian antropologi yang fokus terhadap manusia, budaya dan lingkungan juga memiliki kaitan dalam objek pariwisata, maka hubungan diantara kedua bidang tersebut bersinergi menjadi suatu sub-ilmu dalam antropologi yang disebut dengan antropologi pariwisata.

Dalam deskripsi etnografi klasik, pada umumnya dilakukan didaerah-daerah yang dianggap memiliki suku tribal dan suasana ekologis yang masih terjaga, kemampuan tulisan etnografi tersebut memberikan pandangan imajiner kepada masyarakat luas mengenai suasana masyarakat, geografis dan ekologis yang menjadi unsur penarik bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan wisata ke daerah-daerah tersebut.

Contoh deskripsi etnografi yang menimbulkan ketertarikan bagi wisatawan adalah etnografi oleh Margaret Mead di Pulau Bali dan dilanjutkan oleh Clifford Geertz yang bercerita mengenai kehidupan masyarakat Bali yang tergambarkan melalui kegiatan sabung ayam, hal ini menjadi unsur penarik bagi masyarakat luas untuk melihat langsung dan merasakan pengalaman di daerah tersebut.


(48)

Unsur eksotisme adalah faktor penarik lainnya yang menjadi ranah kajian dalam antropologi yang memiliki kaitan erat dengan kegiatan wisata. Secara konseptual, antropologi memberikan suatu pandangan dari sudut lain mengenai pariwisata yang selama ini tidak diketahui oleh masyarakat, seperti melihat pariwisata dari sudut pandang budaya dan sosial masyarakat yang dapat memberikan pemahaman yang berbeda atas kegiatan wisata.

Kegiatan wisata dan pariwisata dalam antropologi tidak hanya sekedar untuk melakukan perjalanan mengunjungi objek-objek wisata melainkan dapat memberikan analisis singkat mengenai objek wisata dan unsur lainnya yang terdapat dalam objek wisata tersebut, seperti : masyarakat disekitar lokasi objek wisata, nilai budaya pada objek wisata.

4.3 Dampak Wisata

Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri di Indonesia yang prospeknya cerah, dan mempunyai potensi serta peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Peluang tersebut didukung oleh kondisi-kondisi alamiah seperti: letak dan keadaan geografis (lautan dan daratan sekitar khatulistiwa), lapisan tanah yang subur dan panoramis (akibat ekologi geologis), serta berbagai flora dan fauna yang memperkaya isi daratan dan lautannya.

Bill Faulkner (1996): 5 aspek potensi pariwisata Indonesia: • Warisan budaya yang kaya

• Bentang alam yang indah

• Letak dekat pasar pertumbuhan Asia • Penduduk potensial (jumlah & mampu)


(49)

• Tenaga kerja (jumlah dan murah)

Usaha pengelolaan pariwisata mempunyai pengaruh yang tidak dapat dihindari sebagai akibat datangnya wisatawan ke suatu wilayah tertentu yang mempunyai kondisi berbeda dari tempat asal wisatawan tersebut.

Berkaitan dengan aspek potensi wisata tersebut, objek wisata Pantai Bokek memiliki beberapa asek diantaranya, seperti : bentang alam yang indah, penduduk yang potensi dari segi jumlah dan kemampuan dalam dunia wisata secara sederhana dan ketersediaan tenaga kerja.

Aspek-aspek pengembangan pariwisata yang telah dikemukakan oleh Faulkner sebagaimana telah dideskripsikan sebelumnya telah dipenuhi oleh objek wisata Pantai Bokek, hal ini menjadikan objek wisata Pantai Bokek memiliki potensi yang cukup sebagai modal pengembangan lebih lanjut sebagai daerah tujuan wisata yang berada dibawah kordinasi Dinas Pariwisata Kabupaten Deli Serdang.

Menurut John M. Bryden dalam Abdurrachmat dan E. Maryani (1998:79) yang menyebutkan suatu penyelenggaraan kegiatan pariwisata dan obyek wisata dapat memberikan setidaknya ada 5 butir dampak positif, adapun dampak positif tersebut yaitu:

1.Penyumbang devisa negara, 2.Menyebarkan pembangunan, 3.Menciptakan lapangan kerja,

4.Memacu pertumbuhan ekonomi melalui dampak penggandaan (multiplier effect),


(50)

6.Mendorong semakin meningkatnya pendidikan dan ketrampilan penduduk. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh Bryden tersebut maka objek wisata Pantai Bokek juga turut dalam menyumbang devisa negara melalui kegiatan pariwisata yang diselenggarakan dan menumbuhkan proses pembangunan lebih lanjut di wilayah tersebut.

Lapangan pekerjaan yang tersedia berkat adanya objek wisata Pantai Bokek adalah salah satu upaya meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Selain kenaikan dalam hal pendapatan ekonomi, kegiatan wisata di Pantai Bokek juga berperan dalam pengembangan ketrampilan masyarakat setempat dalam pengelolaan objek wisata.

Abdurrachmat dan E. Maryani (1998:80) menjelaskan pula dampak-dampak negatif yang timbul dari pariwisata secara ekonomi, yaitu :

1. Semakin ketatnya persaingan harga antar sektor 2. Harga lahan yang semakin tinggi

3. Mendorong timbulnya inflasi

4. Bahaya terhadap ketergantungan yang tinggi dari negara terhadap pariwisata

5. Meningkatnya kecenderungan impor 6. Menciptakan biaya-biaya yang banyak

7. Perubahan sistem nilai dalam moral, etika, kepercayaan, dan tata pergaulan dalam masyarakat, misalnya mengikis kehidupan bergotong royong, sopan santun dan lain-lain.

8. Memudahkan kegiatan mata-mata dan penyebaran obat terlarang


(51)

(corat-coret), rusaknya habitat flora dan fauna tertentu, polusi air, udara, tanah, dan lain sebagainya.

Pendapat Abdurrachmat dan Maryani (1998:80) tersebut menegaskan proses perubahan yang terjadi akibat dari kegiatan pariwisata di suatu wilayah, berkaitan dengan lokasi penelitian di Pantai Bokek hal ini terjadi dengan berubahnya kondisi sistem nilai dengan moral, lebih spesifik dapat dikatakan bahwa perilaku wisatawan yang berkunjung telah mengarah pada tindak perilaku seksual dengan menggunakan fasilitas objek wisata Pantai Bokek.

Lebih lanjut, Manurung mengatakan bahwa akibat dari wisata menimbulkan beberapa masalah sosial, seperti terjadinya tindakan-tindakan susila disekitar tempat pariwisata dan penyakit –penyakit HIV semakin berkembang serta keadaan alam yang semakin berubah membuat ekosistem alam terganggu. Berkaitan dengan hal ini, lokasi wisata Pantai Bokek pada kenyataannya telah menjadi lokalisasi tindakan susila yang menyebabkan timbulnya dampak negatif dari lokasi wisata tersebut.

Penegasan mengenai hal ini diungkapkan oleh Nuraidi (48 Tahun) informan dilapangan penelitian yang bertugas sebagai Kepala Desa Tanjung Selamat mengatakan bahwa :

“...Pantai Bokek ini dikembangkan sebagai objek wisata untuk meningkatkan pendapatan daerah dan orang-orang pun tahu tentang hal itu ... jadi Pantai Bokek tidak memiliki kaitan langsung dengan kegiatan lokalisasi tersebut”

Pendapat tersebut merujuk pada usaha yang dirintis oleh aparat desa untuk meningkatkan pendapatan yang mengarah pada lokalisasi lokasi tersebut namun pada sisi lain hal tersebut dianggap sebagai dampak negatif yang tidak berkaitan dengan pengelolaan objek wisata Pantai Bokek.


(52)

Pendapat tersebut merupakan usaha untuk dapat meningkatkan pemasukan bagi daerahnya melalui wisata, namun usaha tersebut dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi pada lokasi-lokasi wisata lainnya, dan menjadi alasan utama bahwa proses tindakan asusila yang terjadi dilokasi tersebut merupakan tanggung jawab pribadi wisatawan yang berkunjung.

Masyarakat yang tinggal disekitar dan menjadi pengelola usaha wisata di Pantai Bokek menuturkan bahwa :

“Kegiatan usaha yang kami jalani ini dapat izin dari dinas perindustrian Deli Serdang, jadi usaha ini berizin ... orang yang sukak mojok di pondok-pondok itu kelakukan orang itu, gak mau tau kami dengan hal itu, yang penting mereka bayar sewa lapak (Izal, 45 Tahun).”

Lokasi wisata Pantai Bokek ini pada proses perkembangannya pernah menjadi lokasi bagi anak sekolah yang bolos dan pernah juga diamankan oleh pihak Arhanud (artileri pertahanan udara) yang juga memiliki wilayah disekitar tempat tersebut. Pada saat ini keamanan lokasi wisata tersebut menjadi tanggungjawab masyarakat sekitar dan pengelola wisata.

Berdasarkan pengamatan dilapangan penelitian memberi gambaran yang mendalam mengenai dampak negatif ini. Di sepanjang aliran sungai yang menjadi lokasi wisata Pantai Bokek, terdapat kurang lebih 25 pengelola usaha yang terdiri dari 5 pengelola dengan izin usaha yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Deli Serdang dan selebihnya 20 pengelola tidak memiliki izin usaha.

Tulisan Picard (2006:192) mengenai pariwisata Bali memberi contoh terhadap dampak yang terjadi dalam kegiatan wisata, sebagaimana dikatakannya bahwa :


(53)

“... sedangkan dampak sosial-budaya dianggap negatif secara keseluruhan … pengendoran ikatan-ikatan sosial, kebebasan seksual yang mempengaruhi kaum muda, atau produksi massal bermutu rendah ...”

Pernyataan ini memberi gambaran bahwa dampak negatif yang timbul dari kegiatan pariwisata adalah suatu hal yang lumrah terjadi dalam setiap kegiatan wisata, adapun bentuk dari dampak negatif pariwisata berkisar pada hal-hal yang berkaitan dengan ikatan sosial masyarakat setempat, perubahan kebudayaan, kebebasan seksual.

Dampak negatif yang muncul dari kegiatan wisata bukanlah suatu hal yang tiba-tiba terjadi melainkan terjadi akibat dari kondisi sosial-budaya individu yang berperan sebagai wisatawan, kondisi sosial-budaya ini kemudian dibawa kedalam kegiatan wisata dan seakan-akan memberi gambaran bahwa hal negatif muncul dari kegiatan wisata tersebut.

Suasana lokasi objek wisata yang tenang dan sistem sosial yang tidak ketat menyebabkan dampak negatif dengan mudah merasuk dalam dunia wisata, hal ini disebabkan oleh kegiatan wisata yang erat kaitannya dengan suasana tenang, nyaman bahkan terkesan menyenangkan diri sendiri, kondisi inilah yang membuka ruang untuk masuknya pengaruh-pengaruh negatif yang dibawa oleh wisatawan.

Penguatan nilai sosial dan budaya masyarakat setempat merupakan jalan yang dapat ditempuh untuk membentengi wisata dari dampak negatif namun pada sisi lain hal ini berbenturan dengan tujuan wisata bahkan masyarakat setempat dapat juga berperan sebagai agen yang membawa pengaruh negatif untuk memajukan kegiatan wisata dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mengarah pada kegiatan bernilai negatif tersebut.


(54)

Pondok-pondok peristirahatan di Pantai Bokek (Sumber : penulis)

Izal (45 Tahun, Pengelola wisata Pantai Bokek) mengatakan bahwa : “sampai saat ini cuman usaha saya aja yang berizin, selebihnya disini tidak ada yang berizin ... izin saya punya itu termasuk dengan 4 lapak lainnya yang dipegang saudara saya.”

Hal tersebut memberi gambaran bahwa pengembangan potensi wisata Pantai Bokek tidak mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah dan memberi kesempatan timbulnya dampak negatif dari lokasi wisata tersebut.

Pondok-pondok yang terdapat disepanjang aliran sungai Pantai Bokek tersebut berjumlah 80 pondok di Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Deli Serdang dan 15 pondok terdapat di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan, kedua lokasi ini dipisahkan oleh aliran sungai.


(55)

Menurut Chohen (1984), dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok yaitu :

1. Dampak terhadap penerimaan devisa. 2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat. 3. Dampak terhadap kesempatan kerja. 4. Dampak terhadap harga-harga. 5. Dampak terhadap distribusi.

6. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol.

7. Dampak terhadap pada pembangunan pada umumnya. 8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah.

Perkembangan pariwisata yang sangat pesat dan terkosentrasi dapat menimbulkan berbagai dampak. Secara umum dampak yang ditimbulkan adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pengembangan pariwisata meliputi; (1) memperluas lapangan kerja; (2) bertambahnya kesempatan berusaha; (3) meningkatkan pendapatan; (4) terpeliharanya kebudayaan setempat; (5) dikenalnya kebudayaan setempat oleh wisatawan. Sedangkan dampak negatifnya dari pariwisata tersebut akan menyebabkan; (1) terjadinya tekanan tambahan penduduk akibat pendatang baru dari luar daerah; (2) timbulnya komersialisasi; (3) berkembangnya pola hidup konsumtif; (4) terganggunya lingkungan; (5) semakin terbatasnya lahan pertanian; (6) pencernaan budaya; dan (7) terdesaknya masyarakat setempat (Spillane, 1989:47).

Suatu tempat wisata tentu memiliki dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikemukakan oleh Gee (1989) dalam bukunya yang berjudul “The Travel Industry”, mengatakan bahwa “as tourism grows and travelers


(56)

increases, so does the potential for both positive and negative impacts”. Hal tersebut mengarah pada adanya dampak atau pengaruh yang positif maupun negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan yang meningkat). Dampak dampak akibat adanya tempat wisata tentu mempengaruhi ke lingkungan sekitarnya dan menurut Lerner (1977) yang dikutip oleh Allister Mathieson and Geoffrey Wall (1982) dalam ‘Tourism: Social, Economic, Environment Impacts” siapa saja didalam lingkungan tersebut. Lerner menulis seperti berikut :

“Environment now includes not just only land, water and air but also encompass to people, their creation, and the social, economic,and cultural condition that affect their lives.”

Sehingga yang terkena dampak positif dan negatifnya adalah sesuai yang dikatakan oleh Lerner adalah masyarakat, lingkungan, ekonomi dan sosial.

Masyarakat dalam lingkungan suatu obyek wisata sangatlah penting dalam kehidupan suatu obyek wisata karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat obyek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola obyek wisata memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan hidup obyek wisata dan memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan proses baik akan menghasilkan dan meningkatkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat, kedua aspek ini saling berkaitan satu sama lain dalam fokus kepariwisataan. Mengenai korelasi antar aspek dalam pengembangan pariwisata bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya


(57)

memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas setempat, teapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism, International Business” (2000, p.168-169), menyatakan bahwa :

“Pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”.

Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain), produsen cindera mata yang memiliki kekhasan dari obyek tersebut dan turut menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.

Proses pengembangan suatu tempat wisata apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, barang-barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar terhadap wisatawan maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi pengelola tempat wisata tersebut. Penulis mengutip pernyataan Coccossis (1996) :


(58)

“An important characteristic of interaction between tourism and environment is the existence of strong feedback mechanism : tourism often has adverse effects on quantity and quality of natural and cultural resources”.

Berkaitan dengan pendapat tersebut, maka proses pengembangan objek pariwisata merupakan suatu hal tentang hubungan tempat wisata dan lingkungan dimana bila ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan lingkungan ke arah yang lebih baik tetapi apabila tidak ditangani dengan baik bisa merusak.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa di setiap pengembangan obyek wisata akan mempunyai dampak-dampak. Tetapi pada penelitian ini penulis akan memperdalam dampak ekonomi dan sosial saja, dengan penjelasan di bawah ini :

a. Dampak ekonomi

Dampak dalam bidang ekonomi akibat adari pariwisata dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap pengembangan obyek wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak langsung. Dampak positif langsungnya adalah : membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang lainnya yang sesuai dengan kemampuan dari masyarakat sekitar, atau dengan berjualan, seperti : makanan, minuman sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak.

Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif


(59)

bagi sektor ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak komunitas lokal daerah setempat.

b. Dampak positif sosial

Kebanggan terhadap aset pariwisata : dengan adanya pembaharuan kebanggaan budaya mengenai aset wisata maka masyarakat dapat memperbaharui kembali rasa bangga mereka terhadap kegiatan pariwisata yang dilakukan.

Pertukaran nilai sosial : pariwisata dapat menciptakan pertukaran nilai sosial dari wisatawan dengan masyarakat setempat, sehingga membuat para wisatawan mengerti tentang kondisi sosial setempat dan mengerti akan nilai-nilai dari tradisi masyarakat setempat begitu pula sebaliknya masyarakat lokal pun bisa tahu tentang budaya dari para wisatawan tersebut.

c. Dampak negatif sosial

Peningkatan jumlah penduduk : setiap pengelola obyek wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan, tetapi ada hal-hal yang harus diperhitungkan karena apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya akan terbentuk garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu banyak.

Masalah sosial, dengan adanya percampuran budaya negatif antara wisatawan dengan masyarakat setempat maka dapat menyebabkan pola perilaku sosial masyarakat setempat.


(1)

68 Usaha penjelasan mengenai bentuk pengolahan tidak lepas dari usaha-usaha yang telah dilakukan oleh masyarakat pada saat sekarang ini dan perencanaan kegiatan pada masa yang akan datang.

Proses pendeskripsian mengenai bentuk pengolahan kepariwisataan di objek wisata Pantai Bokek telah dilakukan pada bab 3 penulisan skripsi ini.

Dampak negatif yang timbul dari kegiatan wisata adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan namun dapat ditangani, dampak negatif yang muncul di lokasi wisata Pantai Bokek merupakan tindakan yang dilakukan oleh wisatawan dan membawa pengaruh yang buruk terhadap lokasi wisata tersebut, seperti stigma negatif terhadap Pantai Bokek sebagai lokalisasi-prostitusi, tempat mabuk, lokasi judi, hal ini perlu perhatian serius untuk menangkalnya. Masyarakat setempat telah melakukan beragam cara untuk menangkal dampak negatif tersebut.

Dua pertanyaan penting dalam penulisan ini telah memberi gambaran mengenai dampak-dampak yang muncul dari kegiatan wisata dan memberi landasan tentang daya, upaya masyarakat dalam proses pengembangan objek wisata Pantai Bokek.

5.2 Saran

Saran dalam penulisan ini terfokus pada masukan-masukan yang bernilai bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan suatu objek wisata, dalam hal ini pengembangan wisata Pantai Bokek.

Adapun saran tersebut, meliputi peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kegiatan wisata yang berdampak pada proses kegiatan wisata, melalui


(2)

peningkatan kapasitas, masyarakat dapat mencari peluang-peluang untuk mengembangkan pariwisata.

Selain peningkatan kapasitas, kerjasama antar masyarakat (masyarakat – masyarakat), kerjasama antar masyarakat dan pemerintah adalah dua hal penting yang menentukan proses kegiatan wisata. Dukungan pemerintah dapat memberi kesempatan pada pengembangan potensi wisata yang ada serta memberi jaminan terhadap kegiatan wisata tersebut dari sisi legalitas. Kerjasama masyarakat dan pemerintah dalam hal ini juga termasuk dengan pihak yang berwajib, untuk dapat memberikan rasa keamanan, menjaga ketertiban lokasi wisata dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut.

Untuk mendukung pengembangan potensi wisata Pantai Bokek diperlukan adanya pelayanan akan kebutuhan wisatawan, seperti perbaikan jalan yang berkaitan dengan aspek aksesibilitas wisatawan dalam mencapai lokasi wisata, peningkatan fasilitas-fasilitas yang tersedia di lokasi wisata serta perhatian yang besar terhadap kondisi lingkungan sekitar lokasi objek wisata Pantai Bokek.


(3)

70 DAFTAR PUSTAKA

Fandeli, Chafid. Pengusahaan Ekowisata. Pustaka pelajar: Yogyakarta. 2000. Graburn, N. Tourism: The Sacred Journey (in) Smith, V. (ed.) (1977).

Hakim, Luchman,2004. Dasar-dasar Ekowisata. Bayumedia publishing: Malang. 2004.

Marpaung, Happy & Herman Bahar. Pengantar Pariwisata. Alfabeta: Bandung. 2002.

Indrawati, Dewi. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Budaya Sulawesi Selatan. Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta.1993. Ismayanti. Pengantar Pariwisata. Grasindo: Jakarta, 2010.

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi l. Universitas Indonesia Press: Jakarta. 1987.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: Jakarta. 1990. Koentjaraningrat. Masalah-masalah Pembangunan, Bunga Rampai Antropologi Terapan. LP3ES: Jakarta. 1984.

Kusmayadi dan Sugiarto Endar. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Gramedia pustaka utama: Jakarta. 2000.

Masinambow, E.K.M. Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Yayasan Pendidikan Indonesia: jakarta. 1997.

Pendit, Nyoman S. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. PT. Pradaya Paramita: Jakarta. 2003.

Picard, Michel. Bali; Pariwiata Budaya dan Budaya Pariwisata, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2006.

Poerwanto, Hari. Kebudayaan dan lingkungan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2005.

Radiawan, Hari. Dampak Pariwisata Terhadap Masyarakat Sekitar. Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta. 1991.

Smith, Valene (ed.). Host and guests; The Anthropology of Tourism. University of Pennsylvania Press: Philadelphia. 1977.


(4)

Spillane, J. James. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Kanisius: Jakarta. 1994.

Sudarsono. Seni Pertunjukan dan Pariwisata. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia: Jakarta. 1999.

Soekadijo, R. G. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata sebagai “systemic Lingkage”. PT. Gramedia Pusaka Utama: Jakarta. 1996.

Swarbrooke, J. Sustainable Tourism Management. ---:---.1999. Urry, J. The Tourist Gaze. Sage Publication: Bristol-London, 1990.


(5)

72 Interview Guide

1. Bagaimana pendapat anda mengenai objek wisata Pantai Bokek ? 2. Darimana anda mengetahui objek wisata Pantai Bokek ?

3. Apa saja potensi objek wisata Pantai Bokek ?

4. Apa hal yang perlu diperbaiki dari objek wisata Pantai Bokek ?

5. Hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mengembangkan objek wisata Pantai Bokek ?

6. Siapa saja yang perlu terlibat dalam pengembangan objek wisata Pantai Bokek ?

7. Apa dampak positif dari keberadaan objek wisata Pantai Bokek ? 8. Apa dampak negatif dari keberadaan objek wisata Pantai Bokek ? 9. Siapa yang menjadi pengelola objek wisata Pantai Bokek ? 10.Bagaimana kondisi pengelolaan objek wisata Pantai Bokek ? 11.Siapa saja yang berkunjung ke objek wisata Pantai Bokek ? 12.Bagaimana kondisi pelayanan di objek wisata Pantai Bokek ? 13.Fasilitas apa saja yang terdapat di objek wisata Pantai Bokek ?


(6)

Daftar Informan Penelitian

Nama Umur Pekerjaan

Izal 45 Tahun Wiraswasta / Pengelola Mardiana 44 Tahun Wiraswasta

Nuraidi 48 Tahun Kepala Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

Tirta 38 Tahun Sekretaris Desa Tanjung Selamat,

Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang